FORTPEAT - RARE SPECIES - 8

Slashh

"Akh!"

"Kenapa? Kau baik? Tanganmu terluka?" Seorang pria lengkap dengan jubah putih khas laboratorium tampak berlari menuju temannya yang baru saja memekik kesakitan.

"Ya, jarum ini terlalu tajam dan mengiris tanganku. Lihat- oh?" Baru saja wanita dengan kuncir kuda itu ingin menunjukkan lukanya pada teman kerjanya, luka berdarah yang sebelumnya ada ditelunjuknya kini hilang. Luka itu benar benar tertutup layaknya tak ada pernah ada.

"Ada apa? Kenapa?"

"Lukaku sembuh"

"Ha? Bagaimana maksudmu?"

"Tadi aku berniat memasukan darah calon Omega Agung kedalam mesin. Namun jarum berdarah itu tanpa sengaja mengiris tanganku. Telunjukku terluka dan mengeluarkan darah. Tapi sekarang luka itu benar benar tertutup, hanya tersisa darahku yang sebelumnya keluar"

"Kau jangan berbohong. Tak mungkin ada keajaiban seperti itu"

"Hei, aku serius! Apa gunanya aku berbohong?"

"Apa jangan jangan- darah calon Omega Agung!"

-----

Tubuh besar lengkap dengan jaket kulit berwarna putih serta celana denim dengan aksen sobek dibeberapa bagian membuat pria yang meliukan tubuhnya ditengah lantai dansa terlihat begitu mempesona. Belum lagi piercing yang ia gunakan hampir memenuhi telinganya. Rambut ditata kebelakang hingga dahi lebar itu terekspos dengan baik. Beberapa helai poni dibiarkan menggantung menambah kesan bad boy dipenampilannya.

Satu tangan memegang gelas berisi cairan transparan kekuningan dan satunya lagi terangkat keatas menyamai dentuman musik yang diputar. Tubuh besar itu terlihat bergerak seirama sambil menyentuh orang orang yang ia lihat menarik.

Tangan besar itu kemudian terlihat melilit pinggang ramping yang tak terbalut kain. Wanita dengan crop top serta skirt pendek tepat dibawah bokong. Wajahnya cantik dan kecil. Bibirnya merah berlapis lip gloss. Buah dada yang cukup besar terlihat dari balik crop top yang berpotongan v-neck hingga menampakan belahan dadanya.

Terlihat sangat menggoda

Ramainya manusia yang mengunjungi club malam itu membuat tubuh pria besar itu dengan cepat menempel pada tubuh wanita dihadapannya. Aroma semerbak dari parfum mahal wanita itu mengayunkan hidungnya untuk menikmati lebih.

"Oi Fort!" Teriakan dari samping telinga pria bertubuh besar itu membuatnya mendengus kesal karena niatnya baru saja gagal. Fort berniat membawa wanita didepannya ini ke kamar khusus miliknya di club ini. Mata beriris aqua itu menatap tajam kearah pria yang memanggilnya, seolah bertanya apa.

"Ikut aku"

-----

Sebuah ruangan tampak diisi oleh satu meja kerja yang dihiasi seperangkat komputer dengan beberapa lembar dokumen disampingnya. Disisi lain terdapat meja kaca yang dipenuhi deretan alkohol mahal. Wajar saja, karena ini adalah ruang kerja dari pemilik club.

Dua orang pun terlihat duduk diatas sofa yang berada disisi meja kaca dengan kaki bersilang dan rokok dicelah jari masing masing. Kepulan asap rokok kemudian menyembur dari balik bibir mereka diiringi pejaman mata untuk menikmati rasa nikotin yang menguar dimulut mereka.

"Kukira kau tak akan kesini lagi" Suara Net pertama kali memutus kesunyian diantara mereka. Mata tajamnya melirik Fort dengan senyum cemooh yang biasa ia sunggingkan.

"Banyak hal menarik yang bisa dilakukan disini, betapa bodohnya aku jika harus berhenti mengunjungi tempat ini" Fort membalas dengan senyum miring, tentu saja ia akan melakukan apapun yang bisa ia lakukan sebelum upacara pelantikan.

"Bajingan, haha. Kupikir kau sangat mencintai calon Omega Agung, atau jangan jangan kau belum melakukan mating?" Net buru buru memperbaiki posisi duduknya dengan tubuh yang ia condong kedepan, penasaran dengan kondisi sahabatnya.

Tsss

Suara puntung rokok yang Fort matikan memberi jeda setelah pertanyaan Net. Mata besar itu kembali menatap Net dengan tatapan datar. Net merasakan ada kekesalan dimata itu.

"Sudah, tapi aku belum melakukan seks dengannya. Sial! Seharusnya aku melanjutkannya meskipun omega itu pingsan. Bahkan aku melewatkannya sebanyak tiga kali, benar benar bodoh"

Fort tak bisa melupakan kejadian hari itu. Hari dimana ia melewati hal terpanas yang seharusnya bisa ia dapatkan. Jika saja serigala bodohnya tak termakan rayuan serigala omega itu, Fort pastikan sudah dari lama ia bisa menikmati lubang senggama sempit yang tampak menggiurkan. Belum lagi hatinya yang berpura pura memiliki nurani. Dan sekarang ia harus menunggu omega itu heat kembali untuk mencoba peruntungannya.

Sebenarnya Fort ingin mencoba untuk menginduksi heat omega itu. Namun jadwal Peat sangat sibuk hingga mereka sulit untuk bertemu. Omega itu memiliki segudang jadwal pelatihan yang harus diikuti setiap hari tanpa libur. Cih, rasakan. Itu memang hal yang setimpal untuk omega sombong sepertinya. Jika saja dia menyerahkan diri lebih awal, tentu semua persiapannya akan lebih mudah.

"What? Kau melewatkan kesempatan itu begitu saja?! Hei, kau alpha kelas atas Fort. Kau tak bisa mengontrol omegamu sendiri? Pfftt" Net membungkam mulutnya sendiri dengan kepalan tangan yang masih berisikan rokok. Sahabatnya benar benar lucu. Apa sekarang serigala besar ini tak lagi memiliki taring?

"Diam kau bajingan! Ini semua karena Judy! Serigala sialan itu menghalangiku menyentuh matenya. Cih, padahal dia sendiri sudah tegang dan menunggu kesempatan ini dari lama. Hanya karena permohonan dari serigala omega itu, ia luluh seketika."

"Lalu bagaimana sekarang? Bukankah dia menjadi posesif? Apa dia tak marah kau ada disini?"

"Tenang saja, aku menguncinya malam ini. Dia tak akan tahu"

"Lalu bagaimana dengan calon Omega Agung?"

"Biarkan saja. Anggap saja ini balasan karena omega itu menghindar sepanjang waktu. Aku tak akan lembut pada pria kecil itu"

"Aku tak percaya wilayah ini akan dipimpin oleh orang sebajingan dirimu setelah ini" Net mematikan rokoknya. Tangannya mengambil botol kaca dengan cairan kecokelatan didalamnya untuk ditenggak. Tenggorokannya tiba tiba kering dan meminta untuk dibasahi.

"Yasudah, aku harus mencari partnerku malam ini. Adikku menganggur cukup lama dan harus segera dimanjakan. Aku pergi" Fort kemudian berdiri dari posisinya dan berjalan keluar ruangan menyisakan Net dengan alkohol ditangannya.

-----

"Mana Yang Mulia?" Pria dengan mata rusa itu melirik seorang pelayan yang tengah menyajikan makan malam diatas meja makan. Pandangannya mengitari ruangan serta menatap arah tangga yang kosong. Ia tak melihat tanda tanda kehadiran Fort malam ini.

"Maaf Tuan. Saya tidak tahu" Pelayan itu membungkukkan kepalanya dalam dan berjalan mundur setelah berpamitan pada Peat.

Tak ambil pusing, Peat mendudukan dirinya pada kursi yang disediakan dan mulai mengambil beberapa makanan. Benar! Makanan istana adalah makanan terbaik yang pernah ia makan sepanjang hidupnya. Selain bernilai gizi tinggi, bahan yang digunakan pun premium dengan bumbu rempah yang melimpah. Aroma dan rasa tak akan berbohong dengan bahan mahal yang digunakan.

Tangan putih itu mulai menyuapi beberapa daging merah kedalam mulutnya. Mengunyahnya perlahan sambil mengingat ngingat kembali pelajaran yang sudah ia dapatkan.

Hari ini Peat mendapatkan pelatihan mengenai manner dan sikap. Mencoba mempraktekannya, Peat segera memperbaiki posisi duduknya. Tubuhnya yang semula bersandar pada kursi kini terlihat tegap dengan dada yang sedikit membusung. Bahunya yang tampak lesu ia tegakkan selurus dengan posisi leher. Dagu pun diangkat dengan lengan yang dibawa mendekat kesisi tubuh agar tak terbuka terlalu lebar.

Peat mulai mengiris daging dipiringnya dalam ukuran yang lebih kecil. Menyuapnya kedalam mulut dan mengambil sapu tangan yang berada disisi mejanya untuk diseka pelan disekitar mulutnya.

"Hah..." Desahan panjang keluar dari mulut Peat. Tubuh tegap itu kembali menciut menyentuh sandaran kursi dengan dagu yang kembali turun. Mata Peat menatap sayu kearah makanan.

Ia tak cocok dengan tabiat seperti ini. Peat tak bisa merasakan nikmatnya makanan dengan cara makan yang diharuskan. Memikirkan cara makan yang dituntut terlihat bersih dan sopan seperti itu membuat semua makanan berlari keotaknya karena ia butuh stamina untuk berpikir lurus.

Peat merindukan makan bersama teman teman kantornya.

Tringg

Seketika bunyi nyaring akibat benda jatuh mengisi ruangan. Tangan Peat yang memegangi sendok dan garpu tiba tiba tampak menarik rambutnya kuat karena rasa pusing yang menderanya.

Peat tiba tiba saja mengalami sakit kepala hebat.

Brukk

Tubuh kurus itu ambruk kesamping. Dengan tangan yang masih menarik rambutnya kuat, erangan kesakitan terdengar hingga kesegala penjuru ruangan di mansion putera mahkota. Banyak dari pelayan yang berbondong bondong berlari menuju calon Omega Agung yang berada sendirian diruang makan. Tak terkecuali James yang menunggu tepat diluar ruang makan.

Atas perintah James, empat orang pelayan omega diperintahkan membawa Peat kembali ke kamarnya. Suasana menjadi sangat panik. Peat tak berhenti meraung kesakitan. Wajah hingga lehernya memerah padam. Air mata mengalir dari ekor mata. Membuat orang orang yang melihatnya memandangnya penuh khawatir.

Ruang kamar calon Omega Agung pun ditutup setelah James memerintahkan pelayan yang mengangkat Peat untuk keluar. James yang masih berada didalam pun dengan cepat berjalan menuju salah satu lemari yang menyimpan berbagai macam obatan. Tangan panjang itu mengambil dua butir obat dan segera kembali menuju ranjang yang diisi oleh Peat.

James dengan sabar membawa Peat untuk meletakan kepalanya diatas paha James. Memasukan dua butir obat ditangannya dan segera meraih gelas berisi air putih yang tersedia diatas nakas. Sedikit susah karena Peat yang masih berteriak kesakitan.

James menghela napas lega ketika dua obat yang ia berikan akhirnya masuk sempurna kedalam mulut Peat. Efek obat yang tak segera membuat James terlebih dahulu menepuk pelan kepala Peat agar bisa tenang. James tahu seharusnya ia tak boleh melakukan ini pada seorang calon Omega Agung. Namun melihat tuannya dalam kondisi kesakitan membuatnya tak tega.

Lambat laun Peat akhirnya tenang, mata rusa itu pun perlahan terpejam untuk tidur. James segera memposisikan Peat untuk tidur kedalam posisi yang nyaman. Menarik selimut hingga dada dan kemudian berjalan keluar dari ruangan.

-----

Menatap penampilannya sekali lagi dari cermin besar disisi kamar membuat Fort tersenyum lebar karena melihat wajahnya yang lebih dari kata sempurna. Tersenyum miring untuk terakhir kali dan mulai menjajakan kakinya untuk keluar dari kamar.

Mata besar itu melirik sesaat pada pintu kayu cokelat yang berada diseberang kamarnya. Mengendikkan bahunya acuh dan kemudian berjalan menuju lantai dasar mansionnya.

Tap

Tap

Kaki dengan balutan sepatu pantofel itu menggemakan suara disepanjang langkahnya. Para pelayan yang mendengar terpaksa harus berhenti dari pekerjaan untuk beberapa detik karena harus memberi salam pada putera mahkota.

Fort pun sampai dimeja makan. Hidangan sarapan telah tersedia lengkap dengan kopi pagi yang selalu ia minum. Namun ada yang berbeda kali ini. Calon istrinya tak terlihat dimeja makan.

Hidup berdampingan selama hampir sepuluh hari membuat Fort sedikit tau kebiasaan pria cantik itu. Peat akan turun lebih dulu darinya sekedar untuk mencari keramaian. Sejauh yang Fort amati Peat tak suka sendiri, dia menyukai keramaian meski tak ikut dalam pembicaraan.

Namun pagi ini omega itu tak terlihat.

Apa yang terjadi?

"Dimana Peat?" Tanya Fort pada salah satu pelayan yang baru saja menaruh seteko jus jeruk diatas meja.

"Maaf Yang Mulia, sepertinya Khun Peat masih berada dikamarnya" Pelayan itu menunduk dengan mata yang sesekali melirik takut. Aura Fort memang selalu dominan dan selalu terlihat menakutkan meskipun dalam keadaan yang biasa.

"Apa dia mulai malas malasan? Sialan!"

Fort dengan wajah tak suka beranjak dari ruang makan dan kembali menapaki tangga untuk naik kelantai dua. Dalam waktu singkat Fort akhirnya sampai didepan pintu cokelat yang sebelumnya ia lirik.

Cklek

BLAM

"Ah! Maaf"

Fort yang tak sabar, membuka pintu kamar Peat yang ternyata tak terkunci dan menghempaskannya kuat. Tanpa sengaja Fort mendapati Peat sedang bercermin namun dengan punggung yang menghadap cermin. Risleting punggung baju putih itu terbuka dan memperlihatkan punggung Peat dari cermin.

Fort segera membalik tubuhnya setelah meneriaki kata maaf, Peat pun terlihat tertegun karena tiba tiba saja kamarnya dimasuki sembarangan. Mata rusa itu melebar terkejut. Tubuhnya bahkan mematung karena aksi tersebut.

"Ekhem" Peat berdeham. Memalingkan wajahnya cepat dan segera menarik risleting pakaiannya.

Sepertinya Fort datang menjemputnya untuk sarapan. Namun pagi ini Peat terganggu dengan rasa perih dipunggungnya saat mandi. Peat lalu mengecek punggungnya dan mendapati beberapa luka yang terlihat seperti luka cambuk memanjang. Dan setelah ia bersiap pun Peat kembali mengecek punggungnya sambil berpikir dari mana luka ini ia dapatkan.

"Kau sudah selesai?" Tanya Fort dengan tubuh yang masih berbalik. Entah kenapa ia menjadi malu karena tanpa sengaja melihat Peat berpakaian.

"Sudah"

Fort segera membalikan tubuhnya dan menatap Peat tajam. Wajahnya sama sekali tak terlihat bersahabat.

"Jika kau hanya ingin bermalasan selama disini sebaiknya pergi saja. Omega Agung bukanlah tahta untuk seorang pemalas"

"Apa pagi ini aku perlu berdebat denganmu?" Peat memutar bola matanya malas, kakinya berjalan melewati Fort untuk keluar dari kamar.

"Oh ya, ingat ini. Aku tak berjalan kesini dan menawarkan diri, kau yang membawaku. Dan satu lagi, belajarlah mengetuk pintu sebelum masuk kekamarku"

BLAM

Gema bunyi pintu yang ditutup kuat terdengar. Peat berjalan menuju lantai dasar dengan meninggalkan Fort yang semakin marah didalam kamarnya

-----

Dentingan alat makan dengam piring mengisi ruang makan yang tampak sunyi. Suasana mencekam pun turut hadir. Rasa marah dari dua orang yang tengah menyantap sarapan pagi diatas meja makan tersebut terasa sangat kentara.

Mata besar itu melirik sekali lagi kesisi kanannya dan menghembuskan napas kasar. Omega ini bahkan tak terlihat peduli dengannya setelah melontarkan kata kata buruk kepadanya. Lihatlah bagaimana makannya masih lahap. Omega ini benar benar dingin dan tak memiliki perasaan. Apa benar orang seperti ini yang akan mendampinginya memerintah wilayah?

"Hei omega" Panggil Fort setelah meredam rasa marahnya karena harus memberikan informasi penting pada Peat.

"Peat"

"Hah?"

Tring

Peat menurunkan alat makannya karena makanan dipiringnya sudah habis dan ia pun sudah kenyang. Sapu tangan yang berada disisi piring Peat ambil untuk menyeka mulutnya setelah makan. Mata rusa itu kemudian beralih menatap Fort dengan tatapan datar.

"Aku memiliki nama. Peat. Bukan omega"

"Hah.. Terserah. Siang ini kita berdua harus menghadiri jamuan makan siang bersama Raja dan Ratu serta beberapa pejabat lainnya. Siapkan dirimu. Aku akan menjemputmu tepat jam dua belas siang ini" Ujar Fort yang masih menikmati kopi miliknya. Tangan besar itu terlihat terisi cangkir kopi dengan posisi tepat dibawah hidung. Mata besar itu terpejam sambil menikmati aroma kopi yang menyenangkan.

"Ya, baiklah" Sahut Peat seadanya.

Tap

Tap

Seseorang dengan jas hitam tampak memasuki ruang makan dan berjalan mendekat kearah Peat.

"Selamat pagi Yang Mulia. Selamat pagi Khun" James yang baru saja masuk ke ruang makan memberikan salam kepada Fort dan Peat yang masih duduk diatas kursi mereka. James diizinkan masuk karena jam kerjanya sudah dimulai dan ia diizinkan menginterupsi meskipun kegiatan sarapan belum selesai.

"Sesuai jadwal anda hari ini akan ada pelatihan spiritual pagi ini dan setelah makan siang akan ada pelatihan mengenai public speaking. Namun baru saja saya mendapatkan kabar jika anda diharuskan keruang perawatan untuk memgambil sampel darah lagi" Dengan tubuh sedikit menunduk, James menjelaskan mengenai kegiatan yang harus dilakukan Peat hari ini. Membuat Peat menganggukan kepala ringan mengerti.

"Yang Mulia. Apa kau masih lama? Aku memiliki beberapa urusan mendesak pagi ini untuk diselesaikan" Tanya Peat dengan kepala yang sepenuhnya menatap Fort. Menunggu jawaban dari pria yang tengah meminum kopi paginya.

"Ahhh.. Aku juga sudah siap. Kita berpisah disini"

-----

Disepanjang perjalanan menuju ruang perawatan, dahi Peat tampak berkerut. Pria cantik itu terlihat seperti orang yang tengah berpikir keras.

"James" Peat memberhentikan langkahnya dan berbalik menatap James yang juga ikut memberhentikan langkahnya dibelakangnya.

"Ya Khun"

Tap

Tap

"Bisakah kau membantuku?" Tanya Peat setelah berada disamping tubuh James. Suaranya memelan seolah berbisik.

"Apapun jika saya bisa"

"Kumpulkan informasi mengenai seseorang untukku"

-----

Pukul 12.15. Putera mahkota bersama calon Omega Agung tampak hadir digedung Golden House. Dengan tangan yang memegangi lengan Fort, Peat tampak gugup dengan pertemuan hari ini.

Selain dari tubuhnya yang kurang sehat karena pagi ini darahnya kembali diambil dan juga tubuhnya yang masih terasa nyeri baik pada punggung maupun kepala, Peat juga sedikit khawatir dengan orang orang yang akan ia temui siang ini.

Pengalaman pertama saat bertemu mereka sangat buruk. Rasa intimidasi yang sangat pekat masih terasa hingga sekarang. Tatapan tajam yang dilayangkan setiap orang padanya masih terbayang

"Hei, kau baik? Wajahmu terlihat pucat" Pria besar disamping Peat membungkukan tubuhnya menatap wajah Peat. Mata beriris aqua itu menatap Peat khawatir.

Bagaimana tidak. Fort melihat bibir pria cantik ini pucat hingga warnanya hampir menyatu dengan kulit putihnya. Tangan yang menggenggam lengannya sedikit bergetar, Peat bahkan menebar feromon yang pekat dengan rasa khawatir dan cemas.

"Aku tak apa. Hanya sedikit pusing karena materi pagi ini cukup banyak" Peat tersenyum tipis meyakinkan Fort, tak mau merusak perjamuan siang ini dengan kondisinya.

"Kau yakin? Jangan membuatku malu dengan pingsan tiba tiba. Katakan sekarang atau tidak sama sekali"

"Ya, aku baik Yang Mulia" Fort mengangguk melihat senyum yang Peat lemparkan. Meskipun dirinya sendiri yang tak yakin.

Beberapa orang pun mulai berdatangan. Mengisi ruang makan panjang yang biasanya digunakan untuk pertemuan. Peat tampak berdiri untuk memberi salam pada setiap orang yang masuk, senyum tipis pun ia perlihatkan.

Tak sengaja telinga Peat menangkap bisikan entah darimana. Namun yang jelas itu berasal dari orang orang yang baru saja datang di ruang perjamuan.

"Apakah dia ingin mempermalukan calon suaminya? Lihatlah dia berdiri sendirian untuk memberi kesan baik pada orang orang. Dasar ular, pria ini tak terlihat baik untuk putera mahkota"

Peat memejamkan matanya lama. Hatinya bergemuruh, dadanya sesak. Perlahan Peat menghembuskan napasnya, menarik kembali sudut bibirnya dan kini memilih untuk duduk disamping Fort yang tampak serius dengan ipad miliknya.

Beberapa orang lain pun kembali masuk. Mereka dengan langkah santai berjalan menuju kursi yang sudah disiapkan untuk mereka.

Lagi. Peat mendengar bisikan tak suka dari orang disekitarnya.

"Cih, omega sombong. Tak memiliki tata krama dan sopan santun. Bukankah seharusnya ia menyambut tamu datang? Lihatlah omega ini hanya duduk manis memperlihatkan keelokannya"

Tangan Peat yang berada diatas pangkuan terkepal erat. Matanya kembali terpejam dengan dadanya yang semakin sesak. Rasa panas menjalar keseluruh tubuhnya. Peat yakin ia bisa menangis kapan saja.

Hembusan napas perlahan kembali Peat keluarkan untuk mengatur emosinya agar kembali turun. Mata merahnya perlahan terbuka dan melirik Fort yang masih serius dengan pekerjaannya.

"Yang Mulia. Bisakah kau berdiri bersamaku menyambut para tamu?" Bisik Peat setelah sedikit menarik ujung jas yang Fort kenakan. Matanya mengerjap cepat berusaha untuk mengembalikan air matanya kedalam.

"Tak bisa. Aku putera mahkota dan jelas derajatku lebih tinggi daripada mereka. Jika kau mau, kau saja." Fort membalas tanpa mengalihkan pandangannya dari ipad. Banyak email yang masuk dam harus segera ia baca. Putera mahkota  bertanggung jawab dalam hal pertahanan dan militer wilayah, jadi wajar saja jika Fort harus bekerja lebih ekstra karena tugas yang ia emban cukup berat.

Srettt

Jari yang mengapit ujung jas itu perlahan turun. Peat merasa dadanya semakin berat setelah mendengar ucapan Fort. Dirinya serba salah, apa yang ia lakukan tak ada yang benar. Bahkan satu satunya orang yang bisa ia mintai tolong diruangan ini pun tak mempedulikannya.

Tes

Setitik air mata jatuh keatas kain bahan yang membalut paha Peat. Buru buru tangannya mengusap matanya yang semakin panas dan tampak akan banjir air mata. Ia tak bisa menangis disini.

Tak lama kursi disampingnya bergeser, membuat Peat menoleh dan mendapati seseorang dengan perawakan yang tak jauh berbeda dengannya. Dahi Peat sedikit berkerut. Pria ini tidak asing.

"Lee?" Suara pelan Peat mencapai pendengaran pria disampingnya. Membuat pria itu menoleh kearah Peat dan ikut terkejut dengan apa yang ia lihat.

"Peat?" Pria yang disebut Lee itu ikut menyebutkan nama Peat dengan wajah terkejutnya yang terlihat menggemaskan.

"Khun Peat. Mohon jaga sopan santun anda. Anda seharusnya memberi salam dan menyapa pria disamping anda dengan sebutan Yang Mulia. Bukan memanggilnya dengan sebutan macam macam seperti itu. Bagaimanapun status anda masih jauh dibawahnya bahkan dibawah kami semua yang hadir. Bijaklah bersikap" Suara berat dari seberang meja Peat terdengar keras dan marah. Membuat Peat mengalihkan pandangannya pada pria itu dan segera menunduk meminta maaf.

Keadaan menjadi hening seketika. Suara marah itu membuat semua kegiatan terhenti secara serempak. Berganti dengan tatapan tajam yang dilayangkan pada pria cantik yang tengah menunduk dalam.

Pria yang marah itu adalah Perdana Menteri. Peat tak menyukainya sejak pertemuan pertama. Pria tua ini selalu menatapnya remeh dan melantangkan suaranya untuk menjatuhkan Peat.

Drap

Drap

Keheningan itu kemudiam diisi dengan langkah teratur yang berasal dari arah tangga. Semua pandangan kini beralih menatap orang yang baru saja turun. Seketika semua orang tanpa terkecuali berdiri dari posisi duduk mereka dan memberi salam pada Raja dan Ratu yang baru saja sampai.

"Duduklah. Mari kita mulai perjamuannya"

-----

Setelah selesainya perjamuan makan siang. Semua hadirin mulai meninggalkan ruangan satu persatu. Menyisakan keluarga inti dari kerajaan termasuk Peat.

"Hei nak. Apa kau baik baik saja? Wajahmu terlalu pucat" Dengan nada cemas Ratu berjalan mendekati Peat dan kemudian mengangkat dagu itu dengan telunjuknya. Raut khawatir terlihat jelas diwajahnya.

"Saya baik baik saja Yang Mulia. Maaf membuat anda khawatir" Peat memperlihatkan senyum tipisnya meyakinkan sang Ratu. Entah kenapa hari ini Peat merasa sikap Ratu menjadi baik dan perhatian padanya. Semenjak dimulainya acara sang Ratu selalu memberinya senyum keibuan, Peat menyukainya.

"Jangan terlalu memaksakan tubuhmu nak. Istirahatlah yang cukup dan perbanyaklah makan. Kau terlihat kurus dari terakhir kali aku melihatmu" Ratu menurunkan telunjuknya dan menepuk bahu sempit itu beberapa kali.

"Baik Yang Mulia, maaf membuat anda khawatir"

"Yasudah, kalian silahkan kembali. Ayo permaisuri, kita naik" Raja tampak memberi jarak dilengannya untuk dikaitkan oleh sang Ratu. Mereka pun berjalan meninggalkan ruang perjamuan dan menghilang dibalik tangga yang berputar.

"Hei Peat. Kaukah-"

Brukk

"Peat!"

Noeul segera menangkap tubuh Peat yang tiba tiba jatuh. Noeul menepuk pipi Peat beberapa kali untuk membangunkan pria cantik itu. Namun nihil, Peat tak bangun sama sekali. Noeul kemudian menatap tajam kearah kakaknya yang hanya terpaku melihat Peat jatuh pingsan.

"Oi! Kau akan berdiri disana sepanjang hari?! Bantu aku sialan!"

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞