FORTPEAT - RARE SPECIES - 11
Drap
Drap
Drap
Langkah kaki yang tergopoh gopoh terdengar memenuhi lorong sebuah rumah megah yang berada dikawasan elit. Pria dengan baju setelan jas hitam tersebut tampak terburu buru dengan informasi yang baru saja ia dapatkan malam ini.
Tok
Tok
Tok
Pria itu mengetuk pintu kayu dihadapannya sambil menunggu izin dari sang pemilik ruangan. Sudah malam, dan ia harus tau etika untuk tak menerobos kamar tuannya saat ini. Apalagi desahan dan decitan kasur sayup terdengar walaupun tak jelas. Tuannya sedang menikmati malam, tapi informasi yang ia dapatkan sangat penting dan harus segera diberitahukan.
Cklek
"Kau tentu tau apa akibatnya jika apa yang akan kau sampaikan tidak penting" Suara berat dari pria tua yang membuka pintu membuat bawahan dengan setelan jas hitam itu membungkuk terlebih dahulu sebelum menegakan kepalanya kembali.
"Ini mengenai calon Omega Agung. Saya baru saja menerima laporan dari pihak laboratorium"
BLAM
"Ikuti aku"
-----
Srett
Tangan lentik itu mengambil tumpukan kertas yang bersarang diatas meja kerjanya, tepatnya meja kosong yang Peat jadikan sebagai meja kerja karena ia tak memiliki ruang kerja. Antara butuh dan tak butuh memang, ia belum sepenuhnya diembani tugas layaknya Fort. Selama disini ia hanya bepergian kesana kemari baik untuk menemani Fort kesebuah acara maupun pelatihan.
"Net Siraphop?" Kening Peat berkerut. Nama seperti ini sangat jarang. Hanya dua kata saja. Apa Siraphop nama keluarga pemuda itu?
Peat menggelengkan kepalanya cepat dan memilih melanjutkan bacaan dari dokumen yang diantarkan oleh James. Ia harus buru buru menyerap informasi yang diberikan sebelum jam 7 pagi ini. Peat tak mau Fort kembali menjemputnya dan tak sengaja menemukan dokumen berisikan informasi mengenai temannya.
"Dia memiliki club?"
Sret
"Wah, bukankah ini cukup besar dengan ukuran seluas ini? Jelas dia bukan orang sembarangan" Peat kembali melanjutkan membolak balik halaman selanjutnya.
"Oh? Mansion?"
Sret
Sret
Sret
Dengan cepat tangannya kembali membolak dokumen ke beberapa halaman sebelumnya.
Gotcha!
"Benar. Dia tinggal diapartemen dikawasan elit, lalu apa guna mansion miliknya? Tunggu, dimana alamat mansion tersebut?"
Sret
Sret
Sret
Peat kembali membolak balik dokumen ke halaman sebelumnya. Kalau tidak salah tak ada informasi terkait mansion miliknya.
Cih! Benar.
Hanya disebutkan adanya kepemilikan mansion. Tak ada informasi lain mengenai ini.
Dokumen yang diberikan James tak lengkap. Wajar saja. James bukanlah seorang detektif ataupun informan yang dapat mengumpulkan banyak informasi.
Sepertinya Peat harus bertemu Khun Tan setelah ini.
-----
Brukk
"Ah! Maaf Yang Mulia. Saya terlalu terburu buru" Pria kecil dengan kulit putih itu tampak membungkuk dalam setelah tanpa sengaja menabrak putera mahkota yang tengah berjalan menuju gedung utama.
"Kau mengejar Noeul lagi? Kemana bocah itu?" Dengan tangan yang berkacak pinggang, Fort menatap tajam segala penjuru mencari tersangka utama. Adiknya terlalu hiperaktif.
"Ya Tuan. Khun Boss datang dan menunggunya dimansion pangeran."
"Cih. Pantas saja. Ya sudah, lain kali perhatikan langkahmu. Jika kau menabrakku bukan aku yang terluka, melainkan kau"
Drap
Drap
Drap
Fort berjalan menjauh setelah mengucapkan kalimat tersebut. Meninggalkan pria kecil yang hanya menatapnya dengan senyum samar dibibirnya.
"Terimakasih Fort, kau masih mempedulikanku"
-----
Dengan posisi tegap, Peat duduk dengan kaki bersila disebuah gazebo kecil yang terdapat diperbatasan wilayah istana dan hutan.
Tak seperti biasa. Kelas pelatihan yang selama ini Peat ikuti berada disebuah ruangan bersih yang berisikan satu kursi, meja dan sebuah layar putih yang berguna sebagai latar dari infocus. Layaknya pembelajaran saat ia dibangku kuliah, pelatihan yang selama ini ia dapat terjadi selayaknya antara murid dan guru. Ada tanya jawab dan juga praktek.
Namun ruang praktek kali ini berbeda. Jika biasanya disediakan ruang khusus yang selalu berganti desain dan dekor demi kebutuhan praktek. Kali ini untuk materi mengenai spiritual, Peat diminta untuk datang ke sebuah gazebo yang terletak diperbatasan hutan.
Mata rusa itu kemudian berpendar, mengagumi indahnya suasana disekelilingnya yang dipenuhi warna kehijauan. Sangat damai dan menenangkan. Peat perlahan memejamkan matanya untuk menikmati angin sepoi sepoi yang menyapa wajahnya, hingga menyebabkan beberapa anak rambutnya bergoyang karena tiupan angin.
Rasa berat yang bersarang dikepalanya sedikit terangkat karena suasana yang mendukung. Memikirkan berbagai hal dikepala semenjak kedatangannya di istana membuat hari harinya tak pernah tenang.
Selama ia hidup di wilayah pendamping ia tak pernah memikirkan kehidupan seperti ini. Memang ia juga mencari seluk beluk dari kehidupan wilayah inti serta gender sekunder. Namun semuanya hanya bisa ia bayangkan melalui imajinasi dan kemudian hilang sesaat kemudian.
Tapi kini ia menghadapinya. Melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kehidupan disini berlangsung. Banyak ketimpangan dan Peat sangat menyadarinya.
Satu satunya omega yang disanjung hanyalah Ratu, bahkan pangeran seperti Noeul saja masih dipandang sebelah mata oleh beberapa orang. Sangat jelas ketika dua hari yang lalu mereka berkunjung ke salah satu panti jompo dan beberapa orang masih sungkan untuk memberi salam pada Noeul. Jangan hiraukan dirinya yang bahkan belum mempunyai jabatan apa apa, orang orang hanya akan tersenyum tipis dan berlalu pergi. Tentu saja ia tak lebih dihargai daripada Noeul yang notabenenya adalah seorang pangeran.
Ah! Bukan itu saja. Peat juga jelas mendengar jika perbincangan mereka mengenai omega hanya seputar daya tarik seksual. Benar benar menjijikan.
Sampai sekarang Peat tak mengerti kenapa Moon Goddes membuat golongannya terlalu rendah. Mereka manusia dan memiliki hak yang sama untuk bermasyarakat. Mereka bukanlah objek seksual. Mengingat omega yang sering ditindas oleh alphanya sendiri atau bahkan male betanya, membuat Peat selalu geram.
Kenapa hanya omega yang selalu menjadi imbas karena mate mereka berselingkuh? Tak apa jika mereka tak berhubungan badan, tapi bagaimana jika iya? Hal ini akan membuat omega kesakitan seperti yang dialaminya beberapa hari yang lalu.
Peat tidak bodoh. Apalagi penyebab sakit kepala hebat serta luka memanjang dipunggungnya saat itu? Bahkan sangat bertepatan dengan Fort yang tak ada di mansion bersamanya. Pria itu pemain. Dia tak akan tahan untuk tidak melakukan seks. Tapi yang tersakiti siapa? Dirinya! Dan alpha tak akan mau tau soal rasa sakit yang diterima matenya.
Dan fakta lainnya adalah hanya alpha dan beta male yang bisa mereject matenya. Sedangkan omega hanya akan merasakan dampaknya jika ia tak segera menemukan mate baru.
Sepertinya Moon Goddes menciptakan omega secara tak sengaja. Jadi ia hanya menumpahkan semua kesialan pada golongannya.
Puk
Peat segera menoleh kesamping ketika merasakan pundaknya ditepuk. Matanya membesar ketika mendapati seorang wanita cantik dengan rambut panjang terurai sudah berada disampingnya. Pakaiannya terlihat modis dengan warna merah muda yang mendominasi.
Srett
Peat segera bangun dari posisinya dan memberi salam pada wanita cantik yang tersenyum padanya. Entahlah, tubuhnya bergerak secara otomatis untuk memberi salam pada wanita dihadapannya ini. Aura yang dipancarkan wanita ini bukan main, sangat elegan namun juga ceria disaat yang bersamaan.
"Perkenalkan, aku Luna" Wanita itu menjulurkan tangan putihnya kehadapan Peat, bibirnya tersenyum hingga pipi chubbynya terangkat. Sangat menawan.
Grep
"Ah, hai Luna. Aku Peat. Senang berkenalan denganmu" Tangan Peat segera meraih tangan Luna untuk disalami dengan tangan Peat lainnya yang menumpu lengan yang bersalaman. Peat terlihat sangat sopan untuk pertemuan pertama.
"Hai Peat. Senang berkenalan denganmu"
-----
Suasana makan malam kali ini sedikit aneh. Pria besar yang duduk dikepala meja makan tampak memangku kepalanya dengan tangan dan menatap pria kecil yang berada disisinya. Mata besar itu menatap datar, layaknya orang yang ingin meminta penjelasan.
"Katakan saja" Peat yang mendengar ucapan Fort segera menarik jemarinya yang tengah memainkan pinggiran gelas. Menyimpan kedua tangannya diantara paha dalam dan mencuri pandang ke arah sang alpha.
"Hmm.." Gumam Peat, ia menggigit bibirnya berulang kali sambil menata kalimat yang ia ingin tanyakan pada Fort.
"Jika kau masih lama, simpan saja perkataanmu. Aku lelah dan ingin tidur" Fort kemudian memperbaiki posisinya dan bersiap untuk bangun dari duduknya.
Grep
"Tunggu" Peat mengambil pergelangan tangan Fort dan menggenggamnya. Matanya menatap Fort dengan alis bertaut memohon, membuat Fort kembali duduk sempurna dan kembali menatap Peat.
Dengan tangan yang bersilang didepan dada, Fort menatap Peat dengan satu alis terangkat. Menunggu permintaan sang omega yang tampaknya sangat penting, Peat bahkan mencegahnya pergi dengan mengeluarkan nada baik yang Fort sukai.
"Hm, bisakah aku memiliki waktu libur?" Cicit Peat begitu tangannya kembali untuk dirinya. Jemarinya bertaut dan bergerak acak dibalik meja.
Ia belum pernah meminta apapun pada orang orang di istana kecuali James. Peat selalu menuruti dan mengerjakan semua tugasnya dengan baik. Jadi Peat benar benar berharap jika ia akan mendapatkan jatah libur yang ia inginkan kali ini.
"Libur? Kau mau kemana?"
"Eum. Sebenarnya aku ingin berkeliling wilayah inti. Kau tau jika sebelumnya aku tak pernah hidup disini. Setidaknya aku harus tau bentuk dan tata letak wilayah jika benar aku akan menjadi Omega Agung kelak"
"Jika benar? Kau berniat tidak mau?" Wajah Fort tiba tiba berubah masam, tak suka dengan perkataan Peat barusan.
"Bukan seperti itu. Justru karena aku sudah bertekad untuk menjadi Omega Agung makanya aku ingin berkeliling menghapali wilayah ini" Mata rusa itu menatap Fort cepat ketika merasa ia disudutkan dengan respon yang Fort berikan, namun Peat kembali menurunkan pandangannya ketika ia sadar jika tengah memohon pada Fort sekarang.
"Kau ingin menjadi Omega Agung?"
Peat mengangkat kepalanya menatap Fort dan mengangguk bingung. Kenapa Fort bertanya seperti itu padanya?
"Berarti kau siap menjadi istriku? Wah, ini kemajuan yang luar biasa. Kau hanya perlu menjadi manis dan baik setelah ini. Dan itu akan sempurna" Fort tersenyum lebar pada pria kecil yang merubah rautnya menjadi datar.
"Kita membicarakan izin liburku disini. Bukan perihal menjadi pasangan atau istri. Dan meskipun aku nanti menjadi istrimu, aku tetaplah aku. Aku hanya akan bersikap manis dan baik jika pasanganku juga memperlalukanku sama" Peat memutar bola matanya malas. Sendirinya meminta pasangan dengan kualitas terbaik, tapi nyatanya diri sendiri memiliki kualitas buruk. Apakah itu setimpal?
"Hei. Aku memperlakukanmu sangat baik. Bahkan aku tak pernah kasar dan berbuat jahat padamu. Lihat? Bahkan aku masih mau mengobrol denganmu saat ini."
"Cih! Yang benar saja. Kau bahkan menidu-" Peat terdiam ketika sadar jika apa yang akan ia bicarakan adalah hal yang tak ingin ia protes. Ini akan membuatnya terlihat seperti omega pencemburu. Peat tak mau.
"Aku apa? Meni- apa?" Fort tanpa sadar memajukan tubuhnya dengan raut bertanya. Mencondongkan tubuhnya untuk meminta jawaban dari Peat sehingga membuat Peat terpaksa memundurkan tubuhnya hingga tersandar pada sandaran kursi.
"Kau itu... Kau itu- menipu banyak orang! Tampangmu itu tak sejalan dengan sikapmu!" Peat membuang wajahnya ketika merasa posisi mereka terlalu dekat, tangannya bergerak mengambil bahu Fort dan mendorongnya menjauh.
"Cih, kau pikir kau lebih baik heh?" Fort kembali mendudukan tubuhnya pada kursi, menatap remeh kearah Peat dengan satu sudut bibir yang terangkat.
"Lupakan! Bukan itu topik pembicaraan kita. Mengenai liburku bagaimana?"
"Berapa hari?"
"Satu minggu?" Suara Peat kembali pelan, bibirnya ia katupkan hingga tampak seperti garis, kepalanya ia miringkan dengan niat sedikit bertingkah lucu. Barangkali saja Fort luluh dan menyetujui usulannya.
"Terlalu lama. Materimu masih banyak dan kau ingin pergi selama itu? Yang benar saja. Penobatan harus sesegera mungkin dilaksanakan"
"Hah.. Tak usah bertele tele. Katakan saja berapa hari yang kau izinkan?" Peat kembali memutar matanya malas. Cukup tolak permintaannya dan katakan berapa hari yang diizinkan. Tak perlu menasehatinya seperti itu.
"Kuberikan kau waktu 3 hari dengan syarat"
"Apa?"
"Tidurlah denganku setiap malam selama 3 hari kedepan"
-----
Drrtt
Drrtt
Gerakan mengeringkan rambutnya terhenti ketika mendengar ponselnya berdering diatas meja. James menurunkan handuk ditangannya dan menyampirkannya pada sandaran kursi meja rias yang ia gunakan.
Kakinya berjalan mendekati sumber suara dan meraih benda persegi itu untuk membaca nama dari si penelpon.
"Hah.." James memijit pangkal hidungnya ketika tau jika orang yang paling tidak ingin ia ajak bicara menelponnya.
Jarinya kemudian menggeser ikon telpon itu kearah bagian merah. Menolak panggilan yang dibuat oleh mantan kekasihnya.
Drrtt
Drrtt
Baru saja ia ingin kembali meletakkan ponselnya keatas meja, ponsel itu kembali bergetar dengan penelpon yang sama.
Ini tak akan selesai jika ia tak menerima panggilan Net.
Dengan wajah malas James menggeser ikon telpon pada bagian hijau dan memposisikannya pada telinganya.
"Hm, ada apa?"
"Aku merindukanmu, kembalilah padaku James... Kumohon.." James kemudian mendesah. Lagi. Ia ditelpon untuk kesekian kalinya ketika pria ini mabuk dan Net akan mengoceh hal hal tak berguna seperti sekarang.
"Kau mabuk Net. Pulanglah, pengawal pribadimu ada didepan pintu" Bak tau kondisi yang terjadi, dengan suara malas James menuntun mantan kekasihnya untuk segera pulang.
"Kau tak merindukanku? Huks.. Aku hampir mati disini karena terlalu merindukanmu James. Tak bisakah kau kembali padaku?"
"Net, kau mabuk. Pulanglah, ini sudah larut"
"James, aku- aku mencintaimu. Kembalilah padaku. James, kembalilah. Aku mencintaimu. Hiks.. Kembalilah"
"Baiklah. Sekarang temui aku didepan ruanganmu. Aku sudah disini sekarang"
"Huks- benarkah?"
Drap
Drap
Drap
Cklek
James sangat jelas mendengar suara langkah yang terburu buru dan kemudian diiringi suara daun pintu yang dibuka. Setidaknya Net selalu menurutinya selain kata penolakan darinya.
"Dimana? Aku tak melihatmu. Kau pulang lagi? Hiks.. Tak bisakah kau membawaku? Aku-"
"Tidak. Aku hanya turun ke lantai satu. Sekarang berikan ponselmu pada pengawal disampingmu"
"..."
"Ya Tuan" James menghela napas lega, akhirnya ia mendengar suara lain.
"Maafkan aku. Tolong antarkan Tuan muda kembali ke apartemennya"
"Baik Tuan"
"Terimakasih"
Pip
Buk
James menghempaskan tubuhnya keatas kasur dengan posisi anggota gerak yang melebar memenuhi kasur. Matanya menatap kosong kearah langit langit kamar. Helaan napas berat dan panjang kemudian mulai memenuhi ruangan.
Hampa
Perasaan James sudah mati.
Hatinya sudah lama sunyi.
James tak mau lagi hancur untuk kesekian kali.
-----
Dengan seringaiannya, Fort menepuk sisi kanan kasurnya yang kini dikosongkan dengan sengaja. Pria besar itu tampak menyampingkan tubuhnya dengan kepala yang bertumpu dengan tangannya.
Tak jauh dari kasur, pria kecil bermata rusa yang tenggelam dalam piyama kebesarannya terlihat mendengus sebal dan meremas sisi bantal yang ia peluk.
Peat tak ada pilihan. Ia harus menuruti Fort demi keberlangsungan rencananya. Toh pria ini juga berjanji tak akan menyentuhnya. Mereka hanya tidur berdampingan untuk tiga hari kedepan.
"Jangan katakan kau akan tidur sambil berdiri"
Puk
Puk
Puk
Dengan senyuman lebar Fort menyambut Peat agar mau berbaring disebelahnya. Tangannya kembali menepuk sisi ranjang yang sengaja ia kosongkan.
Fort baru menyadari jika ia menyukai perasaan ketika mereka tidur bersama beberapa hari yang lalu. Fort pun tak begitu mengerti kenapa. Mungkin saja karena mereka merupakan sepasang mate dan aroma Peat tentu saja begitu memabukkan baginya. Atau bisa saja karena dirinya yang butuh sebuah pelukan dri seorang submisif seperti Peat, ingat, Fort hanyalah pria dewasa yang sangat butuh dengan kehidupan seksual.
Fort benar benar tak tau pasti, namun sensasi yang diberikan saat itu terasa sangat nyaman. Tubuhnya menjadi sangat segar setelah bangun dari tidur nyenyak yang ia alami saat itu.
Intinya Fort sangat menyukai tidur bersama Peat.
Drap
Drap
Buk
Peat berjalan mendekat dan segera merebahkan dirinya diatas ranjang. Hal ini terlihat lucu karena Peat mengambil posisi paling tepi untuk membaringkan tubuh bahkan nyaris jatuh jika tubuhnya bergeser sedikit saja.
"Kau nyaman tidur seperti itu?" Fort mengulum senyumnya melihat tingkah Peat. Pria kecil ini benar benar terlihat seperti kucing yang ketakutan.
"Nyaman dan jangan hiraukan aku. Tidurlah" Peat mengeratkan pelukannya pada bantal yang sedari tadi berada dikungkungannya. Matanya menatap lurus langit langit kamar yang sangat jauh diatasnya.
Grep
"Oih?"
Srett
"Aaa!! Oih! Fort!" Peat mendorong kuat dada Fort yang dalam hitungan detik sudah berada dihdapannya. Bantal yang sedari tadi ia peluk terlempar begitu saja karena gerakan tiba tiba dari Fort.
Peat memberi jarak cukup jauh pada bagian tubuh atas mereka sehingga menyebabkan bagian tubuh bawah mereka semakin menempel. Kepalanya ia tarik sejauh mungkin bersamaan dengan tangan yang mendorong dada Fort. Namun pelukan erat yang diberikan Fort membuat tubuhnya tak bergeser sedikitpun.
"Lepaskan! Ini tidak seperti perjanjian kita! "
"Hei Peat. Kau tau? Bagian bawahmu menggesek adik kecilku. Kau mau menggodaku?"
Pernyataan yang Fort lontarkan sukses membuat Peat menarik kembali tangannya dari dada Fort dan buru buru meluruskan tubuhnya, tubuh bagian bawahnya bergerak mundur untuk memberi jarak cukup.
"Ini bukan bagian dari perjanjian" cicit Peat begitu Fort mendorong kepala Peat untuk bersandar di dadanya. Kini mereka terlihat sebagai sepasang kekasih yang normal.
"Perjanjian kita aku tak akan menyentuhmu dalam kategori lain. Tapi tak masalah jika kau mengingin-"
"Tidak! Seperti ini saja, jangan lebih"
Fort tersenyum puas, tangannya menarik Peat agar semakin mendekat pada tubuhnya. Baru saja mereka berpelukan dan Fort sudah merasa sangat nyaman.
"Tak bisakah kau membalas memelukku Peat?"
Srett
"Puas?" Fort mengangguk cepat, rasanya menjadi jauh lebih baik.
Kini dua pria itu berpelukan dengan kepala Peat yang bersandar pada dada Fort. Kaki Fort terlihat sedikit bergerak untuk membawa selimut yang masih berada dibawah kakinya untuk dipegang oleh tangannya, dan kemudian ditarik lebih jauh untuk menutupi tubuh mereka.
"Bagaimana perkembangan hubunganmu dan Nick?" Fort bertanya sambil sesekali menyesap aroma yang menguar dari puncak kepala Peat.
"Untuk apa? Kau ingin mengolokku?"
"Aku sedang berusaha berbicara disini. Bisakah kau jawab saja? Kau merusak mood romantis ini, Peat"
Peat mendengus dengan matanya yang berputar malas. Terlalu basa basi. Tapi ya sudahlah, toh ini tak menyakitinya.
"Tak terlalu baik. Tapi setiap pagi dan malam aku terus mencoba memanggilnya dan ya, begitulah"
"It's okay. Kau hanya perlu terus mencoba."
"Hm" Peat hanya bergumam merespon pernyataan Fort, matanya mulai mengantuk. Hangat tubuh Fort ternyata sangat nyaman, Peat baru menyadarinya.
"Bagaimana harimu? Menyenangkan?" Gerakan Fort menyesap aroma dari puncak kepala Peat terhenti ketika mendengar pertanyaan Peat yang teredam dari balik piyama tidur Fort.
Tunggu!
Ia tak salah dengarkan?
"Kau sudah tidur? Ya su-"
"Menyenangkan. Ah, Tidak. Maksudku sangat berat, pekerjaanku sangat berat hari ini" Buru buru Fort memotong perkataan Peat, Fort hanya terlalu terkejut hingga ia lupa menjawab pertanyaan yang Peat lontarkan.
Jantung Fort berdegup cepat. Ribuan kupu kupu serasa menggelitiki perutnya saat ini.
Bukan.
Fort sangat yakin jika ini bukan berasal dari dirinya. Ini hanyalah bias dari perasaan sukacita yang Judy rasakan. Serigala hitam itu menggeram rendah kesenangan saat Peat secara sukarela datang kepelukan mereka.
Fort sangat meyakini jika ini bukanlah dari dirinya. Semua yang ia rasakan hanya bias dan ini sama sekali bukan dari dirinya.
"Terimakasih sudah bekerja keras Yang Mulia. Selamat tidur"
Kalimat terakhir itu kemudian menjadi penutup dari malam. Peat larut dalam tidurnya dan Fort juga larut dalam pemikirannya. Rasa hangat didalam dadanya menguar ketika untuk pertama kalinya seseorang mengucapkan terimakasih atas usaha yang ia kerjakan. Bahkan apa yang ia kerjakan tak memiliki dampak apapun pada Peat.
Tanpa sadar bibir penuh itu tersenyum sangat lebar dan mulai menghujami puncak kepala Peat dengan ribuan kecupan. Ini terlalu menyenangkan.
Tak lama suasana hening mulai menyapa. Hangatnya pelukan yang Fort peroleh membuatnya perlahan menyusul Peat untuk masuk kealam mimpi.
TBC
Komentar
Posting Komentar