FORTPEAT - RARE SPECIES - 10

Disebuah kamar yang didominasi warna merah dan hitam, terlihat seorang pria bertubuh kecil tengah duduk diatas pangkuan seorang pria bertubuh besar. Posisi keduanya cukup intim dengan saling berhadapan dan saling menghirup aroma dari leher masing masing.

Tak lama sang dominan pun mulai bergerak mengecupi leher putih sang submisif, beberapa kali hingga ia tak sabar membuat sebuah tanda kemerahan disisi leher tersebut.

"Ugh.. Jangan" Peat mendorong dada Fort setelah merasa jika hal ini akan berlanjut lebih jauh.

Iris aqua itu pun menatap mata rusa kecokelatan didepannya yang tertunduk. Tangan Fort meraih dagu runcing milik Peat dan perlahan mengangkat kepalanya.

Cup

"Jelaskan padaku. Apa yang terjadi?" Fort mengecup sekilas bibir merah didepannya sebelum kembali menatap lembut wajah pria kecil dipangkuannya.

"Eung.. Peat sakit, dia butuh feromon untuk kembali sehat" Cicit Peat dengan tangan yang memainkan kancing bagian atas dari kemeja milik Fort. Tunggu, bukan Peat. Melainkan Nick yang kini memgambil alih tubuh Peat.

Fort baru menyadari sifat sesungguhnya dari Nick. Nick bukanlah submisif agresif dan penuh nafsu. Melainkan serigala pemalu yang suka bermanja. Fort menyadari hal ini semenjak ia membawa Nick kekamarnya dan meninggalkan Noeul yang tertidur dikamar Peat. Serigala ini akan selalu menghentikannya setiap kali Fort mencoba hal intim padanya.

Tapi ini terasa baru dan Fort menyukainya. Wajah yang selalu menatapnya masam kini berubah sangat manis. Tatapan tajam yang selalu dilayangkan kini berubah sayu dan penurut. Alangkah bagusnya jika Peat juga bersikap seperti Nick, tentu saja Fort akan sangat betah menghabiskan malam dengannya.

"Sakit? Kau tau dia sakit apa?" Fort kembali menarik pinggang Nick untuk dipeluk dan kemudian membawa kepala omega tersebut kedadanya untuk disandarkan. Fort tampak menciumi puncak kepala Nick berkali kali dan menghirup aroma manis dari sana.

"Tau. Tapi sepertinya Peat tak ingin kau tau dia sakit." Ujar Nick sambil melilitkan tangannya dipinggang Fort. Matanya terpejam menikmati aroma cedar yang dikuarkan oleh Fort.

Tubuh Peat sama sekali belum sembuh dari bekas luka yang terbentuk akibat perbuatan Fort kemarin malam. Noeul sama sekali tak mengecek keadaan tubuh Peat secara keseluruhan, apalagi luka yang timbul berada dipunggung yang merupakan bagian tertutup. Tak satupun yang mengetahui luka pada tubuh Peat melainkan dirinya sendiri.

Jika saja Peat mencintai Fort tentu saja hukuman untuk seorang mate omega sepertinya berkali lipat lebih menyakitkan, mengetahui orang yang dicintai melakukan hubungan seksual dengan orang lain terasa lebih menyakitkan dibanding luka fisik yang diterima. Dan untung saja tak ada hubungan romantis yang mereka bangun sedari awal.

"Kenapa? Apa dia begitu membenciku?" Tanpa sadar Fort merasa terusik dengan jawaban Nick, apa salahnya memberitahunya ketika mereka adalah sepasang mate? Fort benar benar tak tahu masalah apa pada dirinya yang membuat Peat sangat keras dan dingin padanya.

"Aku- tak bisa menjawabnya, sebaiknya kau saja yang tanyakan pada Peat"

Helaan napas panjang terdengar dari bibir Fort. Tangannya bergerak mengangkat tubuh kecil dipangkuannya dan membawanya keatas ranjang. Mengingat kini ia sedang membantu pemulihan tubuh Peat, apakah benar ia masih wajib untuk membantu pria kecil ini? Pernyataan Nick barusan adalah penolakan, jadi apa boleh jika ia juga tak lagi membantu pria ini? Fort merasa sedikit sakit hati sekarang.

Sekilas Fort melirik wajah damai yang mulai terlelap direngkuhannya. Memutar bola matanya malas dan kembali menghela napas.

Ternyata ia tak bisa mengacuhkan omega ini begitu saja. Wajah damainya terlihat begitu rapuh, seperti meminta perlindungan padanya.

Perlahan Fort membaringkan tubuh omega tersebut diatas ranjang bersamaan dengan dirinya yang juga ikut berbaring, tak lupa tangannya menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka dari dinginnya pendingin ruangan.

Posisi mereka masih berhadapan dengan tangan yang saling merengkuh, Nick semakin melesakkan tubuhnya untuk masuk kedalam pelukan hangat pria besar didepannya. Senyum tipis terukir ketika Nick merasakan nyaman yang luar biasa. Tepukan dikepalanya pun membuat matanya semakin berat.

"Peat, hanya seseorang yang melupakan hangatnya sebuah pelukan Fort. Kasih sayang yang biasa ia dapatkan sudah hilang bertahun tahun. Kuharap kau paham maksudku. Selamat tidur" Nick pun mulai tertidur. Meninggalkan Fort yang menatapnya dalam diam.

Cup

"Selamat malam Nick"

-----

Dinginnya udara pagi membuat dua manusia yang berada diatas ranjang besar saling mengeratkan pelukan. Tak satupun dari mereka mau melepaskan tangan dari tubuh orang didepannya. Rasa nyaman menyelimuti keduanya, hingga membuat mereka enggan untuk membuka kedua mata.

Jam terus berputar, menunjukan jika waktu beranjak maju dan matahari pun sudah mulai menampakan diri diufuk timur. Secercah cahaya perlahan menelusup diantara tirai kamar yang tertutup.

Mata rusa yang terpejam tampak bergerak kecil tanda asing dengan cahaya redup matahari yang menerpa wajahnya. Iris kecokelatan pun perlahan mulai tampak hingga bola mata itu tampak penuh. Mata rusa itu kemudian mengerjap pelan untuk membiasakan cahaya yang masuk menerjang matanya.

Hangat.

Kata pertama yang terlintas dikepala Peat saat membuka mata. Tubuhnya pun terasa sangat ringan dan rasa nyeri yang ia rasakan semalam sudah tak lagi ada. Peat menatap dada bidang yang menghalangi pandangannya. Dahinya berkerut berpikir siapa orang yang sedang memeluknya saat ini.

Aroma ini.

Deggg

Mata Peat membulat besar ketika indra penciumannya menangkap aroma familiar. Dengan cepat ia menengadahkan kepalanya untuk memastikan apakah pria yang dipikirannya sama dengan yang memeluknya saat ini.

Gotcha!

Fort!

Srett

Buk

Peat segera menarik dirinya dari dalam pelukan Fort, buru buru ia duduk diatas kasur dengan tangan yang masih memegangi tepian selimut. Tangannya terangkat dengan cepat meraba seluruh tubuhnya dan bersyukur ketika mendapati pakaian atasnya masih utuh dan terpasang rapi ditubuhnya.

Iris kecokelatan itu menatap takut pada bagian bawah miliknya yang masih tertutup selimut. Tanpa sadar ia meneguk ludahnya kasar. Pikiran buruk hadir begitu saja diotaknya. Perlahan Peat menyingkap selimut yang menutupi bagian bawah tubuhnya.

Srett

"Hah.. Syukurlah" Seketika tubuh Peat melemas bersamaan dengan tangannya yang kembali menurunkan selimut. Matanya terpejam dan bibirnya terkatup rapat. Dirinya masih dengan pakaian utuh tanpa kurang sedikitpun.

"Kau yakin kita tak melakukan apapun semalam?"

Deggg

Peat menoleh kesamping tepat dimana Fort masih berbaring dengan mata yang menatap cabul kearahnya. Mata rusa itu kembali terbelalak dengan mulut yang sedikit terbuka.

Apa maksudnya?

Ide lain untuk memastikan mereka tak melakukan apapun seketika timbul. Dengan cepat tangan putih itu bergerak kebelakang tubuh dan meraba pantatnya yang masih terbungkus celana kain.

Tak sakit.

Seketika Peat melemparkan tatapan tajam kearah Fort yang tertawa lepas karena tingkahnya. Peat dibodohi. Buru buru ia beringsut untuk menuruni ranjang sambil mendengus kesal. Sungguh pagi yang buruk!

Tanpa sengaja Peat melewati cermin besar ketika berjalan menuju pintu keluar. Reflek ia berhenti sebentar untuk merapikan rambut dan merapikan pakaiannya, hanya kebiasaan, tak lebih.

"Oh?" Dahi Peat berkerut ketika melihat sesuatu yang ganjil dilehernya. Tangannya terangkat meraba titik kemerahan yang cukup jelas disana.

What the?!

"Aarrgghh!! Putera mahkota sialan!! Kau! Apa yang kau lakukan padaku semalam?!" Tubuh kecil itu kembali berputar kearah ranjang, disana Fort tampak tertidur kembali karena matanya sudah terpejam.

Drap

Drap

Drap

Plakk

Peat memukul lengan Fort setelah kembali sampai disisi pria besar itu, membuat Fort bangun dan menguap cukup lebar. Matanya melirik Peat malas dan memilih kembali memejamkan mata.

"Bangun sial- Oih!"

Srett

Hap

Tangan Peat ditarik hingga membuat tubuhnya jatuh keatas tubuh Fort. Lengan Fort dengan cepat mengukung tubuh dan lengan yang ada diatasnya. Bibirnya tersenyum miring sambil melirik wajah Peat yang masih terkejut dengan aksinya.

"Kau sendiri yang memintaku melakukannya. Kau tak ingat? Ah.. Ya, bukan kau, tapi Nick."

Peat berdecih dengan mata yang berputar jengah. Tak berniat membalas ucapan Fort, Peat memilih berusaha mengeluarkan lengannya dari kungkungan Fort, namun sulit karena pria besar ini terlalu kuat memeluknya.

"Bisa lepaskan? Aku tak ada waktu untuk hal seperti ini" Peat memandang datar Fort, ia harus kembali untuk mengikuti jadwal padatnya.

"Apa kalian belum bisa melakukan mindlink? Wah, benar benar menyedihkan" Raut wajah pura pura terkejut milik Fort benar benar terlihat menjengkelkan bagi Peat.

"Itu tak ada hubungannya denganmu! Lebih baik lepaskan aku dan biarkan aku kembali bekerja"

"Kau benar benar tak pernah berbicara dengan Nick, Peat? Hah.. Serigala yang malang" Bibir penuh itu mencebik sedih dan sesaat kemudian terkekeh geli.

"Ck, bukan seperti itu! Aku pernah mendengarnya berbicara, dan aku juga pernah bertemu dengannya! Kau tidak tau apa apa, diam saja!"

"Benarkah? Lalu kenapa kau tak tahu apa yang kita lakukan semalam? Bahkan Judy menggeram puas semalam"

"Itu.. Hm.. Aku- " Peat mengunci kembali bibirnya, membuang pandangannya kesamping tak ingin menatap wajah menyebalkan didepannya. Peat ragu untuk memberitahu Fort, atau lebih tepatnya- malu?

Semenjak perkenalannya dengan Nick melalui mimpi hari itu, tak ada kemajuan apapun akan hubungannya dan Nick. Peat sesekali mendengar suara sayup dari kepalanya namun setiap kali ia membalas, suara itu tak lagi keluar. Jikapun ada balasan, kalimat yang dilontarkan bukanlah balasan yang seharusnya. Mereka belum terhubung sama sekali hingga detik ini. Bahkan ingatan Peat semalam terhenti pada kejadian Noeul yang mengeluh padanya. Dan voila! Semuanya gelap hingga pagi ini. Otaknya tak mengirim sinyal atau merekam apapun ketika Nick mengambil alih tubuhnya.

"Kau harus lebih sering lagi memanggilnya. Berceritalah meskipun hanya omong kosong belaka. Kau itu calon Omega Agung. Kendalikan serigalamu dengan baik karena kau akan sangat memerlukannya nanti" Peat menoleh menatap Fort, matanya mengerjap mencoba mencerna kalimat yang baru saja ia dengar, Peat cukup terkejut karena pria didepannya memberikan masukan yang ia butuhkan. Cukup lama Peat terdiam menatap wajah serius Fort, ada perasaan aneh yang Peat rasakan dan rasanya sangat tidak nyaman.

Cup

"Apa kau mulai jatuh cinta padaku?"

Sial!

Wajah Peat kembali berubah masam setelah Fort mengecup dahinya dan melontarkan hal konyol yang diiringi dengan senyum remeh. Sepertinya hantu bijaksana baru saja masuk dan keluar dari tubuh putera mahkota.

"Aku harus pergi dan kau menahanku. Jadi siapa disini yang jatuh cinta?"

Huk!

Serasa seperti sebuah batu menghantam kepalanya, perkataan Peat membuat senyum Fort surut dan terdiam. Fort tersadar jika ia terlalu banyak mengambil upaya mendekati Peat. Tubuhnya bergerak dengan sendirinya. Bahkan Fort tak tahu kenapa ia melakukan hal seperti ini.

Tak mungkin jika ia jatuh cinta pada pria kasar seperti ini! Setidaknya lembut dan manis merupakan syarat utama menjadi kekasihnya, bukan arogan dan dingin seperti ini!

Peat sedikit menggoyangkan tubuhnya ketika merasakan pelukan Fort yang menjadi lebih longgar, perlahan ia berdiri dari posisinya dan melemparkan senyum miring kearah Fort. Peat yakin ia memukul Fort tepat sasaran, pria besar ini bahkan tak berkutik sedikitpun.

"Jangan jatuh cinta padaku. Karena orang sepertimu tak akan pernah mengerti apa itu cinta"

Peat berlalu. Meninggalkan Fort yang masih terdiam dengan lirihan suara Peat yang terngiang dikepalanya.

-----

Seorang pemuda dengan perawakan kecil tampak berjalan cepat menuju gedung utama Golden House. Diiringi dengan asisten pribadi yang mengikutinya dibelakang, Noeul akhirnya sampai didepan pintu utama Golden House.

"Apa perdana menteri masih didalam?" Tanya Noeul pada salah seorang pengawal yang berjaga didepan pintu, matanya melirik tajam, Noeul menginginkan jawaban yang cepat.

"Ya Yang-"

Cklek

BLAM

Tak mau membuang waktunya mendengar ucapan pengawal tersebut hingga selesai, Noeul segera mendorong pintu tinggi didepannya dan melangkah masuk kedalam istana. Kakinya bergerak menuju ruang kerja milik ayahnya yang seharusnya merupakan tujuan perdana menteri pagi ini.

"Nat, tunggulah disini. Aku akan masuk sendiri" Ucap Noeul dan diangguki oleh Nat, asisten pribadinya.

Tangan kurus itu pun mendorong pintu didepannya tanpa meminta izin pada pengawal yang berdiri didepan pintu ruang kerja Raja. Matanya yang berapi api ia tujukan pada dua orang yang sudah menghentikan pembicaraan tepat ketika Noeul masuk tiba tiba.

"Nak, tak ada salahnya menggunakan etika yang benar sekalipun kau sedang marah" Ujar Raja setelah melihat anak bungsunya masuk dengan raut wajah yang tak bersahabat. Pria tua itu kemudian berdiri dari kursi putarnya dan berjalan menuju sofa tunggal yang berada diruangannya.

"Duduklah, apa yang ingin kau bicarakan sampai sampai kau lupa untuk mengetuk pintu ruanganku"

Kaki Noeul bergerak cepat dan segera menduduki sofa kosong yang berjarak cukup dekat dengan sang ayah. Noeul menghembuskan napasnya kasar untuk sedikit mengurangi emosi yang bersarang didadanya.

"Khun Jom, silahkan duduk. Hal yang akan aku katakan juga berkaitan denganmu" Noeul menunjuk sofa kosong yang berada diseberangnya diiringi dengan mata yang menatap tak suka kearah perdana menteri.

Tak butuh waktu lama sampai tiga orang yang berada didalam ruangan tersebut duduk saling berhadapan. Suasana tegang pun mulai terbentuk ketika tak ada yang memulai percakapan.

"Aku tak ingin basa basi. Aku ingin bertanya, apa kalian membenci Peat?" Noeul menatap raut masing masing dari pria tua didepannya, meminta penjelasan mengenai pertanyaan yang ia lontarkan.

"Kenapa Yang Mulia bertanya seperti itu?" Sahut Jom- sang perdana menteri.

"Baiklah. Aku akan mengganti pertanyaanku menjadi lebih mudah. Kenapa kau menyarankan pengambilan darah pada Peat dengan tempo sekali dua hari? Bukankah kau tahu jika hal ini bisa membahayakan nyawanya?" Kini Noeul tak lagi menatap ayahnya, matanya terfokus menatap tajam kearah perdana menteri.

"Ah, baiklah. Aku mengerti poin permasalahannya. Izinkan aku menjelaskan tujuan dari ucapanku Yang Mulia. Begini, Khun Peat adalah keturunan manusia biasa yang memiliki gender sekunder, tentu saja hal ini adalah hal yang sangat langka. Seratus tahun yang lalu kejadian serupa pernah terjadi. Seorang wanita dari keturunan manusia biasa memiliki gender sekunder omega, persis seperti yang dialami oleh Khun Peat. Wanita itu adalah kasus pertama setelah lamanya masa revolusi terjadi. Tentu saja hal tersebut mengundang banyak atensi dari segala penjuru wilayah, sehingga banyaknya permintaan untuk mencari tahu penyebab dari kemunculan gender sekunder miliknya. Tim peneliti sama sekali tak menemukan penyebab dibalik keanehan tersebut, namun mereka menemukan ada hal buruk dari tubuh wanita itu. Aku menyarankan pengecekan ini bukan tanpa alasan, aku hanya berniat baik agar Khun Peat dapat diterima dengan baik di masyarakat luas jika nanti sejarah dirinya terungkap sepenuhnya. Bayang bayang buruk yang akan menghantuinya harus dilenyapkan lebih dulu sebelum hari penobatan. Karena tak akan ada seorang pun yang mau menerima pemimpin dengan sejarah kelam seperti itu"

Noeul bungkam. Pernyataan dari perdana mentri membuatnya kehilangan kata kata. Tak tahu harus menjawab apa karena apa yang Khun Jom jelaskan terasa sangat masuk akal dipikirannya.

"Lalu, apa kau tak melatih para perawat dengan baik? Mereka melakukan penyuntikan ditempat yang sama berturut turut! Bagaimana jika pergelangan tangan Peat mengalami komplikasi dari pecah pembuluh darah? Iti bukanlah hal sepele!"

"Maaf Yang Mulia jika saya lancang. Namun itu adalah tugas anda tepat setelah sumpah dokter anda diambil satu tahun yang lalu" Dengan tenang Khun Jom membalas ucapan Noeul disertai senyuman tipis.

Noeul mendengus, giginya bergemelatuk tak terima. Kenapa ia malah menjadi sumber masalahnya disini?!

"Nak, tak ada keputusan yang tak dilakukan tanpa pertimbangan. Khun Jom jelas akan mencarikan solusi terbaik untuk permasalahan yang terjadi. Peat bukanlah manusia biasa maupun kelompok kita. Sudah seharusnya kita melakukan pengecekan terlebih dahulu, dan lagi statusnya sebagai calon Omega Agung akan membuatnya lebih diperhatikan banyak orang, bukan hanya masyarakat Azea saja, tapi seluruh dunia. Kita harus melangkah dengan hati hati untuk kedepannya nak" Dengan pelan Raja mencoba memberikan pengertian pada Noeul, tak ingin anaknya menganggap jika mereka tengah berniat menyakiti Peat.

"Lalu bagaimana jika ternyata ditemukan hal buruk seperti yang terjadi sebelumnya pada Peat? Apa yang akan kalian lakukan?" Noeul menatap dengan penuh penasaran pada Raja dan perdana menteri.

"Pilihan terbaiknya ia akan diasingkan seumur hidup"

-----

Seperti biasa setelah melakukan pengambilan darah, Peat berjalan menuju kelas pelatihan yang harus ia hadiri pagi ini. Semenjak kejadian hari itu, Peat selalu melihat Noeul berada diruang perawatan tiap kali ia akan melakukan pengambilan darah. Noeul sungguh sungguh menepati janjinya. Kini pergelangan tangannya tak lagi dimasuki oleh jarum suntik, Noeul memerintahkan perawat untuk menyuntiknya dibagian lain. Meskipun rasa sakit itu tetap akan ada, namun nyeri yang Peat rasakan tak lagi separah itu.

"James" Panggil Peat saat ia tiba tiba teringat suatu hal. Tubuhnya berbalik dan melangkah mendekat kearah James.

"Ya Khun" Sahut James sambil menatap kearah Peat.

"Bagaimana? Apa kau sudah mendapatkan informasi mengenai orang yang kusebutkan?" Peat berbisik cukup pelan, takut seseorang akan melewati mereka dan tak sengaja mendengar percakapan mereka.

"Maaf Khun, saya belum menyelesaikannya." James menundukan kepalanya, merasa bersalah karena belum menyelesaikan tugas dari tuannya.

"Apakah susah?" Peat menatap James dengan cemas, apa ia sudah menyusahkan James? Seharusnya ia tak merepotkan orang lain dengan permintaannya!

"Tidak Khun. Saya hanya sedikit lamban, maafkan saya. Besok pagi pagi sekali berkasnya akan ada diruangan anda. Saya berjanji Khun, maafkan saya"

-----

Lantai basah disertai aroma sabun memenuhi ruangan. Uap dari air hangat perlahan mulai menghilang diudara. Sisi dalam dari kaca jendela tampak tertutupi embun akibat uap dari air hangat.

Deritan terdengar sebagai akibat gesekan dari telapak tangan dengan cermin yang ditutupi embun air. Mata rusa itu menatap dirinya yang dipantulkan oleh cermin. Rambut basah yang ia sisir kebelakang membuatnya tampak semakin tampan dan menawan.

"Nick" Tak ada sahutan.

"Nick" Lagi. Dan masih sama tanpa sahutan apapun.

"Nick"

"Nick"

"Hah.." Helaan napas panjang kemudian terdengar. Untuk kesekian kalinya ia gagal untuk terhubung pada serigala miliknya. Sudah malam keempat Peat mencobanya dan tak ada kemajuan apapun.

"Aku hanya ingin berkenalan denganmu. Maaf jika kau merasa aku terlalu memaksamu. Mari bertemu lain kali"

Tangan putih itupun meraih handuk yang tergantung disampingnya. Melilitkannya pada pinggang dan mulai berjalan keluar dari kamar mandi.

-----

Sepasang mata jernih tengah menatap kosong kearah tumpukan kertas tebal diatas mejanya. Pikirannya berkecamuk hebat. Hatinya bertarung dengan otaknya selama berhari hari.

James bukanlah orang yang lamban. Dia cukup sigap atas semua tugas yang diberikan. Namun ketika ia ditugaskan untuk mengumpulkan informasi mengenai orang ini membuat pikirannya menjadi kacau beberapa hari kebelakang.

Net Siraphop Manithikhun

Nama yang tak akan pernah menjadi asing ditelinganya.

Nama dari pria yang pada awalnya menjadi pemilik hatinya. Matenya- ah, bukan! Mereka sampai saat ini hanyalah sebatas fated pair meskipun sudah mengetahui status masing masing.

Jika saja tuannya menyuruhnya untuk mencari tahu orang lain, maka dengan bangga James akan menyerahkan setumpuk dokumen ini dalam waktu kurang dari 24 jam. Namun masalahnya orang yang harus ia selidiki adalah fated pairnya sendiri.

James tegaskan! Ini tak berkaitan sama sekali dengan perasaannya, cintanya pada pria itu sudah lama hilang hingga tak bersisa.

Keraguan dihatinya disebabkan karena dirinya yang sangat mengetahui segala seluk beluk informasi mengenai Net. Menjalin hubungan pada masa remaja dalam kurun waktu hampir lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Mengingat jika Net juga merupakan salah satu dari bagian bangsawan kelas atas yang mendapatkan keistimewaan mengenai fated pair yang sudah diketahui sejak masa kanak kanak. Jadi wajar saja mereka segera menjalin hubungan disaat pertama kali bertemu.

Net bukanlah orang yang sembarangan. Semua yang berhubungan dengannya cenderung bersifat negatif. Rasa takut seakan muncul begitu saja jika ia sampai menyerahkan tumpukan dokumen ini pada tuannya. Rasa takut akan terjadi sesuatu hal buruk pada mantan kekasihnya tak bisa James hindari.

Tak

James menghempaskan kepalanya hingga dahinya membentur tepian meja cukup kuat. Kepalanya menjadi sangat pusing. Ia berpikir terlalu keras sepertinya.

Hah...

Apa yang harus ia lakukan sekarang?

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞