FORTPEAT - Ordinary, but with Extra Love

Bunyi gemericik air yang jatuh keatas genangan diwastafel, menandakan pemuda dengan kemeja biru langit itu sudah berdiri cukup lama didepan wastafel tersebut. Rambut pemuda tersebut tampak basah, bahkan sisa tetesan air terlihat turun satu persatu keatas pundaknya. Raut wajahnya yang tak begitu menyenangkan memperlihatkan jika hari yang ia lalui cukup buruk.

Sudah lebih dari 7 tahun ia bekerja sebagai pegawai kantoran swasta. Dan selama itu juga ia selalu berusaha keras untuk memenuhi setiap ekpektasi agar dirinya tak perlu menghadapi sandungan sandungan yang harusnya tak ada. 

Dan untuk pertama kalinya dalam karir, ia mengalami tamparan keras dalam pekerjaan. Dirinya yang selama ini terkenal ulet dan telaten pun akhirnya menerima amukan yang tak bisa dibilang kecil dari sang atasan. Bahan bahan yang ia pesan pada pemasok biasa datang tak sesuai dengan apa yang diinginkan. Fort akui kali ini adalah salahnya, keteledorannya ketika menganggap semua akan pada tempatnya ternyata salah. Harusnya ia tetap menjalankan perannya sebagaimana biasanya, namun entah kenapa kali itu ia menaruh percaya terlalu besar pada perusahaan tersebut sehingga tak terjun kelapangan untuk kembali mengecek kualitas dari bahan yang ia pesan.

Akibatnya produksi yang harusnya bisa dilakukan satu minggu lagi, kini harus tertunda untuk beberapa hari.

Bugh.

Pukulan kuat diatas keramik sisi wastafel pun terdengar. Emosi yang masih menumpuk didadanya seakan tak habis meski kepala panasnya sudah ia siram air dingin. Kepalanya terus mengingat wajah kecewa atasannya beberapa jam yang lalu dan hal tersebut terus memupuk rasa bersalahnya semakin tinggi.

Bzztt

Ponsel yang berada diatas keramik disisi wastafel pun menyala, memperlihatkan adanya pesan pop up dari seseorang diseberang sana. 

Tsk, seemosi apapun dirinya Fort tetap akan luluh pada sipengirim pesan. Hanya dengan beberapa kalimat dari sipengirim mampu mengukir senyum tipis dari bibir penuh pemuda tersebut. 

Ah, harusnya dirinya tak seperti ini. Harusnya ia masih merefleksikan diri dan menghitung dosanya karena hampir saja membuat perusahaan rugi.

Argh! Tapi mau bagaimana lagi? Bukan salahnya jika sipengirim pesan menguasai lebih dari separuh tubuhnya bukan? Mungkin hanya organnya saja yang bekerja sesuai dengan seharusnya. Ah, tidak tidak, bahkan otaknya pun bukan miliknya jika sudah berhadapan dengan sipengirim pesan.

Obsidian gelap itu perlahan menggeser arah pandangnya pada deretan nomor yang menunjukan jam saat ini.

17.20

Benar. 

Ia harus pulang sekarang juga.

-----

Disebuah rumah yang tampak sederhana, terlihat kepulan asap yang keluar dari salah satu jendela dirumah tersebut. Rumah yang hanya terdiri satu lantai itu terlihat memiliki pekarangan yang cukup luas hingga Peat tak perlu mengkhawatirkan asap masakannya yang akan mengganggu tetangganya. 

Bibir tipis yang selalu kemerahan itu terlihat melantukan senandung beberapa lagu yang tengah hits belakangan. Dengan lihai ia memasukan setiap potongan bahan yang sudah ia siapkan sebelumnya dan mulai menambah beberapa bumbu untuk memperkuat cita rasa makanannya. 

Selesai dengan masakan pertama, Peat mulai melanjutkannya ke masakan kedua dan ketiga. Dan tak lupa ia ikut menyeduh susu formula serta menyiapkan empasi untuk si bayi yang 3 bulan ini resmi menjadi bagian dari keluarga mereka.

Senyuman cerah tak pernah luntur dari wajah Peat setiap kali ia mengingat wajah sang bayi yang ia beri nama Aom, bayi perempuan yang begitu cantik dan menggemaskan. Peat sangat ingat ketika bagaimana kikikan bayi cantik itu menarik perhatiannya saat ia berkunjung pertama kali ke panti asuhan. bayi perempuan yang saat itu baru berumur 5 bulan terlihat menggerakan tangan kecilnya diudara seakan meminta Peat untuk menggendongnya.

Cerdik.

Aom benar benar cerdik. Ia tahu bagaimana caranya menarik hatinya, dan akhirnya membuat Peat memohon pada sang suami agar membawa Aom kembali pulang bersama mereka. 

Tentu tak semudah itu membawa Aom, ada banyak deretan persyaratan sehingga Aom baru resmi berada dalam dekapannya 2 minggu setelah kunjungan pertama. Bahkan sampai saat ini pun mereka masih dalam pengawasan dinas sosial dan wajib memberikan laporan laporan mengenai Aom.

Tak lama Peat pun menyimpan masakan miliknya dan membawa botol susu serta empasi menuju kamarnya. Waktu menjelang sore seperti saat ini biasanya akan membuat Aom menjadi rewel karena lapar setelah tidur siang, membuat Peat harus bergegas beberapa langkah lebih cepat agar makanan bayinya lebih cepat sampai.

Baru saja pintu kamar miliknya ia buka, suara tangisan dari Aom pecah seketika. Hingga Peat dengan sigap menaruh makanan ditangannya diatas meja kecil disebelah boks bayi dan menggendong Aom segera. Dengan telaten Peat menenangkan Aom, menyuapinya makanan dan kemudian memberikannya susu formula. Sama seperti bayi lainnya, Aom perlahan kembali mengantuk ketika perutnya kecilnya mulai penuh.

Tak bisa membiarkan sang bayi tidur begitu saja, popok yang dirasa sudah berat buru buru Peat ganti. Seperti dugaan, popok Aom sudah penuh dengan pipis serta kotorannya. Dengan cekatan Peat membersihkan sang bayi dan mengganti popok yang sudah kotor dengan popok yang baru. Tak sampai disana, melihat botol susu yang sudah tergeletak begitu saja disamping kepalanya membuat Peat segera menggendong Aom dalam posisi lurus. Bayi perempuan ini sepertinya sudah kenyang, jadi mengeluarkan sendawa dari mulutnya kecilnya adalah langkah terakhir sebelum membiarkannya kembali tidur.

Iris cokelat terang itu pun melirik jam digital diatas meja nakas miliknya. Pukul 16.45. Sebaiknya ia segera membersihkan tubuhnya dan melanjutkan beberapa pekerjaannya yang sempat terhenti setelah menidurkan Aom.

Deadlinenya tak mau menunggu soalnya.

-----

Cklek

"Aku pulang"

Blam

Tap

Tap

Tap

Tepat setelah suara pintu ditutup terdengar, suara langkah ribut dari arah kamar terdengar. Dengan tangan yang masih sibuk membuka sepatu yang dikenakan, Fort mendongakan kepalanya kearah depan untuk siap melihat seseorang yang akan menyembulkan kepalanya seperti biasa.

"Selamat datang. Kau mau istirahat atau makan? akan kusiapkan"

Tepat. Sebuah kepala menyembul dari balik tembok disisi kanan ruang tamu. Pria dengan senyum manis itu menatapnya dengan mata berbinar seakan menyambut kepulangan Fort dengan sukacita. Tak langsung memberi jawaban, Fort yang selesai dengan sepatunya segera melangkah kedalam rumah dengan jari telunjuk yang menghadap keatas dan bergerak maju mundur dengan cepat, seakan memanggil Peat untuk bergerak mendekatinya.

Tanpa bertanya, Peat melangkahkan kakinya menuju sofa yang juga dituju oleh Fort, tentu dengan Fort yang duduk lebih dulu dan Peat menyusul duduk disebalah sang suami.

Srett

Fort memutar tubuhnya dan merentangkan tangannya lebar. Hari buruknya membuat ia semakin mendamba pelukan pria cantik didepannya. Mendengar kekehan kecil dari Peat membuat Fort ikut menyunggingkan senyum. 

Paham jika sang suami mengalami hari yang tak begitu baik, Peat ikut memutar tubuhnya dan menenggelamkan dirinya dalam dekapan Fort. Tangan kurusnya ikut melingkari pinggang Fort dengan kepala yang ia sandarkan didada sang dominan.

Syutt

Tak butuh tenaga besar bagi Fort untuk menarik pria cantik didekapannya hingga Peat kini berpangku diatas pahanya. Menyelipkan kedua tangannya kembali kebawah ketiak Peat dan memeluk erat sang suami, Fort menaruh kepalanya didada Peat dan mulai memejamkan matanya nyaman.

Ah, tak ada yang lebih baik dibandingkan bermanja pada suami sendiri.

Perlahan Fort merasakan tangan Peat mengelilingi tubuhnya. Satu tangannya mendarat dipunggung dan satu lagi berada dibelakang kepala. Tak diam, Peat mengusap kepala Fort sangat lembut, berusaha memberi kenyamanan yang dibutuhkan pria yang sebentar lagi akan memasuki kepala tiga.

"Hei kau tau Fort. Aku siap mendengarkanmu kapanpun" cukup lama mereka berada dalam posisi tersebut hingga akhirnya Peat memecah kesunyian. 

Suaminya ini tentu memiliki pikiran yang kusut hari ini. Dengan tingkahnya yang hampir menyamai Aom saat ini sangat mudah bagi Peat mengetahuinya. 

Cup

Satu kecupan ditengah dada Peat mendarat, Fort kemudian menyesap aroma yang menguar dari balik kaos putih yang Peat kenakan. Suami cantiknya selalu harum dan Fort sangat menyukainya.

"Maafkan aku membuatmu menjadi bau Peat. Padahal kau sudah mandi" Fort mendongakan kepalanya dengan dagunya yang bertumpu pada dada Peat. Matanya terlihat turun sedih dengan bibir yang mencebik melengkung. Fort terlihat persis seekor anak anjing yang merayu tuannya.

Peat terkekeh kecil, kedua tangannya kini berganti menampung kepala bagian belakang Fort

"Apa aku bau sekarang hm?" Fort menggeleng kecil dan kemudian melayangkan sebuah kecupan ringan dibibir tipis sang submisif.

Helaan napas panjang terdengar sesaat setelah Fort kembali menempelkan pipinya didada Peat. Pelukannya mengerat seakan mencari kenyamanan lebih banyak disana.

"Hari ini aku mengacau. Kepala bagian memarahiku dan menasehatiku, kemudian ia mengatakan tak apa, katanya sesekali membuat kesalahan itu perlu. Tapi wajahnya kecewa dan kemudian rautnya terlihat lebih pusing dari biasanya. Hah... Peat, aku stres" Fort menumpahkan kekalutannya pada Peat, mulut yang sedari tadi ia kunci kini meluapkan segala keresahan dihadapan satu satunya orang yang boleh melihatnya rapuh.

"Apa permasalahannya bisa diperbaiki lagi hm?" Fort mengangguk lemah, rasa bersalah masih menyelimuti dirinya.

"Bagaimana caranya? Jelaskan padaku" Peat menangkup pipi sang dominan dan mengangkatnya untuk menatapnya, menautkan tatapan mereka agar Fort merasa jika Peat mendengarkan keluh kesah sang dominan dengan seksama.

"Bahan yang rusak akan diretur dan kemudian aku kembali memesan sesuai jumlah yang diretur. Tapi aku tak bisa menyerahkannya seperti sebelumnya, aku harus turun ke perusahaan pemasok tersebut dan mengeceknya dengan sungguh sungguh. Tapi produksi akan menjadi terlambat selama beberapa hari karena hal ini"

"Lalu apa tak ada cara lain agar produksi selesai tepat waktu?" Fort terdiam, kepalanya mulai bekerja kembali memikirkan apa yang baru saja Peat tanyakan. 

"Hm.. sepertinya bisa. Bahan yang rusak tak semuanya, masih ada satu pertiga bahan yang bisa digunakan. Harusnya dengan sepertiga bahan pengujian bisa dilakukan" bibir penuh bergumam kecil mencoba menyusun hal hal yang harusnya bisa ia lakukan.

Flip

"Ah, benar! Pengujian bisa dilakukan lebih dahulu dan tambahan produksi kemudian bisa menyusul dengan menyesuaikanya dengan formula yang sudah didapatkan diawal. Wah! Terimakasih Peat! Aku sangat sangat mencintaimu sayang"

Cup

Cup

Cup

Fort seketika melayangkan kecupan bertubi tubi diwajah Peat setelah ia menemukan solusi terbaik untuk masalahnya hari ini. Hati Fort membuncah sangat bahagia. Entah apa yang terjadi padanya jika Peat tak berada disisinya. 

Ugh! pria cantik ini adalah malaikat terbaik yang Tuhan turunkan untuknya.

"Cukup! O-oih! Fort, wajahku basah. Kau!" dengan kedua telapak tangannya Peat mendorong jauh wajah Fort agar tak menghujaninya dengan kecupan kecupan lain.

"Peat..." tiba tiba suara mendayu dari sang pemilik wajah dibalik telapak tangannya ini mengisyaratkan satu hal yang pasti arah tujuannya.

Peat seketika memutar matanya malas. Hei! Bukankah pria ini baru saja mengatakan jika ia memiliki masalah besar? Kenapa tiba tiba libidonya naik? Sial!

Bukan, bukan berarti ia tak mau melayani Fort, hanya saja tiga hari yang lalu mereka baru menyelesaikan kegiatan ranjang semalam penuh karena adanya hari libur nasional ditengah tengah hari kerja. Dan perlu ditekankan jika saat ini punggungnya dan bagian dibelakang sana masih belum cukup sembuh untuk melakukannya kembali.

Slurpp

Jilatan basah ditelapak tangannya yang tiba tiba membuat Peat menarik tangannya cepat dan mendapati wajah Fort yang sudah memerah. Matanya menatap memohon seolah meminta Peat memberi izin agar mereka melakukan kegiatan ranjang yang Fort inginkan.

"Ki- kita baru saja melakukannya tiga hari yang lalu Fort. Kau-" Seketika Peat memejamkan matanya ketika merasakan dinginnya kulit asing yang menyentuh pinggangnya, hanya sedikit usapan disana mampu membuat tubuh Peat bergetar kecil.

"Ayolah... Hm?" 

Slurrpp

Fort tak membuang kesempatan, melihat leher Peat yang terekspos membuatnya segera melangsungkan serangan keduanya. Saliva miliknya kemudian membentuk benang tipis yang menghubungkan antara leher Peat dan lidahnya yang masih terjulur. Entahlah, Peat selalu terlihat erotis dimatanya.

Baru saja tangannya merayap keatas untuk menemukan gundukan rendah kembar, suara tangis Aom tiba tiba saja pecah. Membuat sang submisif yang sebelumnya tak berdaya menjadi terisi energi seketika. 

Peat dengan cepat meloncat dari posisinya dan bergegas menuju kamarnya. Dengan wajah yang sepenuhnya merah dan keringat kecil disisi pelipisnya, Peat menghela napas lega karena ia berhasil lari dari Fort yang tengah terangsang.

"Tsk, bersiaplah Peat! Aku tak akan melepaskanmu malam ini" 

"Diam! Kau berisik Fort! Argh!" Teriakan kesal dari sang submisif membuat Fort tertawa lepas. Tubuhnya kemudian ia sandarkan pada kepala sofa dan menatap langit langit rumah diatas kepalanya.

Hah... 

Rumah tak hanya mengenai bangunan.

Tapi rumah juga mengenai orang yang tinggal didalamnya.

Orang orang yang senantiasa menunggu dan menyambutnya pulang dengan tangan terbuka.

Ia tak sehebat mereka yang selalu menghiasi halaman utama majalah.

Ia juga tak sekaya para pengusaha dan miliarder diluar sana.

Ia hanyalah seorang pegawai swasta disebuah perusahan dengan upah yang sedikit diatas rata rata.

Meskipun begitu ia sangat mencintai keluarganya.

Dan pria cantik yang kini tengah menidurkan anak mereka didalam sana, adalah alasan utamanya untuk selalu bahagia. 


END


Oneshoot syukuran blog baru!!! Happy weekday 😆😆


Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞