FORTPEAT - JINX - LAST EPILOG

Grep

"Kau bangun hm? Mau kubuatkan kopi?" Satu tangan Peat yang tak memegang mug cokelat panas bergerak mengusap pipi Fort yang sudah jatuh dipundak kanannya. Matanya sedikit melirik Fort disertai senyuman sebelum kembali menikmati alam yang terhampar kehijauan dihadapannya.

Cup

Fort menggeleng dan memilih mengecup sisi leher Peat yang terekspos, t-shirt putih miliknya yang kebesaran tergantung indah ditubuh sang istri, kerah yang seharusnya terlihat normal kini terlihat sangat lebar dan menampakan sebagian pundak kanannya. Fort kemudian mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping milik Peat, terasa sangat nyaman.

"Can i get my morning kiss?" Fort memutar tubuh Peat hingga menghadapnya dan menumpu kedua tangannya dipinggiran pagar balkon, mengurung Peat dengan lengannya serta kepala yang sedikit condong untuk menyama tinggikan mata mereka.

Cup

"Lagi"

Cup

"Lagi"

Cup

Kini bibir itu menempel lebih lama diiringi beberapa lumatan diakhirnya. Tak lama ciuman itu berakhir dengan dahi mereka yang saling menempel dan mata terpejam. Menikmati suasana romantis yang mereka buat.

Cup

"Terimakasih" Fort mengecup bibir candu itu untuk terakhir kali sebelum Peat kembali berbalik menikmati suasana asri didepannya.

Cup

"Oih, Fort! Jangan lagi" Protes Peat ketika merasa sebuah kecupan mendarat ditengkuknya. Peat tak mau selama berbulan madu hanya dihabiskan diatas ranjang. Mereka harus jalan jalan bahkan berbelanja. Kapan lagi mendapatkan liburan tanpa adanya gangguan?

"Tato milikmu terlalu cantik. Aku tak tahan untuk tak menyapanya" Fort kembali memeluk pinggang ramping itu dan menyimpan dagunya diatas pundak Peat.

"Benarkah? Apa kau tau artinya, hm?" Ujar Peat setelah menyesap cokelat panasnya.

"Tidak."

"Kau tak ingin tahu?"

"Ingin. Tapi aku lebih ingin jika kau yang membicarakannya terlebih dahulu"

Peat tersenyum tipis. Fort terlalu perhatian. Peat tau jika Fort sangat ingin tau tentang tato miliknya. Mata besar itu selalu memandang tatonya dalam diam dan berpikir sendirian. Seperti tahu jika tato ini akibat kejadian dimasa lalu.

"Kupu kupu melambangkan kecantikan dan kebahagiaan. Dan juga, kupu kupu mengalami metamorfosis dengan dirinya sendiri sebagai hasil indah dari metamorfosis tersebut. Saat itu aku masih terpuruk, aku melakukan banyak cara untuk membantuku kembali bangkit dan salah satunya tato ini. Aku mengetahuinya dari internet, kupu kupu juga adalah simbol dari kebebasan dari masa yang kelam, karena seperti yang kubilang sebelumnya, metamorfosis. Kupu kupu melewati banyak hal sebelum menjadi indah. Dan aku ingin menjadi seperti itu"

Peat kemudian berbalik dan mendapati raut Fort yang terlihat sendu. Wajah tampan suaminya menjadi murung yang dipenuhi dengan rasa bersalah.

Grep

Tangan putih itu mengait tangan besar Fort dan mengajaknya untuk melangkah kedalam kamar penginapan. Membawa pria besar yang murung itu untuk duduk diatas sofa hingga mereka duduk saling berhadapan.

"Maafkan aku" Lirih Fort dengan wajah tertunduk, ia tak mampu menatap wajah istrinya saat ini.

Tak

"Dengarkan aku" Peat menaruh mug cokelatnya lalu menangkup wajah Fort dengan tangannya. Mengangkat wajah itu hingga mata mereka saling bertemu.

Peat tersenyum.

"Seperti yang kubilang. Kupu kupu melewati banyak proses bukan? Kupikir saat aku memilih menato tengkukku hari itu, aku sudah berubah menjadi kupu kupu yang cantik, Baby. Jadi ya, aku sedikit berulah, kau tau maksudku. Kkk... Tapi aku salah besar, ternyata saat itu aku masih berjuang dalam kepompongku sendiri. Dan kau tau kapan aku berubah menjadi sebuah kupu kupu?"

Fort menggeleng lemah, tak tahu dan tak mengerti dengan apa yang Peat katakan. Yang Fort tahu jika ialah penyebab semua penderitaan Peat selama ini.

"Dinding kepompongku robek untuk pertama kalinya disaat kau datang ke Korea Selatan hari itu. Hari dimana kau menemaniku setelah berjam jam tidur dan kembali padaku. Setelah itu dinding kepompongku mulai semakin terbuka lebar ketika aku yakin jika kau sepenuhnya kembali padaku, Fort. Aku  jahat memang karena aku sangat bahagia saat itu, padahal seharusnya aku tahu jika aku tak boleh seperti itu, ada Pearwah yang terluka dan aku bahagia diatas penderitaannya. Dan akhirnya aku benar benar menjadi seorang kupu kupu cantik dan bebas disaat hari pernikahan kita. Kkk, apa aku terdengar narsis? Tapi tak apa, aku ingin menjadi kupu kupu yang cantik dan bahagia. Dan untuk warna biru seperti yang kau tau, aku menyukainya, hehe. " Senyum lebar terpatri dibibir Peat ketika menjelaskan semua perkataannya. Namun ia kembali terkekeh mendapati wajah bingung Fort didepannya.

"Jadi maksudku. Semua yang kulalui hanya proses. Dan yang perlu kau tau aku berubah menjadi kupu kupu karena dirimu bersamaku. Jadi jangan menyalahkan dirimu lagi atas kejadian masa lalu. Kau hanya perlu tau jika aku sangat bahagia bersamamu, Baby"

Srett

Grep

"Benarkah?" Fort menarik tubuh kecil Peat untuk ia dekap. Matanya terpejam erat dengan separuh wajahnya yang tertutup pundak Peat. Hatinya terlalu membuncah mendengar ucapan istrinya. Menjadi sumber kebahagiaan dari Peat sudah sangat lebih dari cukup untuk Fort. Bagaimanapun caranya Fort berjanji akan selalu membahagiakan pria kecil dipelukannya saat ini.

"Uhum."

Srettt

Peat kemudian mendorong tubuh Fort dan kembali menangkup wajah tampan itu ditangannya.

"Kali ini biarkan aku yang mengatakannya lebih dulu-

-Fort, aku sangat mencintaimu" Peat tersenyum lebar dengan mata yang menatap mata besar didepannya.

Cup

"Aku lebih mencintaimu Peat"

-----

Suasana kamar penginapan yang semulanya hening dan tenang kini berganti riuh dan ramai. Kemunculan seorang anak yang diperkirakan berumur 2 hingga 3 tahun diatas stroller bayi didepan pintu kamar yang disewa oleh Fort dan Peat membuat geger satu penginapan.

Banyak orang orang yang membicarakan bagaimana bayi itu bisa sampai disini. Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa seorang ibu datang dan meninggalkan bayi ini begitu saja. Ada juga yang mengatakan bisa jadi bayi ini adalah anak dari salah satu pasangan yang tinggal dikamar itu (Re : Fort dan Peat). Ada juga yang mengatakan jika bayi itu tanpa sengaja ditinggal oleh penyewa salah satu kamar penginapan.

"Kabari aku secepatnya. Terimakasih"

BLAM

Fort menghembuskan napas panjang setelah menutup pintu kamarnya. Fort memijit pangkal hidungnya ketika sebuah permasalahan muncul dihari ketiga bulan madunya. Ia sama sekali tak menyangka akan mendapatkan insiden seaneh ini. Mendapati seorang anak manusia dengan dot dimulutnya didepan kamar yang mereka sewa.

Pria besar itu kemudian berjalan mendekati Peat dan duduk disebelah pria cantik itu. Merebahkan kepalanya pada pundak sempit itu dan memejamkan matanya sebentar.

Peat tak terlalu mengacuhkan Fort. Matanya tertuju kagum pada bayi manis yang berjenis kelamin perempuan didalam stroller bayi. Matanya besar dengan pipi berlemak, kulitnya putih kemerahan dengan gigi susu yang rapi. Hidungnya sangat kecil karena tenggelam oleh pipi dengan lemak bayi.

"Siapa namamu Baby?"

"Aiaiaiia, kkk" Bayi itu menjawab Peat dengan racauannya. Mata jernih itu terbuka lebar sambil tertawa menatap kearah Peat.

Peat menggeram rendah melihat tingkah menggemaskan bayi didepannya. Menjangkau pipi halus itu dan mengusapnya pelan.

"Oi... Pipi ini sangat halus. Kau perawatan dimana hm? Kkk" Peat terkikik geli dengan pertanyaannya sendiri yang menanyakan hal aneh. Membuat bayi didepannya juga ikut tertawa karena melihat dirinya tertawa.

"Huks"

"Eh?! K-kau kenapa?"

Peat segera mengangkat bayi tersebut dari strollernya ketika bayi tersebut mulai mengeluarkan tangis. Puncak hidungnya memerah dengan bibir bawah yang ia lipat mencebik.

Tangan kurus itu kemudian menghadapkan tubuh bayi tersebut layaknya koala. Menopang pantat yang dilapisi pamper dan celana tipis tersebut dengan satu tangan dan tangan lainnya yang mendekap sambil mengusap kepala belakang hingga tengkuk sang bayi.

Tak lama Peat merasakan kepala bayi tersebut bergerak didadanya, membenturkan wajahnya pada dada datar itu seperti mencoba meraih sesuatu.

"Baby."

Tuk

Peat menyentak bahunya yang masih disandari oleh Fort dengan ringan. Melirik kearah pria besar itu dan mendapatinya dengan mata yang masih terpejam

Tuk

"Baby.. Bisa bangun sebentar?" Ujar Peat saat merasa Fort menolak untuk bangun.

Tuk

"Ayo bantu aku.. "

Fort kemudian bangun dari pundak Peat dan menatapnya istrinya dengan satu alis yang terangkat.

"Bayi lapar. Bisa tolong belikan susu?"

-----

Mata besar Fort menatap datar dua manusia yang duduk diatas karpet beludru yang disediakan oleh penginapan. Disekeliling mereka terdapat berbagai macam mainan dan alat yang dibutuhkan oleh seorang bayi.

Semua barang itu diperoleh disaat Fort bingung memilih produk susu formula mana yang cocok untuk diberikan pada bayi. Fort akhirnya memilih menelepon Peat dan kemudian pesanan merambat untuk membeli barang lain.

Gagal sudah rencana mereka hari ini yang ingin pergi mengunjungi kebun teh. Peat menolak untuk pergi karena 'bayi' masih terlalu kecil untuk dibawa berpergian.

Bagaimana jika orang tuanya datang menjemput?

Bagaimana jika ia terserang flu selama diperjalanan?

Bagaimana jika ia tak kuat dengan udara dingin?

Dan banyak lagi alasan yang diberikan Peat. Membuat Fort hanya bisa menurut dan duduk disofa kamar tanpa melakukan apapun. Sedangkan dua makhluk disana sibuk dengan dunia mereka dan tawa pecah yang mereka keluarkan.

Srettt

"Hap.." Suara yang dibuat saat menggendong bayi tersebut membuat Fort yang sudah mengalihkan pandangannya kembali menatap kearah sang istri.

Derap langkah mendekat serta senyum cerah pria cantik itu membuat Fort ikut tersenyum lebar. Istrinya terlalu cantik dan Fort tak bisa untuk tidak tersenyum.

Brukk.

"Kau aman? Ada sesuatu yang diinginkan?" Ujar Peat sambil memperbaiki posisi 'Bayi' untuk duduk dipangkuannya. Matanya kemudian berpaling dan menatap kearah Fort.

"Cudlling. Bolehkah?" Fort mencebikkan bibirnya sambil menelusupkan tangannya pada pinggang Peat. Fort sedikit bergeser dan memposisikan tubuhnya sedikit dibelakang Peat dengan dagu yang berada diatas pundak sempit itu.

"Boleh. Tapi seperti ini saja okey? Aku tak bisa meninggalkan bayi sendirian"

"Jangan acuhkan aku" Protes Fort, dimatanya Peat terlihat lebih mempedulikan bayi itu dibanding dirinya. Fort tak suka, ia cemburu.

"Ck, jika aku mengacuhkanmu, aku tak akan duduk disini Baby"

Cup

"Yasudah kalau begitu. Biarkan seperti ini" Fort mengecup pundak Peat dan kembali menaruh dagunya diatas pundak tersebut.

Mata besar itu kini menatap bayi yang berada didepannya. Makhluk berliur itu dengan wajah polosnya menatap Fort aneh. Bibirnya sedikit terbuka dengan mata yang tak berkedip.

Apa seorang bayi juga mengagumi ketampanannya?

Menarik.

Tak berselang lama tangan gemuk kecil itu melambai didepan wajahnya. Jarak mereka masih cukup jauh dan bayi itu terlihat ingin menggapai wajah Fort.

"Bayi ingin menyentuh wajah paman ini? Sebentar"

Srettt

Peat membawa posisi bayi itu lebih dekat dengan menggendongnya menggunakan satu lengan yang sejajar dengan pundak yang ditumpui Fort.

Plakk

"Aw! Kau!" Teriak Fort begitu merasakan tangan kecil itu menamparnya. Tak keras dan tak kuat, tapi rasa terkejutnya mendominasi karena tiba tiba mendapatkan tamparan yang tak disangka.

Peat yang juga terkejut reflek berdiri dan menggerak menjauh dari Fort. Mata rusa itu terbelalak terkejut sambil bergantian menatap bayi yang terkekeh keras dengan Fort yang masih memegangi pipi kirinya.

"Pfftt.." Pria besar yang masih memegangi pipi tersebut merubah wajahnya menjadi merungut. Mendengar Peat yang menahan tawa karena bocah berliur itu menamparnya membuat Fort kesal.

Ugh! Dia kesakitan disini!

"Jangan berlebihan. Aku yakin itu tidak sakit"

Cup

Peat mengecup pipi bayi digendongannya dan tersenyum lebar kearah suaminya.

"Sakit. Dan lebih parah lagi hatiku, Baby" Adu Fort tak terima, kepalan tangannya menyentuh bagian depan dada kirinya dan membuat ekspresi sedih.

"Cih! Berlebihan"

"Percayalah, hiks.." Adu Fort, memperlihatkan ekspresi pura pura menangis.

Peat memutar bola matanya malas. Berjalan menjauh memgambil botol susu yang masih tersisa separuh diatas meja disamping kulkas dan kemudian kembali berjalan menuju Fort.

"Aku percaya. Jadi agar masalah ini cepat selesai, bantu aku mengurus bayi." Pria kecil itu menyerahkan bayi tersebut ke tangan Fort.

Pria besar itu sempat protes dengan menunjukkan wajah merajuk miliknya, namun kembali surut ketika Peat mendelik tak suka. Hingga akhirnya Fort membiarkan Peat menyesuaikan bayi ditangannya dalam posisi berbaring.

"Aku ingin ke toilet dan membereskan beberapa baju kotor disana. Jaga bayi ini, jika dia lapar berikan susu dari botol ini" Peat mengguncang botol ditangannya dan menaruh botol susu tersebut disamping Fort, diatas sofa.

Cup

"Terimakasih" Peat kemudian beranjak menuju toilet setelah mengecup kening Fort. Meninggalkan dua manusia yang saling menatap tajam satu sama lain diruang utama.

-----

Drap

Drap

Drap

Langkah Peat terhenti ketika dirinya berada tepat diambang lorong yang berbatasan langsung dengan ruang utama. Matanya menangkap gambaran lucu dari arah sofa. Dua bayi sedang tertidur dengan bayi besar yang memangku bayi kecil dengan satu lengannya, sedangkan lengan yang lain membantu bayi kecil tersebut memegangi botol susu, tampak cairan putih tersebut masih bergerak turun menandakan bayi kecil tersebut melanjutkan makannya walaupun sedang tertidur.

Bayi besarnya pun terlihat lelah. Tubuh besar yang bersandar penuh dengan mata terpejam dan bibir terbuka yang mengeluarkan dengkuran halus. Namun tangannya masih kukuh menampung bayi kecil dengan satu lengannya.

Perlahan kaki putih itu mengendap menuju kasur yang terletak tak jauh dari posisinya. Mengambil selimut tebal dari sana dan bergerak perlahan menuju sofa.

Perlahan tangannya mulai menutupi kaki yang menjuntai kebawah itu dengan selimut. Mengambil bayi kecil perlahan bersamaan dengan botol susu yang hampir kosong.

Peat menaruh botol susu tersebut diatas meja dan bergerak menuju kasur dengan bayi kecil dalam gendongannya. Melewati posisi dimana selimut baru yang ditujukan untuk perlengkapan bayi ditaruh, Peat menyambar selimut kecil itu yang masih berada didalam kotaknya.

Sesampainya disisi ranjang, Peat menaruh sebentar kotak selimut yang ia bawa keujung ranjang dan kemudian menidurkan bayi kecil perempuan itu ditengah kasur. Bantal pun Peat raih untuk ia taruh disekeliling bayi kecil, menghindari agar bayi yang bisa saja berguling dan akhirnya jatuh dari ranjang. Tangan Peat lalu membuka kotak selimut baru tersebut dan mulai menyelimuti bayi kecil yang dadanya terlihat turun naik secara teratur. Tidur memang pilihan terbaik setelah kenyang.

Peat kembali berjalan perlahan, kini ia menuju sofa yang berisikan bayi besar yang masih betah dengan posisinya. Pria berkulit putih itu kemudian mengambil posisi disebelah sang suami,  mengitari bahu bidang itu dengan tangannya dan perlahan membawa tubuh besar itu untuk berbaring beralaskan paha miliknya.

Reflek Fort mengangkat kakinya hingga sepenuhnya berada diatas sofa, membuat selimut yang menutupi tungkainya jatuh keatas lantai. Disaat Fort memutar tubuhnya menghadap perut datang sang istri, Peat dengan hati hati berusaha meraih selimut yang menggunung diatas lantai.

Srettt

Peat berhasil mengambil selimut tersebut. Mengibarkanya dan kembali menyelimuti tubuh sang suami.

Desahan lega terdengar ketika semua usahanya akhirnya selesai. Peat memilih menyandarkan punggungnya pada sofa sambil menikmati udara dari pendingin ruangan. Tangannya bergerak membelai surai hitam dari suaminya. Menatap pria besar itu dalam dan kemudian menarik kedua sudut bibirnya mengulas senyuman.

Hatinya terasa begitu ringan. Melihat Fort terlelap setelah mengurusi seorang bayi yang bahkan bukan anak mereka benar benar menghangatkan hatinya. Bagaimana jika nanti mereka akhirnya memilih mengadopsi anak? Peat yakin Fort akan mengurus anak mereka dengan sangat baik, meskipun terkadang mental Fort akan menyamai anak mereka seperti dalam hal merajuk atau bermanja, tapi Peat yakin Fort akan menjadi seorang figur ayah yang tegas sekaligus menyenangkan.

"Ah.. Tidur siang tak buruk juga"

Mata rusa itu kemudian ikut terpejam, mengikuti dua orang yang sudah terlelap lebih dahulu.

-----

Ting

Tong

Bunyi bel yang nyaring menggema dikamar penginapan yang disewa oleh Fort dan Peat. Namun hal itu sama sekali tak mengusik 3 manusia yang masih terlelap diposisi masing masing.

Ting

Tong

Kembali. Suara nyaring bel itu memenuhi kamar penginapan. Kali ini bayi perempuan yang tertidur diatas kasur tampak gelisah dan raut wajahnya mulai berubah.

"Huaaaaa... Huks.. Huaaa..." Rengek tiba tiba yang cukup besar membuat pria dengan mata rusa terbangun mendadak. Telinganya yang menangkap suara tangisan melengking membuat Peat tanpa sengaja menjatuhkan kepala Fort keatas sofa ketika berdiri.

"Akh!" Rintih Peat ketika kakinya tak mau diajak berkompromi. Pahanya hingga ujung jarinya terasa sangat kebas hingga ia hanya mampu berdiri sambil menumpu tangannya pada lutut. Wajar saja karena kakinya dijadikan sebagai alas bantal oleh Fort.

Srettt

Buk

"Duduk saja. Biar aku yang menggendong bayi" Ujar Fort setelah mendudukan kembali tubuh istrinya diatas sofa. Mengecup dahi itu sekilas dan kemudiam berjalan menuju ranjang yang berisikan bayi yang tengah menangis.

Dengan telaten Fort meraih kepala bayi itu dengan tangan kanannya dan punggung hingga bokong dengan lengan kirinya. Fort kemudian memutar tubuh bayi tersebut hingga kepala bayi beralaskan lengan kiri Fort sepenuhnya. Fort bersenandung dengan menepuk bokong yang terbungkus pamper itu pelan, mencoba menenangkan bayi tersebut dari tangisannya.

Ting

Tong

Srett

"Ugh, biar aku. Kakiku sudah tak keram" Halau Peat ketika melihat raut protes dari Fort. Dengan pelan ia berjalan menuju pintu kamar karena jujur saja rasa keram dikakinya belum sepenuhnya hilang.

Dibelakang Peat, Fort ikut berjalan mengikuti sang istri. Takut takut kalau tubuh kecil didepannya jatuh karena rasa keram yang barusan Peat rasakan.

Cklek

"Ah, Sia-"

"Rose!" Belum sempat pertanyaan Peat selesai, seorang pria dengan tubuh jangkung menerobos pintu kamarnya dan mencoba meraih bayi perempuan yang berada dalam gendongan Fort.

Srett

Fort mengelak. Melindungi bayi tersebut dengan tubuh besarnya yang berputar sembilan puluh derajat.

"Siapa kau?" Tanya Fort tak suka. Matanya menatap tajam pria jangkung tersebut.

"Ah, maaf" Pria itu segera membungkuk meminta maaf pada Fort dan Peat bergantian. Raut panik yang berangsur lega tercetak jelas diwajah pria itu.

"Perkenalkan saya Daniel. Ayah dari bayi perempuan yang anda gendong"

Fort mengerutkan alisnya ragu. Rasa tak percaya datang pertama kali mendengar pengakuan dari pria didepannya.

Peat melangkah mendekati suaminya dan menepuk lengan berotot itu beberapa kali menenangkan. Fort terlihat sangat mengintimidasi, pria jangkung dihadapannya terlihat sedikit takut dengan mata yang tak berani menatap Fort.

Drap

Drap

"Permisi Tuan. Saya adalah salah satu petugas dari penginapan.Maaf mengganggu waktu kalian. Setelah kejadian pagi tadi kami segera bekerjasama dengan pihak kepolisiam untuk melacak cctv yang ada. Sehingga kami menemukan Tuan ini sebagai ayah dari bayi perempuan tersebut" Petugas penginapan yang mengenakan seragam jingga itu masuk sambil menjelaskan maksud dan tujuan kehadiran mereka dikamar Fort dan Peat.

"Ah. Baiklah. Begini saja, kami meminta penjelasan mendetail mengenai hal ini sebelum bisa menyerahkan bayi ini kepada Tuan. Silahkan duduk"

-----

Diambang pintu keluar dari kamar penginapan, Fort dan Peat terlihat melambaikan tangannya pada bayi yang baru mereka ketahui bernama Rose. Dengan senyuman mereka mengirim kembali Rose pada ayahnya sore ini.

Setelah penjelasan panjang, disimpulkan jika ibu dari Rose sedikit mengalami gangguan psikis. Rose tak lahir sendirian, ia memiliki seorang kembaran yang lebih awal 5 menit lahir dibandingkan dirinya. Namun malang, kembaran Rose tak cukup kuat bertahan karena mereka yang lahir secara prematur. Tubuh yang terlalu kecil dengan organ yang belum berfungsi sempurna membuatnya meninggal satu minggu setelah hari kelahiran. Hal ini menyebabkan ibu Rose mengalami kesedihan berlarut hingga sekarang.

Pagi ini saat mereka berjalan jalan, Daniel, ayah Rose berpamitan pada ibu Rose untuk pergi ke toilet sebentar dan meninggalkan ibu dan anak itu ditaman, tepat disebelah penginapan yang Fort dan Peat sewa. Setelah itu ibu Rose masuk kedalam penginapan dan dengan sengaja meninggalkan putrinya bersamaan dengan stroller bayi tepat didepan kamar mereka.

"Baby, anak manusia berliur itu ternyata cukup menggemaskan" Ujar Fort tiba tiba. Membuat Peat membalikkan tubuhnya dan menatap Fort berbinar.

"Mau mengadopsi anak?"

"Hm, jangan sekarang. Kita harus menghabiskan bulan madu dulu"

Puk

"Ck, tentu saja tidak sekarang saat bulan madu ini Baby. Kau ini!" Kepalan tangan putih itu memukul dada Fort ringan dan berlalu dari pintu kamar.

"Kkk.. Ayo kembali berpacaran"

Srett

Grep

"Oi! Oi! Fort!! Baby!!!" Peat seketika berteriak ketika merasakan tubuhnya mengawang, kakinya tak lagi menapak diatas lantai kamar. Fort menggendongnya ala bridal style dan berjalan dengan cepat sambil memperlihatkan senyum miringnya.

Brukk

Fort menghempaskan tubuh Peat keatas ranjang. Mengukungnya dengan kedua tangan dan kakinya agar Peat tak bisa bergerak.

Cup

"Ayo membuat anak terlebih dahulu"

-----

Setiap kisah dan drama memiliki pemeran utamanya masing masing. Dan setiap orang adalah pemeran utama diceritanya masing masing.

Tak ada yang namanya pemeran pendukung. Hanya saja cerita mereka masih terlipat dan tersimpan rapi di laci lemari dunia misteri.

Kini Fort dan Peat telah membuka buku cerita mereka dan mengurainya hingga sela. Meniti cerita mereka dalam segala bentuk dan suasana.

Cinta yang mereka berdua punya hanya perlu cerita, menyambungkan semua titik walaupun sangat pelik.

Cerita mereka sudah berakhir. Cinta tulus dan halus dari keduanya menciptakan akhir yang bahagia.

Misteri hidup masih terbentang luas didepan keduanya. Tak ada satupun yang tau jalan cerita selanjutnya, kecuali Sang Pencipta.

For the last time. Sincerely goodbye
from,


Fort & Peat


END of LAST EPILOG


Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞