FORTPEAT - JINX - 17

Kicauan burung meramaikan minggu pagi keluarga Chaijinda. Setelah selesai menanami bibit baru, keluarga tersebut tampak bersantai didepan rumah. Menggelar tikar dan merebahkan tubuh letih setelah beraktivitas.

Tak terasa besok Peat akan kembali ke Bangkok. Liburan semester hampir mendekati penghujung. Tinggal satu minggu lagi dan semua mahasiswa akan kembali belajar dan memulai semester baru.

Berat rasanya mengakhiri liburan, Peat masih belum puas menikmati kebersamaan bersama orang tuanya. Jika saja ia tak mengingat lusa akan ada sidang laporan pertanggungjawaban dari lembaga eksekutif yang ia ikuti, mungkin Peat akan menghabiskan waktu sekitar lima hari lagi dirumah.

"Ah! Ayah, ibu. Ada sesuatu yang ingin kutanyakan" seru Peat saat otaknya tiba tiba saja mengingat sesuatu.

Buru buru Peat berdiri dari posisinya dan berjalan kedalam rumah. Kakinya melangkah cepat hingga sampai dikamarnya yang berada di lantai dua.

Tangan Peat mulai mengangkat beberapa barang yang bertumpuk acak diatas meja belajarnya. Mencari sesuatu yang sudah ia dapatkan lama namun selalu lupa untuk mengkonfirmasinya pada ayah atau ibu.

Oh! Ketemu!

Tangan itu segera mengambil secarik foto yang sedikit kusut dan segera berlari menuju ayah dan ibunya. Sesaat sampai didepan rumah, Peat segera mendudukkan dirinya diatas tikar dan memberikan foto itu pada ayahnya.

"Kapan kau mewarnai rambutmu nak?" tanya sang ayah setelah melihat foto yang diberikan Peat.

"Apa itu terlihat mirip denganku yah?"

Sang ayah bergumam dan mengangguk, mendudukan tubuhnya bersamaan dengan tangannya yang memberikan foto itu pada istrinya.

"Bagaimana bu?"

Sang ibu menatap lama foto yang diberikan suaminya. Terdiam beberapa saat sebelum tersenyum.

"Mirip, tapi ibu tau ini bukan kau nak. Siapa ini?"

"Benarkah? Wah, ternyata ada yang bisa membedakan kami. Namanya Sky, bu."

"Temanmu?" tanya ibu Peat. Ia menatap anaknya dengan penuh penasaran.

"Hmm, tidak. Dia kekasih dari temanku. Ibu tau, saat pertama kali aku melihat foto ini aku sangat terkejut. Dia terlihat persis diriku. Apa aku ini kembar bu?" tanya Peat antusias, ia benar benar ingin tahu mengenai Sky. Akan terdengar keren jika kau memiliki rahasia kelahiran diumur segini.

"Bicara apa kau nak, hahaha. Ibu mengandungmu sembilan bulan dan hanya mengeluarkan satu bocah lucu. Ibu rasa ini salah satu kembaranmu dari enam lainnya, kau pasti tau jika kita memiliki tujuh kembaran didunia bukan?" Peat mengangguk menyetujui ucapan ibunya. Benar juga, sepertinya Sky hanya salah satu dari enam kembarannya.

"Yasudah, pergilah mandi dan bersiap Peat. Bukannya kau akan pergi sebentar lagi? Jangan membuat Fort menunggu lama" ucap sang ayah yang diangguki oleh Peat.

"Aku kekamar dulu yah, bu" Peat melambaikan tangannya dan kemudian berjalan kembali kedalam rumah. Meninggalkan ayah dan ibunya yang saling menatap dengan senyum getir dibibir mereka

-----

"Ahh! Akhirnya sampai juga" erang Peat begitu menghempaskan tubuhnya diatas kasur.

Ia rentangkan seluruh anggota geraknya hingga memenuhi permukaan kasur. Matanya terpejam mencoba meresapi nikmatnya kasur empuk di kamar kondominiumnya.

Brukk

"Ugh! Berat Fort!" keluh Peat begitu tubuh besar itu melompat keatas tubuhnya. Fort menenggelamkan kepalanya diceruk leher Peat dan menghirup aroma kesukaannya dari sana.

"Bisa kau- ugh! Pindah?"

"Lima menit"

"Tapi aku sesak Fort, huh.." Peat menghembuskan napasnya perlahan agar ia dapat mengganti oksigen baru diparu parunya.

"Akan kupeluk jika kau pindah-"

Srettt

Fort segera berpindah kesamping Peat dan langsung merentangkan tangannya minta dipeluk.

"Kau ini benar benar!"

Hap

Peat segera memeluk Fort, mengalungkan tangannya dileher dan menaruh kepala Fort didadanya. Sesekali tangannya menepuk kepala itu dengan lembut.

"Kau tak seharusnya kembali bersamaku. Kau masih bisa menghabiskan liburanmu dirumah Fort"

"Aku lebih suka bersamamu baby" balas Fort sambil menggosokan wajahnya didada Peat. Beberapa kecupan ia layangkan diatas dada itu dengan senyum bodoh yang terus terlihat dibibirnya.

"Fort"

"Eum?"

"Apa kau masih mencintaiku?"

Seketika pertanyaan Peat membuat Fort mengangkat kepalanya dan menatap Peat bingung. Fort menggerakan tubuhnya keatas hingga wajah mereka berhadapan.

"Apa maksudmu?"

"Kau tau.. Jika kita- sebentar lagi akan dua bulan. Eum.. Jadi.." rasa was was dan takut beberapa hari ini memenuhi hati dan pikirannya. Fakta hubungan mereka sudah berjalan hampir dua bulan membuat Peat ketakutan, ia sangat memikirkan jinxnya yang bisa datang kapan saja. Memikirkan hubungannya dan Fort akan berakhir dalam waktu dekat benar benar seperti mimpi buruk baginya.

"Jadi?"

"Eum.. Jadi.. Aku takut- Fort" cicit Peat pelan. Telunjuknya bergerak membuat pola acak diatas kemeja bagian dada milik Fort.

Cup

Fort mengecup bibir yang mencebik lucu itu dan tersenyum manis. Tangan besarnya meraih sisi samping leher Peat dengan ibu jari yang menyentuh pipi Peat.

"Dengar. Aku berjanji, sampai kapanpun rasa cintaku padamu tak akan berkurang. Bahkan aku berjanji akan menikahimu setelah kita lulus nanti"

Bugh

"Jangan membual Fort. Suatu saat kau pasti akan merasa bosan padaku" Kepalan tangan itu memukul dada Fort pelan, wajah bersemunya tampak mengulum senyum, malu karena ucapan yang dilontarkan Fort.

"Jika pun aku bosan, aku akan selalu ingat perasaan pertama kali kita bertemu dan jatuh cinta, aku juga akan mengingat pengalaman bercinta pertama kita, kkk" balas Fort, tangannya bergerak mencubit pipi merah itu lembut. Kekasihnya terlalu menggemaskan, hampir saja ia menggigiti pipi putih itu.

Tangan Peat kemudian menangkup tangan Fort yang berada disisi wajahnya. Mengangkat sedikit tangan itu dan kemudian mencium telapak tangan Fort.

"Berjanjilah akan melewati 2 bulan denganku. Jangan tinggalkan aku Fort" mohon Peat dengan mata yang terpejam merasakan hangatnya telapak tangan dipipinya.

"Eum, aku berjanji"

-----

Decitan antara sepatu dan lapangan basket terdengar diiringi riuh suara dan tepuk tangan penonton. Sesi latihan yang diadakan oleh klub sport tampaknya menarik minat banyak mahasiswa lain untuk menonton. Apalagi ketika disuguhi dengan paras tampan menawan para pemain membuat tribun penonton hampir penuh.

Tiupan peluit melengking menandakan jika babak pertama latihan selesai dan para pemain berkumpul untuk membicarakan strategi dan evaluasi dari sesi pertama. Beberapa penonton dari tribun pun mulai berbondong turun kelapangan sekedar memberikan asupan untuk idolanya yang tampak kelelahan.

"Aish! Apa apaan gadis itu! Seenaknya memberikan minuman pada phi Boss. Aku rasa sangat jelas di laman media sosial phi Boss mengatakan dia berpacaran denganku! Ugh, menyebalkan!" keluh Noeul dengan wajah kesal. Tangannya terangkat dan bergerak diudara seperti ingin menarik rambut bocah bocah yang mendekati kekasihnya.

"Kau tak marah Peat? Lihat lihat! Pria kecil itu mulai menyandarkan kepalanya dilengan Fort! Dasar pria genit!" tangannya beralih menepuk pundak Peat berkali kali untuk memprovokasi sahabatnya itu. Tangan lainnya tampak menunjuk nunjuk kearah kerumunan Fort yang lebih liar.

Peat sebenarnya juga tak suka. Jika dibilang saat ini ia marah ia memang marah. Tapi rasa rendah dirinya yang akhir akhir ini muncul terasa lebih kuat. Besar keinginannya untuk turun kelapangan dan menarik semua orang yang berani menyentuh kekasihnya. Tapi ia takut menjadi kekasih yang posesif, Peat takut jika ia bertindak seperti itu akan dicap berlebihan dan membebani Fort.

Peat ingin menjaga hubungannya dengan baik. Perayaan dua bulan mereka tinggal dua minggu lagi dan ia ingin menjadi kekasih Fort sampai saat itu. Jika saja mereka berhasil melewati dua bulan, Peat pikir dia akan menjadi lebih santai. Ia tak perlu memikirkan masalah jinx karena ia sudah melewati angka tersebut. Tapi untuk saat ini ia harus menahan, sakit sedikit tak apa asalkan dia bisa terus bersama Fort.

"Eoh? Oh! Aish shibal! Mati kau Boss!" seru Noeul ketika melihat seorang pria lain mengecup pipi kekasihnya. Ia mengambil langkah seribu untuk turun kelapangan.

"Yak! Michin nom-a!!!" teriak Noeul begitu sampai dilapangan. Suara melengkingnya membuka jalan kerumunan menuju Boss. Dengan raut marah dan jari yang bergerak melemaskan sendinya, Noeul berjalan menuju Boss. Dalam hitungan detik tarikan ditelinga Boss terlihat serempak dengan suara mengaduh kesakitan. Ia ditarik ke arah ruang ganti meninggalkan kerumunan yang termangu akan perilaku Noeul.

Peat yang melihat keadaan didepannya tersenyum miris. Melihat tingkah lucu pasangan itu membuatnya iri, ia juga ingin bertingkah posesif seperti itu pada Fort. Tapi bagaimana jika Fort lelah dan meninggalkannya?

Hah...

Peat mengusap wajahnya kasar, menyisir rambutnya kebelakang dengam telapak tangan dan berakhir menopang dagunya. Matanya kini hanya menatap lantai cokelat yang berada dibawah kakinya.

Dari kejauhan sepasang mata besar yang tak terusik dengan kerumunan disekelilingnya menatap pria kecilnya yang masih duduk ditribun dengan wajah yang tertekuk. Dahinya berkerut melihat kekasihnya yang tiba tiba menjadi murung.

Fort berinisiatif untuk mendatangi Peat yang berada di tribun. Sambil melemparkan senyumannya pada orang orang yang terpaksa harus ia tepikan karena kerumunannya semakin padat ketika Boss pergi dengan Noeul. Susah payah Fort membelah lautan manusia dihadapannya, akhirnya ia sampai ditangga menuju Peat.

Drap

Drap

Syutt

Baru kakinya menapaki dua anak tangga, tangannya ditarik dari belakang oleh seorang gadis. Membuatnya terpaksa turun dan menoleh kearah gadis itu.

"Phi, aku menunggu panggilanmu selama dua bulan ini karena kau berjanji akan menelponku" ujar gadis itu yang bahkan tak Fort tahu namanya. Dengan raut bingung namun tetap dengan senyuman, Fort berusaha mengingat janji yang ia sebutkan karena ia sungguh lupa akan hal itu.

"Maafkan aku nong-" Fort melepas pegangan gadis itu ditangannya, kemudian ia menatap Peat yang masih terpaku dengan pikirannya sendiri.

"-aku sudah memiliki kekasih dan dia sedang menungguku." Fort tersenyum lebar melihat Peat yang lagi lagi menghela napas berat dan tetap fokus kelantai.

"Aku tau dan itu bukan masalah. Aku rela menjadi yang kedua phi"

"Hah... Baiklah" Fort kembali memutar tubuhnya dan menghadap gadis itu dengan sempurna. Tangannya meraih sisi lengan gadis itu dan menatapnya serius.

"Phi sudah mempunyai kekasih dan phi sangat sangat mencintainya. Phi bukan lagi orang yang sama, phi tak akan menyakitinya karena aku sangat tergila gila padanya. Kabarkan pada yang lain untuk tak berharap pada phi lagi, dan katakan jika kekasih phi Fort bernama Peat, mahasiswa cantik dijurusan farmasi semester 5" Fort tersenyum lebar setelah mengucapkan hal kepemilikannya dengan bangga, kemudian ia segera berbalik dan melangkah menuju Peat.

Gadis itu terpaku, ditolak mentah mentah setelah diberi harapan tinggi terasa sangat menyakitkan. Matanya menatap kearah dua sejoli yang kini saling bermesraan. Air matanya tanpa sadar jatuh berurai. Tak tahan, ia pun melangkah pergi. Ia ingin menangis sejadi jadinya hari ini.

-----

Selesai dari latihan, Fort mengajak Peat untuk meninggalkan arena basket. Dengan tangan yang saling bertaut kedua manusia itu keluar diiringi tatapan manusia didalam arena. Ada yang tersenyum karena dreamy couple mereka akhirnya bersatu, ada yang menatap terkejut, aneh, bingung dan bahkan kesal.

Namum Peat mengacuhkan semua tatapan itu, ia lebih tertarik melihat tangannya yang digenggam dengan bangga oleh Fort. Peat juga melihat senyum lebar dari wajah tampan itu. Tak tau kenapa, tapi Peat mulai merasa dirinya berada diatas awan. Pria yang dielukan dikampus ternyata adalah kekasihnya. Peat ingin menyombongkan ini tapi dia belum berani. Tunggu saja, setelah perayaan dua bulan pasti ia akan melakukannya. Dengan penuh percaya diri, dia yang pertama kali akan menggenggam tangan besar itu didepan umum, Peat juga ingin menunjukkan kepemilikan pada pria tubuh besar ini.

"Fort" panggil Peat, tangannya menarik sedikit tangan Fort mengisyaratkan jika ia ingin bicara.

"Eum?"

"Bisakah kita pergi ke lapangan diatas fakultas?"

"Tentu"

"Hm, terimakasih" senyuman kecil dibibirnya menandakan jika Peat menyukai sikap Fort yang selalu menuruti keinginannya.

Tunggu!

Seketika senyuman itu hilang ketika Peat menyadari dirinya menjadi egois. Bagaimana jika Fort tak ingin ke lapangan dan terpaksa mengikuti idenya? Bagaimana jika Fort sudah lapar dan sebenarnya ingin makan? Bagaimana jika Fort sebenarnya lelah dan ingin pulang ke kondominium?

Harusnya ia tak egois karena pikirannya sendiri, ia harusnya bertanya pada Fort apa yang Fort inginkan. Jika seperti ini Fort pasti akan menganggapnya sebagai kekasih egois dan akan meninggalkannya seperti mantan kekasihnya yang lain.

"Fort, aku tak jadi ingin ke lapangan" ujar Peat tiba tiba, ia pun melihat raut wajah Fort yang terlihat bingung.

Fort memberhentikan langkah mereka setelah berada diarea parkiran. Ia menatap Peat dengan dahi berkerut.

"Kenapa? Apa kau ingin ke tempat lain baby?" Peat menggeleng cepat, tangan bebasnya melambai cepat seakan menegaskan jika dia tak ingin apa apa.

"Lalu?" tanya Fort memastikan.

"Kau menginginkan sesuatu Fort? Aku mengikutimu saja" dengan senyum tipis Peat berucap.

"Hm, aku lapar"

Benar! Tak salah dugaan Peat jika ternyata Fort memiliki tujuan lain. Hampir saja dia menjadi kekasih yang egois.

"Ayo makan! Kau mau makan apa?" seru Peat semangat, ia senang karena berhasil menghindari masalah yang hampir saja menyebabkan Fort pergi darinya.

"Kau"

Seketika wajah cerah Peat tertekuk. Matanya berputar malas dengan dengusan kesal terdengar dari bibirnya. Bibirnya berkedut ingin menyumpahi Fort sekarang juga.

Oh ayolah! Peat benar benar memikirkan keinginan Fort dan Fort malah menggodanya! Lihatlah wajah yang sedang tertawa lepas ini. Sepertinya Fort benar benar suka menggodanya.

Srettt

Fort menarik pinggang Peat kearah tubuhnya, memposisikan kepalanya disamping telinga Peat dengan senyum miringnya.

"Hari ini aku membawa kondom untuk jaga jaga"

Bugh

Peat memukul dada Fort setelah mendengar kalimat bisikan dari bibir tebal itu. Peat menatap Fort kesal dengan bibir yang menipis. Wajahnya memerah karena malu mendengar ucapan Fort, ia menjadi teringat pengalaman pertamanya yang cukup memalukan. Ia menangis seperti seorang bayi dan mengeluh karena sakit perut. Jelas saja perutnya terasa sakit karena Fort tak menggunakan pengaman hari itu! Dan Peat lebih malu lagi karena Fort membersihkan rektumnya dari muatan sperma yang berada disana. Benar benar pengalaman yang kacau dan memalukan!

Kekehan ringan keluar dari bibir Fort, tangannya terangkat mengusak rambut Peat gemas.

"Kita pulang saja, biar aku yang memasak makanan untukmu. Kau sungguh tak ingin pergi ke lapangan?" tanya Fort memastikan kembali pada Peat. Peat menggeleng dan tersenyum tipis, membuat Fort mengangguk mengerti dan mulai membawa Peat menuju motor besarnya untuk kembali pulang.

-----

Langkah riang menggema disalah satu lorong kondominium megah. Pria kecil dengan gigi kelinci itu tampak sumringah dengan makanan dikantong plastik yang ia pegang. Kantong itu sedikit bergoyang karena sipemegang mengayunkan tangannya mengikuti senandung yang ia keluarkan.

Setelah langkahnya berhenti didepan kamar dengan pintu berwarma hitam, ia awalnya berniat untuk mengetuk pintu tersebut, namun ia urungkan ketika melihat pintu yang tidak tertutup sempurna. Dengan langkah pelan ia mencoba masuk dengan ide ingin memberikan kejutan pada kekasihnya yang mungkin sibuk berkutat dengan laptopnya.

Drap

Drap

Langkah demi langkah ia bawa mengendap ngendap. Membuat kakinya agar bersentuhan dengan lantai dalam luas permukaan yang kecil.

"Kau belum memberitahunya?"

Tubuh rendah yang membungkuk dengan kaki yang berjinjit itu tiba tiba berhenti ketika mendengar suara kekasihnya yang sedikit meninggi. Dahinya berkerut bingung, apa kekasihnya memiliki tamu hari ini?

"Belum phi. Aku- takut"

Fort?

Kepala Noeul semakin dibuat bingung mendengar suara Fort dikamar Boss. Dan apa yang mereka bahas sebenarnya?

Noeul kemudian memilih bersembunyi dibalik dinding lorong kecil yang menghubungkan ruang utama dan pintu. Ia ingin mendengarkan ini lebih lanjut, firasatnya mengatakan ada yang tidak beres disini.

"Kau harus mengatakan yang sejujurnya pada Peat, Fort. Jika dia mengetahui hal ini dari orang lain, tamat riwayatmu"

Noeul semakin tak mengerti, apa yang terjadi? Apa yang disembunyikan Fort dari Peat? Apa dia sudah menghamili gadis lain? Oh, tidak! Jangan sampai itu terjadi!

"Bantu aku phi. Kurasa sekarang ataupun nanti, Peat tetap akan membenciku ketika aku memberitahukannya. Aku benar benar mencintainya phi. Aku tak mau kehilangannya"

Mendengar suara Fort yang penuh frustasi membuat Noeul sedikit iba, tapi dia penasaran apa yang membuat Fort ketakutan seperti itu. Apa hal ini hal yang tak bisa diperbaiki?

"Fort, mendapatkan pengakuan dari kekasihmu sendiri akan jauh lebih baik dibanding mendengarnya dari orang lain. Jika sampai ia mengetahuinya dari orang lain, itu benar benar akan fatal untuk hubungan kalian"

"Apa yang kalian bicarakan sebenarnya?" Noeul sudah tak tahan lagi, ia memilih keluar dan bertanya pada dua manusia yang duduk bersebelahan disofa.

"Noeul!" seru keduanya saat melihat Noeul sudah berdiri dihadapan mereka dengan tangan yang bersilang didepan dada. Baik wajah Fort dan Boss sama sama memperlihatkan ekspresi terkejut, mereka tak menyangka jika pembicaraan mereka diketahui pihak lain.

"Katakan padaku Fort, salah apa yang sudah kau lakukan terhadap Peat?" paksa Noeul dengan nada datar dan menyelidik. Matanya menatap tajam kearah dua pria yang kini membungkam bibirnya.

"Itu-"

"Bicara yang jelas!" hardik Noeul ketika melihat kedua pria didepannya menjadi gagu.

"Sayang-"

"Kau jelaskan padaku atau kita putus hari ini!" dengan nada marah, Noeul menatap tak suka kearah Boss yang sepertinya mencoba menenangkannya.

"Itu-" lagi suara Fort tercekat, ia kehilangan kosa kata dikepalanya. Ia tak dapat memilih bagaimana cara yang tepat menjelaskannya pada Noeul.

"Jawab aku Fort!"

TBC


Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞