FORTPEAT - JINX - 10

Langit jingga yang terkembang diatas kepala tampak indah dengan susunan awan yang mulai membiaskan warna oranye. Sekumpulan burung gereja pun tampak melintasi langit dengan formasi segitiga yang selalu tersusun dengan baik. Udara dingin yang tak menusuk membuat si penikmat dibawah gazebo kecil disudut lapangan tersenyum, mengagumi betapa indahnya langit sore yang diciptakan Tuhan sedemikian rupa.

Semilir angin kini mulai menyapa wajahnya, membuat pipinya kemerahan karena udara menjadi lebih dingin dari sebelumnya.

Libur semester kali ini Peat memilih untuk tinggal selama seminggu sebelum kembali ke rumahnya di Nonthaburi, beberapa agenda di organisasi eksekutif masih perlu diselesaikan lebih cepat karena mereka akan dilengserkan dalam semester depan. Hari ini adalah hari pertama libur dan dia sudah dihadapkan dengan setumpuk agenda di ruang organisasinya, membuatnya harus bekerja seharian tanpa jeda hingga baru selesai saat sore hari.

Namun entah kenapa hari ini ia merasa terlalu takut untuk kembali ke kondominium. Beberapa hari ke belakang ia selalu mendapatkan dua buket bunga didepan kamarnya. Yang anehnya satu buket selalu berisikan mawar hitam dan merah beserta sebuah potret dirinya. Tak masalah jika fotonya adalah foto yang memang sengaja ia sebarkan disosial medianya. Namun foto yang diselipkan didalam buket ini adalah foto dirinya yang keluar dari kamarnya setiap pagi. Sudut foto pun sudah ia cek dengan seksama. Sudut foto ini berasal dari dinding ujung lorong lantai kamarnya, namun anehnya ia selalu tak menemukan apapun setiap paginya. Dan untuk satu buket lagi hanya berisikan bunga biasa, sekumpulan anyelir putih yang  berisikan ucapan semoga bahagia disetiap kartunya.

Tak terasa matahari mulai menghilang dibalik bukit hingga membuat lapangan tempatnya berdiam menjadi temaram. Peat mendesah ketika hari mulai gelap dan tubuhnya menolak untuk pulang. Ia menggerakan kakinya acak diatas lantai semen sambil menimang kemana ia akan pergi.

"Ugh!" Peat mendengus keras, sekuat apapun ia berpikir tak ada satupun tujuan dikepalanya. Jika saja Noeul tak pergi untuk mengambil sampel bersama phi Boss, mungkin ia tak disini sejak sore tadi. Satu satunya kenalan lain yang ia tau hanya Fort. Lebih baik ia ke kamarnya dibanding harus menginap dikamar Fort. Tak ada bedanya, hidupnya sama sama terancam.

Tiba tiba sebuah ide terlintas dipikiran Peat. Jarinya menjentik dengan keras dan buru buru membuka ponselnya untuk membuka aplikasi bank yang ia miliki. Namun bibirnya menekuk sedih ketika melihat saldonya yang menipis karena akhir bulan. Kini ia menyesal telah menumpuk berbagai macam makanan dikamarnya, harusnya ia menyisihkan sebagian untuk keperluan mendadak seperti ini. Jadi bagaimana caranya dia akan menyewa kamar hotel jika uangnya saja hanya cukup sampai kiriman selanjutnya datang?

Dengan langkah berat dan tubuh yang tertunduk lesu, Peat akhirnya berjalan menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari posisinya. Hari sudah gelap, jadi mau tidak mau ia harus kembali ke kondominiumnya.

-----

Dentuman musik yang begitu keras membuat lebih dari separuh manusia bergerak meliukan tubuhnya diatas lantai dansa. Gerakan acak sesuai tempo musik membuat sorak sorai dari mulut mereka semakin keras karena menikmati musik yang dimainkan.

Disalah satu meja dengan sofa memanjang tampak beberapa pria sedang menikmati minuman yang tersedia dimeja. Beberapa wanita dengan pakaian minim pun sengaja ditarik ke meja mereka untuk menemani malam panjang yang rencananya akan mereka lakukan malam ini.

"Net, aku tak akan menyetujui idemu jika James mengetahui ini" Fort menyesap kembali alkohol digelas kacanya setelah mengucapkan kalimat tersebut. Matanya melirik Net yang kini telah melepaskan cumbuannya dengan wanita didepannya.

"Ck, jangan seperti itu-" Net mengedipkan sebelah matanya pada wanita diatas pangkuannya dan menggerakan dagunya kesamping yang diikuti dengan senyum miring yang menawan, seakan mengatakan agar wanita tersebut berpindah sebentar dari pangkuannya.

"-James sedang marah padaku karena hal ini. Jadi tolong aku sekali lagi kawan. Aku tak ingin kehilangan pria itu" Net membakar rokok yang kini sudah diapit oleh dua jarinya, mulutnya kemudian menyesap rokok tersebut dan menikmati rasa tembakau yang menjalar didalam mulutnya.

"Terserah, aku hanya mengingatkan" Fort mengangkat bahunya acuh, ia tak peduli dengan percintaan temannya. Lebih baik ia mempedulikan bagaimana hubungannya dan Peat kedepannya.

Fort merasakan sebuah tangan mendarat dibahunya, membuat Fort menoleh dan mendapatkan Net yang sedang menumpukan sikunya diatas bahu miliknya. Fort mengangkat sebelah alisnya untuk menanyakan maksud dari tatapan Net yang dilayangkan padanya sekarang.

"Kau.. menghamili seseorang ya?"

Plakk

Tangan besar Fort menampar dahi Net yang terbuka. Kepala temannya ini sepertinya perlu direparasi di montir langganannya. Mana pernah ia tak menggunakan pengaman saat bercinta, ia masih menyayangi masa depannya.

Net mendesis merasakan dahinya memanas karena tamparan Fort, matanya mendelik kesal menatap Fort yang tengah tersenyum miring.

"Lalu apa? Kau berubah menjadi biksu? Tidak mungkin!" Net menjauhkan tubuhnya dari Fort dan kembali mengalungkan tangannya dibahu wanita yang sempat ia tinggalkan tadi. Ia kembali menyesap rokok miliknya dan kemudian menghembuskan asap tersebut ke wajah wanita itu, membuat Net mengeluarkan seringaiannya saat wanita itu terbatuk karena ulahnya.

"Aku hanya ingin berubah untuk seseorang. Aku tak mau menjadi bajingan saat bersamanya."

Seketika Net menoleh, menatap Fort tak percaya. Seorang bajingan terkenal yang selalu membawa orang setiap malam untuk ditiduri diatas ranjang bisa berpikiran seperti itu?

"Kau dijodohkan orang tuamu?" Net bertanya sekali lagi, tak mungkin bajingan ini berubah hanya karena cinta.

Fort menggeleng, ia kembali meraih gelas kaca yang berisikan satu teguk alkohol dan meminumnya.

"Tidak. Tapi Tuhan yang menjodohkanku" Fort mengedipkan sebelah matanya lalu tertawa keras saat melihat tendangan Net yang hampir saja mendarat diwajahnya.

Wajah Net tampak kesal. Benar kata orang jika jatuh cinta akan membuat seseorang menjadi gila dan bodoh.

"Kuingatkan. Jangan menyesal jika James pergi dengan orang lain karena dirimu yang seperti ini" Net tertegun mendengarkan nasihat dari mulut bajingan seperti Fort. Ia memang mencintai James, tapi Net belum sampai ditahap untuk mempertahankan perasaan James. James selama ini hanya marah padanya setiap kali ia berbuat salah, dan pada akhirnya mereka akan berbaikan seperti sedia kala.

Tak lama seorang wanita dengan crop top dan celana jeans pendek menghampiri meja mereka. Wanita itu kemudian mendudukan dirinya disebelah Fort dan mengambil gelas kaca dari tangan Fort. Lidahnya terjulur menjilat tepian gelas dengan seduktif, matanya terus menatap wajah Fort dengan tatapan sayu.

Mata Fort yang berusaha mengacuhkan godaan sang wanita pun mulai tergerak, sesekali ia menelan ludahnya ketika lidah si wanita mulai menjilati bagian dalam gelas kaca, kepalanya menjadi naik turun mengabsen setiap sisi gelas dengan tatapan yang tak lepas dari mata Fort.

Prangg

Prangg

Suara gaduh dengan bunyi melengking dari pecahan kaca kembali menarik Fort dari delusinya. Ia memutar kepalanya cepat mengusir delusi yang baru saja menyusupi otaknya. Oh, astaga! Sepertinya ia benar benar merindukan sentuhan. Tapi ia tak bisa melakukannya dengan siapapun lagi! Beberapa kali ia mencoba mencumbu orang lain namun selalu gagal karena wajah Peat pasti akan muncul menggantikan wajah orang tersebut.

Fort mengusap wajahnya kasar. Ia sepertinya sudah sampai ditahap kecanduan pada Peat.

"Dasar jalang! Kau itu hanya pria sewaan!"

Teriakan menggelegar tiba tiba saja menyapa indra pendengaran Fort. Membuat kepalanya terangkat hingga lehernya terlihat memanjang untuk melihat kejadian yang tak jauh dari posisinya. Dahinya mengernyit ketika melihat siluet tak asing yang kini terhimpit dengan kerah yang dicengkram.

"Aku bukan pria sewaan! Lepaskan!"

Fort segera berlari begitu penglihatannya dikonfirmasi dengan suara khas milik Peat. Tubuh besarnya menepis setiap orang yang menghalangi jalannya dengan cepat. Wajah penasaran yang sebelumnya ia pasang berubah menjadi khawatir. Matanya tak lepas dari Peat yang kini masih menahan lengan besar yang terkepal diujung hidungnya.

Bugh

"Bajingan!"

Bugh

Bugh

"Kau pikir kau siapa ha?"

Bugh

"Beraninya tangan kotormu menyentuh milikku. Sialan!"

Bugh

Fort menghantam wajah pria yang menyerang Peat dengan kepalan tangannya hingga pria tersebut terhuyung kebelakang. Belum sempat pria tersebut tersadar dari pukulan yang ia terima, Fort terlebih dahulu memukul pelipis dan menendang ulu hati pria tersebut. Mulutnya terus mengumpat memaki pria yang berani menyentuh Peat. Fort kembali menendang dada pria tersebut dengan kuat hingga pria itu terkulai tak berdaya diatas lantai club.

Fort kemudian berlutut, mengambil bagian depan dari baju pria itu dan bersiap ingin kembali memukul pria itu tepat diwajahnya, namun tiba tiba sebuah tangan menarik lengan Fort yang terangkat diudara. Hampir saja Fort menepis tangan itu jika saja ia tak menoleh melihat siapa yang menghentikannya.

Fort melihat wajah Peat yang sudah sangat ketakutan. Tangan yang memegang lengannya bergetar. Peat menggeleng seolah mengatakan pada Fort untuk tidak melanjutkannya. Fort tak tega, ia menghempaskan cengkramannya dibaju pria itu dengan kasar dan berdiri berhadapan dengan Peat. Fort melihat lengan kemeja yang digunakan Peat robek, serta kancing kemeja yang sudah hilang dan hanya menyisakan dua kancing terbawah yang masih terpasang. Fort buru buru membuka jaketnya dan memasangkannya pada Peat.

"Aku duluan" Fort menoleh kesamping tempat dimana Net berdiri dengan wajah terkejut, Fort tahu jika Net mengikutinya kesini dan berdiri disebelah Peat sedari tadi.

Fort kemudian memapah Peat berjalan keluar club. Badan Peat masih bergetar dan Fort semakin mengeratkan pegangannya di pinggang Peat. Alisnya bertaut sedih melihat kondisi Peat yang masih shock dengan kejadian yang menimpanya.

"Hei, bisakah aku meminjam kunci mobilmu? Aku membawa motor kesini" ucap Fort lembut. Lampu terang yang berada di lobi club cukup untuk membuat wajah Peat terlihat lebih jelas. Wajah ketakutan Peat semakin tercetak jelas dengan air wajah yang pucat, bibirnya memutih dengan tatapan kosong meskipun tubuhnya sudah tak lagi bergetar.

Fort membawa Peat kesalah satu kursi yang berada disisi lobi. Ia mendudukan Peat perlahan dan kemudian berjongkok dihadapan Peat. Fort meletakkan tangannya disisi tubuh Peat untuk memberikan rasa aman bagi Peat.

"Hei, sayang. Aku disini" Fort mengangkat tangannya mengusap surai milik Peat dengan lembut, kemudian jarinya bergerak menyampirkan anak rambut Peat kebelakang telinga. Hal itu sukses mengundang mata Peat untuk menatap Fort.

"Fort.."

"Ya, aku disini" Fort melemparkan senyum hangatnya, mencoba menenangkan Peat dari keterkejutannya.

"Kau tak apa?" bibir Peat kembali bergetar, kini mata yang menatapnya menjadi merah dan berair.

Fort mengerutkan dahinya heran. Bukankah seharusnya ia yang bertanya seperti itu pada Peat?

"Memangnya aku kenapa hm?" Fort membelai pipi Peat dengan ibu jarinya. Matanya mengunci mata Peat untuk menatapnya.

"Tadi aku mendapatkan ini" Peat menjulurkan tangannya yang masih terkepal, perlahan tangan tersebut terbuka dan memperlihatkan segumpalan kertas mengkilap, sepertinya Peat menggenggam kertas itu sedari tadi.

"Kupikir.. Hiks.. Kupikir kau.. Benar benar- Hiks.."

Grep

Fort memeluk tubuh Peat yang mulai bergetar kembali karena menangis. Menenangkan pria kecil itu dari tangisnya. Satu tangannya mengusap punggung sempit itu sambil mengucapkan kalimat maaf, entah kenapa Fort merasa harus mengucapkan hal tersebut agar Peat tenang.

Fort kemudian membuka gumpalan kertas yang ia ambil dari tangan Peat dengan satu tangannya. Fort sedikit terkejut ketika melihat potret wajahnya yang dicoret dengan tinta berwarna merah diatas kertas foto kusut tersebut. Fort kemudian membalik foto itu dan mendapati alamat club yang ia kunjungi malam ini.

Fort meremas kembali foto tersebut dan membuangnya ke sembarang arah. Ia kembali mengeratkan pelukannya pada Peat. Rahang Fort terkatup erat, alisnya menukik tajam dengan mata yang penuh dengan emosi, Fort berjanji akan menghancurkan orang yang meneror Peat seperti ini.

-----

"Jadi kenapa kau tidak menemuiku jika sudah melihatku?" Fort melirik Peat yang sedang bersandar sambil memejamkan mata dari kaca spion tengah.

Peat sudah menceritakan seluruh kejadian pada Fort, mulai dari ia yang menerima dua buket bunga beberapa hari kebelakang beserta isinya hingga hari ini ia mendapatkan foto yang berbeda dari yang pernah ia terima, yaitu foto Fort yang dicoret dengan tinta merah dengan tulisan alamat club.

Peat sangat ketakutan saat menerima foto tersebut, membuatnya segera berlari kembali menuju parkiran untuk membawa mobilnya menuju club yang dikatakan. Namun sesampainya disana ia malah menemukan Fort yang tampak menikmati permainannya dengan seorang wanita, Fort terlihat sangat baik baik saja tanpa ada darah ataupun luka disana.

Peat merasa rasa khawatirnya hanya sia sia dan memilih kembali, namun siapa sangka jika seorang pria mabuk menariknya dan hampir menelanjanginya disaat itu juga. Peat ketakutan setengah mati saat pria itu mulai berteriak dan hampir memukulnya. Untung saja Fort menyelamatkannya saat itu, jika tidak mungkin dia sudah berakhir ditempat kotor dengan tubuh yang kotor.

"Kau tampak bersenang senang dengan wanita itu, jadi aku tidak mau mengganggu" Peat menyamankan posisinya dan memilih memutar kepalanya kesamping, mencari posisi nyaman untuk tidur.

Mengingat kembali saat ia melihat Fort yang sedang asik dengan wanita lain membuat perasaannya menjadi buruk. Cih, sekalinya playboy akan  tetap playboy, tak ada yang berubah sekalipun kata cinta sering terucap dari mulut manis itu.

"Jangan salah paham"

"Aku tidak"

"Aku tak mengenalnya Peat"

"Terserah"

"Dia menghampiriku tiba tiba, itu tidak seperti pikiranmu"

"Aku tak bertanya"

Ckitt

Fort menepikan mobil dengan cepat dan kemudian memutar tubuhnya untuk menghadap Peat sepenuhnya. Tangannya mengusak surai Peat pelan, mencoba menarik perhatian Peat agar menatapnya. Fort tersenyum saat Peat terlihat semakin memejamkan matanya erat, wajah Peat entah kenapa terlihat kesal dan Fort menyukainya. Apa Fort bisa mengartikannya sebagai tanda cemburu? Kkk..

"Tapi aku ingin menjelaskannya. Hari ini aku dan teman temanku pergi ke club hanya untuk berkumpul. Aku hanya minum satu gelas dan tak melakukan apapun. Wanita itu datang dan memang dia menggodaku. Aku sedikit tergoda, tapi kau harus tau jika aku tergoda karena wanita itu berubah menjadi dirimu saat seperti itu. Jadi jangan salahkan jika aku mulai berkhayal- Aw!! " Fort berteriak saat Peat mencubit perut kirinya dengan kuat. Tangan Fort terlepas dari rambut Peat dan memegangi perutnya yang berdenyut sakit.

"Dasar otak mesum!" Peat menatap tajam Fort, wajahnya terasa sangat panas setelah mendengar ucapan Fort. Untung saja gelap membantunya saat ini, jadi wajahnya yang memerah tak terlihat oleh Fort. Peat segera memalingkan wajahnya dan menangkup sebelah pipinya yang hangat. Dia benar benar malu!

"Peat, tinggalah dikamarku"

Peat segera menolehkan kepalanya menatap Fort dengan mata yang membola. Bulu halusnya meremang mendengar permintaan Fort.

"Ap-apa maksudmu?" tiba tiba saja lidah Peat menjadi kelu. Bayangan kotor tiba tiba saja terlintas dibenaknya.

"Aku tak mau kau berada didalam bahaya. Biarkan aku menjagamu sampai kita pulang" Peat tertegun, seketika bayangan kotor dipikirannya sirna melihat raut khawatir dari Fort. Peat mematung cukup lama hingga sebuah lambaian tangan dan jentikan jari membuyarkan lamunannya.

"Eum, baiklah" Peat mengangguk, tangannya memegang seat belt yang melintang ditubuhnya erat. Tiba tiba saja ia merasa tersipu dan sekaligus malu dengan perlakuan Fort, ia mengutuk dirinya sendiri yang berpikiran kotor padahal Fort bermaksud baik padanya, namun hal itu juga membuat Peat senang, membuat ribuan kupu kupu terbang diperutnya secara acak.

"Ayo pulang" cicit Peat, tangannya menarik ujung lengan kemeja Fort malu malu dan menunjuk jalan dengan bibir yang ia kerucutkan, mengisyaratkan agar Fort kembali menjalankan mobilnya. Matanya menatap kearah lain, tak berani melihat mata Fort saat ini.

"Eum" Fort mengangguk dan tersenyum. Ia kemudian mengusak rambut Peat acak karena tingkah malu malu Peat terlihat sangat menggemaskan dimatanya. Akhirnya Fort kembali menyalakan mesin mobil dan melaju membelah jalan raya sepi dihadapannya.

-----

Mata rusa itu menatap wajah damai yang tertidur dihadapannya, membiarkan tubuhnya diselimuti oleh dekapan hangat pria tersebut. Meskipun setiap malam mereka akan ribut untuk menentukan tempat tidur masing masing karena Peat tak mau tidur pada tempat yang sama, pasti tiap pagi Peat akan menemukan Fort diatas kasur bersama dirinya yang sudah berada didalam sebuah pelukan.

Mata rusanya terus menatap wajah damai yang masih tertidur pulas itu, meneliti setiap inci wajah tanpa terlewatkan satu bagian pun. Peat kemudian membelai wajah Fort dengan pelan, mengusapkan ibu jarinya dipipi kanan Fort dengan lembut. Tangannya kemudian terangkat menyampirkan rambut Fort kebelakang telinga.

Tak terasa sudut bibir Peat tertarik hingga membentuk sebuah senyum manis. Jika saja Fort melihat Peat yang seperti ini, bisa dipastikan nyawanya akan terbang melintasi awan karena terpana melihat senyuman seindah itu yang diberikan untuknya. Peat perlahan mendekatkan dahinya dengan dahi Fort, hingga kini dahi mereka saling bersentuhan.

"Terimakasih Fort" Peat memejamkan matanya dengan tangan yang kembali mengusap pipi Fort lembut.

Peat lalu mulai meringsutkan tubuhnya lebih dalam, ia membalas merengkuh tubuh besar itu dan menyamankan posisi kepalanya di dada Fort untuk kembali melanjutkan tidurnya.

-----

Tap

Sebuah foto yang terhimpit oleh sebuah tangan dijatuhkan tepat diatas meja Peat, membuat Peat yang awalnya masih sibuk dengan laptopnya beralih menatap orang yang menjatuhkan foto tersebut.

"Apa maksudnya?" Noeul bertanya dengan nada rendah, ia menatap datar kearah Peat.

"Apa maksud dari foto ini?" Noeul kembali melanjutkan pertanyaannya, kini tangannya mengangkat foto itu dan menunjukkannya tepat didepan wajah Peat.

Degg

Seketika Peat terdiam, kini ditangan Noeul ada fotonya dan Fort dengan Fort yang merangkul pinggangnya. Foto itu terlihat mesra karena mereka saling berpandangan dan tersenyum.

"Noeul.. Itu.." lidah Peat kelu tak tahu harus menjelaskan apa. Tangannya terayun diudara dan bergerak acak, mata Peat tampak tidak fokus dan bergerak ke kanan dan ke kiri, rasa paniknya muncul begitu saja. Rasa berat didadanya menguar, menyebabkan tubuhnya bergetar dan mulai mengeluarkan keringat dingin.

Hal yang selama ini ia takutkan terjadi. Ia lagi lagi menyebabkan kesalahpahaman dengan sahabatnya. Ini salahnya, seharusnya ia harus bisa menahan diri, harusnya ia membangun dinding yang lebih tebal dengan Fort.

Noeul pasti marah padanya, Noeul pasti kecewa padanya. Apa ia akan kehilangan seorang sahabat lagi? Bagaimana ini? Apa yang harus ia lakukan?

"Maaf, maafkan aku" tangan Peat mencoba meraih tangan Noeul, namun Peat merasa tangan Noeul terlalu tinggi, tangannya tak sampai, tangannya terus mencoba meraih tangan itu sekuat tenaga.

"Maafkan aku Noeul, maafkan aku" suara Peat mulai parau, tangannya bergetar hebat. Suara tangisan familiar tiba tiba saja menusuk pendengarannya, suara isakan Mook yang memohon dan meneriakinya terus bergantian memasuki telinganya.

"Maafkan aku, maaf" Suara itu semakin lama semakin jelas, suara Mook yang mengutuknya semakin terasa nyata. Tubuh Peat terjatuh dari kursinya, kemudian ia meringkukan tubuhnya diatas lantai dan mulai menutupi telinganya dengan tangannya yang bergetar, rasa paniknya semakin menjadi saat suara Mook tak kunjung hilang dari pendengarannya, Peat terus mengeratkan tangannya untuk menutupi telinganya, tak ingin satupun suara masuk ketelinganya.

Lama kelamaan situasi disekitarnya berubah. Ruangan organisasinya tiba tiba saja menjadi jalan raya familiar. Matanya terpaku menatap tubuh yang tergeletak ditengah jalan raya, disana terdapat Mook yang dipenuhi darah tengah menatap tajam kearahnya, bibir Mook tampak terus bergerak mengutuk dirinya.

Peat ketakutan, ia memejamkan matanya erat dengan kepala tertunduk masuk diantara lutut dan tubuhnya, bibirnya pun terus mengatakan maaf. Tubuh Peat semakin bergetar hebat.

Noeul yang sebelumnya terdiam karena terkejut melihat respon Peat kini berlari memeluk tubuh sahabatnya.

"Peat, Peat" Noeul terus memanggil nama Peat berulang ulang. Tangannya terus mengusap kepala Peat yang ia paksa sandarkan ketubuhnya.

"Peat, sadarlah, ini aku" Noeul tanpa sadar menangis, air matanya mengalir disudut matanya melihat Peat.

Tak lama Noeul merasakan tubuh dipelukannya memberat. Tubuh Peat terkulai dan tersandar sepenuhnya pada tubuhnya.

Peat pingsan.

-----

Disebuah ruangan yang didominasi dengan warna putih, terdapat dua manusia yang masih tertidur. Satunya terbaring diatas ranjang dan satunya lagi tidur dalam posisi yang tidak nyaman diatas kursi. Tangan mereka saling bertaut, tepatnya pria yang berada dikursi menggenggam erat tangan lainnya dengan erat, seolah pemilik tangan itu akan hilang jika ia lepas barang sedetik saja.

Gerakan halus dari tangan yang digenggam, membuat Noeul terbangun dari tidurnya dan segera mendudukan dirinya ditepian kasur. Ia terus mengeratkan genggamannya dan menatap Peat dengan cemas.

Perlahan mata Peat terbuka, satu persatu berkas cahaya mulai mengisi ruang dimatanya. Noeul mencondongkan tubuhnya kearah Peat untuk menatap sahabatnya lekat.

"Noeul.."

"Kau butuh apa? Minum?" tanya Noeul begitu mendengar suara serak Peat, ia segera bergerak mencari air minum namun gagal ketika Peat menarik tangannya agar Noeul kembali duduk.

Peat kemudian berusaha bangun dari posisinya, menumpukan bobot tubuhnya pada sikunya agar ia bisa duduk dengan baik.

Peat menatap Noeul yang masih memperlihatkan raut cemas.

"Maafkan aku.."

Grep

Noeul segera memeluk tubuh Peat yang kembali bergetar. Tangannya mengusap lembut rambut Peat agar temannya kembali tenang.

"Maafkan aku Noeul, maafkan aku"

"Sstt.. Sstt.. Tak apa Peat, tak apa" Noeul terus mengusapkan tangannya dikepala Peat, ia sangat khawatir melihat Peat yang ketakutan seperti tadi.

"Aku tak ingin kehilanganmu, hiks.. Jangan tinggalkan aku Noeul" Peat menyembunyikan wajahnya diperpotongan leher Noeul, air matanya terus mengalir. Ia sangat menyesal mengkhianati temannya seperti ini.

"Tidak Peat, aku tak akan meninggalkanmu. Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu hm?"

Peat menarik dirinya sambil menghapus air matanya yang masih berjatuhan. Kepalanya tertunduk dalam tak berani menatap Noeul.

"Maafkan aku Noeul. Aku.. Aku tak memiliki hubungan apapun dengan Fort, percayalah"

"Kenapa kau harus meminta maaf? Hei Peat, dengarkan aku. Aku tidak marah karena kau dekat dengan Fort, aku marah karena berpikir kau menyembunyikan dirimu yang berpacaran dengan Fort" Noeul mengambil kedua tangan Peat yang berada diatas pahanya untuk ia genggam, ibu jarinya kemudian mengusap punggung tangan Peat dengan lembut.

Peat segera mengangkat kepalanya. Matanya menatap Noeul bingung. Apa maksudnya?

"Kau tak perlu merasa bersalah, apa kau berpikir dirimu merebut Fort dariku hm?" Peat mengangguk ragu, membuat Noeul terkekeh dengan tingkah lucu temannya.

"Hm... jika aku melihat foto ini beberapa minggu lebih awal mungkin aku akan berpikiran seperti itu. Tapi sekarang berbeda Peat, sepertinya aku sudah menyukai orang lain" Noeul tampak tersipu, matanya menatap jarinya yang kini saling bertaut dan bergerak acak diatas pahanya, bibirnya memperlihatkan senyum malu malu seperti orang yang sedang jatuh cinta.

"Jadi... kau tidak marah?" selidik Peat tak percaya, matanya yang semulanya basah kini menjadi kering karena matanya tak kunjung berkedip, ia terlalu terkejut dengan ucapan Noeul.

"Tidak. Aku marah karena aku mendapatkan foto itu dari orang lain, kukira kau menyembunyikannya dariku."

"Huks.. Noeul.. " Peat kembali terisak, bibirnya mencebik lucu, lalu menarik Noeul untuk kembali dipeluk.

"Aku ketakutan setengah mati berpikir kau marah padaku, hiks.."

"Sekarang ceritakan padaku kenapa kau bisa seperti ini. Aku yakin kau tak akan begini jika ini yang pertama kalinya untukmu"

"Ayo ceritakan"

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞