FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

Fuck! Atasan sialan” Rutukan yang tak henti henti keluar dari pria yang memiliki tahi lalat diatas sudut bibir bagian kiri itu.

Tak sedikit!

Benar benar tak sedikit pekerjaan yang ditumpahkan padanya hanya karena bosnya terbang begitu saja pulang. Kerjasama yang mereka kirimkan lewat email beberapa minggu kebelakang baru mendapatkan jawaban kemarin, dan sampai detik ini belum setengah dari respon yang harusnya mereka balas.

Dan lagi dalam waktu menjelang malam seperti ini akan banyak undangan jamuan makan malam yang harus dihadiri. Ada 2 hingga 3 meeting dan semuanya akan selesai tepat satu jam sebelum tengah malam jika saja berlangsung mulus.

Untung saja dini hari besok tak ada jadwal rapat planning dan diskusi alot lainnya, sehingga tampaknya ia bisa pulang ke apartemen dan tidur untuk beberapa jam sebelum kembali ke neraka ini pagi pagi sekali jam 6.

Tangan yang mengetik dan sesekali melihat berkas lain membuat Boss tak sengaja menatap pigura kecil disudut meja yang tengah ia gunakan. Meja kerja sang atasan. Berpindah membawa semua berkas dan peralatan yang dibutuhkan akan memperlama kerja sehingga Boss memilih berkerja dimeja sang atasan, dan hal ini pun atas persetujuan dari Fort tentunya.

Foto yang ia amati hampir setengah menit itu berisikan dua orang pemuda yang saling merengkuh, atasannya yang berada dibelakang dengan hugbacknya sedang suaminya didepan dengan satu tangan yang menyentuh pipi atasannya. Dahi pria cantik itu terlihat menempel dipipi bagian bawah dagu Fort dengan mata mereka yang saling terpejam.

Bukan rahasia lagi jika atasannya merupakan seorang gay dan bahkan sudah menikah.

Namun yang menjadi rahasia umum adalah kehadiran serta penampakan dari sosok tersebut. Suami atasannya tersebut tak pernah sekalipun datang keperusahaan. Bahkan fotonya saja tak pernah tercetak dimedia manapun meskipun berita pernikahan mereka terbilang cukup panas.

Tapi anehnya atasannya tak pernah menutupi kehadiran sang suami. Tak hanya pigura kecil diatas meja, didinding ruangannya pun terbilang cukup banyak di penuhi foto foto berukuran besar yang berisikan wajah mereka berdua. Jadi tiap kali para staff berkunjung ke ruangan sang direktur utama, pasti akan disuguhkan dengan pemandangan kemesraan mereka.

Harus Boss akui jika keduanya tampak bagus. Baik atasan maupun suaminya memiliki paras yang tak memalukan. Meskipun sedikit narsis karena memajang foto hampir 10 bingkai, setidaknya wajah mereka sangat sedap untuk dipandang.

Peat, suami dari bosnya itu terasa sedikit misterius. Gambaran dari 2 dimensi yang sering ia lihat diruangan atasannya terkadang membuat Boss penasaran bagaimana suara dan sikapnya.

Wajahnya saja benar benar nilai plus. Boss juga gay dan wajah suami atasannya sangat mudah untuk didamba. Namun bagaimana perangainya?

Apa seindah siluetnya?

Ia sangat penasaran.

-----

Suara dari derit kasur berukuran king size didalam sebuah kamar dengan lampu temaram, semakin terdengar memekakan. Peraduan napas dan desahan seakan berlomba siapa yang lebih menikmati. Tangan sang dominan yang kini berada disisi luar pipi pantat sang submisif pun ikut bergerak berlawanan dengan arah tubuhnya, berusaha terus menumbuk titik yang sama sehingga otot otot rektum tersebut memijat penis miliknya lebih kuat dan intens.

“Ungh.. “ satu tangan Peat nampak meraih bagian atas kepala ranjang dengan tangan lain bertumpu diatas ranjang. Dengan posisi doggy style, tubuhnya bergerak searah dengan tarikan tangan Fort. Tubuhnya terasa ngilu yang bercampur nikmat, tiap kali Fort menghantam g-spot miliknya, aliran listrik dalam skala cepat serasa menghantam tiap sel sel tubuhnya. Membuat semua tubuhnya begitu sensitif terhadap sentuhan apa saja.

Grep

Fort memeluk perut Peat dan menarik tubuh sang submisif kearah dadanya, seolah tau yang Fort inginkan, Peat memutar kepalanya kearah belakang dan meraih tengkuk sang dominan.

Cup

Lumatan basah kembali bergumul disana. Rasa candu dari bibir keduanya saling tersalurkan, saliva yang seharusnya tak memiliki rasa kini terasa begitu manis. Remasan sensual dirambut pun membuat libido Fort semakin naik.

Entah sudah berapa ronde yang mereka lakukan. Sejak ia menginjakan kakinya pukul 6 sore tadi, Fort segera melempar barang dan sepatunya didepan pintu masuk dan bergegas mencari sang suami. Menyeret sang submisif dalam posisi koala dan menidurkannya dalam sekejap.

Dan sekarang udara mulai dingin, Fort yakin diluar sana sudah sangat gelap. Ini sudah tengah malam tapi tubuhnya belum kewalahan sama sekali, bahkan tak satupun makanan masuk dimulut keduanya semenjak siang.

Mereka benar benar menggila. Tak berhubungan badan hampir satu minggu lamanya membuat keduanya menjadi singa dalam mode masing masing.

Plop

Lumatan tersebut terlepas, Peat merasakan jika perutnya mulai bergejolak. Kepalanya menengadah hingga benang saliva yang tercipta menghiasi pipi halusnya.

Tempo gerakan Fort semakin cepat dan cepat, bibirnya yang menganggur kini menciptakan berbagai tanda kepemiliman disekujur tengkuk Peat yang sebenarnya sudah merah dimana mana. Satu tangan Fort yang masih mengatur tempo dan satu tangan lagi bertengger didepan dada rata milik Peat. Memainkan puting yang mengeras diatasnya dan sesekali mencubitnya.

“Nhh.. Say-ahh, aku-mh.. Aku akan.. keluarh..” seketika tubuh Peat mengejang, tubuh ramping itu melengkung dengan kepala yang mendongak hingga bertumpu pada bahu Fort. Matanya berputar hingga nampak bagian putih saja. Tubuh Peat bergetar, bersamaan dengan keluarnya cairan keruh yang menyembur membasahi sprei.

Tubuh Peat seketika ambruk. Menelungkup dengan suara napas yang memburu. Seluruh persendiannya lemas. Orgasme untuk sekekian kalinya malam ini membuat tubuhnya serasa diperas tak memiliki tenaga.

Mata dengan iris cokelat terang itu pun tanpa sadar memutar pandangnya kebelakang. Disana, sang dominannya masih menatapnya dengan mata lapar dan mulut yang setengah terbuka, suara napas Fort yang memburu membuat pria itu layaknya banteng yang siap menyerang kapan saja.

Dan- tentu dengan penis yang masih mengacung tegak. Terlihat urat uratnya berkontraksi karena urusan miliknya yang belum selesai. Peat jamin, jika penis milik Fort kembali memasuki rektumnya, penis itu akan membesar dengan segera untuk mencapai klimaknya.

Sial!.

Salahnya memang menggoda pria yang merindu sentuhan.

Mata Peat berpindah kearah jam dinding dikamar mereka. Oh god! Apa mereka bercinta hampir 6 jam? Dimana semua stamina itu? Bukan bukan, tapi stamina Fort! Tubuhnya sudah remuk saat ini, tapi tidak dengan pria di belakangnya.

“Hei sayang, kau tidak berpikir ini sudah selesai bukan?” Fort dengan cepat membalikan tubuh Peat dan segera meraih pergelangan kaki kanan Peat kemudian mengangkatnya, hingga membuat tubuh Peat sedikit tertarik kebawah.

Satu persatu kecupan dihadiahkan disetiap jengkal bagian dalam kaki Peat, membuat tubuh Fort kian merosot hingga sampai didepan kejantanan Peat yang setengah terbangun.

Sudah dibilang bukan jika tubuh Peat saat ini begitu sensitif? Setiap sentuhan bernilai lebih disensorik miliknya, hingga penis yang baru mengeluarkan sperma itu perlahan kembali tegak.

Sedikit senyum puas Fort terlihat ketika Peat masih terangsang dengan sentuhannya. Memilih memutar jalan dengan niat mempermainkan hasrat sang submisif, Fort mengecup ujung penis yang masih memiliki sisa precum tersebut dan melewatinya hingga mencapai pusar Peat. Pusar yang sudah memerah disekelilingnya karena ia gigiti beberapa saat yang lalu itu hanya dijilat sensual, membuat Peat merinding dengan bulu halusnya yang meremang.

Ugh, perutnya seperti disengat belut listrik!

Srett

Seketika tubuhnya diangkat hingga posisi keduanya semakin dekat. Peat duduk diatas pangkuan Fort dengan kejantanan mereka yang saling beradu.

Kedua mata mereka saling menatap dalam sebelum lumatan kesekian kali terjadi. Pertarungan sengit antara lidah mereka mengundang bunyi kecipak khas.

Tak mau hanya memperoleh, kini Peat mencoba mengambil alih permainan. Tangannya yang bebas bergerilya diatas dada Fort, menekan dan membuat gerakan memutar diatas dada berotot tersebut. Kedua jari tengahnya pun dengan sengaja menyentuh mengawang ujung dari puting dada Fort yang juga tegang, membuat lenguhan sang dominan menjadi cairan madu yang melelehi telinganya.

Ciuman mereka belum lepas, begitupun tangan Peat yang masih bermain diarea dada Fort. Tak ingin hanya menyentuh bagian dada saja, tangan Peat perlahan berpindah kebawah meraba seluruh lekukan otot diperut Fort.

Tak sia sia bayi besar ini berolahraha tiap pagi. Tubuhnya memang terbentuk sangat baik.

Tak lama tangan Peat pun sampai dibagian paling bawah. Tangannya yang tak begitu besar dengan perlahan memegang penis mereka berdua. Sedikit sulit karena penis mereka sama sama membesar, apalagi ukuran penis Fort yang sebenarnya juga tak bisa dibilang kecil.

Dengan susah payah Peat mengunci genggamannya dan mulai menaik turunkan kejantanan mereka secara bersamaan.

Rasa panas yang menjalar dari bagian bawah tubuh mereka membuat ciuman panas tersebut terlepas. Membiarkan Peat bekerja dengan keinginannya, Fort memilih menikmati sentuhan dari Peat. Tiap cetakan jemari ramping dan panjang diatas penisnya terasa sangat nyata bagi Fort. Membuat pikirannya melayang bagaimana rasanya memasukan setiap jari jari tersebut kedalam mulutnya, bagaimana ia akan melumat jari jari Peat hingga menyesapnya sedemikian rupa.

Dan-oh! Handjob Peat bukanlah sebuah lelucon. Gerakannya yang terus menanjak dan semakin lama semakin cepat membuat rasa sesak yang terkumpul dipangkalnya tersebut naik.

“Ouh.. Nh, Peathh, this is fuck- mhh.. Fucking good Babehh!”

“Yea-ah... I know.. “

Oh ini berbahaya. Ini tak bisa dibiarkan. Fort segera menarik dirinya dan mendorong bahu Peat agar pria itu kembali terbaring. Dengan cepat Fort mengangkat kaki kanan Peat dan menaruhnya diatas bahunya. Penis besar yang mengacung itu dengan segera melesak masuk kedalam rektum Peat yang masih cukup longgar karena permainan berjam jam mereka.

Keduanya melenguh bersamaan saat penis Fort menumbuk titik yang sama dari penyatuan sebelumnya. Dalam tempo cepat Fort menumbuk lubang rektum tersebut, tangannya memeluk kaki yang berada disis kepalanya dan melayangkan kecupan sesekali saat merasa ia butuh pelampiasan kenikmatan yang ia rasakan. Tak jarang gigitan pun bersarang karena rasa frustasi. Lubang Peat benar benar menariknya begitu dalam seakan memintanya terus berada didalam sana.

Sedang submisif dibawah sama sudah kacau. Tubuhnya bergoncang hebat akibat tumbukan yang Fort lakukan sehingga tiap jengkal jemarinya meracau, tak tau harus meraih atau melampiaskannya dengan apa. Kepalanya sibuk bergerak kesanan kemari dengan bibir setengah terbuka yang terus mendesahkan nama Fort.

Ini gila.

Fort benar benar gila jika sudah akan menemui klimaksnya. Bagian perutnya seperti diobrak abrik sedemikian rupa hingga tampak sembulan kecil yang hilang timbul dibagian bawah perut Peat. Mata Peat membelalak ketika melihat salah satu tumpuan tangan Fort menekan bagian yang menyembul itu. Bukan apa apa, tapi jika bagian itu ditekan, g-spot milik Peat juga akan semakin dalam dihantam oleh ujung penis Fort.

Ouh..

“Aku keluarhh Eunghh” seketika tubuh keduanya bergetar hebat. Keduanya mencapai klimaks dalam waktu bersamaan dengan tubuh Fort yang ambruk diatas Peat.

“Hh.. Ini hebat, aku menyukainya, terimakasih sayang” Fort mengecup perut Peat yang berada dihadapannya.

Me too, thanks babe

-----

Malam semakin larut dan semakin dihunus hawa dingin. Ruangan yang semulanya panas kini berubah menjadi sejuk. Tempat tempat yang berantakan sudah disusun rapi ketempat semula, bagian bagian yang kotor sudah terlempar kedalam bak kain kotor dan sudah diganti dengan lembar baru.

Aroma semerbak dari pewangi kain pun memenuhi ruangan, dua orang yang masih tampak tak mengenakan atasan namun baiknya sudah mengenakan bawahan dibalik selimut tebal mereka, kini tengah asik berbagi suhu tubuh satu sama lain.

Tubuh mereka sudah bersih dan siap untuk masuk kealam mimpi. Tangan yang saling mengelilingi tubuh masing masing membuat suasana begitu nyaman hingga mata keduanya mulai memberat.

Flip

Seketika Fort teringat ucapan beberapa jam yang lalu dari ibunya, mengenai dirinya yang sudah berbohong tentang wanita yang akan mereka pinjam rahimnya.

Mendengar jentikan jemari Fort disampingnya membuat Peat yang mulai menutup matanya, melirik sang dominan penuh tanya.

“Maaf sayang, kau sudah mengantuk ya?” Fort mengusap sisi kepala Peat, merasa tak enak karena mengganggu Peat yang akan tertidur.

Tubuh kecil sang submisif pun bergerak, melesakan tubuhnya lebih jauh kedalam pelukan Fort, begitu pun dengan tangannya yang merengkuh erat pinggang pria jangkung tersebut.

“Hm, tapi tak terlalu. Kau ingin membicarakan apa?” hidung kecil pria submisif itu kemudian menyesap aroma sabun yang menguar dari tubuh Fort, mengulas senyum tipis karena semua yang ia rasakan saat ini sangat nyaman.

“Ah begini. Aku ingin minta maaf padamu, aku membohongi ibu hari ini” kepala Peat mendongak seketika dengan dahi yang berkerut bingung, tak mengerti. Fort meminta maaf padanya karena membohongi ibunya? Bukankah Fort harusnya meminta maaf pada ibunya?

Mendapati wajah tak mengerti sang submisif membuat Fort tak segan menggigiti hidung kecil milik suaminya itu. Wajah Peat terlalu menggemaskan hingga ia selalu ingin meninggalkan jejaknya pada pria itu dimana mana.

“Aw! Kenapa kau malah menggigit hidungku! Apa kau minta maaf karena ingin menggigit hidungku huh? Dan jika kau berbohong pada ibu, kau harus meminta maaf padanya sayang. Maaf dariku tak ada gunanya bagi ibu” dengan bibir yang mencebik lucu Peat mengusap kecil hidungnya yang digigit oleh Fort dan memilih mengabaikan suara kekehan pria didepannya itu. Ugh, apa senangnya melihat orang tersiksa? Aneh!

“Ibu meneleponku mengenai wanita yang akan kita pinjam rahimnya itu lagi”

“Nene?”

“Hm, dan aku menolaknya lagi”

“Kenapa? Bukankah kita hanya memerlukan rahimnya? Oh tunggu, apa Nene ini jelek? Jadi kau tak mau? Kau ingin yang cantik? Yang benar saja Fort!” sekarang Peat memundurkan tubuhnya dan melipat kedua tangannya didepan dada. Matanya menatap Fort sengit, seakan ingin mencekik pria yang berada didepannya saat ini.

“Oh god! Terus terang aku menyukai kau mencemburuiku. Tapi kurasa ini bukan saatnya Peat. Bukan begitu maksudku” Fort mendesah frustasi. Bagaimana caranya menjelaskan hal ini pada Peat? Apa ia harus terang terangan mengatakan ibunya seperti tengah mencarikan istri muda untuknya? Oh shit! Tak akan.

“Lalu?”

Pria tinggi itu terdiam, tak tahu harus beralasan apa untuk jawaban yang Peat minta.

“Kau benar benar mencari yang cantik Fort?” Mendengar pertanyaan Peat yang terdengar kecewa membuat Fort merasa bersalah. Ia tak mau pria kecil didepannya ini menangis atau kecewa karenanya. Dan ia tak mau Peat semakin kecewa pada ibunya.

“Hm.. Bukan begitu sayang, maksudku.. -aku hanya ingin kita berdua yang mencarinya” secercah sinar secara tiba tiba muncul, membuat otak Fort bekerja lebih baik dan mendapatkan gagasan yang lebih bijak.

“Benarkah?”

“Hm, tentu!” tarikan napas yang sedikit bergetar Fort tangkap dari pertanyaan Peat yang terakhir.

Fiuh.. Hampir saja suaminya menangis.

“Aku tak mau keputusan itu terlalu dicampuri oleh ibu. Aku ingin kita berdua melakukannya bersama sama karena ini mengenai keluarga kita sayang. Dan aku berbohong pada ibu jika kita sudah menemukan wanita yang bisa kita pinjami rahimnya, dan buruknya ibu meminta agar wanita ini dan ibu segera bertemu” Peat kembali menyembunyikan dirinya didalam dada Fort. Memeluk erat kembali sang dominan untuk menenangkan hatinya yang sedikit goyang. Kepalanya pusing ketika begitu saja memikirkan Fort berselingkuh.

“Benar, itu buruk-

-tapi sebelum itu aku ingin kita melakukan sesuatu” Fort melirik Peat yang berada dalam dekapannya, menanti agar Peat meneruskan perkataannya lebih lanjut.

“Ayo kita membuat kontrak”

-----

Pukul setengah dua pagi dan sepasang suami itu duduk berhadapan dengan secarik kertas dan kotak tinta diatas meja.

Ini membingungkan dan sekaligus menyakitkan. Ini terasa seperti Peat tak mempercayainya sama sekali.

Tangan yang lebih besar pun meraih kertas tersebut dan membaca tulisan yang berada disana.

Sehubungan dimulainya perencanaan surrogate yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Maka dari itu tertera poin poin yang harus disepakati kedua belah pihak. Kedua belah pihak yang dimaksud dalam surat ini ialah Fort Thitipong Sengngay sebagai pihak pertama dan Peat Wasuthorn Chaijindar sebagai pihak kedua.

1.      Selama proses surrogate berjalan, pertemuan antara kedua belah pihak dengan ibu sewa harus dilakukan secara terbuka yang dihadiri seluruh pihak.

2.      Apabila  poin 1 sukar dijalankan, maka setiap pertemuan harus diberitahukan kepada pihak lainnya tanpa terkecuali.

3.      Segala sesuatu yang berhubungan dengan ibu sewa harus diketahui secara bersama.

4.      Dan apabila salah satu atau kedua belah pihak tak mengikuti poin yang disepakati, maka pihak yang merasa dirugikan dapat meminta pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan oleh pihak yang dilanggar.

5.      Pertanggungjawaban dapat berupa apapun dan dengan apapun tanpa terkecuali

Kepala Fort semakin berdenyut membaca rentetan kalimat yang tertoreh dengan tulisan tangan tersebut. Bahkan diatas nama mereka berdua dibagian paling bawah pun terdapat materai sebagai pengikat hukum yang sah.

Tangan besar itu kembali meletakkan kertas yang ia pegang dan menatap Peat yang hanya menundukkan kepala.

Sebesar apa rasa tidak percaya pria dihadapannya ini padanya?

Sial.

“Aku- hm, maafkan aku Fort” lirih Peat, matanya sibuk menatap ujung jemarinya yang tengah bergerak gerak kecil.

Jujur. Ia tak enak hati. Ia merasa bersalah harus memperlihatkan surat yang sudah ia siapkan semenjak hari pertama ia mendengar nama Nene. Wanita yang ditunjuk oleh ibu mertuanya untuk menjadi wanita yang akan dipinjam rahimnya.

Saat Fort pertama kali menceritakan mengenai wanita itu pertama kali, rasa sakitlah yang menghantam Peat saat itu. Bagaimana bisa ibu mertuanya memilihkan  seorang wanita yang akan mengandung cucunya? Ini bukan lagi hanya perkara cemburu, karena Peat cukup yakin tentang hati suaminya. Namun hal ini mengenai bagaimana wanita tersebut mampu memenuhi ekspektasi sang ibu mertua. Bahkan dirinya yang berusaha bertahun tahun pun belum mampu meluluhkan keras hati dari ibu mertuanya.

Apa yang ada pada diri wanita itu?

Seberapa baik dia?

Seberapa cantik dia?

Seberapa hebat dia?

Kenapa ibu mertuanya memilih wanita itu?

Apa kelebihannya?

Saat itu juga rasa rendah diri menyergap dirinya. Menyalahkan dirinya sendiri karena terlahir sebagai seorang pria bukan wanita. Menyalahkan dirinya sendiri karena tak bisa mengandung apalagi melahirkan seorang keturunan.

Dan buruknya lagi ia tahu jika pilihan dari ibu mertuanya tak hanya berkutat dengan rahim yang wanita itu miliki. Banyak faktor lain yang mendukung pilihan sang ibu mertua.

Dan jelas, tak satupun dari dirinya yang memiliki faktor faktor tersebut.

“Jika kau akan meminta maaf lalu kenapa kau membuatnya?” tiba tiba suara berat Fort yang penuh nada kecewa menggema, membuat Peat secara sadar memejamkan matanya erat. Ini gamang. Menakutkan.

“Maaf...”

“Jika kau begitu tak mempercayaiku, sebaiknya aku hubungi ibu dan membatalkan rencana ini.” Suara kursi yang didorong kebelakang membuat Peat mendongak. Ternyata Fort sudah berdiri dan beranjak menjauh dari posisinya.

Tak ingin semuanya semakin kacau, Peat segera berdiri dan menghadang Fort dari depan. Tangannya segera mengambil tangan Fort dan menggenggamnya, menyatukan tangan mereka dan membawanya keatas untuk Peat cium cukup lama.

“Kumohon Fort, jangan batalkan” dengan matanya yang sudah berkaca kaca Peat mendongakan kepalanya, memberanikan diri untuk menatap wajah terluka suaminya.

“Ini- ini hanya karena aku yang tak terlalu percaya diri. Aku mempercayaimu Fort, sungguh. Bahkan aku tak pernah meragukanmu. Hanya saja setelah hari itu aku sering merasa rendah diri, aku seperti meniti diatas es tipis tiap detiknya. Dan itu membuatku hampir gila. Aku menulis perjanjian itu hanya untuk mendapatkan kembali kewarasanku Fort. Aku ingin lebih percaya diri memilikimu, aku ingin lebih yakin jika kau benar benar milikku.”

Fort melangkahkan kakinya lebih dekat kearah Peat, melepaskan genggaman tangan Peat dan menangkup wajah suaminya yang sudah dibanjiri air mata. Ingat, ia tak ingin membuat Peat menangis bukan?

“Peat dengarkan aku. Aku sudah bilang jika kau tak suka, katakan, kita akan mengakhirinya. Jangan membebani dirimu sendiri” iris gelap itu menatap lekat iris yang lebih terang, ibu jarinya mengusap air mata yang masih mengaliri sisi pipi sang submisif.

“Aku mengerti, aku tau jika aku ternyata belum siap menerima kehadiran orang lain meskipun wanita itu nantinya hanyalah ibu sewa Fort. Tapi aku sudah berjanji tak akan berubah pikiran. Kau harus tau betapa bahagianya saat aku membayangkan mengurus seorang anak yang mirip denganmu Fort, hanya saja saat ini aku sedang tak percaya diri, dan satu satunya yang bisa menguatkanku hanyalah kertas perjanjian tadi.” Peat mengambil jeda untuk menarik napas cukup dalam, mencoba menarik semua rasa gemetar jauh kedalam dirinya.

“Jadi Fort- kau mau menandatangani nya bukan?”

TBC

Hai, aku up satu chapter lagi karena aku pikir chap kemaren belum sebagus itu, karena gaada feedback apapun.

Semoga chap ini pada suka ya. Happy weeked!



Komentar

  1. sejauh ini suka kok kak, sorry ya chap sebelumnya g komen, soalnya langsung baca next nya kak

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞