FORTPEAT - SURROGATE 2🔞
“Fuck!
Atasan sialan” Rutukan yang tak henti henti keluar dari pria yang memiliki tahi
lalat diatas sudut bibir bagian kiri itu.
Tak
sedikit!
Benar
benar tak sedikit pekerjaan yang ditumpahkan padanya hanya karena bosnya
terbang begitu saja pulang. Kerjasama yang mereka kirimkan lewat email beberapa
minggu kebelakang baru mendapatkan jawaban kemarin, dan sampai detik ini belum
setengah dari respon yang harusnya mereka balas.
Dan
lagi dalam waktu menjelang malam seperti ini akan banyak undangan jamuan makan
malam yang harus dihadiri. Ada 2 hingga 3 meeting dan semuanya akan
selesai tepat satu jam sebelum tengah malam jika saja berlangsung mulus.
Untung
saja dini hari besok tak ada jadwal rapat planning dan diskusi alot
lainnya, sehingga tampaknya ia bisa pulang ke apartemen dan tidur untuk
beberapa jam sebelum kembali ke neraka ini pagi pagi sekali jam 6.
Tangan
yang mengetik dan sesekali melihat berkas lain membuat Boss tak sengaja menatap
pigura kecil disudut meja yang tengah ia gunakan. Meja kerja sang atasan.
Berpindah membawa semua berkas dan peralatan yang dibutuhkan akan memperlama
kerja sehingga Boss memilih berkerja dimeja sang atasan, dan hal ini pun atas
persetujuan dari Fort tentunya.
Foto
yang ia amati hampir setengah menit itu berisikan dua orang pemuda yang saling
merengkuh, atasannya yang berada dibelakang dengan hugbacknya sedang
suaminya didepan dengan satu tangan yang menyentuh pipi atasannya. Dahi pria
cantik itu terlihat menempel dipipi bagian bawah dagu Fort dengan mata mereka
yang saling terpejam.
Bukan
rahasia lagi jika atasannya merupakan seorang gay dan bahkan sudah menikah.
Namun
yang menjadi rahasia umum adalah kehadiran serta penampakan dari sosok
tersebut. Suami atasannya tersebut tak pernah sekalipun datang keperusahaan.
Bahkan fotonya saja tak pernah tercetak dimedia manapun meskipun berita
pernikahan mereka terbilang cukup panas.
Tapi
anehnya atasannya tak pernah menutupi kehadiran sang suami. Tak hanya pigura
kecil diatas meja, didinding ruangannya pun terbilang cukup banyak di penuhi
foto foto berukuran besar yang berisikan wajah mereka berdua. Jadi tiap kali
para staff berkunjung ke ruangan sang direktur utama, pasti akan disuguhkan
dengan pemandangan kemesraan mereka.
Harus
Boss akui jika keduanya tampak bagus. Baik atasan maupun suaminya memiliki
paras yang tak memalukan. Meskipun sedikit narsis karena memajang foto hampir
10 bingkai, setidaknya wajah mereka sangat sedap untuk dipandang.
Peat,
suami dari bosnya itu terasa sedikit misterius. Gambaran dari 2 dimensi yang
sering ia lihat diruangan atasannya terkadang membuat Boss penasaran bagaimana
suara dan sikapnya.
Wajahnya
saja benar benar nilai plus. Boss juga gay dan wajah suami atasannya sangat
mudah untuk didamba. Namun bagaimana perangainya?
Apa seindah
siluetnya?
Ia
sangat penasaran.
-----
Suara
dari derit kasur berukuran king size didalam sebuah kamar dengan lampu
temaram, semakin terdengar memekakan. Peraduan napas dan desahan seakan
berlomba siapa yang lebih menikmati. Tangan sang dominan yang kini berada
disisi luar pipi pantat sang submisif pun ikut bergerak berlawanan dengan arah tubuhnya,
berusaha terus menumbuk titik yang sama sehingga otot otot rektum tersebut
memijat penis miliknya lebih kuat dan intens.
“Ungh..
“ satu tangan Peat nampak meraih bagian atas kepala ranjang dengan tangan lain
bertumpu diatas ranjang. Dengan posisi doggy style, tubuhnya bergerak searah
dengan tarikan tangan Fort. Tubuhnya terasa ngilu yang bercampur nikmat, tiap
kali Fort menghantam g-spot miliknya, aliran listrik dalam skala cepat
serasa menghantam tiap sel sel tubuhnya. Membuat semua tubuhnya begitu sensitif
terhadap sentuhan apa saja.
Grep
Fort
memeluk perut Peat dan menarik tubuh sang submisif kearah dadanya, seolah tau
yang Fort inginkan, Peat memutar kepalanya kearah belakang dan meraih tengkuk
sang dominan.
Cup
Lumatan
basah kembali bergumul disana. Rasa candu dari bibir keduanya saling
tersalurkan, saliva yang seharusnya tak memiliki rasa kini terasa begitu manis.
Remasan sensual dirambut pun membuat libido Fort semakin naik.
Entah
sudah berapa ronde yang mereka lakukan. Sejak ia menginjakan kakinya pukul 6
sore tadi, Fort segera melempar barang dan sepatunya didepan pintu masuk dan
bergegas mencari sang suami. Menyeret sang submisif dalam posisi koala dan menidurkannya
dalam sekejap.
Dan
sekarang udara mulai dingin, Fort yakin diluar sana sudah sangat gelap. Ini
sudah tengah malam tapi tubuhnya belum kewalahan sama sekali, bahkan tak
satupun makanan masuk dimulut keduanya semenjak siang.
Mereka
benar benar menggila. Tak berhubungan badan hampir satu minggu lamanya membuat
keduanya menjadi singa dalam mode masing masing.
Plop
Lumatan
tersebut terlepas, Peat merasakan jika perutnya mulai bergejolak. Kepalanya menengadah
hingga benang saliva yang tercipta menghiasi pipi halusnya.
Tempo
gerakan Fort semakin cepat dan cepat, bibirnya yang menganggur kini menciptakan
berbagai tanda kepemiliman disekujur tengkuk Peat yang sebenarnya sudah merah
dimana mana. Satu tangan Fort yang masih mengatur tempo dan satu tangan lagi
bertengger didepan dada rata milik Peat. Memainkan puting yang mengeras
diatasnya dan sesekali mencubitnya.
“Nhh..
Say-ahh, aku-mh.. Aku akan.. keluarh..” seketika tubuh Peat mengejang, tubuh
ramping itu melengkung dengan kepala yang mendongak hingga bertumpu pada bahu
Fort. Matanya berputar hingga nampak bagian putih saja. Tubuh Peat bergetar,
bersamaan dengan keluarnya cairan keruh yang menyembur membasahi sprei.
Tubuh
Peat seketika ambruk. Menelungkup dengan suara napas yang memburu. Seluruh
persendiannya lemas. Orgasme untuk sekekian kalinya malam ini membuat tubuhnya
serasa diperas tak memiliki tenaga.
Mata
dengan iris cokelat terang itu pun tanpa sadar memutar pandangnya kebelakang.
Disana, sang dominannya masih menatapnya dengan mata lapar dan mulut yang
setengah terbuka, suara napas Fort yang memburu membuat pria itu layaknya
banteng yang siap menyerang kapan saja.
Dan-
tentu dengan penis yang masih mengacung tegak. Terlihat urat uratnya
berkontraksi karena urusan miliknya yang belum selesai. Peat jamin, jika penis
milik Fort kembali memasuki rektumnya, penis itu akan membesar dengan segera
untuk mencapai klimaknya.
Sial!.
Salahnya
memang menggoda pria yang merindu sentuhan.
Mata
Peat berpindah kearah jam dinding dikamar mereka. Oh god! Apa mereka bercinta
hampir 6 jam? Dimana semua stamina itu? Bukan bukan, tapi stamina Fort!
Tubuhnya sudah remuk saat ini, tapi tidak dengan pria di belakangnya.
“Hei
sayang, kau tidak berpikir ini sudah selesai bukan?” Fort dengan cepat
membalikan tubuh Peat dan segera meraih pergelangan kaki kanan Peat kemudian
mengangkatnya, hingga membuat tubuh Peat sedikit tertarik kebawah.
Satu
persatu kecupan dihadiahkan disetiap jengkal bagian dalam kaki Peat, membuat
tubuh Fort kian merosot hingga sampai didepan kejantanan Peat yang setengah
terbangun.
Sudah
dibilang bukan jika tubuh Peat saat ini begitu sensitif? Setiap sentuhan
bernilai lebih disensorik miliknya, hingga penis yang baru mengeluarkan sperma
itu perlahan kembali tegak.
Sedikit
senyum puas Fort terlihat ketika Peat masih terangsang dengan sentuhannya.
Memilih memutar jalan dengan niat mempermainkan hasrat sang submisif, Fort
mengecup ujung penis yang masih memiliki sisa precum tersebut dan melewatinya
hingga mencapai pusar Peat. Pusar yang sudah memerah disekelilingnya karena ia
gigiti beberapa saat yang lalu itu hanya dijilat sensual, membuat Peat
merinding dengan bulu halusnya yang meremang.
Ugh,
perutnya seperti disengat belut listrik!
Srett
Seketika
tubuhnya diangkat hingga posisi keduanya semakin dekat. Peat duduk diatas
pangkuan Fort dengan kejantanan mereka yang saling beradu.
Kedua
mata mereka saling menatap dalam sebelum lumatan kesekian kali terjadi.
Pertarungan sengit antara lidah mereka mengundang bunyi kecipak khas.
Tak
mau hanya memperoleh, kini Peat mencoba mengambil alih permainan. Tangannya
yang bebas bergerilya diatas dada Fort, menekan dan membuat gerakan memutar
diatas dada berotot tersebut. Kedua jari tengahnya pun dengan sengaja menyentuh
mengawang ujung dari puting dada Fort yang juga tegang, membuat lenguhan sang
dominan menjadi cairan madu yang melelehi telinganya.
Ciuman
mereka belum lepas, begitupun tangan Peat yang masih bermain diarea dada Fort. Tak
ingin hanya menyentuh bagian dada saja, tangan Peat perlahan berpindah kebawah
meraba seluruh lekukan otot diperut Fort.
Tak
sia sia bayi besar ini berolahraha tiap pagi. Tubuhnya memang terbentuk sangat
baik.
Tak
lama tangan Peat pun sampai dibagian paling bawah. Tangannya yang tak begitu
besar dengan perlahan memegang penis mereka berdua. Sedikit sulit karena penis
mereka sama sama membesar, apalagi ukuran penis Fort yang sebenarnya juga tak
bisa dibilang kecil.
Dengan
susah payah Peat mengunci genggamannya dan mulai menaik turunkan kejantanan
mereka secara bersamaan.
Rasa
panas yang menjalar dari bagian bawah tubuh mereka membuat ciuman panas
tersebut terlepas. Membiarkan Peat bekerja dengan keinginannya, Fort memilih menikmati
sentuhan dari Peat. Tiap cetakan jemari ramping dan panjang diatas penisnya
terasa sangat nyata bagi Fort. Membuat pikirannya melayang bagaimana rasanya
memasukan setiap jari jari tersebut kedalam mulutnya, bagaimana ia akan melumat
jari jari Peat hingga menyesapnya sedemikian rupa.
Dan-oh!
Handjob Peat bukanlah sebuah lelucon. Gerakannya yang terus menanjak dan
semakin lama semakin cepat membuat rasa sesak yang terkumpul dipangkalnya
tersebut naik.
“Ouh..
Nh, Peathh, this is fuck- mhh.. Fucking good Babehh!”
“Yea-ah...
I know.. “
Oh
ini berbahaya. Ini tak bisa dibiarkan. Fort segera menarik dirinya dan
mendorong bahu Peat agar pria itu kembali terbaring. Dengan cepat Fort
mengangkat kaki kanan Peat dan menaruhnya diatas bahunya. Penis besar yang
mengacung itu dengan segera melesak masuk kedalam rektum Peat yang masih cukup
longgar karena permainan berjam jam mereka.
Keduanya
melenguh bersamaan saat penis Fort menumbuk titik yang sama dari penyatuan
sebelumnya. Dalam tempo cepat Fort menumbuk lubang rektum tersebut, tangannya
memeluk kaki yang berada disis kepalanya dan melayangkan kecupan sesekali saat
merasa ia butuh pelampiasan kenikmatan yang ia rasakan. Tak jarang gigitan pun
bersarang karena rasa frustasi. Lubang Peat benar benar menariknya begitu dalam
seakan memintanya terus berada didalam sana.
Sedang
submisif dibawah sama sudah kacau. Tubuhnya bergoncang hebat akibat tumbukan
yang Fort lakukan sehingga tiap jengkal jemarinya meracau, tak tau harus meraih
atau melampiaskannya dengan apa. Kepalanya sibuk bergerak kesanan kemari dengan
bibir setengah terbuka yang terus mendesahkan nama Fort.
Ini
gila.
Fort
benar benar gila jika sudah akan menemui klimaksnya. Bagian perutnya seperti
diobrak abrik sedemikian rupa hingga tampak sembulan kecil yang hilang timbul
dibagian bawah perut Peat. Mata Peat membelalak ketika melihat salah satu
tumpuan tangan Fort menekan bagian yang menyembul itu. Bukan apa apa, tapi jika
bagian itu ditekan, g-spot milik Peat juga akan semakin dalam dihantam
oleh ujung penis Fort.
Ouh..
“Aku
keluarhh Eunghh” seketika tubuh keduanya bergetar hebat. Keduanya mencapai
klimaks dalam waktu bersamaan dengan tubuh Fort yang ambruk diatas Peat.
“Hh..
Ini hebat, aku menyukainya, terimakasih sayang” Fort mengecup perut Peat yang
berada dihadapannya.
“Me
too, thanks babe”
-----
Malam
semakin larut dan semakin dihunus hawa dingin. Ruangan yang semulanya panas
kini berubah menjadi sejuk. Tempat tempat yang berantakan sudah disusun rapi
ketempat semula, bagian bagian yang kotor sudah terlempar kedalam bak kain
kotor dan sudah diganti dengan lembar baru.
Aroma
semerbak dari pewangi kain pun memenuhi ruangan, dua orang yang masih tampak tak
mengenakan atasan namun baiknya sudah mengenakan bawahan dibalik selimut tebal
mereka, kini tengah asik berbagi suhu tubuh satu sama lain.
Tubuh
mereka sudah bersih dan siap untuk masuk kealam mimpi. Tangan yang saling
mengelilingi tubuh masing masing membuat suasana begitu nyaman hingga mata
keduanya mulai memberat.
Flip
Seketika
Fort teringat ucapan beberapa jam yang lalu dari ibunya, mengenai dirinya yang
sudah berbohong tentang wanita yang akan mereka pinjam rahimnya.
Mendengar
jentikan jemari Fort disampingnya membuat Peat yang mulai menutup matanya,
melirik sang dominan penuh tanya.
“Maaf
sayang, kau sudah mengantuk ya?” Fort mengusap sisi kepala Peat, merasa tak
enak karena mengganggu Peat yang akan tertidur.
Tubuh
kecil sang submisif pun bergerak, melesakan tubuhnya lebih jauh kedalam pelukan
Fort, begitu pun dengan tangannya yang merengkuh erat pinggang pria jangkung
tersebut.
“Hm,
tapi tak terlalu. Kau ingin membicarakan apa?” hidung kecil pria submisif itu
kemudian menyesap aroma sabun yang menguar dari tubuh Fort, mengulas senyum
tipis karena semua yang ia rasakan saat ini sangat nyaman.
“Ah
begini. Aku ingin minta maaf padamu, aku membohongi ibu hari ini” kepala Peat
mendongak seketika dengan dahi yang berkerut bingung, tak mengerti. Fort
meminta maaf padanya karena membohongi ibunya? Bukankah Fort harusnya meminta
maaf pada ibunya?
Mendapati
wajah tak mengerti sang submisif membuat Fort tak segan menggigiti hidung kecil
milik suaminya itu. Wajah Peat terlalu menggemaskan hingga ia selalu ingin
meninggalkan jejaknya pada pria itu dimana mana.
“Aw!
Kenapa kau malah menggigit hidungku! Apa kau minta maaf karena ingin menggigit
hidungku huh? Dan jika kau berbohong pada ibu, kau harus meminta maaf padanya
sayang. Maaf dariku tak ada gunanya bagi ibu” dengan bibir yang mencebik lucu
Peat mengusap kecil hidungnya yang digigit oleh Fort dan memilih mengabaikan
suara kekehan pria didepannya itu. Ugh, apa senangnya melihat orang tersiksa? Aneh!
“Ibu
meneleponku mengenai wanita yang akan kita pinjam rahimnya itu lagi”
“Nene?”
“Hm,
dan aku menolaknya lagi”
“Kenapa?
Bukankah kita hanya memerlukan rahimnya? Oh tunggu, apa Nene ini jelek? Jadi
kau tak mau? Kau ingin yang cantik? Yang benar saja Fort!” sekarang Peat
memundurkan tubuhnya dan melipat kedua tangannya didepan dada. Matanya menatap
Fort sengit, seakan ingin mencekik pria yang berada didepannya saat ini.
“Oh god!
Terus terang aku menyukai kau mencemburuiku. Tapi kurasa ini bukan saatnya
Peat. Bukan begitu maksudku” Fort mendesah frustasi. Bagaimana caranya
menjelaskan hal ini pada Peat? Apa ia harus terang terangan mengatakan ibunya
seperti tengah mencarikan istri muda untuknya? Oh shit! Tak akan.
“Lalu?”
Pria
tinggi itu terdiam, tak tahu harus beralasan apa untuk jawaban yang Peat minta.
“Kau
benar benar mencari yang cantik Fort?” Mendengar pertanyaan Peat yang terdengar
kecewa membuat Fort merasa bersalah. Ia tak mau pria kecil didepannya ini
menangis atau kecewa karenanya. Dan ia tak mau Peat semakin kecewa pada ibunya.
“Hm..
Bukan begitu sayang, maksudku.. -aku hanya ingin kita berdua yang mencarinya”
secercah sinar secara tiba tiba muncul, membuat otak Fort bekerja lebih baik
dan mendapatkan gagasan yang lebih bijak.
“Benarkah?”
“Hm,
tentu!” tarikan napas yang sedikit bergetar Fort tangkap dari pertanyaan Peat
yang terakhir.
Fiuh..
Hampir saja suaminya menangis.
“Aku
tak mau keputusan itu terlalu dicampuri oleh ibu. Aku ingin kita berdua
melakukannya bersama sama karena ini mengenai keluarga kita sayang. Dan aku
berbohong pada ibu jika kita sudah menemukan wanita yang bisa kita pinjami
rahimnya, dan buruknya ibu meminta agar wanita ini dan ibu segera bertemu” Peat
kembali menyembunyikan dirinya didalam dada Fort. Memeluk erat kembali sang
dominan untuk menenangkan hatinya yang sedikit goyang. Kepalanya pusing ketika
begitu saja memikirkan Fort berselingkuh.
“Benar,
itu buruk-
-tapi
sebelum itu aku ingin kita melakukan sesuatu” Fort melirik Peat yang berada
dalam dekapannya, menanti agar Peat meneruskan perkataannya lebih lanjut.
“Ayo
kita membuat kontrak”
-----
Pukul
setengah dua pagi dan sepasang suami itu duduk berhadapan dengan secarik kertas
dan kotak tinta diatas meja.
Ini
membingungkan dan sekaligus menyakitkan. Ini terasa seperti Peat tak
mempercayainya sama sekali.
Tangan
yang lebih besar pun meraih kertas tersebut dan membaca tulisan yang berada
disana.
Sehubungan
dimulainya perencanaan surrogate yang akan dilaksanakan dalam waktu
dekat. Maka dari itu tertera poin poin yang harus disepakati kedua belah pihak.
Kedua belah pihak yang dimaksud dalam surat ini ialah Fort Thitipong Sengngay
sebagai pihak pertama dan Peat Wasuthorn Chaijindar sebagai pihak kedua.
1.
Selama proses surrogate berjalan,
pertemuan antara kedua belah pihak dengan ibu sewa harus dilakukan secara
terbuka yang dihadiri seluruh pihak.
2.
Apabila poin 1 sukar dijalankan, maka setiap
pertemuan harus diberitahukan kepada pihak lainnya tanpa terkecuali.
3.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan
ibu sewa harus diketahui secara bersama.
4.
Dan apabila salah satu atau kedua
belah pihak tak mengikuti poin yang disepakati, maka pihak yang merasa
dirugikan dapat meminta pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan oleh pihak
yang dilanggar.
5.
Pertanggungjawaban dapat berupa apapun
dan dengan apapun tanpa terkecuali
Kepala
Fort semakin berdenyut membaca rentetan kalimat yang tertoreh dengan tulisan
tangan tersebut. Bahkan diatas nama mereka berdua dibagian paling bawah pun
terdapat materai sebagai pengikat hukum yang sah.
Tangan
besar itu kembali meletakkan kertas yang ia pegang dan menatap Peat yang hanya
menundukkan kepala.
Sebesar
apa rasa tidak percaya pria dihadapannya ini padanya?
Sial.
“Aku-
hm, maafkan aku Fort” lirih Peat, matanya sibuk menatap ujung jemarinya yang
tengah bergerak gerak kecil.
Jujur.
Ia tak enak hati. Ia merasa bersalah harus memperlihatkan surat yang sudah ia
siapkan semenjak hari pertama ia mendengar nama Nene. Wanita yang ditunjuk oleh
ibu mertuanya untuk menjadi wanita yang akan dipinjam rahimnya.
Saat
Fort pertama kali menceritakan mengenai wanita itu pertama kali, rasa sakitlah yang
menghantam Peat saat itu. Bagaimana bisa ibu mertuanya memilihkan seorang wanita yang akan mengandung cucunya? Ini
bukan lagi hanya perkara cemburu, karena Peat cukup yakin tentang hati
suaminya. Namun hal ini mengenai bagaimana wanita tersebut mampu memenuhi
ekspektasi sang ibu mertua. Bahkan dirinya yang berusaha bertahun tahun pun
belum mampu meluluhkan keras hati dari ibu mertuanya.
Apa
yang ada pada diri wanita itu?
Seberapa
baik dia?
Seberapa
cantik dia?
Seberapa
hebat dia?
Kenapa
ibu mertuanya memilih wanita itu?
Apa
kelebihannya?
Saat
itu juga rasa rendah diri menyergap dirinya. Menyalahkan dirinya sendiri karena
terlahir sebagai seorang pria bukan wanita. Menyalahkan dirinya sendiri karena
tak bisa mengandung apalagi melahirkan seorang keturunan.
Dan
buruknya lagi ia tahu jika pilihan dari ibu mertuanya tak hanya berkutat dengan
rahim yang wanita itu miliki. Banyak faktor lain yang mendukung pilihan sang
ibu mertua.
Dan
jelas, tak satupun dari dirinya yang memiliki faktor faktor tersebut.
“Jika
kau akan meminta maaf lalu kenapa kau membuatnya?” tiba tiba suara berat Fort
yang penuh nada kecewa menggema, membuat Peat secara sadar memejamkan matanya
erat. Ini gamang. Menakutkan.
“Maaf...”
“Jika
kau begitu tak mempercayaiku, sebaiknya aku hubungi ibu dan membatalkan rencana
ini.” Suara kursi yang didorong kebelakang membuat Peat mendongak. Ternyata Fort
sudah berdiri dan beranjak menjauh dari posisinya.
Tak
ingin semuanya semakin kacau, Peat segera berdiri dan menghadang Fort dari
depan. Tangannya segera mengambil tangan Fort dan menggenggamnya, menyatukan
tangan mereka dan membawanya keatas untuk Peat cium cukup lama.
“Kumohon
Fort, jangan batalkan” dengan matanya yang sudah berkaca kaca Peat mendongakan
kepalanya, memberanikan diri untuk menatap wajah terluka suaminya.
“Ini-
ini hanya karena aku yang tak terlalu percaya diri. Aku mempercayaimu Fort,
sungguh. Bahkan aku tak pernah meragukanmu. Hanya saja setelah hari itu aku
sering merasa rendah diri, aku seperti meniti diatas es tipis tiap detiknya. Dan
itu membuatku hampir gila. Aku menulis perjanjian itu hanya untuk mendapatkan
kembali kewarasanku Fort. Aku ingin lebih percaya diri memilikimu, aku ingin
lebih yakin jika kau benar benar milikku.”
Fort
melangkahkan kakinya lebih dekat kearah Peat, melepaskan genggaman tangan Peat
dan menangkup wajah suaminya yang sudah dibanjiri air mata. Ingat, ia tak ingin
membuat Peat menangis bukan?
“Peat
dengarkan aku. Aku sudah bilang jika kau tak suka, katakan, kita akan
mengakhirinya. Jangan membebani dirimu sendiri” iris gelap itu menatap lekat
iris yang lebih terang, ibu jarinya mengusap air mata yang masih mengaliri sisi
pipi sang submisif.
“Aku
mengerti, aku tau jika aku ternyata belum siap menerima kehadiran orang lain
meskipun wanita itu nantinya hanyalah ibu sewa Fort. Tapi aku sudah berjanji
tak akan berubah pikiran. Kau harus tau betapa bahagianya saat aku membayangkan
mengurus seorang anak yang mirip denganmu Fort, hanya saja saat ini aku sedang tak
percaya diri, dan satu satunya yang bisa menguatkanku hanyalah kertas perjanjian
tadi.” Peat mengambil jeda untuk menarik napas cukup dalam, mencoba menarik semua
rasa gemetar jauh kedalam dirinya.
“Jadi
Fort- kau mau menandatangani nya bukan?”
TBC
Hai,
aku up satu chapter lagi karena aku pikir chap kemaren belum sebagus itu, karena
gaada feedback apapun.
Semoga
chap ini pada suka ya. Happy weeked!
sejauh ini suka kok kak, sorry ya chap sebelumnya g komen, soalnya langsung baca next nya kak
BalasHapus