VEGASPETE - Lumpuhkanlah ingatanku
Jangan sembunyi
Kumohon padamu, jangan sembunyi
Sembunyi dari apa yang terjadi
Tak seharusnya hatimu kau kunci
Sepasang mata saling berhadapan. Disebuah ruangan dengan pencahayaan minim, samar samar terlihat dua siluet saling duduk berhadapan disebuah kursi kayu. Udara pengap yang penuh debu mengelilingi ruangan tersebut, membuat rasa hangat menyapa permukaan kulit si pemilik tubuh. Tak satupun tangan yang bertumpu diatas meja, sang empu lebih memilih menyimpannya diatas paha.
Tatapan nanar yang tersirat jelas disalah satu pihak tak sedikitpun mengundang ekspresi dari pihak lain. Meskipun raut sedih tak ditunjukan oleh keduanya, namun suasana yang kelam dan hening dapat menunjukkan bagaimana situasi perasaan yang tergambar.
Mata mereka saling terkunci, tak satupun yang ingin melepaskannya. Seperti dibangun tembok tepat disisi pipi mereka sehingga tak diperkenankan untuk menoleh.
Salah satu bibir dari mereka akhirnya bergetar. Rasa pedih dan perih kembali meruak dihati sang empu. Dengan sisa kekuatan ia menggigit bibir bawahnya untuk meredam isak tangis yang pasti akan lolos. Ia tak boleh lagi menangis, terlalu sia sia air matanya yang sudah terkuras cukup lama. Tangannya yang berada diatas paha pun ia remas dengan sangat kuat, menyalurkan rasa sakit yang bertubi tubi menyerang hati dan tubuhnya.
Flashback
Sebuah pensil tampak mengambang diudara karena pegangan seseorang. Sebelah matanya menyipit dengan lidahnya sedikit terjulur kearah atas, menempel pada bibir bagian atas. Wajahnya tampak serius karena berkonsentrasi. Otaknya menerka nerka apakah panjang pensil yang ia gunakan sudah sesuai dengan rasio wajah pria dihadapannya.
"Potret saja, jadi kau tidak lelah" suara pria yang tengah menengadahkan kepalanya menghadap langit terdengar menyela kegiatan pria lain yang sudah mulai mengguratkan pensilnya diatas kertas.
"Tidak bisa, lukisan itu memiliki arti. Tidak seperti foto" ucap si pria yang asik menarikan pensilnya diatas kertas. Sesekali wajahnya ia tolehkan untuk mengecek kesesuaian gambarnya dengan wajah dihadapannya. Bibirnya perlahan tertarik ke sisi samping hingga menampakkan lesung pipi disalah satu pipinya.
Pria yang digambar tak lagi menanggapi. Ia lebih memilih menikmati terik matahari yang menghantam wajahnya, terasa hangat dan sedikit terbakar. Tapi ia suka.
Ah tidak, sepertinya suka yang ia rasakan bukan karena sinar matahari. Tapi karena pria disampingnya. Setiap dengan pria ini suasana akan menjadi sangat baik, terasa hangat dan menyenangkan. Ia sangat menyukainya.
"Hm" sebuah kertas terulur menghalangi sinar matahari menerpa wajahnya. Mata tajam itu perlahan terbuka dan menampakan iris hitam kecoklatan miliknya. Sudut bibirnya tertarik kesisi samping membuat senyum tipis terukir disana.
"Apa kau benar benar anak seni rupa hm?" pria itu akhirnya memperbaiki posisi duduknya diatas tikar sambil meraih kertas yang berada dihadapannya.
"Benar, memang kenapa? Kau itu tak paham seni Vegas. Memang trendnya seperti ini" protes si pria berlesung pipi. Kekasihnya selalu saja begini. Padahal gambarnya sudah sangat bagus dan itu sangat mirip. Gambarnya sudah cukup untuk dijadikan cermin karena memang semirip itu.
"Kkk.. Benar, maafkan aku okey? Gambarmu sangat bagus. Hanya aku yang terlalu bodoh mengartikannya menjadi potret alien. Pacarku memang hebat" Vegas menarik sang kekasih kedalam pelukannya dan mengecup pipi pria itu singkat. Kemudian ia menatap sang kekasih yang masih memberikan wajah masam.
"Aku akan terus menciummu jika wajahmu terus seperti itu"
"Terserah"
Cup
Cup
Cup
"Stop! -"
Cup
"Vegas hentikan! -"
Cup
Cup
Tangan si pria berlesung pipi itu mendorong tubuh Vegas menjauh. Wajahnya yang memerah tampak semakin jelas karena sinar yang menerangi.
"Baiklah! Aku tidak marah lagi. Okey?" pria itu memaksakan senyum yang sangat lebar untuk meyakinkan Vegas, membuat kekehan keluar begitu saja dari bibir Vegas karena tingkah sang kekasihnya yang menggemaskan.
Vegas kemudian melepaskan pegangannya pada tubuh sang kekasih dan merebahkan dirinya diatas tikar dengan berbantalkan paha sang kekasih. Tangannya ia silang didepan dada dan meluruskan kakinya yang panjang.
"Aku mencintaimu Pete"
Cup
"Aku juga mencintaimu"
Kecupan terakhir dibibir Vegas membuat suasana diantara mereka semakin membaik. Hembusan angin yang menerpa wajah Pete yang menunduk melihat kearahnya terlihat semakin cantik dan manis, membuat senyuman lagi lagi terukir tanpa sadar dibibir Vegas. Tangannya kemudian terangkat mencapai tengkuk Pete dan mendorongnya kebawah. Melanjutkan kecupan tadi menjadi sebuah ciuman lembut tanpa dominasi.
-----
Bertanya
Cobalah bertanya pada semua
Di sini kucoba untuk bertahan
Ungkapkan semua yang kurasakan
Tubuhnya kesakitan, seluruh sendinya seperti dihantam dengan palu besi. Tubuh yang semula kokoh berdiri diatas kursi kayu kini ambruk. Tubuhnya terkulai lemas. Kepalanya tertumpu pada tepi meja, menyebabkan suara benturan keras menggema diruangan tersebut.
Tes
Tes
Satu persatu tetesan air yanh mengalir dari matanya menghujam lantai dingin dibawah kakinya. Hidung bangirnya memerah, rahangnya mengeras menolak untuk terisak. Namun berbeda dengan tubuhnya yang tampak berguncang hebat.
Sudah ia coba untuk bertahan dengan sisa tenaga yang ia punya, ia yakin sudah memberikan pertahanan terbaiknya. Tapi tetap saja rasa hampa dan luka yang ia dapat lebih besar dan terus bertambah tiap detiknya.
Sudah ia coba untuk bertahan. Berkehidupan layaknya orang normal diluar sana. Sudah ia coba untuk bertahan, bersosialisasi dengan orang orang sebagaimana wajarnya. Sudah ia coba bertahan, melemparkan senyum lebar disetiap jejak yang ia tapaki. Sudah, dia sudah mencoba.
Tapi tetap saja,
Nihil.
Tubuhnya seperti ditarik kedalam lembah terdalam, dikubur diantara tanah basah ditemani kegelapan. Tubuhnya digerogoti paksa oleh rasa sakit. Membuat tubuhnya semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berpura pura saja sudah tak bisa.
Hujaman air mata semakin lama semakin deras, hingga membuat genangan kecil diatas lantai. Tak sengaja matanya melihat pantulan dirinya dari genangan tersebut. Tanpa sadar ia menarik sisi sudut bibirnya, mematri senyum getir dengan sarat luka diwajahnya. Dia terlihat sangat menyedihkan.
Flashback
Sebuah tangan besar membelai surai hitam dengan sangat lembut. Menyalurkan rasa sayangnya kepada sang submisif. Tontonan dilayar lebar bioskop pribadi terlihat memutarkan adegan seorang anak yang dipaksa pergi dari sang kekasih oleh orang tuanya.
"Vegas"
"Hm"
Pete memutar kepalanya yang semula bersandar di dada Vegas menjadi berhadapan dengan Vegas. Membuat kini tubuhnya terduduk diatas sofa. Tangannya kemudian mengambil rahang Vegas agar berputar menatap dirinya.
"Bagaimana jika itu terjadi padaku?" suara Pete menjadi rendah ketika dia serius. Tampak raut wajah yang tegang dari wajah cantik itu.
"Kita sudah membahas-"
"Jawab aku"
"Aku bukan orang yang mudah Pete. Aku tak akan menyerah"
"Bagaimana jika ada keadaan dimana kau tak bisa melawan ayah?"
"Keadaan yang bagaimana?" Vegas menarik tubuh Pete kembali kesisinya. Memposisikan tubuh Pete senyaman mungkin dengan kepala yang bersandar didadanya. Rasanya sangat janggal barang sedetik saja Pete tak didalam dekapannya.
"Kumohon jawab saja, please"
"Aku akan mencegah itu sebelum terjadi. Dan jika itu terjadi, aku tak punya pilihan, selain membawamu pergi jauh bersamaku"
"Kau janji?" Pete menengadahkan kembali wajahnya, matanya mencoba menangkap mata Vegas yang terhalangi sudut tajam rahang milik Vegas.
Cup
"Aku berjanji" Vegas mengecup dahi Pete dan menatap mata besar yang masih menatap kearahnya.
Tak ada keraguan dimata itu. Vegas menatapnya dengan janji pasti dan wajib ia tepati. Hati Pete menjadi sangat lega dan lapang. Membuat bibirnya mengukir senyum indah dan menawan
"Aku mencintaimu"
"Aku juga mencintaimu"
-----
Kau acuhkan aku
Kau diamkan aku
Kau tinggalkan aku
Brakk
Gebrakan meja terdengar begitu lantang, menyebabkan kaki meja itu sedikit bergoyang dan bergeser. Kepalan tangannya tampak memerah setelah menghantam meja begitu kuat tanpa dilindungi pengaman.
"Kenapa?! Kenapa?! Kenapa kau pergi?! Hiks.. " isakan pertama akhirnya runtuh bersamaan dengan pertanyaan yang ia pendam berbulan bulan lamanya. Matanya menatap perih kearah sosok lain yang masih bergeming diposisinya. Mata berurai air mata yang setiap detiknya selalu dibebani rasa sakit.
"Arrgghh!!!" tangannya tergerak menyapu seluruh benda yang tersusun diatas meja, menyebabkan vas bunga, piring dan seperangkat alat makan terbang menghantam dinding dan kemudian pecah berkeping.
Tubuhnya tampak naik turun seiring dengan dadanya yang juga naik turun. Napasnya memburu hebat, paru parunya seakan mengalami krisis oksigen.
"Kau pendusta! Kau mengingkari janji kita. Kau pendusta! hiks... "
Flashback
Derap langkah cepat sekejap berubah menjadi adegan berlari. Wajah pucat dengan raut khawatir terlihat dari seorang pria yang menggunakan suit formal berwarna hitam. Sedari tadi matanya terus berlari mengitari gedung menjulang tinggi tempat ia berada.
Sudah dua jam ia memperoleh informasi dari bawahannya bahwa kekasihnya menghilang. Hari ini Pete lagi lagi beradu argumen dengan sang ayah mengenai dirinya. Pete membelanya mati matian didepan sang ayah untuk mempertahankan hubungan mereka.
Pete lagi, hanya sendiri.
Dengan tubuhnya ia memasang badan menerima setiap tamparan ucapan yang dilayangkan ayahnya sendiri.
Vegas menyesal, harusnya ia tak membiarkan Pete pulang hari ini. Harusnya Pete disisinya selama mungkin dan setiap saat. Harusnya ia tak membiarkan Pete menemui keluarganya hari ini. Harusnya ia, harusnya..
"Argghh, dimana? Kau dimana sayang?!! " suara teriakan Vegas menggema di gedung pencakar langit tempat persembunyian ia dan Pete. Tempat dimana tak seorangpun akan bisa menemui mereka. Tempat paling privasi yang Vegas miliki karena seluruh gedung sudah menjadi hak miliknya yang diatas namakan oleh nama Pete.
Harusnya Pete disini, harusnya Pete pulang kesini. Tapi kenapa tak ada seorangpun di rumah mereka? Kenapa Pete tak ada?
Vegas bersimpuh dengan kedua lututnya, merasa tubuhnya sangat berat karena ia baru saja kehilangan Pete. Badannya bergetar seperti menggaungkan nama Pete agar kembali padanya.
Drap
Drap
Drap
"Vegas! "
"Pete! " Vegas segera mengangkat kepalanya ketika suara yang ia inginkan mencapai pendengarannya.
Tubuhnya mencoba berdiri namun terhuyung hampir tersungkur jika saja tak segera ditangkap oleh Pete.
"Aku disini, aku disini" Pete merengkuh Vegas kedalam pelukannya dengan melilitkan tangannya disekitar leher Vegas. Tangannya mengusap rambut Vegas berkali kali untuk menenangkan pria yang ia cintai. Berkali kali kecupan ia layangkan dipucuk kepala Vegas agar Vegas tak lagi menangis.
Tangan Vegas yang bergetar berusaha ia angkat untuk mendekap tubuh Pete. Persendiannya melemas ketika akhirnya Pete kembali padanya tanpa luka. Raungannya teredam di baju Pete, membuat pegangannya pada pundak Pete menjadi kuat. Vegas meluapkan rasa berat didadanya, rasa takut kehilangan yang terus bersemayam sedari tadi harus ia buang. Pete sudah bersamanya, Pete disisinya.
-----
Lumpuhkanlah ingatanku
Hapuskan tentang dia
Kuingin kulupakannya
Ruangan itu sekarang sunyi. Si pria dengan air mata terlihat menunggu jawaban dari sosok lainnya. Berulang kali ia meminta alasan kepergiannya pada sosok itu, tapi ia tak menerima jawaban sedari tadi.
"Lalu kenapa kau selalu disini hah?! Kenapa?! Jawab aku! Hiks.. Jika kau tak mau bersamaku kenapa kau terus berada disini? Jawab aku.. Kumohon.." tangannya mengepal diatas kepala yang tertunduk, mengenyampingkan harga diri yang selalu ia junjung tinggi. Ia memohon dengan sepenuh hati agar sosok didepannya pergi.
"..."
Lagi lagi tak ada jawaban. Hanya bisu yang ia dapat. Ia sama sekali tak mengerti mau sosok didepannya. Jika memang tak ingin bersama, kenapa ia harus disini? Jika memang ingin meninggalkan, kenapa harus disini?
"Argghh!! " tangannya membanting meja ditengah mereka kesamping. Membuat meja itu terpental pada dinding dan hancur. Beberapa serpihan kayu dan kaca dari meja tersebut tampak terbang dan menyayat kulit pipi dan tangan disisi kiri pria itu.
Ia berlutut diatas lantai dingin yang berada dibawah kakinya. Ia hiraukan rasa perih dari luka yang menyayat kulitnya, bahkan itu tak seberapa perih dibandingkan luka dihatinya.
Tangannya ia bawa keatas pahanya. Matanya lurus menatap mata sosok didepannya. Menampakkan betapa kacau penampilannya dan berharap semoga sosok didepannya mengerti dengan keadaannya.
"Kau bisa pergi. Jika kau tak ingin bersamaku, kau bisa pergi. Kumohon"
Flashback
Vegas berkali kali berjalan antara ruang kerja pribadi dan kamar khusus yang berada dikantornya. Rasa khawatirnya semakin menjadi saat Pete pernah pergi menghilang setelah pertengkarannya dengan ayahnya.
Decitan sepatu dan lantai terus berbunyi yang diiringi knop pintu yang dibuka bergantian. Membuat Pete yang berada didalam kamar tersenyum miris, melihat bagaimana Vegas begitu mengkhawatirkannya dan mencemaskannya. Rasa bersalah terus menjalari hatinya.
Seharusnya ia tak menghilang hari itu. Hari dimana ia kembali memasang badan untuk mempertahankan hubungan mereka. Pikirannya kalut. Dengan bodohnya ia pergi menghilang tanpa mengabari kekasih hatinya. Ribuan panggilan yang ia dapat dari ponselnya menandakan bagaimana takutnya Vegas kehilangannya.
Tapi Pete tak bisa berbuat apa apa. Pikirannya sangat kacau, bahkan sampai hari ini. Dadanya berkecamuk memikirkan kondisi mereka. Apa ia harus melepaskan Vegas? Kekasih yang begitu ia cintai. Apa harus? Pete benar benar bisa mati jika kehilangan Vegas. Pete tak bisa hidup tanpa Vegas.
Tapi bagaimana dengan konsekuensinya? Bagaimana? Hubungan mereka tabu. Hubungan mereka tidak diizinkan terjadi. Selayaknya laki laki yang harus bersama perempuan. Dirinya dan Vegas adalah anak pertama dari kedua keluarga. Tuntutan menikah dan memberikan keturunan menjadi faktor utama perlawanan yang diberikan ayahnya.
Jadi dia harus apa?
Apa yang harus ia lakukan?
-----
Jangan sembunyi
Kumohon padamu, jangan sembunyi
Sembunyi dari apa yang terjadi
Tak seharusnya hatimu kau kunci
Lumpuhkanlah ingatanku
Hapuskan tentang dia
Hapuskan memoriku tentangnya
Hilangkanlah ingatanku
Jika itu tentang dia
Kuingin kulupakannya
Flashback
Semua usaha telah ia kerahkan. Menyewa segala macam bentuk kelompok yang menawarkan jasa pencarian orang telah ia lakukan. Menelusuri setiap inci dan sudut kota hingga negara juga sudah ia lakukan. Bahkan meneror dan mengancam keluarga dari kekasihnya pun sudah ia lakukan.
Tapi tak ada satupun hasil yang memuaskan.
Tak satupun hasil yang menggembirakan.
Kegagalan demi kegagalan terus ia temui. Hingga berbulan bulan lamanya ia mencari dan tak kenal menyerah. Bahkan harta kekayaannya yang selalu masuk dalam daftar Forbes pun sudah menipis.
Peduli setan dengan kekayaan, yang ia butuh hanya kekasihnya kembali, Petenya kembali.
Rasanya seperti napasmu hanya sampai ditenggorokan. Sempit dan sesak. Rasa ingin mati setiap kali melalui malam tanpa kekasihnya. Rasa ingin menikam diri sendiri ketika tak menemukan kekasihnya tiap pagi. Jika saja harapannya tidak dilambung tinggi oleh orang disekitarnya, ia yakin akan mati bunuh diri.
Tapi semua usahanya sia sia. Sehelai rambut pun tak ia temukan dimanapun. Pete bak ditelan bumi. Hilang tanpa jejak. Tak tau karena apa dan siapa. Tak tau kapan dan bagaimana.
Dirinya terlalu lengah, dan ia sangat menyesali itu. Sangat menyesali sampai sampai setiap detik ia memohon pada Tuhan agar nyawanya dicabut.
Andai saja hari itu ia tak mengizinkan Pete pergi membeli kari kesukaan di kedai itu. Andai saja ia turun dari mobil dan menemani Pete. Andai saja ia yang turun dan bukan Pete. Andai saja ia menghiraukan rengekan Pete dan terus melaju menuju rumah.
Andai saja.
Andai saja.
Semuanya hanya andai, tak ada jalan menuju kekasih hatinya, pujaan hatinya, belahan jiwanya. Semua usaha yang ia kerahkan menemukan jalan buntu. Semuanya tak terkecuali.
Hari ini ia mendapati sebuah surat diatas meja kerjanya. Tangannya yang sudah mengurus tampak menggapai surat tersebut cepat. Matanya buru buru melihat isi surat dan nama pengirim.
Vegas, berhentilah. Jangan mencariku lagi. Jaga dirimu baik baik. Aku pergi. Aku mencintaimu.
Pete
Sekarang Vegas merasa berada dititik terendah hidupnya. Dimana tak ada lagi harapan, tak ada lagi dukungan, tak ada lagi kekuatan. Vegas akhirnya menyerah, fisik dan batinnya sudah tak kuat untuk sekedar berharap. Apalagi dengan sepucuk surat yang ia peroleh pagi ini sukses meluluh lantahkan segala perasaan dan usaha yang ia curahkan selama ini.
Tiga bulan. Tiga bulan lamanya ia mengais, mengemis dan memohon menemukan kekasihnya. Menjatuhkan harga dirinya. Namun ia hanya dibalas dengan guratan tulisan tangan disecarik kertas. Yang bahkan isinya sama sekali tak bisa dipahami. Sama sekali tak masuk akal.
Dia didorong pergi menjauh, ditendang hingga jatuh kedalam jurang ratusan meter namun dengan seutas tali tipis yang mengikat ke tubuhnya. Ia diminta pergi namun si penulis menuliskan kata cinta disana.
Detik itu juga nyawanya serasa dicabut paksa, dicabut paksa oleh keadaan. Menjadikannya seonggok mayat hidup yang dingin dan keras, menjadikannya seonggok mayat yang hanya mampu memasang topeng palsu dihadapan orang orang.
-----
Lumpuhkanlah ingatanku
Hapuskan tentang dia
Hapuskan memoriku tentangnya
Hilangkanlah ingatanku
Jika itu tentang dia
Kuingin kulupakannya
Flashback
Hari demi hari ia jalani. Semuanya tampak baik dan normal, dari luar. Tak ada yang salah dari rutinitasnya. Orang orang terdekat pun kini tak lagi khawatir melihat keadaannya.
Tapi tak ada yang tau. Bagaimana kehidupan Vegas dibalik topeng tebalnya. Bagaimana ia menghabiskan waktunya setelah lepas dari pandangan orang lain. Bagaimana takutnya ia untuk pulang. Bagaimana tangannya selalu bergetar ketika bergerak memasukkan sandi pintu rumah.
Tak ada satupun yang tau.
Setiap ia melangkah selalu saja tubuhnya menolak. Kakinya selalu berusaha kabur meninggalkan rumah yang biasa ia tempati dengan Pete.
Sudah lewat satu bulan sejak ia menghentikan semua usahanya. Tapi dirinya masih mendapati bayangan Pete yang mengisi setiap inci rumahnya. Ia terus melihat Pete dimana saja. Seakan akan kekasihnya selalu menemaninya, menikmati rutinitas mereka selayaknya mereka dulu.
Vegas sangat takut. Ia takut terlalu terbiasa dengan proyeksi yang ia buat dipikirannya. Ia terlalu terbiasa ditemani bayangan Pete kemanapun ia pergi. Di ruang tengah, di ruang tamu, dapur, ruang makan, ruang wardrobe, kamar mandi, semua! Semua sudut berisikan bayangan Pete.
Bagaimana sang kekasih tengah meringkuk diatas sofa, bagaimana sang kekasih mengomelinya ketika televisi masih hidup tapi ia sudah tertidur, bagaimana sang kekasih menyirami setiap pot bunga disisi balkon, bagaimana kekasihnya tampak serius membaca majalah, bagaimana wajah sang kekasih sudah dipenuhi tepung dan cokelat ketika ia sibuk mengaduk dan menguleni adonan untuk ia jadikan makanan, bahkan ketika Vegas akan tidur dan membuka mata dipagi hari pun ia mendapati sang kekasih tersenyum lebar disampingnya.
Vegas sadar ia hanya berhalusinasi. Vegas sadar jika ini semua hanya tipuan otaknya. Tapi Vegas tak mau bayangan Pete menghilang, Vegas tak mau ditinggal.
Vegas tak bisa.
Vegas tak mampu.
Pete harus bersamanya, walaupun hanya bayangan saja.
------
Lumpuhkanlah ingatanku
Hapuskan tentang dia
Kuingin kulupakannya
Kau acuhkan aku
Kau diamkan aku
Kau tinggalkan aku
Tubuhnya ia bawa merangkak hingga sampai lututnya berada diujung sepatu yang digunakan oleh kekasihnya. Pete.
Kini isakannya tak lagi ia tahan. Suara paraunya ia biarkan keluar sejadi jadinya. Memperlihatkan bagaimana hancurnya hidupnya setelah kepergian Pete. Tangannya memukul dadanya berkali kali dalam tempo cepat untuk mengusir rasa sakit yang bersemayan dihatinya. Wajahnya sudah memerah sempurna hingga leher, urat uratnya pun tampak menonjol dipelipis dan lehernya. Jejak air mata dipipinya kembali basah karena air matanya yang tak kunjung surut. Teriakan kesakitan terus tergaung di ruangan itu. Ruangan tempat ia dan Pete bersembunyi. Rumah pribadinya.
Kondisi yang sangat miris dan membuat hati siapa saja tergerak ketika melihatnya. Namun berbeda dengan sosok yang berada dihadapannya. Masih diam dan tenang tak bergeming.
"Kumohon Pete, bisakah kau pergi? Tinggalkan aku" tangan Vegas terangkat ingin menggenggam tangan Pete yang berada tepat dipuncak hidungnya.
Swush
Swush
Berulang kali tangannya berusaha menggapai tubuh dihadapannya, tapi tak bisa. Tangannya melewati tubuh itu begitu saja. Gerakan tangannya semakin lama semakin cepat, berharap salah satu gerakannya dapat menangkap tangan Pete.
Swush
Swush
Brakk
Akhirnya Vegas mengangkat kursi yang diduduki oleh bayangan Pete dan menghempaskannya ke lantai. Tangannya dengan brutal berkali kali menghempaskan kursi tersebut hingga hancur sejadi jadinya.
Tangannya kini sudah terluka dan berlumuran darah. Wajah lelahnya terlihat jelas. Bayangan Pete sudah pergi.
Brukk
Tubuhnya pun ambruk. Menghantam sisi lantai marmer yang dingin. Tubuhnya terbaring miring. Matanya terlihat sayu, mulutnya sedikit terbuka sekedar menjadi alur masuk udara. Tubuhnya tak lagi bertenaga. Mata sayunya mulai memberat. Rasa lelah yang menderanya membuat dirinya ingin tidur.
Perlahan matanya tertutup. Sedikit demi sedikit ia mulai tertidur. Matanya akhirnya tertutup sempurna dengan air mata yang mengalir melalui ekor matanya, setelah tak sengaja ia kembali melihat bayangan Pete yang tersenyum dengan posisi sama persis sepertinya.
-Lumpuhkanlah ingatanku-
by Geisha
END
Komentar
Posting Komentar