VEGASPETE - AGREEMENT - EXTRA CHAP A
Tulang belulang yang menguarkan aroma busuk berserakan diatas lantai putih yang hampir tertutupi cairan berwarna merah. Daging daging busuk yang sudah mulai menghitam dibiarkan begitu saja tertumpuk disalah sudut ruangan. Sisa kulit yang mengering juga tampak tergantung didalam sebuah plastik pada sebuah kaitan ditengah ruangan.
Macau menatap ruangan yang ia lupakan hampir 15 hari karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Sebuah kepala yang sudah menguarkan bau busuk dan dihinggapi belatung terpajang didinding ruangan. Macau tersenyum melihat karyanya. Sangat menggelikan saat mengingat betapa arogannya pemilik kepala itu sebelum dieksekusi.
Macau tak setitikpun menyesal telah menghabisi nyawa Pavel. Dia sangat yakin bahwa langkah yang ia ambil sudah benar. Melihat kakak ipar yang ia hormati dan sayangi diperlakukan sebegitu hinanya. Pavel sudah melanggar privasi Pete dengan memasang seluruh kamera tersembunyi dirumah yang Pete tinggali. Merekam dan menyimpan setiap video Pete yang tengah mandi ataupun telanjang. Mengambil potongan dari video tersebut untuk dijadikan foto dan dipajang disebuah ruangan. Bahkan Pete pernah dicekoki obat perangsang sehingga tak sengaja berhubungan badan dengan Pavel. Tangan Macau terkepal mengingat begitu parahnya obsesi yang diberikan Pavel pada Pete. Macau tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika kakak iparnya berhasil pergi dengan bajingan ini. Bahkan kakak kandungnya sendiri disiksa secara brutal hingga koma selama seminggu lamanya oleh orang yang sama. Belakangan Macau juga mengetahui jika penyakit kronis yang menimpa Us disebabkan oleh Pavel. Pavel sudah sakit jiwa, sudah sepantasnya ia dibunuh dan dikirim ke neraka.
Macau tak menyesal menyuruh bawahannya menyelinap diantara pasukan Kinn malam itu. Jika saja dia tak berinisiatif untuk melakukannya, bisa dijamin tak akan ada yang berjalan normal setelahnya. Pada saat dibandara pun Macau memerintahkan bawahannya untuk membawa Pavel kehadapannya dalam keadaan hidup hidup bagaimanapun caranya. Tak disangka, Pavel yang turun mengejar Pete saat itu tertangkap oleh bawahan Macau dan diseret paksa setelah memukul Pavel tepat ditengkuknya. Macau sangat beruntung ketika Pavel dinyatakan sudah berangkat menuju Venice. Jadi tak ada satupun kecurigaan yang muncul dengan hilangnya Pavel.
Macau menelpon seseorang disebrang sana untuk membersihkan ruangan ini. Ruangan ini harus kembali bersih seperti sedia kala. Macau harus menyiapkan ruangan ini jika saja terpaksa harus kembali melakukan pengeksekusian. Who knows
-----
6 bulan kemudian
Pete mengendarai mobilnya sambil menggoyangkan kepalanya kekanan dan kekiri mengikuti lagu yang dinyanyikan oleh Siena. Siapa sangka anak yang berumur 5 tahun itu memiliki suara yang merdu. Lagu twinkle little star kesuakaan dua bocah yang berada dikursi belakang terus terulang sepanjang perjalanan menuju sekolah mereka.
Yup! Siena dan Venice sudah mulai bersekolah di taman kanak kanak. Sudah dua bulan sejak hari pertama mereka masuk sekolah dan mereka selalu excited setiap paginya. Mereka akan membuat gaduh seisi rumah dengan berlarian kesana kemari untuk mencari alat tulis atau buku yang mereka keluarkan saat pulang sekolah untuk melanjutkan tugas mereka. Sehingga menyebabkan benda benda tersebut berceceran diberbagai tempat karena mereka terlalu hiperaktif untuk bersorak dan memberitahu staf yang menjaga rumah mengenai tugas mereka hari itu.
Sejak memutuskan untuk kembali ke Bangkok Pete memilih menyewa beberapa penjaga untuk mengawasi anak anaknya. Pete harus bekerja dan ia terlalu takut membawa anaknya untuk bepergian. Pete tak ingin lengah dalam menjaga anak anak itu. Apalagi Pete sama sekali belum tahu dimana Pavel sekarang, bisa saja Pavel tiba tiba datang dan menyerang atau bahkan membunuh anaknya. Pete juga membawa Jen, nanny dari Siena untuk mengawasi dua anak tersebut setelah pulang dari sekolah. Pete sangat menjaga anak anak tersebut dengan ketat. Selama dikantor pun ia mengawasi semua pergerakan dirumah melalui cctv yang ia pasang diseluruh sudut rumah. Tak ada satupun celah yang dapat dimasuki oleh penyusup.
Pete memarkirkan mobilnya dihalaman depan sekolah. Tangannya bergerak membuka semua kunci pintu mobil dan keluar dari mobil tersebut. Pete berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan dua bocah yang sudah berdiri sejajar dihadapannya.
"Sekolah yang baik. Ingat, jangan nakal dan saling memperhatikan satu sama lain. Venice, jagalah Siena dengan baik okey? Sebagai pria kuat Venice harus bisa melindungi orang lain, terutama saudaramu sendiri. Siena jangan jauh jauh dari Venice ya, harus saling membantu jika ada kesulitan" ujar Pete sambil merapikan baju Venice yang kusut dibagian perut karena terlipat saat duduk. Kemudian tangannya beralih merapikan rambut Siena yang dikepang dua disisi kepala. Pete tersenyum mendapati anggukan dari keduanya.
Pete menarik dua anak tersebut kedalam dekapannya kemudian mengecup singkat masing masing pipi anak tersebut dan dibalas dengan hal yang sama oleh Siena dan Venice. Pete kemudian berdiri dan membelai surai keduanya. Siena dan Venice kemudian pamit dan melambaikan tangannya pada Pete sambil berlari kedalam kelas mereka. Pete membalas lambaian tersebut dengan senyum yang terkembang. Pete menunggu kedua anak tersebut sampai benar benar masuk kedalam kelas sebelum berangkat menuju kantornya.
-----
Bunyi ketikan keyboard mengisi ruang kerja Pete. Matanya sibuk bergerak gerak bergantian antara layar dan keyboard, mengecek setiap revisi yang ia tulis sudah sesuai dan tidak ada kesalahan. Kacamata yang menggantung diujung hidungnya membuatnya tampak serius dan fokus. Badannya sama sekali tak bergerak, hanya tegap dan lurus menghadap laptop dihadapannya.
Drap
Drap
Suara langkah yang sangat pelan mencapai telinga Pete. Pete segera berdiri dan bersembunyi dibalik tirai. Matanya menangkap pantulan siluet dari kaca pajangan foto yang berada disampingnya. Jantung Pete berdegup kencang dan mulai bersiap memasang kuda kudanya. Saat sebuah tangan mulai tampak memegang tepian tirai tempat Pete bersembunyi, Pete dengan cepat menarik pergelangan tangan itu dengan satu tangannya dan memutar tubuhnya sehingga dapat mengunci tangan tersebut dibelakang tubuh penyusup itu, tangan lainnya ia gunakan untuk mengunci leher sipenyusup agar tak bisa bergerak.
"Akh! P-Pete. In- akuh.. Vegh-"
Oh shit!
Pete segera melepas kunciannya dari tubuh Vegas dan menatap Vegas terkejut. Vegas memegangi lehernya yang sakit karena kuncian Pete tidak main main kuatnya. Jejak merah terlihat jelas karena kulitnya yang putih.
"Maaf Vegas. Kukira kau penyusup" Pete dengan cepat ikut mengusap leher Vegas dengan khawatir. Wajah penuh rasa bersalah sangat jelas terlihat pada Pete. Sesekali Pete meniup leher Vegas dengan niatan mengurangi rasa sakitnya.
Vegas tersenyum melihat reaksi Pete. Wajah khawatirnya sangat menggemaskan.
"Pete, tanganku.. " Vegas mengangkat pergelangan tangannya yang juga memerah karena cekalan Pete. Wajahnya dibuat buat menahan sakit agar Pete percaya.
Pete mengambil tangan Vegas dan mengecup pergelangan tangan yang memerah sebanyak tiga kali.
"Masih sakit? " Pete tersenyum sambil menatap keatah Vegas. Pete tau sekarang Vegas berpura pura, jadi ia hanya mengikuti saja. Tak mungkin sakit akan sembuh dengan kecupan saja bukan?
"Astaga! Jangan tersenyum seperti itu. Kau sekarang malah membuat jantungku sakit" Vegas mendramatisir dengan memegang kain yang menyelimuti dadanya. Satu matanya terpejam agar dapat mengintip reaksi Pete. Pete terkekeh melihat akting Vegas yang sangat buruk.
Cup
Vegas mengecup pipi Pete dan menangkupnya dengan lembut. Matanya berusaha menarik mata Pete agar fokus menatapnya.
"Aku sangat merindukanmu Pete" Vegas menatap mata teduh yang sangat ia rindukan itu. Mata yang selalu menjadi tempat ternyaman untuk ditatap. Seharian pun rasanya Vegas sanggup hanya untuk menatap mata itu. Vegas tak akan bosan.
Pete menarik Vegas kedalam pelukannya. Menyandarkan kepalanya di dada bidang tersebut dan menghirup aroma khas yang ia rindukan seminggu belakangan ini. Vegas membalas pelukan tersebut dengan melingkari tangannya pada pinggang dan bahu Pete. Tangannya kemudian sedikit bergerak keatas dan mengusap surai tersebut dengan lembut. Kecupan kecupan kecil ia hadiahkan pada puncak kepala yang berada dihadapannya.
Cukup lama mereka berada dalam posisi tersebut sampai Pete memilih menarik kepalanya sedikit menjauh dan menatap wajah Vegas. Pete tersenyum dan merapikan beberapa helai rambut Vegas yang tergantung didepan wajahnya. Vegas kini beralih memeluk pinggang Pete dengan kedua tangannya. Tak mau tubuh mereka terpisah barang sebentar saja.
"Apa bisnismu lancar disana?" Pete bertanya dengan suara lembutya sambil mengambil satu benang yang tak sengaja menggantung dirambut Vegas.
"Not at all. Ada beberapa kendala dengan pengiriman bahan dan kinerja pekerja. Tapi tak signifikan, jadi sudah teratasi dengan baik. Bukankah harusnya kau menanyai keadaanku Pete? Aku cemburu dengan pekerjaanku karena ditanyai olehmu"
Pete terkekeh mendengar jawaban Vegas. Bisa bisanya ia cemburu pada pekerjaannya sendiri.
"Kau sudah didepanku dalam keadaan baik dan sehat. Apa yang harus kutanyakan hm? "
"Kau bisa menanyai keadaanku selama disana yang hidup sendiri tanpa dirimu. Oh Pete! Rasanya sangat tersiksa. Dihari pertama aku berada di Jepang saja, aku sangat ingin memesan tiket pulang karena terlalu merindukanmu. " Vegas mengingat kembali perasaannya saat itu. Tak sampai 10 jam ia berpisah dengan Pete tapi rasanya sangat lama.
"Jangan membual. Kau membuatku malu"
"Aku serius Pete. Harusnya kau pergi bersamaku, otakku tak bekerja dengan baik karena selalu memikirkanmu"
"Pembual." Pete mengecup bibir Vegas dengan kilat. Perutnya terasa sangat geli mendengar ucapan Vegas.
Vegas menarik tengkuk Pete mendekat. Ia sudah menahan untuk tidak mencium Pete sedari tadi, tapi Pete sudah mencuri start lebih dulu. Baru saja bibir mereka akan bersentuhan, Pete langsung mendorong bahu Vegas menjauh.
"Ayo jemput Siena dan Venice lebih dulu" Pete mengedipkan sebelah matanya sambil kabur keluar dengan tertawa keras. Wajah Vegas tertekuk masam karena hasratnya yang tak terpenuhi. Pete harus membayar perbuatannya hari ini nanti.
-----
Vegas mengecupi dua anak yang berada didekapannya bergantian. Rasa rindunya semakin meluap luap disetiap kecupan yang ia berikan. Bahkan jari jarinya saling mengunci agar dua anak itu tak bisa kabur darinya.
Mereka saat ini sudah berada didalam rumah Pete. Pete memutuskan untuk pulang lebih awal karena Vegas yang baru saja pulang dari Jepang. Pete ingin menikmati kebersamaan mereka sekarang tanpa adanya gangguan.
Pete hanya menatap tiga manusia itu dengan senyuman ketika telinganya sibuk mendengar ocehan dari ponselnya. Arm tengah menelponnya untuk menanyakan apa makanan mpasi yang tepat untuk bayi yang berumur 4 bulan. Pete kemudian menyarankan agar menundanya hingga baby Nose berumur 6 bulan, tapi Arm protes karena bayinya terus menerus meminta susu padanya dan tak mau lepas. Arm bahkan mengeluhkan putingnya menjadi sangat sakit karena terus dihisap bahkan kadang digigit oleh baby Nose. Pete kemudian menasihati Arm agar dapat sabar menghadapi babynya, Pete juga menceritakan pengalamannya dulu sehingga Arm lebih mengerti.
Pete menyimpan kembali ponselnya setelah selesai mengobrol dengan Arm. Pete mulai mengupasi kulit apel yang ia ambil sedari tadi. Tangannya dengan lihai membagi apel tersebut dan membentuk kelinci lucu kemudian menatanya dengan rapi diatas piring.
"Ada yang mau buah? "
"Saya!!! " sontak ketiga orang selain dirinya mengangkat tangan antusias. Pete tertawa melihat kekompakan daddy dan para bocah itu. Pete mengambil tiga tusukan buah dan memberikan pada mereka masing masing.
Pete menatap tiga orang yang duduk disampingnya yang sibuk dengan apel mereka. Selang beberapa saat, dua ketukan mencapai bahu Pete sehingga membuat Pete beralih menatap si pelaku. Pete melihat Vegas yang menggigit separuh apelnya dan memajukan wajahnya kearah Pete, seolah menyuruh Pete untuk menggigit bagian lain yang terlihat. Pete menggeleng. Ia tak mau melakukannya karena masih ada anak anak ditengah mereka. Vegas terus memaksa sampai menarik tengkuk Pete untuk mendekat. Bibir Pete akhirnya menyentuh apel yang berada dimulut Vegas, mau tidak mau Pete akhirnya menggigit apel itu jika ingin dilepaskan.
Vegas menjauhkan kepalanya dan tersenyum menampakkan gigi rapinya setelah berhasil membuat Pete memakan apel darinya. Pete memutar bola matanya malas. Vegas tetaplah Vegas, selalu memaksakan kehendaknya. Tapi tidak seperti sebelumnya, Vegas sekarang paham kapan ia bisa bertindak sesuka hati dan kapan tidak. Vegas yang saat ini sudah jauh berubah dari sebelumnya, Pete menyukainya.
Siena turun dari posisinya dan berjalan melewati Venice untuk mencapai Pete. Siena menumpukan tangannya pada paha Pete dan berusaha mengangkat kaki kecilnya untuk dapat duduk diatas pangkuan Pete. Pete yang melihat Siena sedikit kesusahan langsung mengangkat tubuh kecil itu dan meletakkan dipangkuannya seperti koala. Tangan Pete mulai mengusap rambut Siena yang sedikit berantakan karena aktivitasnya seharian ini.
"Paman.. " Siena mulai bersuara sambil mengetuk ngetukan kedua ujung telunjuknya. Pete sangat paham jika Siena sudah seperti ini, pasti dia ingin meminta sesuatu.
"Siena ingin apa hm? " Pete tersenyum sambil membelai pipi Siena yang masih memiliki lemak bayi.
"Hm.. Siena.. Hm.. "
"Tak apa sayang.. Paman akan menuruti semua keinginan Siena. Jadi katakan, Siena ingin apa sayang? "
"Hmm, bolehkah.. bolehkah Siena memanggil paman- papa? "
Degg
Pete melongo mendengar permintaan Siena. Tak sadar tangannya terkulai kesamping karena terlalu terkejut. Pete terdiam beberapa saat tanpa menunjukkan reaksi apapun.
"Huks.. Tidak boleh ya? " suara Siena yang bergetar menarik Pete dari keterkejutannya. Mata Siena yang berkaca kaca memandang Pete dengan kecewa.
"Oh no no no sayang. Bukan seperti itu. Aku hanya terkejut. " Pete segera memeluk Siena erat dan mengusap punggungnya pelan untuk menenangkan.
"Tak apa Pete. Jika kau tak nyaman dengan permintaan Siena, tolak saja dengan baik. Jangan memaksakan diri" ucap Vegas dengan nada khawatir. Ia tak mau karena permintaan Siena membuat hubungan keduanya menjadi buruk.
"Ck, Vegas kau diam saja. Ini obrolan antara papa dan anaknya"
"Oh?! Apa? " Vegas mengerjapkan matanya cepat saat mendengar Pete yang menyebut dirinya papa pada Siena. Ia tak salah dengarkan? Apa Pete menyetujui permintaan Siena? Oh Tuhan! Thanks!
Pete menjauhkan tubuhnya dari Siena yang sudah mulai tenang. Matanya menatap Siena dengan lembut dan kemudian tersenyum manis.
"Siena boleh memanggil paman papa. Papa hanya terkejut karena terlalu senang mendengar permintaan Siena. Papa sangat senang karena akhirnya mempunyai anak secantik dan semanis Siena" Pete perlahan mengusap jejak air mata pada pipi Siena. Anak ini sangat menggemaskan jika merajuk seperti ini.
"Benarkah- papa? "
"Eum! Benar sayang"
Siena segera memeluk leher Pete dan mengecup pipi Pete, wajahnya terlihat sumringah karena baru saja mendapatkan papa baru. Venice akhirnya ikut berdiri diatas sofa dan memeluk leher Pete. Vegas yang tak mau kalah juga ikut memeluk tiga orang yang sangat ia cintai itu.
Lelehan air mata tak terasa mengalir dipipi Vegas, betapa beruntungnya mereka memiliki Pete. Bahkan Pete sangat menyayangi Siena layaknya Venice. Ketika kenyataannya Siena adalah anak Vegas dan Us, orang yang pernah menghancurkan kehidupannya dulu. Pete sama sekali tak berpikir panjang dan menyetujui permintaan Siena. Entah terbuat dari apa hati Pete sampai bisa melakukan ini.
Vegas sangat tau bahwa Pete sudah memaafkannya. Tapi tetap saja perasaan bersalah itu masih menelusup masuk kedalam hatinya. Apalagi setiap melihat perbuatan Pete yang selalu menyentuh hatinya, Vegas selalu merasa rendah diri, merasa tak berhak memiliki Pete kembali. Tapi cintanya terlalu besar untuk melepaskan Pete. Ia hanya bisa meminta maaf dalam diam, berharap Pete dapat merasakan tulus yang ia berikan.
-----
Pete merebahkan kepalanya pada bahu sempit milik Nyonya Teerapanyakul dan memeluk pinggangnya dari samping, membuat Nyonya Teerapanyakul membalas pelukan tersebut dan meletakkan kepalanya diatas kepala Pete. Pete ingin bermanja karena sudah sangat lama rasanya Pete tak merasakan hangatnya seorang ibu. Apalagi ia hanya bisa mengunjungi rumah ini satu kali sebulan karena Tuan dan Nyonya Teerapanyakul yang selalu bepergian keluar negri dan hanya pulang satu kali sebulan.
"Ma. Apa kau tak merindukanku juga? Apa cuma Pete anakmu? " Vegas merungut ketika melihat mamanya dan Pete bermesraan. Vegas tak yakin wanita didepannya ini mencintainya lagi.
"Benar. Pete satu satunya anakku disini. Dan kau hanya seorang menantu."
"Ma! Apa kabar denganku?! " Macau bersorak dari balik sofa ruang keluarga ketika mendengar jawaban mamanya. Saat ini ia sibuk merakit kapal yang diberikan oleh Venice diatas karpet penghubung antara ruang keluarga dan ruang tamu. Saat baru sampai dirumah Venice langsung menyodorkan kapal lego yang baru saja ia beli bersama daddynya pada Macau. Macau hanya bisa pasrah ketika melihat betapa banyaknya kompartemen lego yang harus ia rakit. Berapa minggu dia akan menyelesaikan PR ini?
"Kau siapa? Aku hanya memiliki satu anak dan namanya Pete. Sepertinya kau salah masuk rumah nak. "
"Ma! " Macau akhirnya berdiri dari posisinya dan menatap Nyonya Teerapanyakul dengan tatapan protes. Apa dia sudah dicampakan dari keluarganya sendiri? Oh no!
Semua orang tertawa mendengar rengekan Macau. Umurnya saja yang sudah kepala dua, tapi mentalnya hampir seumuran dengan Siena dan Venice.
"Menginaplah malam ini disini. " suara berat Tuan Teerapanyakul akhirnya terdengar. Matanya menatap Vegas dan Pete bergantian.
"Jangan khawatir Pete. Disini banyak kamar, mama tak akan membiarkanmu sekamar dengan pria mesum itu" kekehan Pete keluar begitu saja setelah mendengar ucapan Nyonya Teerapanyakul.
"Oh my god! Ma! Seriously! Aku bukan pria seperti itu" protes Vegas tak terima. Kenapa ia malah dibully disini?
"Kau bisa membahayakan anak kesayanganku. Jadi menjauhlah darinya. Syu! syu!" Nyonya Teerapanyakul mengibaskan tangannya menyuruh Vegas pergi. Vegas memutar bola matanya malas melihat kelakuan mamanya yang selalu over setiap dengan Pete. Bahkan sekarang mamanya lebih memilih bermesraan dengan Pete dibanding bermain bersama suaminya dan cucunya di meja ruang tamu.
"Ugh! Terserah"
"Kkk.. Baiklah pa.. ma.. Kami akan menginap malam ini disini" Pete memilih memotong perdebatan antara ibu dan anak itu. Perdebatan itu tak akan selesai jika tak ada yang menginterupsinya.
"Oh! Benar. Aku lupa mengatakan. Phi Kinn dan phi Porsche akan menikah seminggu lagi dihotel milik phi Kinn. Phi Kinn menyuruhku mengabarkannya pada kalian"
"Apa? " suara keterkejutan Vegas dan Pete menggema diseluruh ruangan setelah mendengar pemberitahuan singkat dari Macau.
Vegas dan Pete segera berdiri dan berjalan keluar dengan ponselnya masing masing untuk memastikan kebenaran info yang diberikan oleh Macau serta memarahi sepupu dan teman mereka karena tak mengabarkan hal ini pada mereka.
"Kinn!! /Porsche!! "
-----
Pagi ini di kediaman Pete tampak ribut. Semua orang dewasa yang berada didalam rumah itu tampak lalu lalang kesana kemari. Hari ini adalah hari pernikahan Kinn dan Porsche. Setelah dua manusia laknat itu tak mengabari mengenai pernikahan mereka dengan alasan menunggu semua persiapannya beres dengan sempurna, mereka hari itu juga langsung mengabari jika Siena dan Venice yang akan menjadi pengiring mereka diatas altar nanti.
Hal itu yang membuat terjadinya kegaduhan dirumah pagi ini. Semuanya sibuk menyiapkan keperluan yang akan dibutuhkan oleh tuan muda mereka. Sedangkan Pete sibuk dengan pakaian yang harus dikenakan putra putrinya.
Dari arah gerbang rumah tampak Vegas berlari menuju dalam rumah. Ia bangun sedikit telat karena tadi malam harus menemani Kinn untuk minum minum. Katanya Kinn terlalu gugup sampai tak bisa tidur dan memaksa Vegas untuk menemaninya.
Vegas saat ini masih menetap dirumahnya sendiri. Dia sudah beberapa kali membujuk Pete untuk mengizinkannya tinggal dirumah Pete, namun ditolak mentah mentah. Bukannya Pete tidak mau, tapi mereka bukan sepasang suami istri yang diharuskan tinggal serumah. Untuk Venice dan Siena mereka lebih sering tinggal bersama Pete karena berbagai alasan. Salah satunya karena Vegas yang terlalu sering terbang keluar negri untuk urusan bisnis, jadi mereka sepakat jika Venice dan Siena tinggal dirumah Pete saja.
"Kenapa kau baru datang hah?! Mana gaun Siena yang kusuruh jemput? " Pete berteriak begitu melihat wajah Vegas yang masih berdiri diambang pintu.
Astaga!
Vegas memukul keningnya. Ia sangat sangat lupa mengenai dress yang Pete minta. Paginya juga cukup sibuk karena ia hanya punya waktu 20 menit bersiap dan pergi kerumah Pete.
"Kau lupa? "
Vegas hanya bisa tersenyum lemah menjawab pertanyaan Pete.
"Kau lupa?! Jangan bercanda Vegas! Kau lupa disaat seperti ini?! " suara Pete semakin meninggi melihat Vegas yang menganggukan kepalanya pelan. Badan Vegas semakin lama semakin membungkuk melihat kemarahan Pete yang semakin melonjak naik. Pete berkacak pinggang dengan mata yang melotot menatap Vegas. Oh tuhan! Pete tak habis pikir dengan otak Vegas. Apa otaknya tertinggal di Jepang?
"Kau! Pergi! Jemput dress itu sekarang juga!!! " Pete berteriak sekuat tenaga mengusir Vegas dari hadapannya. Argghh!! Merepotkan!!
TBC
Komentar
Posting Komentar