VEGASPETE - AGREEMENT - 5

 Aku menutup pintu mobilku dengan kuat. Menyisir rambutku kebelakang dengan frustasi. Mataku terpejam. Bibirku terkatup rapat. Menahan emosi untuk tidak membunuh pemuda disampingku.

"Apa kau sudah gila hah?! Shit!!!  "

"Kau kira aku memperlakukanmu dengan baik selama ini karena aku mencintaimu heh? Jangan mimpi Us! Sampai kapanpun aku hanya mencintai Pete! " aku mencengkram pipi Us yang memerah bekas tamparan Pete. Rasanya ingin aku meremukkan rahang ini sekarang juga.

"Dan apa? Kau bilang kau hamil? Jangan bercanda! Aku selalu memakai pengaman. Hentikan omong kosongmu Us! " Aku mendorong kasar wajah Us. Berani beraninya dia mempermainkanku.

Aku mendengar Us mulai tertawa. Tawa kecil yang lama lama berubah menjadi tawa menakutkan. Apa dia kerasukan?

"Lucu sekali kau Vegas. Haha. Hanya mencintai Pete? Tutup omong kosongmu! Kau tak mengerti apa itu cinta, Vegas. Aku mencintaimu dan kau mencintaiku. Hanya itu yang perlu kau pahami" Us menatapku sengit dan kemudian berubah sayu. Tangannya mulai menangkup pipiku. Wajahnya mulai mendekat mencoba mencium bibirku.

Aku mendorong bahu Us menjauh. Kekehan kembali terdengar. Us tertawa sangat kencang.

"Hei Vegas. Kau tak ingat 2 minggu yang lalu? Setelah sekian lama kita melepas rindu? Dimana letak pengamanmu huh? Disini ada anakmu Vegas. Darah dagingmu. Jadi jangan berani berani untuk meninggalkanku Vegas. Jangan menikah dengan Pete. Menikahlah denganku" jemari Us menelusuri pipiku dan perlahan turun menuju daguku. Tangannya yang lain mengambil tanganku dan meletakkannya diatas perutnya.

Ah, sial! Malam itu aku terlalu mabuk untuk sekedar mengingat. Aku hanya mengingat keintimanku dengan Pete! Ya memang aku tidak menggunakan pengaman dengannya. Tapi aku tidak mengira juga melakukan hal yang sama dengan pemuda ini. Damn!!!

"Kau harus bertanggung jawab Vegas. Aku tak mau anakku lahir dengan satu figur orang tua-" Us mendekatkan wajahnya kesisi kepalaku. Tepat disebelah telinga. "-atau aku akan mengumumkan hal ini ke media. Malam ini" bisik Us seduktif. Kurasakan lidahnya yang menjilati daun telingaku.

"Aku sudah memberitahukan hal ini pada pengacaraku. Jika kau membunuhku sekarang, sama saja dengan menggali kuburanmu sendiri Vegas" Us menjauhkan dirinya dari tubuhku. Menyilangkan tangannya didepan dada dan menatapku centil.

Aarrrghh!!!

Aku berteriak kesetanan dan memukul dashboard mobilku. Tampak ujung kepalanku memerah karena benturan keras. Sial!

"Aku pasti akan bertanggung jawab. Tapi aku tak akan meninggalkan Pete" aku melajukan mobilku keluar dari apartemen Pete.

-----

Sudah 2 jam Pete terus menerus menangisi keadaannya. Rambutnya tampak acak acakan. Matanya bengkak. Terdapat jejak air mata dipipi dan pelipisnya. Lengan bajunya juga tampak sangat basah karena menyeka air mata dan ingusnya selama menangis. Lehernya sampingnya dihiasi jejak darah yang sudah mengering. Ruang tamunya tampak berantakan. Semua benda yang semula tertata rapi di rak pajangan kini telah jatuh dan hancur berkeping keping. Tak memikirkan seberapa mahal hiasan hiasan yang terbuat dari keramik itu.

Terlihat Pete kini tertidur beralaskan lantai marmer yang dingin. Bibirnya sesekali meracau tidak jelas. Tidurnya sama sekali tidak nyaman. Dan digenggamannya yang sudah longgar terdapat satu pisau dapur dengan darah mengering dibagian tajamnya.

Pete mulai gelisah dalam tidurnya. Badannya bergerak acak. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya. Ia berjengit karena rasa tidak nyaman mulai memasuki alam sadarnya. Pete perlahan membuka mata. Tapi hanya setengah. Matanya terlalu berat untuk dibuka. Badannya kaku tak bisa digerakkan. Setelah berdiam selama beberapa menit, Pete mencoba bangkit dan mendudukkan dirinya. Ia kembali bermenung. Pikirannya kosong. Sama sekali tidak memikirkan apapun. Matanya lurus kearah pisau yang sudah tergeletak dilantai. Wajah datarnya mulai dituruni air mata -lagi.

Tubuhnya seperti kebas. Tidak merasakan apapun. Bahkan tidak ada rasa sakit. Namun air matanya tak berhenti berproses. Terus mengalir hingga membasahi celananya yang tadinya mulai mengering dan meninggalkan jejak basah. Ia pun tidak tau kenapa air matanya mengalir sederas ini. Padahal tak ada rasa ingin menangis. Apa sebegitu terlukakah dia? Hei, ini hal biasa bukan. Bahkan lebih dari sering Pete mengalaminya. Apakah pantas air matanya keluar sia sia demi menangisi Vegas? Yang benar saja.

Setelah cukup berdiam diri dan memakan waktu 30 menit untuk membiarkan air matanya kering. Pete beranjak menuju kamar mandi. Membasuh wajahnya dan segera merapikan penampilannya. Ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 12 malam. 10 jam lagi dia akan menikah. Air matanya kembali turun dengan sendirinya. Hatinya berdenyut sakit. Kepalanya mulai pusing. Pete berteriak kesakitan, meninju cermin wastafel yang ada dihadapannya. Cermin itu retak. Beberapa ada yang jatuh kedalam bak penampung. Pete mengambil salah satu bagian yang tampak paling tajam. Memposisikan pecahan cermin tersebut diatas pergelangan tangannya. Pete mulai menekan bagian tajamnya. Darah mulai keluar. Belum banyak. Bahkan belum sakit. Hatinya jauh lebih sakit dibandingkan tangannya. Pete terus menekannya lebih dalam. Darah mulai mengalir didiameter pergelangannya. Mulai menetes kearah lantai bersamaan dengan air matanya.

Sekelebat bayangan ayah dan ibu memasuki pikiran Pete. Tersenyum dan membuka tangan mereka lebar. Seolah olah ingin merengkuh Pete dalam pelukan hangat.

Tangannya menjatuhkan pecahan cermin tersebut hingga bunyi nyaring mengisi sunyinya kamar mandi. Ia tidak boleh seperti ini. Ia masih memiliki ayah dan ibu. Bagaimana jika ayah dan ibu kecewa melihat dirinya yang sekarang. Ia tidak ingin mengecewakan siapapun dihidupnya. Terlebih ayah dan ibu.

Pete berlari menuju kamarnya. Membuka kotak p3k dan mulai merawat lukanya yang masih menganga. Tak ada ekspresi apapun bahkan ketika rivanol mulai menyirami lukanya yang terbuka. Tubuhnya masih kebas. Seakan akan rasa sakit hanya berasal dari hatinya. Pete membalut tangannya dengan perban dan melilitnya dengan rapi. Ia mengambil hoodie di tiang penggantung disamping kasurnya. Mengambil kunci mobil dan melangkah cepat keluar apartemen menuju parkiran.

-----

Aku menekan bel berulang ulang kali. Menghentak hentakkan kakiku tak beraturan karna ayah dan ibu tak kunjung membukakan pintu. Apa mereka tidak ada dirumah ya? Bibi juga kemana? Aku menggigit kukuku tak sadar. Malam sudah semakin larut dan aku tak tahu sekarang jam berapa. Bahkan aku lupa membawa ponselku karna terburu buru. Aku berjalan menuju pintu rumah. Mengetuk pintu dengan keras dan cepat. Aku harus menemui ayah dan ibu. Aku tak ingin menikah. Aku harus membicarakan ini dengan mereka.

Pintu kayu didepanku mulai terbuka. Menampakan bibi yang setengah tertidur.

"Khun" bibi memberikan salam padaku.

"Silahkan-"

"Ayah dan ibu ada didalam bi? " aku memotong ucapan bibi tak sabaran. Aku ingin tau informasi ini dulu.

"Tuan dan Nyonya pergi ke pertemuan dan sekalian menginap di rumah Tuan Teerapanyakul, Khun. Mereka berpesan kalau anda kemari untuk segera kesana Khun. "

Ah, sial! Aku tak mungkin membahas pembatalan pernikahan didepan mama dan papa. Aku tak sanggup. Aku berjalan meninggalkan bibi tanpa sepatah katapun menuju mobilku. Aku masuk kedalam dan merebahkan diriku sejenak

Aku harus bagaimana. Aku tak mau dan bahkan tak bisa menikah. Aku tak mungkin membiarkan seorang anak lahir tanpa orang tua yang lengkap. Bagaimana jika itu diriku. Bagaimana jika anakku yang lahir tanpa sosok Daddynya. Anak itu tidak bersalah. Apakah benar dia harus menanggung akibat perbuatan orang tuanya.

Aku menarik lututku kearah dada. Menenggelamkan kepalaku diantara lipatan tangan. Kenapa dunia begitu kejam padaku. Apa memang tidak ada kesempatan bahagia untukku? Air mataku kembali menetes. Aku menggigit bibir bawahku menahan isakan yang mungkin saja lolos.

Kabur.

Ide itu tiba tiba terlintas dipikiranku. Aku segera menurunkan kakiku dan menyeka air mataku. Mengemudikan mobil menuju hotel ataupun penginapan yang jauh dari sini.

-----

Ting Tong

Aku menatap pintu bercat coklat tersebut. Aku belum tidur padahal sekarang sudah pukul 5 subuh. Aku berkendara dari Bangkok menuju Chonburi dan baru sampai disini pukul 4 subuh. Badanku sudah lelah. Mataku berat. Tapi tak bisa tidur. Aku hanya sibuk menatap langit langit kamar hotel yang berwarna putih. Pikiranku menerawang jauh. Tapi kosong. Membuat mataku tiba tiba mengabur.

Ting Tong

Bel kembali berbunyi. Dengan berat hati aku melangkah mendekati pintu. Siapa tau ada bellboy yang salah kamar. Aku harus memberitahunya.

Cklek

"Pagi Khun. Khun Vegas memerintahkan kami untuk menjemput anda. "

Mataku membola terkejut. Bagaimana mereka bisa tau aku ada dimana. Apakah ia memasang pelacak padaku?

"Tidak. Aku tak mau pergi. Kalian boleh kembali dan katakan padanya aku ingin membatalkan pernikahan ini. " aku berencana menutup pintu kembali namun dicegat oleh salah satu tangan pengawal tersebut.

"Maaf Khun. Kami harus membawa anda bagaimanapun caranya" mereka menyeret paksaku keluar kamar. Aku memberontak. Menahan kakiku semampuku kelantai. Menggoyangkan tanganku untuk melonggarkan cengkraman mereka. Tiba tiba salah seorang pengawal menaruh sehelai kain yang sudah dibasahi oleh cairan kloroform didepan hidungku. Membuat kesadaranku perlahan lahan menghilang.

-----

Pete membuka matanya perlahan. Menyesuaikan cahaya lampu yang menusuk netranya. Mengerinyit tidak suka ketika cahaya terlampau terang menghampirinya.

Setelah matanya dapat melihat sekeliling dengan jelas. Ia mulai berjengit terkejut. Ini ruang rias pengantin. Dia menoleh kedepan dan mendapati cermin besar disana. Bajunya sudah berganti menjadi tuxedo putih gading. Rambut dan riasannya sudah tertata rapi.

Pete mulai panik. Matanya berkeliling mencari celah untuk kabur. Dan akhirnya menemukan pintu keluar. Kakinya mulai berlari kearah pintu tersebut. Namun badannya menabrak sesuatu.

Vegas.

Pete mulai berdiri kembali. Menatap penuh kebencian pada pria didepannya ini. Pria yang memutar balikkan hatinya hanya dalam waktu semalam. Pria keji dan brengsek. Pete mendorong Vegas kesamping dan berjalan keluar. Namun hatinya melemah. Disana sudah ada orang tua mereka. Memperlihatkan senyum mereka yang mengembang.

"Kau serius akan membatalkan pernikahan ini Pete? Lihatlah mereka begitu bahagia saat ini. Apa kau mampu mengecewakan mereka hari ini? Melihat mereka malu karena keegoisanmu sendiri? Apa itu yang kau mau Pete? " air mata mulai menggenang dipelupuk mataku. Tanganku mengepal erat. Aku tak sanggup melihat mereka kecewa hari ini. Tapi bagaimana dengan diriku? Apakah aku tidak sepenting itu untuk disenangi? Dibahagiakan? Kenapa ujian yang kau berikan sangat berat Tuhan? Tolong cabut nyawaku sekarang juga.

Kurasakan tangannya memutar tubuhku kearah tubuhnya. Tangannya kemudian naik menghapus air mata yang hampir jatuh. Mencium keningku lembut, kemudian hidungku, daguku. Sebelum dia mencium bibirku aku menahan bahunya menjauh.

"Satu bulan Vegas. Satu bulan. Setelah itu kita bercerai. Kau sudah berjanji padaku"

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞