VEGASPETE - AGREEMENT - 23
Pete menatap kosong cangkir kopi yang ada ditangannya. Perasaannya saat ini campur aduk. Sesungguhnya dia takut menemui Pavel. Bahkan memikirkannya saja membuat kaki Pete bergetar. Tapi dia harus membantu menyelamatkan Vegas. Bagaimanapun ini semua berhubungan dengan dirinya.
"Pete"
Pete menoleh kesamping dan mendapati Pavel disebelahnya. Kaki Pete bergetar hebat. Cangkir kopi yang ia pegang ia taruh dengan hati hati karena tangannya melemah. Pete tersenyum kearah Pavel. Dia harus bersikap senatural mungkin. Jika tidak semua rencana akan gagal.
"Hei. Kau datang. Duduklah. Apa mau pesan makanan? Aku tau kau pasti lapar sekarang" tangan Pete mengambil menu disamping meja dan mulai membolak balikannya. Pete belum sanggup menatap Pavel lama. Jadi dia lebih memilih menatap menu menu didepannya.
Pavel kemudian duduk disebrang Pete. Dia terkekeh melihat Pete. Apa Pete sangat lapar? Padahal dia baru datang, tapi langsung ditanyai makan.
"Ya, aku lapar. Pesankan untukku sekalian"
-----
Pavel memegang tangan Pete yang berada diatas meja. Mengusapnya pelan dan lembut. Pavel tersenyum menatap Pete dan dibalas Pete dengan senyuman.
"Apa dingin sayang? Tanganmu seperti batu es"
"No. I'm fine. " Pete menggelengkan kepalanya cepat menyangkal ucapan Pavel. Pavel menggangguk dan menggeser kursinya mendekati Pete. Tangannya terangkat membelai pipi Pete. Pavel menatap penuh dengan puja.
Pete merasa sedikit risih melihat perlakuan Pavel padanya kali ini. Dia ingin pergi rasanya. Pete berusaha mengendalikan detak jantungnya yang menggila. Meyakinkan dirinya agar tak ketahuan.
"Sayang" Pavel memanggil Pete dengan nada menyelidik.
"Uhum.. Kenapa? " Pete menatap Pavel was was. Apakah ia sudah ketahuan? Kenapa cepat sekali? Ia belum melakukan apa apa!
"Kenapa kau sangat gugup hm? " Pavel mengusap surai Pete dan menyampirkan anak rambutnya ketelinga.
Pete bergidik dengan sentuhan Pavel. Pete tanpa sengaja memejamkan matanya erat. Ia sangat takut. Tangannya terkepal dan bergetar dibawah meja.
Kekehan terdengar dari mulut Pavel. Pete perlahan membuka matanya dan mendapati Pavel yang menutup mulutnya dengan punggung tangan sambil menatapnya. Oh Tuhan! Tamat riwayatnyanya! Pasti dia sudah ketahuan!
"Apa kau segugup ini bertemu denganku sayang? Kkk.. Itu wajar, pasti kau malu dengan hal semalamkan? Kekasihku sangat menggemaskan" Pavel memajukan tubuhnya dan mengecup bibir Pete.
Pete terdiam heran dan sedetik kemudian dia mengangguk mengiyakan jawaban Pavel. Pete tertawa kecil hingga menampakkan eye smilenya. Pete sangat bersyukur. Dia selamat kali ini. Pavel tidak mencurigainya. Dia harus melanjutkan sandiwara ini sebaik mungkin.
"Aku.. malu" cicit Pete.
"Aku paham. Oh iya, mana Venice dan Siena? Kenapa tidak bersama mereka? "
"Oh.. Itu. Hmm.. Venice dan Siena ya? Itu, mereka-"
"Sudahlah. Jangan segugup itu sayang. Aku mengerti. Kkk.. Apa perlu kita melakukannya lagi agar kau terbiasa? "Pavel menaik turunkan alisnya menggoda Pete dan mendapatkan gelengan cepat dari Pete serta lambaian tangan yang cepat didepan dadanya. Membuat Pavel lagi lagi tertawa melihat tingkah malu malu kekasihnya.
"Jangan menggodaku lagi Pavel. " Pete mencebikkan bibirnya. Pete kemudian memegang tangan Pavel dan mengusap punggung tangan Pavel dengan ibu jarinya.
"Tadi aku kerumah sakit, phi Tankhun bilang Porsche kecelakaan. Jadi aku buru buru dan lupa mengabarimu. Aku membawa Venice dan Siena karena tak mau merepotkanmu terus. Kau harus bekerja jugakan. Tapi sampai disana phi Tankhun menyandera mereka berdua. Dia tidak memperbolehkan aku membawa mereka berdua. Kau tau seberapa gila phi Tankhun" Pete memutar jari telunjuknya disamping kepala dan kemudian tertawa kecil. Membuat Pavel mengangguk dan tersenyum.
"Bagaimana Porsche? Apa lukanya parah?"
"Tidak. Hanya lecet dibeberapa bagian"
"Syukurlah kalau begitu. Aku sedikit panik tadi pagi kau menghilang. Kukira kau diculik"
"Tidak mungkin. Mana ada yang mau menculik pria dewasa sepertiku Pavel. Kkk.. "
"Kenapa tidak? Aku saja mau menculikmu"
Degg
Jantung Pete berhenti sepersekian detik mendengar jawaban Pavel. Apa maksudnya? Pete menatap Pavel yang tersenyum padanya. Pete tak tau kenapa, tapi Pete melihat senyuman - lebih tepatnya seringaian -tersebut sedikit menakutkan.
Pete buru buru menggelengkan kepalanya dan menatap Pavel kembali. Pete melihat Pavel yang memandangnya khawatir. Kening Pavel tampak berkerut. Mungkin perasaannya saja. Dia hanya sensitif karena sudah mengetahui diri Pavel yang sebenarnya. Lagi pula Pavel selama ini sangat baik padanya. Harusnya Pete tak mencemaskan apa apa. Pete kemudian membalas Pavel dengan senyuman.
"Pete. Aku ingin ke toilet. Tunggu sebentar ya" Pavel kemudian berdiri dan melenggang menuju toilet dengan meninggalkan jam tangannya diatas meja. Pete tak menyia nyiakan kesempatan tersebut. Pete merogoh sakunya dan mengeluarkan sepotong plastik bening kecil seukuran chip. Kemudian menempelkan plastik itu ke permukaan jam tangan Pavel.
Benda itu adalah penemuan terbaru Arm. Dengan itu mereka dapat melacak kemana Pavel pergi. Dan nantinya mereka akan memeriksa semua perjalanan Pavel untuk menemukan lokasi Vegas.
Benda itu juga ditempelkan ke tubuh Pete untuk jaga jaga. Benda itu hanya bisa menempel satu kali. Jika dilepas, maka akan rusak dan tak dapat digunakan.
Pete mendengar derap langkah mendekatinya dan menoleh kearah tersebut. Misinya selesai dengan baik. Terimakasih Tuhan.
"Kita pulang sayang? "Tanya Pavel memegang bagian belakang kepala Pete. Kemudian segera beralih menggunakan jam tangannya yang tadi ia tinggalkan.
"Antarkan aku kerumah phi Tankhun saja. Dua anak itu dibawa kesana, aku harus menjemputnya dulu.. Sayang" Pete mulai ikut berdiri dan berjalan mengikuti Pavel yang selangkah didepannya.
"Oh baik. Kita jemput mereka dan kuantarkan kalian pulang" Pavel mengambil tangan Pete dan menautkannya, kemudian berjalan bersisian.
"Tidak usah. Aku tebak nanti akan sangat lama. Kau tak tau seberapa posesifnya phi Tankhun dengan kedua anak itu. Aku bahkan tak berani mematikan video callnya selama 24 jam penuh hanya untuk mengajak Venice ribut" Pete terkekeh mengingat kejadian saat ia berada Venice, phi Tankhun memang pribadi yang sangat langka. Ah.. Venice, Pete jadi rindu tinggal disana.
"Okey sayang"
-----
Pete melambaikan tangannya pada Pavel yang berada dalam mobil. Pete menunggu didepan gerbang hingga mobil Pavel hilang dibelokan pertama.
Brukk
Tubuh Pete terjatuh terduduk diatas tangga kecil di gerbang rumah Tankhun. Kakinya sangat lemas. Ia menatap tangannya yang bergetar hebat. Pete menggenggam kedua tangannya erat, mencoba menghentikan gemetar ditanganya. Keringat dingin mengucur dipelipisnya. Pete menata napasnya dengan menarik dan menghembuskannya perlahan.
Pete sangat ketakutan. Dia bisa saja mati jika lebih lama lagi berada didekat Pavel. Pete memejamkan matanya erat. Kepalanya sedikit pusing. Serangan paniknya belum selesai. Dia tak bisa bergerak saat ini. Kakinya sangat lemas seperti tak ada tulang.
Beberapa menit kemudian Pete mencoba berdiri. Tangannya ia tumpukan pada pagar tembok gerbang Tankhun, menopang dirinya agar tak limbung saat berdiri. Matanya masih berkunang kunang. Pete menggelengkan kepalanya cepat dan memfokuskan pandangannya. Dia harus bisa melawan serangan paniknya. Jika tidak, maka masalah ini tak akan selesai. Pete tak mau hal ini akan membahayakan anaknya. Jadi dia harus menyelesaikannya dengan cepat.
Setelah dirasa tubuhnya cukup kuat, Pete melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah Tankhun. Pete memencet bel rumah tersebut dan menunggu Tankhun sambil bersandar pada tembok disamping pintu.
Cklek
Kepala dengan rambut merah akhirnya menyembul dari dalam. Pete kemudian masuk dan menutup pintu tersebut.
"Sebaiknya segera masuk ke kamar Pete. Aku sudah menyiapkan kamar untukmu. Disini ada sedikit percekcokan mantan dengan mantan" Tankhun berbisik ditelinga Pete dengan menutupi mulutnya dan telinga Pete menggunakan tangannya. Matanya terlihat melirik keruang keluarga dengan aura kelam disana.
Bulu kuduk Pete seketika berdiri melihat gelapnya ruang keluarga di rumah Tankhun. Tankhun mendorong tubuh Pete kesamping kearah kamar Pete yang disiapkan oleh Tankhun. Pete bersyukur kamarnya tepat disamping ruang tamu, jadi dia tak perlu melewati ruang keluarga.
Tankhun membuka pintu kamar dan mengajak Pete masuk kemudian menutup pintu perlahan.
"Ada apa disana phi? Aku merasakan aura membunuh yang pekat dari sana" Pete bergidik ngeri ketika mengingat suasana mencekam dari sana.
"Kinn dan Porsche, mereka bertengkar lagi. " Tankhun duduk diatas sofa empuk diruangan dan menyilangkan kakinya. Kemudian menatap Pete sambil memangku dagunya dengan tangan.
"Kinn memberitahu Porsche kalau ia dan Nine akan bercerai karena Kinn mendapati Nine selingkuh dengan Patrick. Porsche marah karena Kinn tak mempertahankan hubungan mereka. Lalu Kinn membela diri dengan alasan dia mencintai Porsche, makanya dia ingin juga segera bercerai. Dan kau tau Pete? Porsche semakin marah. Dia seperti babi hutan mengamuk kalau marah. Jadi aku tak mau kesana" Tankhun bercerita dengan ekspresi sassynya. Pete jadi ingin tertawa tapi ia tahan karena bahasannya sedang serius.
"Itu wajar phi. Soalnya Porsche ditinggalkan begitu saja oleh Kinn. Mungkin menurut Porsche, Kinn tidak sesuai dengan prinsipnya. " Pete mengendikan bahunya acuh dan merebahkan tubuhnya disamping Venice yang sudah tertidur.
"Pete, terimakasih sudah mau membantu. Meski sudah berpisah dengan Vegas, kau masih mau menyelamatkannya" suara Tankhun menjadi serius. Matanya menatap lekat kearah Pete. Tankhun sangat paham tak mudah menjadi Pete. Dia harus melawan semua rasa sakit dan takutnya untuk menyelamatkan mantan suaminya yang pernah menyakitinya. Jika ia berada didalam sepatu Pete saat ini, dia tak akan sanggup dan tak mau.
"Hah.. Aku hanya memikirkan Siena. Dia sudah kehilangan mommynya. Dia tak harus kehilangan daddynya hanya karena keegoisanku phi. " Pete menatap langit langit kamarnya. Pikirannya melayang mengingat semua kejadian didalam hidupnya. Ternyata hidupnya sangat berat.
"Dan juga dia adalah daddy Venice. Apa yang kukatakan nanti kalau ternyata daddynya tiada karena papanya" Tankhun hanya mengangguk mendengar penjelasan Pete. Tak berniat membalas karena dia tak tau harus setuju atau tidak.
"Arm bilang hari ini ia akan melacak semua pergerakan Pavel. Jika ia menemukan tempatnya, dia akan mengabari kita. Kau tak harus ikut setelah ini Pete."
-----
Pagi ini rumah Tankhun terlihat sangat sibuk. Semua orang tengah berkumpul disebuah ruang pribadi Tankhun. Mereka sedang berdiskusi mengenai informasi yang diperoleh Arm.
"Tadi malam aku mendapatkan satu tempat mencurigakan dari pergerakan Pavel. Rumah kayu disisi kota. Ternyata itu adalah rumah peninggalan dari kakek Pavel untuknya. Setelah aku telusuri lagi, Pavel baru baru ini sangat sering mengunjungi tempat itu. Ini sedikit aneh ketika mengetahui dia menelantarkan rumah itu sudah cukup lama. Kemudian sinyal chip sempat menghilang sebentar, jadi kusimpulkan ada ruang bawah tanah disini. Dan kemungkinan besar Vegas ada disana" Arm menatap semua orang yang berada didalam ruangan itu. Wajah mereka tampak tegang dan tak terbaca. Arm mematikan pointernya dan membiarkan sebuah peta terpampang pada layar didepan ruangan.
"Apa kita bisa menerobos masuk Arm? " tanya Porsche tanpa mengalihkan pandangannya dari peta didepan. Wajahnya sedikit khawatir.
"Perkiraanku tempat ini sedang dijaga ketat. Aku mendeteksi banyak sinyal disekitar rumah itu. Namun sinyalnya berkurang ketika Pavel sudah pergi dari area ini. "
"Kalau begitu kita butuh sesuatu untuk mengalihkan Pavel dan menjauhkannya dari sana" Kinn mulai berdiri dari duduknya dan berjalan mondar mandir sambil memikirkan strategi yang tepat.
"Biar aku saja phi. Aku akan memancingnya untuk mengejarku. "
"Itu namanya bunuh diri Macau. Kita harus mencari cara lain"
Macau menghela napas mendengar jawaban Kinn. Dia sangat ingin menyelamatkan kakaknya. Dia menyayangi Vegas melebihi orangtuanya. Macau tak ingin kehilangan Vegas. Mata Macau berair mengingat kakaknya sekarang disekap diruang bawah tanah dan tak tau bagaimana keadaannya.
"Hm.. Biar.. Aku saja. Aku akan mengalihkan Pavel" Pete mengeluarkan suaranya dan menyunggingkan senyum kecilnya. Sebenarnya ia tak ingin lagi terlibat dan ia tak yakin akan berhasil kali ini. Mengingat kemarin bagaimana parahnya serangan panik yang ia rasakan.
"Tidak. Aku tak mengizinkan Pete." Porsche menolak keras usulan Pete dan diangguki oleh semua orang. Gila saja! Membiarkan Pete kedua kalinya untuk menemui Pavel bukan ide yang bagus. Itu sama saja dengan kau memberikan daging mentah pada seekor singa.
"Tapi tak ada cara lain Porsche. Apa ada ide yang lebih baik dari ini? " Pete menatap mata semua orang satu persatu. Mencoba meyakinkan bahwa dirinya adalah pilihan terbaik saat ini.
"Tapi ini berbahaya untukmu Pete. Pavel bisa saja menyakitimu jika mengetahuinya. Aku tak ingin kehilanganmu" Porsche menatap Pete dengan tatapan memohon.
"Benar. Bagaimana jika dia curiga dan malah menangkapmu Pete. Kita harus mencari ide yang lebih baik. Kau disini saja bersama anak anak"
"Pol. Porsche, please.. Hanya aku yang bisa melakukan ini. Aku pastikan aku tak akan kenapa napa. Pavel tak akan menyakitiku. Jika dia memang berniat menyakitiku harusnya sudah lama dia melakukannya. See, aku masih hidup sekarang. Bahkan aku berhasil memasangkan chip itu padanya kemarin. "
"Pete ini situasi yang berbeda. Jika dia tahu tujuanmu saat ini adalah membantu melepaskan Vegas, maka dia akan menangkapmu Pete. Jangan membual. Kami tak butuh janjimu sekarang. Kita harus mencari jalan-"
"Porsche.. "
"Tidak"
"Pol.. "
"Tidak"
"Guys, ayolah! Kalian mau menunggu Vegas mati dulu atau bagaimana. Tak akan ada ide yang lebih baik dari ini. Percaya padaku sekali ini saja. Please.."
"Hah.. Pete, apa kau yakin? " Kinn memandang Pete dengan gusar, tampak jelas guratan khawatir diwajahnya.
"Kinn.. " Porsche menggeram marah melihat Kinn. Ia tak percaya Kinn terbujuk rayu Pete.
Pete mengangguk cepat dan tersenyum.
"Sangat yakin"
-----
Aku menatap diriku sekali lagi dicermin. Aku kembali meyakinkan diriku sendiri. Aku harus melakukan ini. Untuk terakhir kalinya. Demi semua orang. Aku harus menghentikan semuanya. Setelah ini selesai aku akan memberikan Siena kepada Vegas dan hidup berdua dengan Venice dengan nyaman.
Aku menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan, kemudian tersenyum menatap diriku di cermin. Aku berbalik dan berjalan mendekati kasur. Mencium kening Venice dan Siena. Doakan aku anak anak, semoga aku berhasil, dan membawa pulang daddy kalian dengan selamat.
Aku berjalan keluar kamar dan mendapati semua orang menatap kearahku. Tidak semua, aku tak melihat Porsche disana. Sepertinya dia sangat marah. Hah.. Semoga dia mengerti keputusanku. Aku tersenyum dan mengangguk yakin pada semua orang disana.
"Hati hati phi. Jangan pernah lepas chip itu. Setidaknya pertahankan satu chip saja jika keadaan sangat mendesak" Macau memelukku erat. Aku membalas pelukan Macau dan menepuk punggungnya beberapa kali. Dan kemudian aku melepaskan pelukan tersebut.
"Tolong jaga Siena dan Venice. Aku akan segera kembali"
Aku berjalan keluar dan menaiki mobilku yang terparkir digarasi rumah phi Tankhun. Sedetik kemudian aku menghidupkan mesin mobil dan melajukannya ketempat pertemuanku dan Pavel
-----
Aku sampai dirumah Pavel dan memarkirkan mobil di halamannya. Pertama kalinya aku kesini dan rumahnya sangat mewah. Rumah ini sedikit lebih besar dibanding rumah Vegas dan aku tempati dulu, tapi desainnya sangat mewah, seperti istana kerajaan.
Aku sangat bersyukur ketika Pavel kebetulan mengajakku bertemu hari ini. Jadi aku tak repot mencari alasan untuk menemuinya.
Aku melangkahkan kakiku kepintu rumah Pavel dan memencet belnya. Aku sangat gugup dan takut. Beberapa kali aku berusaha mengatur napasku agar tak terlihat gugup. Aku juga melatih otot pipiku agar tidak kaku. Aku harus tampil sempurna sore ini.
Tak lama pintu terbuka dan menampakkan Pavel dengan senyumnya dari dalam. Aku balas tersenyum dan mulai masuk saat dia mempersilahkan untuk masuk.
Aku menatap sekeliling rumah dengan kagum. Wah.. Benar benar seperti istana. Bahkan didalamnya pun seperti itu. Di hiasi dengan perabot yang mengkilap.
"Apa kau suka Pete? " aku tersentak mendengar ucapan Pavel karena sibuk melamun dari tadi.
Aku mengangguk kaku dan menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Aku sedikit malu karena sedikit norak
"Ya sudah, tinggal disini saja. Jadi istriku" Pavel mengedipkan sebelah matanya padaku dan aku hanya bisa membalas dengan tawa.
"Duduklah dulu Pete. Aku sedang mempersiapkan sesuatu untukmu. Hanya sedikit lagi"
"Okey"
Aku mendudukan diriku di sofa ruang tamu. Aku mulai meraba ponselku dan membuka galeri. Aku melihat foto foto yang ada disana sekedar menemaniku dalam kebosanan. Aku tersenyum melihat beberapa foto Venice yang bertingkah aneh. Ada foto yang penuh dengan wajahnya saja, ada foto lubang hidungnya saja, ada foto giginya saja, ada foto dia menjulurkan lidah dan banyak lagi. Rasa gugupku sedikit berkurang melihat foto Venice.
Sejujurnya perasaanku sangat tidak tenang. Tapi aku tidak tau kenapa. Aku selalu melihat kearah Pavel pergi tadi. Apa yang dilakukannya ya sampai selama ini?
Sepertinya sudah 30 menit berlalu. Pavel juga belum turun dari lantai atas. Aku semakin gelisah. Hatiku semakin tidak karuan. Apa aku pergi saja ya? Tapi bagaimana jika misi ini gagal? Ya Tuhan. Aku harus apa?
Aku menggigiti kukuku karena cemas. Mataku bergerak gerak kesetiap sudut ruangan. Aku semakin panik saat melihat ada kamera cctv disalah satu sudut. Aku menangkup wajahku dan kemudian menyisir rambutku kebelakang. Tiba tiba serangan panikku muncul lagi. Bagaimana ini!
Drap
Drap
Drap
Sebuah suara langkah kaki terasa sangat keras dan lambat ditelingaku. Membuat suasana semakin mencekam bagiku. Keringat dinginku terus mengucur. Aku sangat takut. Kurasakan tanganku sudah bergetar hebat. Beberapa saat kemudian aku merasakan tangan seseorang memelukku dan mengusap punggungku lembut.
Aku memejamkan mataku erat. Aku mencoba mengendalikan pikiranku. Fokus Pete! Fokus! Ini akan berakhir sebentar lagi. Jangan khawatir. Sebentar lagi aku akan pulang dan memeluk Venice erat. Kemudian kami akan hidup damai berdua selamanya.
Aku mencoba memasukkan kata kata positif kedalam otakku. Aku harus fokus pada tujuanku disini agar misi ini berhasil. Hanya 2 jam lagi aku akan menghabiskan waktuku disini. Ayo! Aku harus bertahan untuk 2 jam kedepan.
Aku merasa tubuhku sedikit tenang. Aku mulai menarik diri dari pelukan dan melihat Pavel yang menampakkan raut wajah khawatir.
"Aku tidak apa apa. Hanya tiba tiba panikku kambuh. Terimakasih Pavel" aku tersenyum dan membelai pipinya untuk meyakinkannya.
"Kau serius? Apa perlu kerumah sakit? "
"Tidak usah. Aku sudah sangat baik. Oh iya, apa yang kau persiapkan untukku Pavel? "
"Ikuti aku" Pavel menggenggam tanganku dan berdiri.
"Kemana?" aku menahan tangan Pavel. Aku terlalu takut untuk masuk semakin kedalam dan hanya berdua dengannya.
"Ke tempat kejutan Pete. Apa kau takut padaku? " Pavel menatapku heran. Dahinya berkerut seperti orang kebingungan.
"Tidak tidak. Bukan seperti itu. Aku hanya penasaran " cicitku. Sepetinya aku salah langkah. Harusnya aku tak menanyakan hal itu, sepertinya dia curiga.
"Oh begitu. It's okey. Ayo ikut aku" aku dengan sangat terpaksa akhirnya berdiri dan berjalan mengikuti Pavel.
-----
Brakk
Kinn mendobrak pintu coklat itu sekuat tenaga. Setelah melumpuhkan dua orang pengawal didepan satu satunya pintu diruang bawah tanah, Kinn memanggil Vegas dari luar untuk memastikan apakah Vegas memang didalam atau tidak. Beberapa kali Kinn memanggil dan tidak ada jawaban. Kinn berniat ingin memanggil kembali namun sayup terdengar erangan yang sangat kecil dari dalam.
Akhirnya Kinn mendobrak pintu tersebut hingga sekarang. Pintu kayu coklat itu tampaknya cukup kuat, sehingga sangat susah diterobos.
Derap langkah tak beratutan menghampiri Kinn yang berada didepan pintu. Kinn menoleh kesamping dan mendapati Porsche, Pol dan Macau disana. Sepertinya mereka telah selesai menghabisi musuh diluar sana. Mereka tak membawa pengawal mereka -tepatnya Kinn dan Macau - kesini. Tentunya untuk menghindari kerusuhan tersebarnya berita hilangnya Vegas sebagai calon pemimpin baru dari TK Corp. Jika hal ini tercium oleh pihak lawan, maka akan menjadi masalah besar. Semua partner kerjasama bisa akan segera hilang. Oleh karena itu mereka bergerak dengan sedikit orang.
"Sepertinya Vegas ada didalam. Tapi pintu ini lumayan kuat. Kita harus mendobraknya bersama sama" Jelas Kinn. Mereka mengangguk membalas ucapan Kinn dan mulai mengambil ancang ancang.
Brakk
Brakk
Brakk
Pada dobrakan ke empat akhirnya pintu berhasil dibuka. Sesaat setelah dibuka mereka sangat terkejut. Mereka semua diam. Mata mereka tertuju pada satu sosok manusia yang tangannya tergantung ditengah ruangan dan kaki yang juga dirantai.
"Vegas!!! " pekikan Porsche mengejutkan semua orang sehingga mengembalikan mereka kekesadaran masing masing. Mereka mulai berlari kearah Vegas yang tak sadarkan diri saat ini. Tangan mereka sibuk berusaha melepaskan ikatan Vegas. Kinn dan Macau yang sudah belajar pertahanan diri mengeluarkan kawat kecil dari saku masing masing yang biasanya mereka simpan untuk berjaga jaga.
Setelah tangan Vegas yang menggantung terlepas. Tubuh yang lemah itu dipegangi oleh Macau agar tidak jatuh. Macau menatap lekat Vegas. Vegas sudah dianiaya sedemikian rupa. Diwajahya terdapat beberapa luka pukulan, luka sayatan dan luka robekan dimulutnya. Sebelah mata Vegas sangat bengkak seperti dipukul bertubi tubi hingga warnanya sudah membiru dan dari garis matanya yang menutup mengeluarkan cairan yang hampir mengeras. Tubuh Vegas jangan ditanya. Seluruh badannya dipenuhi luka sayatan memanjang, bahkan ada yang sepanjang bahu hingga lengannya. Luka tersebut sudah menghitam dan penampakannya sangat tidak bagus. Punggungnya dipenuhi luka lecet dengan darah yang sudah menghitam dan menggumpal namun berair. Ada luka bakar yang tercetak di punggung dan dadanya. Beberapa sundulan rokok juga melukai tubuhnya dengan seluruh lebam yang berwarna biru disekujur tubuhnya.
Macau sangat sedih melihat kakaknya yang menderita dan dianiaya sedemikian rupa. Bahkan tubuh kakaknya menjadi kurus karena sepertinya tak diberi asupan makan atau minum.
"Phi.. " Macau memeluk erat Vegas yang berada dipangkuannya. Macau meraung menangisi keadaan Vegas. Kakaknya terlihat sangat mengenaskan.
Porsche dan Pol mendekati Macau dan memeluk tubuhnya. Mereka menyalurkan rasa peduli dan menenangkan untuk Macau. Meskipun mereka membenci Vegas karena perlakuannya pada Pete, tetap saja mereka sedih. Mereka sudah sangat kenal dekat dengan Vegas. Melihat tubuh seorang kenalan yang hancur dan mengenaskan seperti ini sangat menyayat hati.
Kinn hanya bisa menatap 4 orang itu dari jauh. Hatinya ikut mencelos sakit. Napas berat keluar begitu saja dari mulutnya. Entah sekeji apa Vegas diperlakukan disini. Jika saja lebih lama mereka menyelamatkan Vegas. Bisa jadi napas pendeknya sekarang sudah hilang.
"Ayo, kita harus pergi sekarang"
Kinn berjalan dan menurunkan tubuhnya dihadapan mereka dengan memunggungi. Wajahnya mengeras. Pavel tidak akan lepas semudah itu.
-----
Pete tertegun melihat ruangan yang baru ia masuki. Tubuhnya menjadi kaku tak bisa bergerak. Napasnya terhenti sesaat. Matanya menatap sekeliling ruangan. Pavel ternyata memang seorang maniak.
Ruangan yang hanya diisi satu kasur ini dipenuhi dengan berbagai macam foto dirinya. Foto tersebut terpajang hampir memenuhi semua dinding. Hal ini tak akan semengerikan ini jika foto yang dipasang adalah foto normal saja. Tapi separuh dari semua foto adalah foto telanjang Pete dengam berbagai macam gaya. Tentu saja Pete tidak pernah merasa memoto dirinya seperti ini. Pavel mengambil seluruh foto ini dari video rekaman yang dia ambil dirumah Pete. Pete rasanya ingin menangis melihat ini. Dia seperti objek yang patut dilecehkan. Apalagi melihat satu foto yang tergeletak begitu saja diatas kasur dengan cairan putih yang sudah mengering. Pete sangat malu dengan apa yang dilihatnya. Membuat Pete mengeratkan kardigan di dadanya dan mengapit kakinya. Dia tak menyangka Pavel akan seperti ini.
Klik
Pete terkejut mendengar suara pintu yang ditutup. Sontak ia menolehkan kepalanya kebelakang kearah pintu. Matanya membesar ketika mendapati Pavel yang tersenyum menyeringai kearahnya.
"Ke-kenapa dikunci? " Lidah Pete serasa kelu. Pete mulai panik melihat Pavel yang terus berjalan kearahnya dengan lambat. Pete ikut melangkahkan kakinya kebelakang. Dia harus menjaga jarak aman dari Pavel. Badannya sudah bergetar ketakutan. Wajahnya terlihat seperti akan menangis.
Buk
Tubuh belakang Pete menyentuh dinding. Dia tak bisa lagi menjaga jarak aman dengan Pavel. Dia tersudutkan.
"No Pavel. Please.. Spare me.. " Pete meracau melihat Pavel yang semakin mendekat. Air matanya terjatuh satu persatu. Tangannya berubah sedingin batu es.
"Aku tak akan menyakitimu sayang. Tenang saja" Pavel membelai pipi Pete ketika sudah sampai dihadapannya. Wajahnya mendekat dan menjilati setiap tetesan air mata yang jatuh dari mata Pete. Napas Pete berhenti, ia memejamkan matanya erat. Kedua tangannya mengepal disisi tubuhnya.
Pete merasa kakinya tak sanggup lagi untuk berdiri. Pete merosot kebawah namun tubuhnya langsung disangga dengan lengan Pavel. Membuat tubuh mereka menempel karena pelukan tersebut.
"Pavel.. Maafkan aku.. Maafkan aku.. Hiks.. Maafkan aku.. " Pete meracau dalam tangisnya. Matanya terpejam erat enggan untuk melihat Pavel.
"Tidak sayang. Tidak. Jangan meminta maaf. Kau tidak salah. Apa kau takut hm? " Pavel menarik tubuh Pete semakin dalam kepelukannya. Tangannya mengusap surai lembut Pete untuk menenangkannya. Tapi aksinya berbanding terbalik dengan seringaian lebar yang ia buat disamping wajah Pete.
Pete pasrah. Ia tak bisa melakukan apa apa sekarang. Tubuhnya sangat lemas. Dia tak memiliki tenaga apapun karena terkuras serangan panik untuk kedua kalinya.
Pete merasakan tubuhnya dibawa menuju kasur dan duduk berhadapan dengan Pavel disana. Pete masih menangis dan menundukkan kepalanya. Jarinya tertaut dan bergerak gerak karena takut.
"Hey sayang. Lihat aku" Pavel mengambil dagu Pete dan mengangkatnya hingga mata mereka bertatapan. Pavel mendekatkan dirinya dan mengecup singkat bibir Pete. Membuat air mata Pete semakin deras dan bibirnya bergetar menahan isakan tangis.
"Aku memiliki hadiah untukmu" Pavel memberikan kotak beludru hitam kearah Pete. Pete diam, tak ingin mengambilnya.
"Ambilah sayang" Pete menggeleng menatap Pavel. Memohon agar tak melakukan ini padanya.
"Ambil! " suara marah Pavel pertama kali yang Pete dengar. Wajah Pavel juga mengeras marah. Pete terisak ketakutan. Tangannya yang bergetar bergerak mengambil kotak itu. Kemudian membukanya.
Deg
Lagi lagi hadiah yang diberikan Pavel membuatnya terkejut dan tak sengaja melempar kotak itu ke lantai.
"Hahahaha" tawa Pavel menggelegar sangat besar. Membuat Pete menatapnya penuh rasa takut dan beringsut kebelakang. Pete merasa terancam. Kotak itu berisikan chip plastik yang ia tempelkan di jam tangan Pavel kemarin. Tangannya mengambil bantal terdekat dan memposisikannya didepan tubuhnya sebagai penghalang.
"Hah.. Kalian sangat lucu. Air mataku sampai keluar" Pavel mengusap ekor matanya yang mengeluarkan air mata dan melirik Pete yang bergetar ketakutan.
"Pete. Kuberi tahu satu rahasia. Rumah tempat Vegas disekap itu sudah kupasangkan bom dibeberapa titik. " Pavel mengklik satu tombol yang berasal dari sakunya. Kemudian disisi lain kamar terbuka sebuah gambar pada layar besar disana yang memperlihatkan struktur kerangka dari rumah itu. Tampak beberapa titik berkerlap kerlip dengan cahaya merah yang mengitari seluruh rumah.
"Kau lihat? Silahkan hitung berapa buah bom yang terpasang. Bom ini tak akan terlacak oleh Arm karena aku sendiri yang menciptakannya. Hah.. Lihatlah wajah kekasihku ini, kenapa menangis? Kau mau aku peluk hm? " Pete menggeleng cepat dan semakin merapatkan bantal penghalang tersebut ketubuhnya.
Pavel kemudian menekan kembali tombol lain dan gambar tersebut berubah menjadi video. Pete melihat Kinn, Porsche, Pol dan Macau yang sedang berkelahi dengan pengawal didepan rumah.
"Whaa lihat Pete. Sepertinya temanmu sudah sampai disana. Wow mereka sangat hebat ya? Lihat cara mereka bertarung. Semua pengawal disana hampir tumbang" Pavel terus bereaksi melihat video didepannya diiringi isakan Pete tak berhenti dari tadi.
Pete merasakan kepalanya mulai sakit karena terlalu lama menangis. Pete mencoba mengendalikan dirinya. Menahan isakan dan air matanya. Ia harus mengakhiri ini secepat mungkin.
"Jadi apa maumu?" Pete dengan mata sembabnya melihat Pavel dengan tatapan lelah.
"Hiduplah bersamaku. Hanya berdua. Kau dan aku"
"Jika aku tidak mau? "
"Dalam satu gerakan. Bom akan meledak dan mereka semua akan mati"
"Jangan menipuku. Bisa saja itu akal akalanmu.
"Kau mau bukti? Bagiku tak masalah jika mereka mati sekarang juga, karena kau sudah disini. Kau tak punya pilihan Pete selain menerimaku. Pilihanmu hanya hidup dan mati mereka" Pavel terlihat akan menekan tombol lagi namun tangan Pavel segera ditepis oleh Pete sehingga tombol tersebut terlempar ke lantai . Mata merah Pete menatap nyalang kearah Pavel. Dadanya naik turun menahan emosi.
"Okey. Aku mempercayaimu. Tolong.. Tolong lepaskan mereka. Kumohon.. "
TBC
Komentar
Posting Komentar