VEGASPETE - AGREEMENT - 22

 Suara desiran gorden dari jendela mengusik tidurku. Aku membuka mata dan rasa sakit tiba tiba saja menghantam kepalaku. Mataku masih berkunang kunang ketika kucoba untuk membukanya. Tak terelakan, tanganku sekarang menjadi tumpuan kepalaku karena rasanya terlalu berat.

Aku lalu menenangkan diri sejenak. Setidaknya untuk mencoba sekedar sadar. Beberapa saat kemudian rasa sakit dan berat dikepalaku mulai menghilang. Hatiku menjadi sedikit lega.

Aku mendapati diriku yang bertelanjang dada didalam selimut. Aku terkejut. Apa yang terjadi semalam? Aku menyibak selimutku dan melihat tubuhku yang ternyata tak menggunakan sehelai benangpun Dengan takut takut kutolehkan kepalaku kesamping. Ada Pavel dengan keadaan yang tak beda jauh dariku.

Aku tak tau harus bernapas lega atau bagaimana. Tapi untung saja itu Pavel, bukan orang lain.

Aku mengingat kejadian semalam. Setelah menidurkan Venice dan Siena aku merasakan tubuhku menjadi sangat panas. Keringatku mengucur sangat banyak. Sehingga kuputuskan untuk mandi.

Sebelum berjalan ke kamar, aku mendapati Pavel yang masih menonton TV. Tapi sedikit aneh, dia menonton drama. Apa aku salah lihat? Setauku dia tak suka dengan acara seperti itu.

Aku melirik Pavel yang menatap drama tersebut tanpa berkedip. Sepertinya tebakanku benar. Dia memutar asal acara dan melamun. Biarkan saja, toh nanti jika ingin pulang dia pasti akan mengabariku.

Aku kemudian masuk kedalam kamarku dan mulai mandi. Tapi setiap aku menggosok tubuhku rasanya kulitku terlalu sensitif. Mungkin karena sudah malam pikirku. Setelah itu aku keluar dan mulai mengeringkan rambut. Tak lama Pavel datang, dia menggodaku seperti biasa sebelum pulang. Tapi aku tak tau apa yang salah pada diriku. Ketika Pavel menyentuh tanganku seperti biasanya, aku seperti ingin lebih. Apa ini karena aku yang sudah lama tidak berhubungan atau bagaimana? Dan akhirnya aku mengambil inisiatif untuk menciumnya dan berakhir seperti ini.

Aku sangat malu mengingat kejadian semalam. Apa aku terlihat sangat agresif? Apa Pavel menyukainya? Bagaimana kalau tidak?

Aku menggigit ujung selimut dan berguling acak diatas kasur. Pikiranku sibuk menerka nerka pikiran Pavel semalam.

Tiba tiba aku teringat sesuatu. Kondom! Aku segera mendudukan diri dikasur dan kemudian mataku berkeliling diseluruh lantai. Astaga! Terimakasih Tuhan! Aku melihat banyak kondom dengan isinya yang memenuhi stengah ukurannya dan beberapa juga ada yang tumpah dilantai.

Hei! Apa sekarang aku berterimakasih karena melihat kondom?! Oih! Memalukan!

Aku merasa pipiku sangat merah. Bagaimana nafsuku bisa setinggi itu? Lihatlah belasan kondom ini. Berapa ronde yang kami lakukan semalam?

Aku mengambil ponselku dan melihat jam yang menunjukkan pukul 3 pagi. Masih terlalu dini untuk mandi dan beraktivitas. Tapi aku tak mau mendapati Pavel ketika aku bangun pagi nanti. Rasanya pasti sangat canggung.

Lebih baik aku mandi dan berolahraga. Panas ditubuhku masih kurasakan sedikit. Semoga saja bisa reda dengan air dingin.

-----

Aku bersantai diruang keluarga. Menyalakan sebuah acara gosip yang sebenarnya tidak terlalu aku sukai. Ya seperti biasa, hanya berisi skandal A dan skandal B atau kehidupan harian selebriti. Sekarang masih pukul 7 pagi dan belum satupun yang bangun. Aku berinisiatif untuk memasak sarapan pagi ini.

Aku berjalan menuju dapur. Namun sebuah pesan masuk kedalam ponselku.

Porsche kecelakaan. Kau harus segera kesini Pete.

Aku terkejut melihat pesan dari phi Tankhun. Tak sengaja wajan yang baru saja kupegang jatuh kelantai dan membuat suara bising. Aku mendengar suara tangisan Siena dari dalam kamar. Buru buru aku masuk kedalam kamar Venice tanpa menaruh kembali wajan yang jatuh.

Aku melihat Venice dengan setengah mata terbukanya menepuk nepuk puncak kepala Siena untuk menenangkannya. Hatiku sedikit lega. Tapi juga bangga. Venice terlihat dewasa sekarang dimataku. Bahkan dia tidak kesal dan ikut menangis melihat Siena yang masih murung beberapa hari ini.

Aku teringat kembali dengan Porsche. Aku harus segera kerumah sakit. Tapi bagaimana dengan Venice dan Siena? Aku tak mungkin meninggalkannya lagi dengan Pavel. Dia harus bekerja hari ini.

Setelah menimang nimang apa yang harus aku lakukan. Akhirnya aku memilih membawa dua bocah ini bersamaku. Nanti aku akan titipkan pada phi Tankhun saja.

-----

Pete berjalan dilorong rumah sakit menuju ruangan Tankhun. Satu tangannya membimbing Venice dan satunya lagi ia gunakan untuk menopang tubuh Siena digendongannya. Siena masih sangat murung, jadi Pete memilih menggendongnya agar tak menambah masalah. Pete tampak seperti ibu yang berjalan dengan anak kembarnya.

Pete meminta Venice untuk mengetuk pintu karena tangannya yang penuh. Suara Pete juga ikut keluar bersama ketukan tersebut untuk memanggil Tankhun. Setelah mendengar sautan masuk dari dalam, Pete membuka pintu tersebut dan menautkan tangannya dengan Venice kembali untuk masuk kedalam.

Pete terkejut melihat isi ruangan Tankhun. Disana sudah ada beberapa orang termasuk- Porsche?

"Kau.. Bukannya kecelakaan?" Pete dengan dahi berkerut memandang Porsche yang hanya dibalas dengan tawa canggung dan garukan dikepalanya yang tidak gatal.

Pete menatap semua orang yang ada diruangan sambil mendudukan Venice dan Siena di sofa yang ditinggal oleh pemilik sebelumnya. Disana ada Porsche, Tankhun, Pol, Arm, Kinn dan Macau. Pete berusaha meminta penjelasan dengan menatap Tankhun dengan satu alis mata terangkat.

Tankhun mengangkat bahunya acuh dan berjalan mendekati dua bocah yang sibuk dengan susu hangat dibotol mereka masing masing. Tankhun kemudian mengarahkan ponselnya yang menyala pada wajah Pete. Pete mengambil ponsel itu dan melihatnya. Disana ada tulisan jika Pete harus memberikan ponselnya pada Tankhun dan dia tidak boleh berbicara apa apa. Pete semakin bingung, namun tetap menyerahkan ponselnya pada Tankhun. Tankhun kemudian menerima ponsel tersebut dan mematikannya. Kemudian ia meletakkan ponsel tersebut didalam sebuah kotak besi dan menguncinya. Kotak besi itu tampak kedap karena dikunci dengan sandi dan hanya Tankhun yang bisa membukanya.

"Oi. Kalian! Kalau mau kesini kalian harus membawakanku susu juga. Sungguh tidak sopan!" Tankhun menggeser Venice dan Siena ketepi sofa dan duduk diantara mereka. Tangannya tersilang didepan dada dengan kaki yang juga ikut bersilang searah. Semua mata tertuju padanya dan menatapnya tak percaya.

"Apa? " Tankhun membelalakkan matanya pada semua orang.

"Kau saja yang jelaskan Kinn. Aku ingin bermain dengan temanku" ujar Tankhun dan mulai merebut mainan ditangan Venice. Mereka akhirnya saling melempar wajah garang dan cubitan ditangan.

"Hah.. Baiklah. Pete, aku bersyukur kau membawa dua anak itu kesini sekarang. Aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu. Ayo " Kinn berjalan kesalah satu lemari dan menggeser beberapa buku disana. Tak lama dinding disatu sisi berputar menampakkan suatu ruang rahasia. Kinn berjalan memasuki ruangan tersebut diikuti oleh semua orang kecuali tiga sekawan yang sekarang menikmati games di ponsel Tankhun. Sangat sulit dipercaya ini pertemuan pertama mereka. Mereka- lebih tepatnya Venice - hanya bertemu Tankhun melakui video call. Bagaimanapun Venice tetap keponakannya dan dia selalu merengek untuk melakukan panggilan. Sedangkan Siena mungkin sudah bertemu beberapa kali, tapi entahlah, Pete juga tak tau. Seharusnya sudah lebih sering dibanding Venice.

Setelah semuanya masuk, dinding tersebut kembali berputar dan kemudian menutup. Kinn menyentuh saklar lampu dan menghidupkannya.

Sinar lampu yang tiba tiba sedikit menyakitkan mata semua orang. Kinn yang berada didekat Porsche tampak menghalangi cahaya yang masuk dengan meletakkan tangannya didepan mata Porsche. Hal ini membuat Porsche malu dan membuang pandangannya kearah lain.

Setelah cahaya tersesuaikan dengan baik pada mata semua orang. Sebuah decakan kagum dari mulut Pete terdengar ketika matanya menangkap interior ruangan tersebut. Ruangan tersebut berisikan begitu banyak peralatan elektronik yang bahkan Pete sendiri hanya tau disana ada komputer, untuk alat lain Pete tak tahu namanya.

Kinn kemudian berjalan mendekati salah satu komputer dan menarik kursi didepan komputer tersebut. Matanya melirik Arm untuk duduk dikursi tersebut.

"Tak ada yang ingin menjelaskan apapun padaku sekarang? " Pete menyela ditengah kesunyian ruangan tersebut. Kinn dan Porsche bertatapan, Porsche mengangguk seperti memberi isyarat untuk menjelaskannya pada Pete.

"Bagaimana ya mengatakannya padamu. Hm.. Begini, Pavel tidak sebaik yang kau kira Pete. Lebih tepatnya dia seorang maniak"

Pete terdiam mendengar ucapan Kinn. Apa? Maniak? Oh tidak tidak. Sepertinya dia salah dengar. Pete terkekeh dan menggeleng.

"Sepertinya kau salah sangka atau mungkin itu orang lain. Tak mungkin Pavel seperti itu" Pete mengibaskan tangannya didepan wajah seperti orang yang menolak kenyataan. Apa mereka memainkan lelucon dengannya?

"Pete. Kesinilah" Arm mengkode Pete untuk mendekatinya. Pete sedikit ragu untuk mendekati Arm, perasaannya tak enak.

"Apa kalian ingin mengerjaiku? " selidik Pete dengan masih berdiri diposisi awalnya. Pete merasa takut sekarang.

"Oh ayolah phi! Ini sangat penting" Pete menatap Macau yang berada dibelakangnya dan mendorongnya mendekati Arm. Wajah Pete penuh gurat khawatir.

"Stop! Tunggu! Jika ini berkaitan dengan Pavel, lalu kenapa kau ada disini Macau? " Pete membalikkan badannya menghadap Macau. Sungguh, dia sangat rindu dengan anak ini. Tapi tak ada waktu dan alasan yang tepat bagi Pete untuk menghubungi Macau. Apalagi sekarang, sepertinya suasana tidak tepat untuk melepas rindu.

"Jika phi ingin tau. Kau harus melihatnya disana. " Macau mendorong bahu Pete kembali. Pete akhirnya menyerah dan mengikuti kemauan semua orang.

Pete berdiri dibelakang Arm yang tengah mengotak atik komputer didepannya. Kemudian satu folder terbuka dengan berisikan banyak video.

Pete menyipitkan matanya. Ikon-ikon kecil disana terlihat sangat familiar dimatanya. Mirip seperti.. Rumahnya?

Satu video kemudian di putar, memperlihatkan kegiatan seluruh penghuni dirumah tersebut. Kemudian Arm mengganti video tersebut dengan video lainnya. Pete terkejut. Ini kamarnya. Setaunya tidak ada kamera atau cctv disana.

"Ada yang lebih mengejutkan" Arm memutar video lain yang berlatarkan kamar mandi Pete. Arm sengaja mengambil potongan yang tidak ada Pete didalamnya.

Seketika rasa pusing menyerang kepalanya. Pete merasakan pijakannya bergelombang. Kakinya melemah. Keringat dingin mengucur dipelipisnya. Wajahnya menjadi sangat pucat. Pete hampir saja jatuh jika saja tidak dipegangi oleh Macau. Apa ini? Siapa yang memata matainya seperti ini? Kenapa ada orang yang ingin memata matainya? Ini sangat menakutkan!

Badan Pete bergetar. Dia menjadi panik. Matanya bergerak kesegala arah menatap semua sudut ruangan. Matanya seperti mencari cari kamera tersembunyi dalam ruangan tersebut. Apakah ia masih diawasi?

Macau membawa tubuh Pete yang bergetar kesalah satu sofa yang berada dalam ruangan tersebut. Pete terkena panic attack. Apalagi dia pernah memiliki riwayat depresi berat. Jadi sangat mudah menyakiti tubuh rapuhnya.

Macau memeluk Pete, menepuk nepuk punggung Pete dalam pelukannya, mencoba menenangkan mantan kakak iparnya itu.

-----

Satu jam berlalu. Pete akhirnya lebih tenang dari sebelumnya. Wajahnya pun sudah berangsur dialiri darah namun tetap saja masih pucat.

Pete tak percaya dengan apa yang baru saja diliatnya. Bertahun tahun dia hidup bergantung pada Pavel, tak satupun ia menemukan keanehan. Pavel sangat memanjakannya dan Venice. Tak sedikitpun ada pikiran buruk terlintas dibenaknya dengan Pavel. Pete menangkup wajahnya. Dia merasa kembali terkhianati.

Pete merasa frustasi. Ada apa dengan takdirnya? Kenapa dia selalu menemui orang tanpa akal sehat seperti ini? Apa dia membantai satu negara dikehidupan sebelumnya?

"Phi, apa kau mau menenangkan diri dulu hari ini atau mau mendengarkan semuanya sekarang? Aku takut kau kenapa napa" Macau menatap Pete dengan cemas. Wajah Pete masih pucat meski satu jam telah berlalu.

"Aku tak apa. Kita harus cepat bukan? Pasti ini berhubungan dengan Vegas makanya Macau ada disini" Pete menegakkan punggungnya dan menatap seluruh orang. Pete merasa ia harus mengetahui semuanya. Dan sekarang sudah hari ke 7 Vegas menghilang. Pete tak mau membayangkan apa yang terjadi pada Vegas saat ini. Semoga saja dia masih hidup disuatu tempat.

"Baiklah. Aku akan memberitahumu semua yang kami tahu Pete. Jadi dihari Vegas menghilang, kami berusaha mencari informasi dan melacak Vegas melalui cctv kamar Us dan seluruh cctv di rumah sakit. Namun tak ada satupun jejak Vegas kami temukan. Dua hari yang lalu tiba tiba phi Tankhun memberikan sebuah flashdisk padaku. Disana terlihat Vegas yang diajak keluar oleh orang asing dengan pakaian serba hitam. Kami awalnya bingung, kenapa phi Tankhun memiliki rekaman ini. Kemudian dia berkata jika semua kamera cctv dirumah sakit sudah dimanipulasi oleh seseorang. Jadi rekaman yang diberikan adalah rekaman dari kamera lain yang sengaja dipasang phi Tankhun secara rahasia sebagai back up awalnya. Hari itu kami menelusuri semua orang yang keluar masuk gedung ini dan mulai mengumpulkan bukti. Dan semuanya tertuju pada Pavel. Setelah itu kami mencoba meretas semua device miliknya, baik yang berada diruang kerjanya disini dan dikantornya berserta rumahnya. Tentunya itu butuh kemampuan IT yang cukup tinggi. Sangat bersyukur Arm mau membantu. " Kinn memegang bahu Arm dan mengangguk mengucapkan terimakasih. Arm pun balas menganggukan kepala.

"Kemudian kami mendapati semua video yang baru kau lihat tadi. Dia seorang maniak Pete. Dari ponselnya kami juga menemukan ada aplikasi mencurigakan, dan itu terhubung pada ponselmu. Awalnya kami berpikir kau berkomplot dengannya, tapi setelah semua video yang tak terduga tadi kami menyimpulkan bahwa kau sudah dimata matai. Dan itu dimulai beberapa bulan sebelum kau bercerai dengan Vegas. Pete, apa kau sering menerima hadiah dari Pavel? " setelah melanjutkan penjelasannya, Kinn menatap penasaran pada Pete. Pete mencoba mengingat apa saja yang pernah diberikan oleh Pavel.

"Oh! Dirumahku beberapa perabotan memang dibeli oleh Pavel. Karena perabotan yang ditinggalkan oleh ayah ibu sudah mulai rusak karena tidak dirawat, jadi aku ingin membelinya. Tapi sebelum aku membelinya besok, Pavel lebih dulu mengirimkan semua perabotan kerumah. "

"Sepertinya dia menanamkan kamera tersembunyi disemua perabotan yang dia berikan Pete" Pol mengangguk angguk setelah menyuarakan pendapatnya.

Pete mengerang frustasi. Tiba tiba wajah Pete menegang. Dia mengingat video dengan latar kamar mandi.

"Arm. Apa video dikamar mandi itu- eum.. Bagaimana mengatakannya -"

"Semua Pete, dan termasuk kamar mandi. Aku tak memutar video itu. Tapi dari durasi yang kulihat sepertinya memang terekam semua" Pete kembali mengerang mendengar penjelasan Arm. Dia sangat takut sekarang. Bagaimana jika video itu sudah tersebar? Bagaimana jika video itu menjadi konsumsi publik?

Membayangkannya saja membuat Pete ingin muntah dan ingin menghilang sekarang juga. Semua orang menatap iba kearah Pete. Pete pasti sangat menderita.

"Pete, aku berjanji akan melacak semua video itu. Tak akan ada yang tersebar. Percayalah padaku" Ucap Arm sambil memegang bahu Pete untuk menguatkannya. Arm memang sudah move on dari Pete. Bahkan dia.. Ekhem, sepertinya mengandung? Entahlah, dia belum mengecek hal itu, namun setiap pagi dia akan muntah muntah, jadi dia hanya berpikir kearah sana. Arm sekarang hanya menyayangi Pete sebagai sahabat, dan dia tak mau sahabatnya terluka lagi.

"Terus apalagi? "Pete kembali menanyakan info apa saja yang Kinn peroleh.

"Untuk saat ini kami hanya mengetahui itu. Dan kami sangat bersyukur kau tak meninggalkan Venice dan Siena padanya setelah tau dirinya yang sebenarnya"

"Jadi apa yang harus kita lakukan selanjutnya? "

-----

Bugh

Bugh

Pavel menendang perut Vegas berkali kali. Matanya nampak menyala marah dan agresif. Vegas meringkuk dan mencoba menghalau semua tendangan. Tapi tetap saja tak bisa. Semua tendangan ia dapati bertubi tubi. Darah segar keluar dari mulutnya sedari tadi. Bahkan semburan darah bercampur tanah terlihat disepanjang kepala Vegas.

Pavel menghentikan tendangannya. Kemudian dia berjalan kesudut dimana sudah ada api dan besi panas yang ia suruh penjaga siapkan sebelum dia datang. Pavel menyarungkan tangannya dan mengambil besi panas tersebut. Ujungnya yang masih menyala terang ia bawa kehadapan Vegas.

Cssttt

Raungan kesakitan menggelegar ketika Vegas merasakan rasa terbakar di punggungnya. Rasanya sangat menyakitkan seperti mau mati. Matanya terbelalak seperti akan keluar. Uray leher dan pelipisnya mencuat tak mampu menahan rasa sakit.

Pavel kemudian melepaskan besi yang ada ditangannya sambil tertawa bahagia. Suasana hatinya berubah menjadi sangat baik sekarang.

Pavel kembali keperapian setelah melempar besi yang sudah dingin ditangannya. Pavel mengambil besi kedua dari sana dan melakukan hal yang sama. Namun kali ini didada kanan Vegas.

Vegas berteriak kesakitan. Beberapa kali Vegas terbatuk hingga lelehan saliva mengalir dari sudut mulutnya karena tidak dapat ia bendung. Siksaan yang ia terima terlalu menyakitkan.

Tawa Pavel menggema menggantikan teriakan Vegas yang mulai melemah.  Pavel membuang besi panas tersebut dan berjongkok dihadapan Vegas yang masih terbaring lemah.

"Terimakasih atas pertunjukkannya. Itu sangat menyenangkan. Suasana hatiku sangat buruk pagi ini karena tak melihat istriku diranjang bersamaku. Dan dia malah pergi melihat temannya. " Pavel membelai pipi Vegas yang basah karena air mata saat berteriak kesakitan. Sesaat belaian tersebut berubah menjadi tepukan dan kemudian tamparan.

Pavel kemudian berdiri dan berjalan untuk pergi. Namun dia terhenti dan kembali mendekati Vegas.

"Apa kau menikmati hadiahku semalam? Sangat indah bukan? Tentu saja, Pete memang sangat indah. Pertama kalinya aku merasakan bibir semanis itu, tubuh sesintal itu, kulit semulus itu, dada dan pantat semontok itu dan lubang sesempit dan sehangat itu. Ahh, aku jadi ingin lagi. Apalagi saat melihat wajah dan desahannya ketika berada dibawahku dengabmn meneriakkan namaku. Astaga! Membayangkannya saja membuat aku horny. Aku harus melakukannya tanpa kondom setelah ini. Aku ingin dia mengandung anakku. " Pavel menerawang mengingat pergumulan panasnya semalam dengan Pete. Vegas menggeram mendengar itu. Darahnya memuncak hingga ubun ubun. Matanya menatap nyalang kearah Pavel. Dia tak suka mendengar orang lain berkata seperti itu terhadap Pete. Darahnya semakin berdesir mengingat tontonan hina semalam. Dadanya serasa dicabik cabik hingga berdarah. Vegas kemudian mulai mencoba berdiri dari posisinya.

"Sialan kau! Dasar anjing keparat!!! Arrrggghh!! " Vegas menyerang Pavel dengan mencoba melompat keatas Pavel. Namun Pavel dapat menghalau dengan menendang keras tubuh Vegas hingga terpental ke dinding. Pavel kemudian mendekat dan menginjak luka bakar yang ada di dada Vegas dan memutarnya dengan ujung sepatunya. Sebuah teriakan kesakitan kembali memenuhi ruangan.

"Aku adalah Tuan yang baik, jadi aku memberimu tontonan gratis untuk melakukan onani. Kkk.. Whaaa, tapi sayang ya tanganmu terikat. Pasti rasanya sangat menyiksa" Pavel kemudian mengangkat kakinya dan menginjak penis Vegas yang berada dibalik celana pendeknya. Membuat Vegas meraung namun beberapa saat kemudian suaranya melemah dan hilang. Vegas pingsan untuk kesekian kalinya.

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞