VEGASPETE - AGREEMENT - 19

 Vegas menyunggingkan senyum lebarnya. Ia sangat bahagia hari ini. Setelah berhari hari berjuang, akhirnya ia diperbolehkan untuk menemui Venice. Sekarang dirinya sedang berkencan berdua dengan Venice, tentunya dengan seizin Pete. Dua jam yang lalu dia mencoba mengenalkan dirinya sebagai daddy, namun Venice masih bingung dan hanya memanggilnya paman. Pendekatannya tak terlalu sulit karena pertemuan pertama mereka dan putrinya, Siena terbilang cukup baik. Venice sangat bersemangat ketika nama Siena disebut, matanya akan berbinar dan berkata ingin bertemu Siena. Katanya mereka membuat janji untuk bermain bersama. Vegas harus berterimakasih pada jagoan kecilnya itu.

"Umm.. Paman. Kita akan kemana? " Venice menoleh kesamping menatap Vegas yang masih mengemudikan mobil. Vegas sedikit melirik Venice dan tersenyum.

"Hmm.. Apa ada tempat yang mau Venice kunjungi? "

Mata Venice menerawang jauh keatas. Dia berpikir keras untuk mengingat apa yang dia inginkan. Suaranya bergumam keras. Vegas terkekeh melihat Venice. Dia memang anak Pete, bahkan gaya berpikirnya pun sama.

"Paman.. Umm, apa uang paman sebanyak ayah? " Venice memiringkan kepalanya melihat Vegas.

"Ayah? Maksudmu papa Pete? " Venice menggelengkan kepalanya lucu. Tangannya mulai aktif dengan memukul mukul kursi yang berada diantara celah kakinya.

"Ayah Pavel. Kalau paman.. Sekaya ayah. Bisa belikan aku 10 dino? " Venice mengecilkan suaranya malu. Namun Vegas berhenti mendengarkan ketika Venice menyebutkan 'ayah Pavel'. Otaknya seperti berhenti berfungsi. Untungnya saat ini mereka sedang dipersimpangan lampu merah, sehingga tak menyebabkan kecelakaan.

Ada perasaan terkhianati ketika tau Venice memanggil Pavel dengan sebutan ayah. Apa hubungan Pete dan Pavel saat ini? Apa sedekat itu hingga Venice memanggilnya ayah? Vegas merasa sakit hati dan tak terima jika posisinya sewaktu waktu bisa diambil alih. Dia ingin kembali bersama Pete. Apapun caranya.

Tanpa sadar tangannya memegang erat setir mobil hingga buku buku tangannya memutih.

Suara klakson mobil yang nyaring dan berkali kali mengejutkan Vegas. Membuatnya kembali tersadar dan melanjutkan mengendarai mobilnya.

"Jika paman tak mau, tak apa.. Kita beli es krim saja.. " cicit Venice. Melihat reaksi Vegas yang seperti tak suka, Venice mengganti keinginannya. Mungkin 10 dino terlalu mahal untuk paman Vegasnya.

Vegas hanya mengangguk kaku. Tak ada niatan untuk merespon lebih. Dia hanya memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan Pete kembali.

-----

Sebuah tangan mulai menyentuh ujung jari tanganku yang berada diatas meja. Mataku beralih menatapnya yang ternyata juga menatapku. Kami sama sama tersenyum ketika seluruh tangannya berhasil menggenggam tanganku.

Sudah satu jam kami kencan berdua. Setelah Vegas membawa Venice satu stengah jam yang lalu, Pavel juga memintaku untuk berkencan dengannya.

Disinilah kami. Sebuah restoran ala korea yang berada dipusat kota. Namun didalam sangat tenang, bagai ruangan kedap suara.

Aku tau suasana ini. Sangat paham apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun sekarang hatiku sedikit berbeda. Aku memiliki banyak pertimbangan. Apalagi ketika Us memintaku bertemu kemarin siang.

Flashback

Aku memasuki sebuah kafe yang memakan waktu kurang lebih 1 jam menyetir dari rumah. Pagi ini aku mendapatkan telpon dari nomor asing. Sedikit lama sampai sampai aku ingin menutup telpon karena kupikir hanya salah sambung. Tepat setelah aku mengatakan selamat tinggal, sebuah suara keluar dari ponselku. Us, dia memintaku bertemu siang ini, saat jam makan siang. disebuah kafe. Aku tak tau akan membahas apa, namun aku menurutinya. Bisa saja ini adalah sesuatu yang penting.

Aku duduk disalah satu bangku yang kosong dan menghadap pintu masuk. Aku menumpu kepalaku menggunakan tangan dan bergumam kecil sambil menunggu Us.

Kemudian aku melihat seseorang sedikit berlari kecil memasuki kafe. Kami segera bertatapan dan dia berjalan kearahku dengan sebuah senyuman.

"Maaf aku terlambat. Ada sedikit kendala ditokoku tadi" Us menampakkan raut wajah bersalah dan mengambil tempat duduk dihadapanku. Aku menggeleng pelan dan tersenyum mengisyaratkan aku tak apa. Tangannya mulai terangkat memanggil pelayan.

"Kau ingin apa? " Us melihatku ketika pelayan sudah sampai disamping kami.

"Aku latte saja"

"Satu latte dan satu mineral. Terimakasih" Us tersenyum pada pelayan itu setelah memesan. Kemudian pelayan itu beranjak dari posisinya menuju stationnya.

Us kembali menatapku. Namun dengan wajah yang serius. Tak ada lagi senyum diwajahnya. Wajah serius dan sedikit sendu itu sedikit membuatku ikut hanyut dalam suasana. Wajahku sedikit kaku dan hanya tersenyum tipis.

"Pete. Ada yang inginku bicarakan" Us mulai memecah keheningan diantara kami. Aku mengangguk mengizinkannya.

"Mungkin ini akan terdengar sedikit jahat dan menuntut. Namun, aku ingin memintamu menjauhi Vegas, setidaknya hanya beberapa minggu. " Us menatap mataku. Matanya terlihat sedih dan gelisah. Aku ingin meneriakinya sebenarnya. Sangat lucu saat dia berkata seperti itu namun Vegas lah yang selalu datang padaku. Harusnya ia menjaga suaminya dengan baik agar tak keluyuran kerumah orang lain.

Aku seperti perebut suami orang disini. Sangat lucu. Bahkan lebih lucu ketika faktanya bahwa dialah yang pertama kali menghancurkan keluargaku. Bahkan semuanya hancur sebelum dimulai. Ketika aku tau dia mengandung tepat satu hari sebelum pernikahanku. Mana yang lebih kejam? Aku atau dia? Tidak. Ini tidak akan jadi sebuah pilihan. Hanya dia yang kejam. Bahkan aku sekarang tak ada sedikitpun niat merebut Vegas darinya.

Namun aku tak mengerti kalimat terakhir. Kenapa? Apa yang akan terjadi beberapa minggu lagi?

"Kau akan kemana memang beberapa minggu lagi? "

"Pertama.. aku ingin meminta maaf padamu Pete. Aku menghancurkan hidupmu. Jika saja.. Hiks.. Jika saja aku tak egois dan merayu Vegas walaupun aku tau dia memilikimu, mungkin ceritanya akan berbeda" Us mulai terisak dihadapanku. Matanya yang menatapku dari tadi tertunduk dan meneteskan air mata. Tangannya berulang kali terangkat untuk menyekanya. Aku.. Sedikit kasihan.

"Hmm jika itu bukan kau, maka pria lain akan mengisi posisimu dan ceritanya akan tetap sama Us. Aku tidak bilang kau tidak salah, tapi siapapun itu, jalan ceritanya pasti akan sama" harusnya aku tak mencoba menenangkannya saat ini. Harusnya aku tertawa jahat dan mengutuknya. Mungkin jika orang lain diposisiku mereka sudah menampar dan memukul orang seperti Us. Tapi.. Entah kenapa melihat penampilan Us sedikit membuatnya sedih. Wajahnya yang setauku sangat bersinar sekarang sedikit redup. Wajahnya semakin putih dan pucat. Dia terlihat.. Sakit?

"Maafkan aku Pete. Aku.. sebenarnya mengalami gagal ginjal stadium 5 dan sudah komplikasi. Aku mendengar jika hidupku tak sampai sebulan lagi jika tak ada donor. Aku.. Hanya ingin menikmati hari hari terakhirku dengan Vegas. Maaf aku menjadikan penyakitku sebagai alat membuatmu menjauh lagi dari Vegas, Pete. "

Aku sedikit tersentak mendengar ucapannya. Us terlihat sangat menyedihkan saat ini dimataku. Pantas saja wajahnya semakin tirus dan senyumnya tak secerah dulu. Aku rasa aku akan menangis sekarang. Didepanku ada seseorang yang berjuang dengan hidupnya sendiri. Dan dia mengetahui waktu kematiannya.

"Kau tau Pete. Vegas tak satu kalipun mencintaiku. Kami menikah karena Siena dan itu karena aku yang memberitahu mama dan papa. Kami tak pernah lagi tidur bersama semenjak menikah. Kamar kami bahkan tidak sama. Dia memilih untuk tidur diruang kerjanya sendiri. Aku tau setiap malam dia akan menangis sejak perceraian kalian. Dia masih sangat mencintaimu, Pete" Us mengangkat kepalanya dan menerawang jauh keluar. Senyum getir saat dia berkata sarat akan rasa sakit. Beberapa helaan selalu muncul dari mulutnya.

Aku semakin mengasihaninya. Bahkan setelah mendapatkan cintanya pun ia tak sekalipun bahagia. Memang aku pernah berdoa agar mereka tak bahagia. Tapi ini diluar ekspektasiku, bahkan Us jatuh sakit dan hanya tinggal menghitung hari.

Aku berjalan mendekatinya. Kurengkuh tubuhnya yang sudah kurus. Tanganku merasakan tubuhnya hanya tulang yang terbalut kulit. Aku meneteskan air mataku. Tak sanggup melihatnya yang juga menderita. Tubuh Us bergetar, dia menangis didadaku. Aku mengusap punggung sempitnya untuk menenangkannya.

"Maafkan aku Pete. Hiks.. Izinkan aku egois untuk yang terakhir kalinya. Maafkan aku"

End of Flashback

Aku menatap Pavel. Dia mengeluarkan cincin yang sama selama 3 tahun ini. Cincin yang aku pilih sendiri karena Pavel berdusta akan memberikannya pada mommynya. Pavel mengambil posisi disampingku dan mulai berlutut dengan satu kaki.

"Pete. Untuk yang kesekian kalinya. Aku ingin memintamu menjadi istriku. Aku ingin hidup dan menghabiskan masa tuaku bersamamu. Aku berjanji akan mencintaimu dan melindungimu sampai ajal menjemput. Aku berjanji akan menyayangi dan mendidik Venice layaknya anakku sendiri. Pete maukah.. Kau menikah denganku? " Pavel membuka kotak hitam yang berisikan satu cincin sederhana seperti yang kuinginkan.

Aku tersenyum. Aku menutup kotak tersebut dan membantunya berdiri. Dia menghela napas berat. Sepertinya kecewa aku menolaknya kembali. Wajahnya tertekuk. Seperti bayi cemberut yang tidak dapat susu.

Aku terkekeh melihatnya hanya berdiri didepanku tanpa mau menatapku. Kutangkupkan tanganku ke pipinya dan kutatap mata teduhnya. Aku kembali tersenyum.

"Pavel, ayo berkencan" aku mengecup bibirnya dengan sedikit berjinjit karena Pavel jauh lebih tinggi dibandingkan aku. Pavel diam. Aku kembali tertawa melihat reaksinya. Dia sangat menggemaskan jika seperti ini.

"Kau tidak mau ya? " godaku. Matanya mengerjap cepat dan segera memelukku erat. Sangat erat sampai kurasa tulangku bisa remuk karena pelukannya. Aku berusaha melepaskan pelukan ini. Sedikit gerakan dan akhirnya terlepas. Bukan karena Pavel lemah dariku. Tapi karena dia selalu mengerti apa mauku.

Kutatap matanya dalam. Aku sedikit merasa bersalah rasanya. Aku belum mencintainya dan malah mengajaknya berkencan. Aku hanya butuh tempat untuk kabur. Kupikir jika aku masih sendiri Vegas akan terus mengekoriku. Tapi aku memiliki Pavel sekarang, setidaknya aku akan belajar mencintainya sekarang.

-----

Vegas membawa sepasang anak kecil ke sebuah playground. Venice merengek ingin bertemu Siena sehingga Vegas menjemput Siena terlebih dahulu setelah mengabari Jen.

Setelah masuk Vegas duduk disalah satu kursi didekat kafe kids. Matanya bergerak mengikuti pergerakan sepasang bocah tersebut. Senyuman terukir dibibirnya. Namun sedikit sedih melihat Venice. Ia berpikir apa saja yang sudah dilalui anak itu selama ini. Dia tumbuh dengan baik. Bahkan ketika keinginannya tak dituruti dia mengubah ke yang lebih mudah. Dia anak yang sangat pengertian seperti papanya. Harusnya ia tak gegabah dan menuduh Pete sembarangan. Jika saja dia mampu mengontrol emosinya lebih baik seperti sekarang, kejadian tersebut pasti tak akan terjadi.

Vegas mengingat tumbuh kembangnya Siena, tapi dia tak sekalipun turun tangan dalam mengasuh Venice. Apakah Venice mendapatkan lingkungan yang baik? Fasilitas yang baik? Asupan yang baik? Selayaknya yang Siena dapatkan?

Tubuh mereka hampir sama besar karena tidak terpaut usia yang jauh. Namun Siena tampak jauh lebih pemberani. Dia selalu memimpin jalan kemana akan bermain. Venice hanya mengangguk pasrah dengan arahan Siena. Sepertinya Venice hanya ingin dekat dengan Siena, mungkin saja Venice menginginkan figur seorang kakak dan teman, jadi Venice terlihat sangat menyukai Siena.

Sudah satu jam lebih mereka berada di playground. Anak anak tersebut masih tampak bersemangat dan ingin berlarian lebih lama. Energi anak anak memang tak ada habisnya. Tapi sudah masuk jam makan siang, jadi mereka harus makan. Sehingga akhirnya Vegas terpaksa menggendong mereka berdua dan berjalan menuju kafe.

Vegas memesan dua spageti, satu salad dan tiga jus jeruk. Namun Venice hanya melihat makanan itu tak berselera.

"Venice, kau harus makan. Biar kuat! Hehe" Siena menekuk lengannya memperlihatkan otot yang sebenarnya gumpalan lemak dilengannya. Dia sangat bangga ketika melihat mata Venice berbinar takjub melihat dirinya.

"Whaaa. Aku mau kuat juga!! Tapi paman.. Venice ingin nasi.." Venice sedikit memanyunkan bibirnya, berharap Vegas luluh dengan sikap imutnya.

Vegas terkekeh geli dan mengangguk. Vegas lupa jika dia diasuh oleh Pete. Tentu selera makan mereka juga sama. Vegas kemudian memesankan chicken cordon bleu dengan nasi untuk Venice.

Saat makan Vegas beberapa kali menegur Venice yang sering mengoceh saat makan. Tapi Venice malah menangis, membuat Vegas tak tega dan membiarkannya.

Drrtt Drrtt

Vegas mengangkat ponselnya yang bergetar karena telpon dari Pete. Vegas berjalan sedikit menjauh dari meja makan karena tak ingin memberi contoh yang tidak baik bagi anak anaknya.

"Ya, Pete. Ada apa? " Vegas tersenyum lebar. Hatinya berdebar. Pete akhirnya menelponnya. Ia merasa kembali jatuh cinta seperti saat pertama kali bertemu Pete. Bahkan rasanya sekarang lebih berdebar. Vegas seperti bocah ingusan yang sedang jatuh cinta pada idolanya. Kakinya tak berhenti berputar putar dilantai dengan satu tangan disakunya.

"Aku akan menjemput Venice sekitar satu jam lagi. Apa kau tidak apa sedikit lama mengurusnya? "

"Um, of course. Bahkan selamanya pun aku sanggup. " Vegas mengakhiri kalimatnya dengan kikikan malu. Benar benar seperti bocah!

"Hm, aku akan menjemputnya satu jam lagi. Terimakasih"

"Sama sam-"

Pip

Vegas menarik ponselnya dari telinga dengan wajah yang kecewa. Pete tak menunggunya selesai untuk berbicara. Tapi Vegas yakin, dia masih memiliki seribu kesempatan untuk mendekati Pete kembali. Meskipun harus menyingkirkan Pavel.

-----

Aku melihat Pete memasuki area playground. Ia berjalan mendekatiku dengan mengitari tempat ini dengan matanya. Aku tersenyum lebar seperti orang bodoh. Kalian tau? Pete sangat menawan hari ini! Dia menggunakan celana katun abu dengan turtle neck hitam lengan panjang. Lengannya sedikit ia singsingkan hingga setengah lengannya tampak. Kalung sederhana keluaran gucci tergantung dilehernya. Riasan tipisnya juga tampak sempurna. Bibirnya yang hanya diwarnai merah dibagian dalam saja juga terlihat sempurna. Matanya terlukis eyeliner tipis diekor mata dan eye shadow berwarna peach sehingga terlihat tidak berat namun sangat cantik.

Aku merasakan gerakan melambai didepan wajahku. Aku mengerjapkan mataku cepat dan kembali menyadarkan diri dari kekagumanku.

"Aw! Kau sudah datang? " aku menepuk kursi kosong yang berada disebelahku. Pete memutar bola matanya malas dan duduk disebelah kursi kosong sehingga kami terpisah satu kursi. Aku berdiri dan berniat ingin duduk disebelahnya namun gagal ketika badan besar mengambil posisi dikursi itu. Pavel keparat!

Aku menatapnya tak suka. Aku mengambil kursiku dan meletakkannya disamping Pete yang kosong. Pavel kemudian menarik kursi Pete agar lebih dekat padanya. Matanya menatapku tajam, begitu juga sebaliknya. Seperti ada kilat yang menghubungi mata kami jika digambarkan dalam komik.

Aku menarik kursi Pete mendekat kearahku. Aku tak ingin mereka berdekatan.

Tapi Pavel kembali menarik kursi Pete mendekatinya. Kami saling menarik kursi Pete sampai sebuah teriakan menghentikan kami.

"Argghh!! Cukup! Aku tidak akan duduk dimanapun, okey? Vegas, mana Venice? " Pete berdiri dan berjalan menjauh dari kami. Mataku masih menatap Pavel tajam dan begitu sebaliknya.

"O oih! Kau mendengarku tidak?! Mana Ven-"

"Papaa!!! " Venice berlari kencang menubruk Pete. Kakinya meloncat kegirangan dengan wajah yang tersenyum lebar. Dahinya sudah basah begitu pula dengan rambutnya. Aku mengalihkan pandanganku melihat mereka. Lagi lagi aku tersenyum seperti orang bodoh.

"Aw baby. Astaga, keringatmu sayang. Apa seseru itu hm? " Pete berjongkok menyamakan tingginya dengan Venice. Menyeka semua keringat yang membanjiri Venice dengan tisu yang diambilnya ditas. Pete tersenyum lebar melihat Venice yang masih tertawa padanya. Tak lama Siena datang. Ia hanya berdiri disamping Venice dan melihatnya.

Pete tersenyum tapi tak selebar senyumnya pada Venice. Aku melihat senyum yang berbeda. Senyum manis dengan sedikit kesedihan. Aku tak paham. Mungkin aku salah lihat.

Pete mengibaskan tangannya kearahnya mengisyaratkan agar Siena mendekat. Siena tak berbeda jauh kondisinya dengan Venice. Rambut panjangnya sudah basah karena keringat. Beberapa tetesan jatuh dari ujung rambutnya. Begitu juga pipinya yang memerah. Pete dengan telaten ikut menyeka keringat Siena. Aku sedikit tertegun. Siena adalah hasil dari hal yang menghancurkan rumah tangga kami. Tapi dia masih mau mengurus Siena walaupun hanya sedikit. Apa dia malaikat? Kenapa hatinya begitu baik. Perasaan bersalah kembali masuk kedalam hatiku. Apa aku yang menyakiti malaikat itu? Begitu berdosanya aku.

Senyumku sedikit memudar melihat Pete memeluk Siena erat. Tangannya mengelus punggung Siena dengan lembut. Aku tersenyum getir. Setega itu aku dulu menyakiti malaikat ini. Bahkan dia terlihat tulus dengan Siena.

"Ayahh!! " Venice berlari kearahku. Aku berjongkok menyambutnya dan tersenyum lebar, namun ia malah masuk ketangan Pavel yang sudah terkembang. Aku termenung. Melihat Venice dengan wajah cemberutnya mengadu pada Pavel jika papanya lebih menyayangi Siena ketimbang dirinya, dia mengadukan papanya yang tak memeluknya.

Aku kecewa. Aku ingin berada di posisi Pavel saat ini. Aku ingin Venice berlari kearahku dan mengadu mengenai Pete. Aku ingin. Tapi memang belum saatnya saja. Aku kembali berdiri dengan perasaan kecewa.

Sedetik kemudian Pete dan Siena sudah berada dihadapan kami. Siena melepaskan tangan Pete dan memegang tanganku. Wajah Siena tampak bahagia. Matanya dan mata Venice saling bertatap dengan senyum cerah mereka.

"Vegas, terimakasih sudah menjaga Venice hari ini. " Pavel menyeringai padaku setelah mengucapkan kalimat tersebut. Emosiku kembali naik hingga ubun ubun. Beraninya dia berkata seperti itu? Bahkan dia bukan ayah kandung Venice!

"Cih, tutup mulutmu! Kau bukan siapa siapa disini" aku menatap Pavel dengan tajam. Tak tau sopan santun sama sekali!

"Kau yang bukan siapa siapa disini Vegas. Jaga mulutmu. Yasudah, kami pergi dulu. Siena, paman pergi dulu ya. Terimakasih sudah bermain dengan Venice, sayang" Pete menatap tak suka kearahku. Kemudian mengusap kepala Siena dan berjalan menjauh. Aku menahan emosiku. Aku tak akan melawan Pete. Aku sudah berjanji

"Oh iya. Vegas, tiga hari lagi kami akan pergi ber-"

"Kami? " aku membalikkan tubuhku melihat mereka. Mataku terarah pada tangan Pete yang sudah digenggam oleh Pavel dan Venice dalam gendongan Pavel. Sialan! Apa dia mau mati? Rasanya aku ingin menguliti seseorang saat ini.

"Ya, aku dan Pete sepasang kekasih sekarang. Apa ada masalah? " Pavel dengan senyum bangganya mengejek kearahku. Sial! Akan kubunuh pria itu!

"Kami akan berlibur 3 hari lagi. Jika kau ingin bertemu Venice, lakukanlah dalam 3 hari ini. Karena aku tak tau kapan kami akan kembali. Kami pamit" aku menatap kepergian mereka dengan penuh rasa emosi. Cih, lihat saja pembalasanku suatu saat nanti.

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞