VEGASPETE - AGREEMENT - 18
Wajah lelah sangat jelas tercetak diwajah Vegas. Sudah 2 hari sejak ia mengurung dirinya dikamar sepulang dari kediaman Pete. Vegas bahkan tak tau bagaimana dan kapan Us dan Siena pulang dari rumah sakit. Dia sangat putus asa. Rasanya malam itu dia hanya ingin ke suatu tempat yang sepi. Menghindari semua tatapan benci yang diarahkan kepadanya.
Mata tajam yang biasanya menatap bengis dan remeh orang lain itu tampak sayu. Tubuh yang bersandar pada kasur kini kembali bergetar. Tangannya meremas ujung tepi foto Pete dan dirinya yang biasa ia lihat. Foto tersebut sudah penuh dengan jejak air mata.
Ingatannya kembali ke malam dimana ia bertemu dengan Pete. Wajah Pete yang penuh rasa luka dan lelah sangat jelas terekam oleh ingatan Vegas. Bagaimana Pete bisa bertahan selama itu dengan dirinya? Dia terlalu buta. Obsesinya terlalu besar sampai sampai ia melukai orang yang harus dilindunginya.
Air mata Vegas kembali turun. Bibirnya mulai mengeluarkan isakan. Ia merengkuh foto yang ada ditangannya dan berbaring diatas lantai. Dinginnya lantai sama sekali tak membantunya menenangkan diri. Malahan dingin tersebut menusuk tubuhnya seakan menambah rasa sepi dan penyesalan di hatinya.
Pete benar. Seharusnya ia mati. Ia tak pantas hidup. Dia adalah seorang pembunuh. Pembunuh yang dengan keji dan sadar membunuh anaknya sendiri. Vegas meraung. Suara penyesalan menggema seisi ruangan. Membuat siapapun yang diluar tak berani masuk.
Dia sangat merasa bersalah pada Pete. Bagaimana punggung rapuh itu menanggung semua beban dan pukulan darinya? Ia ingat semua luka dan lebam yang ia torehkan ditubuh Pete. Bahkan dia melakukan itu dengan sadar. Dia seperti lebih buruk dari binatang.
Rasanya Vegas ingin mati. Tapi dengan semua luka dan kekejian yang ia perbuat, bukankah harus ia perbaiki lebih dulu? Tapi dia belum sanggup bertemu anaknya. Dia malu. Apa yang harus ia katakan nanti?
Matanya ingin terlelap. Sudah sangat berat. Namun ketukan dipintu dan suara pilu Siena yang memanggilnya membuat Vegas kembali bangun.
Akal dan pikirannya yang sudah hilang selama 2 hari kembali datang ketika Siena menangis memanggilnya untuk keluar.
Lagi
Dia membuat sebuah kesalahan lagi. Dia menelantarkan keluarganya dan egois mengurung diri diruangannya. Kepala Vegas berdenyut hebat ketika melihat 2 gambar terlintas dibenaknya. Dia dihadapkan degan situasi berat. Memilih antara Us dengan Siena atau Pete dengan Venice.
-----
Aku mengunjungi makam mertua dan anakku. Membawakan mereka bunga dan menaruhnya disamping batu nisan mereka masing masing.
"Selamat sore ayah, ibu. Maaf.. aku baru mengunjungi kalian setelah beberapa tahun. Bagaimana disana yah, bu? Apa surga seindah itu? Kuharap.. kalian bahagia diatas sana. Aku - " suaraku tercekat. Mataku mulai berkaca kaca dan suaraku menjadi sedikit parau. Aku tak boleh menangis disini. Setidaknya aku harus terlihat bertanggung jawab didepan ayah dan ibu.
Aku kemudian menarik napas dalam dalam dan menghembuskannya. " - aku ingin meminta maaf. Maaf.. sudah mengecewakan kalian. Maaf.. sudah membuat putra kesayangan kalian terluka dan- dan tidak bahagia. Maaf.. Hiks.. Maaf aku tidak seperti harapan kalian" satu isakan lolos dari bibirku. Aku teringat petuah yang diberikan ayah untuk membahagiakan Pete sebelum menikah. Aku menghancurkan kepercayaannya. Titipan yang ia berikan sudah aku robek hingga berkeping keping. Bahkan aku belum sempat memperbaikinya. Hatiku memberat mengingat senyum tulus ayah dan ibu. Mereka sangat menyayangiku dan aku malah melukai putra mereka. Bajingan memang.
Tanganku mengusap air mata yang jatuh kepipiku dengan cepat. Aku harus terlihat seperti orang bertanggung jawab.
"Ayah.. Ibu.. Kalian tau. Selama ini ternyata aku adalah manusia bajingan. Aku.. Aku membunuh anakku- Hiks.. Aku membunuh anakku sendiri yah.. Bu.. " aku mengepalkan kedua tanganku disisi tubuhku. Aku harus mengendalikan emosiku. Aku tak bisa hanya menangis disini.
"Ayah.. ibu.. Bisakah kalian sampaikan permohonan maafku padanya? Aku malu... Aku malu sekedar untuk memohon ampunannya. Kumohon, bantu aku kali ini.. " aku mengusap air mataku kasar. Kutundukkan kepalaku dalam dan memberi hormat pada mereka.
Aku berjanji. Aku berjanji akan meminta maaf secara langsung pada anakku. Tapi tidak sekarang. Aku harus memperbaiki semuanya terlebih dahulu. Setelah aku merasa pantas, aku akan kembali kesini untuk memohon ampunannya dan juga Pete. Disini
-----
"Oi Porsche! Kenapa kau murung sekali? " Arm sedikit memukul kepala Porsche dari belakang. Membuat Porsche mengerang dan menatap tajam Arm yang hanya mengangkat bahu acuh.
Porsche menghela napas berat. Ia menatap lantai yang tidak berpola. Tampak jelas pikirannya sedang kacau.
"Aku sedang stres! " tiba tiba suara Porsche meninggi memenuhi ruangan. Bahunya naik secara tiba tiba karena terlalu marah.
"O ou.. Calm down bro! Ceritakan saja pada kami" Pol menyauti suara Porsche. Beberapa kacang mulai masuk kemulutnya.
Semua orang di ruang tamu rumah Pete menatap kearah Porsche kecuali Venice yang sibuk berguling guling dengan bantal dino nya dikarpet.
"Aku stres karena Kinn!! Argghh! Dia nyaris membuatku gila!" Porsche mengacak rambutnya frustasi sambil menyenderkan bahunya pada senderan sofa. Dadanya naik turun menahan emosi.
"Kau masih berhubungan dengannya? Bukannya dia sudah menikah tahun lalu? O hoi.. Jangan menjadi perusak rumah tangga orang Porsche! Itu tidak baik! " Ucap Pol yang mulai merebahkan dirinya di paha Arm. Tubuhnya ia hadapkan kearah Porsche yang menatapnya tajam. Pol menampilkan deretan gigi putihnya dan mengangkat dua jarinya.
"Oi, aku bercanda. Aku tau kau tak akan merusak rumah tangga orang lain. Jadi kenapa? "
"Kalian tau. Kinn selalu menghubungiku. Dia bahkan setiap hari mengunjungi kantorku. Aku lelah. Aku tak mau dituduh macam macam. Dan lagi dia juga bercerita padaku mengenai rumah tangganya dengan Nine. Seperti mereka dari awal pisah ranjang dengan kamar yang berbeda. Mereka yang jarang mengobrol bahkan hampir tidak pernah. Dia mengatakan dirinya tak bahagia padaku. Aku stres! Mau apa bocah tua itu?! Sialan! " Porsche menangkup wajahnya dan mengerang. Dia sangat stres memikirkan hal ini.
"Kenapa tidak kau blokir saja nomornya? Jika ke kantor, usir. Atau kau beri fotonya pada security agar dia tak bisa masuk" Arm mengangguk menyutujui solusi dari Pete. Lumayan masuk akal.
"Apa kalian pikir aku akan sestres ini jika itu belum ku lakukan?! Oh Tuhan! " Porsche memutar bola matanya malas. Dia tidak sebodoh itu untuk tidak berpikir sampai sana. Semuanya sudah ia lakukan. Bahkan mengganti nomor ponselnya sendiri. Tapi tak satu pun yang mempan.
"Whaa. Apa persepupuan ini memiliki gen obsesi yang sangat tinggi? Aku heran" bibir Pol langsung dipukul oleh Arm. Arm melirik Pete dan Porsche yang sama sama menghela napas.
Ya. Setelah kejadian pertemuan dengan Vegas, Porsche meminta Pete menjelaskan semuanya. Alhasil Pete mengumpulkan mereka semua hari ini untuk menceritakan alasan sebenarnya dia melarikan diri ke Itali.
"Kau sebaiknya mengajak Kinn dan Nine bertemu. Kalian bertiga harus menyelesaikannya. " ucap Pete sambil berjalan mendekati Venice yang memencet mencet remot TV.
"Papa, kartun! Venice ingin kartun" Venice memperlihatkan remot TV tersebut pada Pete. Ia seperti ingin Pete menolongnya menyalakan TV. Pete kemudian mengambil remot dan menyalakan TV. Pete mengganti beberapa chanel sampai melihat pororo. Kemudian Pete mengambil posisi disebelah Venice yang sudah duduk manis di sofa ruang keluarga.
"Haruskah? Apa itu tak terlihat seperti mencampuri urusan rumah tangga orang? " Porsche menatap Pete yang ikut menonton pororo bersama Venice.
"Memang akan terlihat seperti itu. Tapi jika tidak, kau akan terjebak dengan hubungan ini selamanya Porsche" Pete memutar kepalanya menghadap Porsche. Arm juga Pol mengangguk anggukan kepalanya detuju.
Semua pilihan ada baik dan buruknya. Dunia memang selamanya abu abu bukan?
Ting Tong
Suara bel mengintrupsi percakapan empat sekawan tersebut. Arm bergerak menuju pintu, membantu Pete yang masih kerepotan dengan rengekan Venice yang tiba tiba menginginkan cokelat.
Cklek
"Vegas?"
-----
Us melihat ponselnya berulang kali. Melihat apakah ada notifikasi pesan atau panggilan dari Vegas. Sekarang sudah jam 8 lewat 30 menit dan Vegas masih belum ada dirumah. Raut khawatir begitu jelas tampak diwajah Us. Apakah Vegas tidak apa apa? Pikiran buruknya berkecamuk.
Vegas tidak pernah melewatkan jam makan malamnya sebelumnya. Dia selalu dirumah untuk makan bersama Us dan putrinya, Siena. Namun hari ini ia belum juga pulang. Bahkan Siena tak mau makan karena ingin menunggu daddynya pulang. Siena mengunci pintu kamarnya dan hanya bisa terbuka setelah daddynya datang.
Us kemudian berjalan kedepan pintu. Ia berinisiatif untuk menunggu didepan pintu. Matanya bergantian melirik ponsel dan gerbang rumahnya. Us mencoba menata pikirannya. Mungkin karena Vegas baru masuk kantor hari ini, jadi pekerjaannya menumpuk dan terlambat pulang. Us mencoba merapalkan kalimat tersebut berulang ulang untuk meyakinkan dirinya.
-----
"Pete. Kumohon.. Berikan aku kesempatan bertemu dengan Venice. Aku ingin memperbaiki semuanya. Setidaknya biarkan aku menebus kesalahanku melalui Venice" Vegas menahan pintu yang akan ditutup oleh Pete. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menebus segala kesalahannya melalui Venice.
"Tidak usah. Tak ada yang perlu kau tebus disini. Kehadiranmu sama sekali tak diharapkan. Pulanglah Vegas" Pete kembali menutup pintu, namun Vegas dengan cepat menelusup masuk sebelum pintu tersebut terhempas dan tertutup.
Vegas berlutut dihadapan Pete. Kepalanya ia dongakan melihat Pete yang menatapnya tak percaya. Tak pernah satu kali pun terpikirkan olehnya jika Vegas akan berlutut memohon seperti ini padanya. Dimana letak harga diri yang biasanya ia junjung tinggi itu?
"Kumohon Pete.. Aku hanya akan mengenalkan diriku padanya hari ini. Setelah itu aku akan kembali" Vegas menatap Pete memohon. Peduli setan dengan martabat dan harga diri. Sekarang Pete dan Venice lebih penting bagi Vegas.
Vegas yakin. Jika hati Venice ia dapatkan, Pete akan luluh dengan sendirinya. Dia harus berjuang untuk itu. Demi menebus segala kesalahannya.
"Hahaha. Kau lucu sekali Vegas. Perkenalan? Apa yang akan kau sebutkan pada Venice? Kau akan memperkenalkan dirimu sebagai ayah yang telah menghilang selama 4 tahun dan kembali karena baru mengetahuinya? Atau kau akan memperkenalkan dirimu sebagai ayah bertanggung jawab namun itu hanya karena tuntutan ikatan darah? Jangan bercanda Vegas! Venice tak butuh. Tak butuh sama sekali. Dia sudah memiliki semuanya. Dan itu sudah sangat lebih dari cukup. Kau pikir dia akan bahagia melihat orang asing mengaku ngaku sebagai ayahnya? Mimpimu terlalu tinggi Vegas! Lebih baik kau pulang dan kembali pada keluargamu. Apa kata orang jika mereka melihat kau yang sudah beristri namun bertandang ke rumah mantan istrinya pada malam hari? Itu menjijikkan. Dan aku tak suka. Silakan pulang. Sekarang juga! " Pete membuka kembali pintu dibelakang Vegas selebar lebarnya. Menunggu dengan memegangi pintu agar Vegas segera keluar dari rumahnya.
"Ayolah Vegas. Tanganku sudah lelah"
"Tidak Pete. Aku tak akan beranjak dari sini jika tak bertemu dengan Venice" Vegas tetap kekeuh dengan keinginannya. Dia tak peduli dengan omongan orang. Dia hanya tau dia berjuang untuk anaknya dan orang yang ia cintai. Vegas hanya menelan setiap cemoohan Pete bulat bulat. Semuanya benar dan ia tidak akan membantah.
Pete menghempaskan pintu rumahnya kasar. Dia takkan menang melawan keras kepala Vegas. Dia sudah sangat malas dan muak dengan semua yang berhubungan dengan Vegas.
Pete berjalan menuju teman temannya yang sudah membawa Venice kedalam kamarnya.
"Porsche. Bisa kau bantu aku? Tolong usir Vegas untukku. Dia sangat keras kepala. Aku menyerah " keluh Pete ketika baru masuk kedalam kamar Venice.
Porsche mengangguk dan berjalan keluar kamar.
"Papa. Apa paman itu teman papa? Bolehkah kita berkunjung kerumahnya? Venice ingin bertemu Siena. Kami sudah berjanji akan bermain dino bersama" Venice memainkan telunjuknya dengan menekan nekan paha Pete.
Pete mensejajarkan tubuhnya dengan Venice. Tangannya menyisir rambut Venice kebelakang dan menangkup pipinya. Pete menatap Venice lama. Apa yang harus ia katakan? Apa ia harus berbohong? Pete menghembuskan napas kasar.
"It's okey Pa. Jika Venice tidak boleh bermain dengan Siena tidak apa.. Papa jangan sedih.. Nanti Venice juga ikut sedih" mata Venice berkaca kaca melihat raut wajah Pete yang tampak kacau. Venice terlalu menyayangi Pete dan tak mau papanya bersedih.
"No baby, no. Kapan kapan kita akan bertemu Siena. Venice boleh bermain dengannya" Pete memeluk Venice erat. Dia tak akan melarang Venice bertemu Siena. Hubungan buruk orang tua tidak boleh mengganggu hubungan anak anak. Sangat tidak dewasa jika melibatkan anak anak dalam pertengkaran mereka. Pete berjanji akan mempertemukan mereka. Tapi tentu tidak dalam waktu dekat ini.
-----
Vegas berjalan dengan lesu kearah pintu rumahnya. Matanya menatap rumput pijakan dengan kosong. Dia gagal hari ini. Dia tak dapat menemui Venice dan malah membuat Pete semakin marah padanya. Beban dipundaknya terasa semakin berat.
Vegas mendapati pintu rumah yang terbuka lebar. Dia melihat Us yang tertidur di kursi teras mereka. Reflek Vegas melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Sial!
Dia mengecewakan semua orang hari ini ternyata. Perasaan menyesal menelusup kedalam hatinya melihat Us yang tidur dalam posisi tidak nyaman. Dia harusnya mengabari Us hari ini.
Vegas berjalan mendekati Us yang masih lelap dalam tidurnya.
"Hei Us. Bangun. Jangan tidur disini" Vegas menepuk pipi Us pelan. Sedikit goncangan ia berikan ketika Us masih belum bergerak.
"Aw! Kau sudah pulang Vegas? Hoam.. - " Us meregangkan tubuhnya yang sedikit kaku karena tertidur dikursi rotan. Matanya masih setengah tertutup.
"-Kau sudah makan? Jika belum biar aku panaskan dulu sebentar. Kau duduklah di ruang makan" Us berjalan kedalam rumah mendahului Vegas. Vegas kemudian berjalan mengikuti Us. Matanya menangkap makanan lengkap yang masih terhidang di meja makan.
"Apa kalian belum makan? " Vegas menatap makanan yang sepertinya belum disentuh sama sekali. Matanya ia alihkan menatap Us yang mulai menyalakan microwave.
Us menggeleng dan tersenyum.
"Siena tak ingin makan jika kau belum pulang. Jadi kami memilih untuk menunggumu. Kemudian aku berniat mengajaknya makan jam 9 tadi. Namun dia sudah tidur. Jadi aku kembali menunggumu" hati Vegas mencelos sakit mendengar ucapan Us. Dia ditunggu dirumah. Bahkan anak istrinya belum makan karena dirinya.
Sekalinya bajingan akan tetap menjadi bajingan rupanya. Tapi ia harus apa? Vegas sungguh bingung. Tak tau apa yang harus ia lakukan. Dia tak bisa meninggalkan Us dan Siena begitu saja, tapi dia juga masih sangat mencintai dan harus memperbaiki kesalahannya pada Pete. Apalagi ada Venice ditengah tengah mereka saat ini.
Oh Tuhan, bantu aku!
"Us aku tak lapar. Sebaiknya kau tidur ke kamar. Udara malam tak baik buatmu. Aku tak mau melihatmu tidur dirumah sakit lagi. Jangan menungguku diluar seperti tadi okey? " Vegas mengusak rambut Us dan melangkah kelantai dua menuju ruang kerjanya. Vegas dan Us memang tak tidur dikamar yang sama. Mereka menikah hanya demi Siena. Us akan tidur dikamar utama. Sedangkan Vegas akan tidur di ruang kerjanya yang sudah dilengkapi dengan keperluannya.
Us menatap punggung Vegas yang menjauh. Air matanya jatuh. Dia merasa kasihan pada dirinya sendiri. Bahkan Vegas tak menanyai apa Us sudah makan atau belum.
TBC
Komentar
Posting Komentar