VEGASPETE - AGREEMENT - 12 🔞
Tetesan hujan membasahi tanah yang masih basah. Terdapat tiga batu nisan yang bertuliskan nama pemilik masing masing. Tul Jakapan Puttha, Pang Jakapan Puttha dan Coco. Satu makam yang hanya ditanami batu nisan tanpa isinya. Secara simbolik dibuatkan untuk mengingat anak semata wayangnya.
Tampak seorang pemuda bersimpuh didepan ketiga makam tersebut. Kedua tangan ringkih itu mulai menggenggam tanah dihadapannya. Mendekatkan tanah tersebut kedadanya dan mendekapnya dengan erat. Seolah olah memeluk ketiga cintanya yang sudah tak bersamanya.
Tangisan lirih terdengar bersamaan suara hujan yang masih rinai. Sangat menyayat hati orang orang yang mendengarnya. Mereka ingin menemani Pete disana. Bahkan ingin merengkuh tubuh rapuh tersebut kedalam pelukan mereka. Tapi mereka diusir. Tak satupun dari mereka diperbolehkan disisinya.
Tubuh letihnya seakan melawan rasa penat yang hatinya pendam. Seperti penat tersebut harus terkeluarkan. Dia merasa harus berteriak dan meraung sejadi jadinya. Ingin rasanya menggali tanah dihadapannya dan masuk kesana. Dia ingin tidur diantara orang yang dicintainya. Dia ingin memeluk bahkan mencium mereka selamanya. Bahkan ketika mengingat anaknya, dia merasa sangat merasa bersalah. Dia tak mampu menjaganya. Bahkan anak yang tak bersalah itu telah merasakan pahitnya memiliki seorang ayah bodoh sepertinya. Apakah anaknya membanggakannya pada temannya disurga sana? Pete rasa tidak. Bahkan mungkin dia malu dan memilih menyendiri. Begitu menyedihkan menjadi anaknya.
Matanya sangat bengkak, bahkan hidungnya lebih merah dari tomat. Percikan tanah menodai pipinya. Bibirnya bergetar menyebutkan nama ketiganya. Kata kata maaf terus terucap. Merasa dirinya adalah pembawa sial bagi keluarganya. Kakinya sudah dingin. Tangannya sudah bergetar. Bibirnya juga pucat. Baju yang ia gunakan sudah kuyup. Badannya tak kuat lagi menahan dingin hujan. Dia merebahkan dirinya diantara makam ayah dan ibunya. Kemudian menyampingkan tubuhnya menghadap makam ibunya. Tangannya terulur seperti mendekap tanah tersebut.
"Ayah. Maaf ya. Hari ini Pete mau peluk ibu dulu. Nanti atau besok Pete janji akan peluk ayah" ucapnya. Pete kembali terisak ketika tak mendapatkan balasan kecemburuan dari sang ayah.
"Kenapa ayah cuma diam? Apa ayah marah? Jangan marah ayah. Ibu kedinginan. Hujannya belum berhenti. Ayah lebih kuat dari ibu. Jadi Pete- " suara Pete tercekat. Rasanya tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Matanya terpejam erat agar mampu fokus mekanjutkan ucapannya.
"- Jadi Pete harus bantu ibu dulu. Ayah bantu Pete ya. Coco juga kedinginan. Tolong- tolong ayah peluk Coco ya" Pete mmenggigit bibir bawahnya. Tak mau ketiga cintanya mendengarnya menangis. Tapi hatinya tak bisa berbohong. Rasa sedihnya menyentuh bagian paling dalam dari dirinya. Pete kembali tersedu sedu. Air matanya berpacu dengan hujan yang semakin deras membasahi tanah.
Pete menggerakkan tubuhnya semakin dalam ketanah. Berusaha mencari kehangatan dari ibunya. Matanya memberat. Dia rasanya ingin tidur. Boleh ya bu? Pete tidur disamping ibu ya..
Mata sembab itu akhirnya terpejam ditengah guyuran hujan deras kota Bangkok.
-----
Vegas tampak berlari lari disekitar dapur. Mengambil bahan bahan makanan yang diperlukan sesuai dengan arahan video youtube yang ia putar saat ini.
Istrinya sedang kehilangan dan sangat bersedih. Jadi sebagai kepala keluarga ia harus menjaga istrinya agar jangan sampai sakit.
Tangannya sibuk memotong motong bahan. Sesekali matanya melirik melihat video, mengecek apakah langkah yang ia kerjakan sudah benar atau belum.
Butter mulai dimasukkan kedalam wajan penggorengan. Beberapa bahan ikut masuk untuk ditumis. Tangannya mulai sibuk memasukkan beberapa bumbu dan mengerjakan apa yang disuruh oleh video.
Tak butuh waktu lama bagi si otak cerdas. Dalam 30 menit kari kesukaan istrinya sudah siap dan dapat dihidangkan.
Kakinya melenggang menuju kamar mereka. Knop pintu ia putar berlawanan jarum jam dan mendorongnya kedalam. Pete masih tertidur diatas ranjang. Tubuhnya tampak semakin kecil didalam selimut yang menutupinya.
Pete berhari hari hanya beraktivitas diruangan ini. Mulutnya terkunci rapat. Merespon hanya dengan anggukan ataupun gelengan. Kadang ia bangun hanya untuk menyelesaikan urusannya dikamar mandi. Kalau tidak ia hanya duduk dikursi besi disamping jendela. Makanpun tak pernah lebih dari dua suap. Itupun harus dibujuk.
Vegas tau istrinya sedang berkabung. Tak mudah untuk menerima kenyataan orangtua tempat ia bergantung sudah tiada. Vegas memaklumi keadaan Pete. Dia rela melakukan apapun agar Pete kembali ceria. Bahkan kadang Vegas dengan sengaja memutarkan film kartun yang Pete sukai. Mereka menonton bersama. Kepala Pete memang tegak menghadap televisi. Namun pandangannya kosong. Tak ada raut tersenyum ketika pororo terjatuh karena ulah krong. Bibirnya terkatup rapat seperti diberi lem.
Vegas tak menyerah. Dia memutar musik kesukaan Pete. Kpop. Vegas berusaha mengajak Pete untuk menyanyi. Namun Pete masih diam. Bahkan bergumam saja tidak. Vegas sedikit kesal memang. Segala usahanya tak membuahkan hasil. Tapi hatinya tak sampai meluapkan amarahnya. Semenjak Pete menjadi mayat hidup Vegas sedikit melunak. Dia mulai paham apa yang harus dan tidak boleh ia lakukan. Sehingga dia hanya berakhir memeluk Pete. Membisikkan kata kata penenang yang ia yakin tak akan mengobati luka dihati Pete. Lagi. Dia hanya mencoba.
Vegas menggoyangkan badan Pete pelan. Tangannya beralih mengusap pipi yang semakin tirus itu.
"Sayang... Bangun. Ayo kita makan" Vegas mengecup pipi Pete. Menyibak rambut Pete yang sudah panjang kebelakang.
Pete bergerak tak nyaman. Matanya perlahan terbuka. Tubuhnya secara otomatis bergerak mendudukkan dirinya diatas kasur.
Vegas meraih tangan Pete. Menuntunnya menuju kursi kesukaan Pete. Kursi besi disamping jendela. Mendudukkan si pujaan hati disana. Tangannya secara telaten menyuapi Pete. Satu suapan. Pete menghancurkan makanan tersebut cukup lama. 5 menit. Dia mengunyah dan berhenti sebentar, kemudian lanjut mengunyah dan berhenti kembali. Dan itu berlanjut hingga suapan kedua. Vegas tau Pete tak akan mau disuapi untuk yang ketiga, sehingga tangannya beralih kearah gelas yang berisikan air putih. Ia menunggu Pete selesai mengunyah dan menelan.
"Vegas. Ada yang ingin kusampaikan" Pete berbicara. Matanya menatap jauh keluar jendela. Vegas sedikit terkesiap dengan Pete. Tak menyangka hari ini akan mendengar suara yang begitu dia rindukan. Tangannya yang masih memegang gelas menjadi sedikit longgar, sehingga gelas tersebut tergeletak dan airnya beriak.
"Ya sayang. Aku mendengarkan" Vegas menahan diri untuk tidak melompat kegirangan kearah Pete. Dia masih menunggu Pete mengatakan kalimat selanjutnya.
Namun Pete tak berucap. Dia malah melenggang ke lemari tas yang berada disudut ruangan. Tangannya mengambil salah satu tas dan merogoh sesuatu dari sana.
Map coklat.
Pete kembali mendekat kearah Vegas. Tangannya terulur memberikan map coklat tersebut.
Perasaan Vegas tak baik. Ia tak mau membuka map tersebut. Vegas hanya menatap uluran tersebut tanpa niat mengambilnya. Matanya beralih menatap Pete.
"Apa ini? " tanya Vegas dingin. Air wajahnya berubah. Kehangatan tak ada lagi disana. Terganti dengan wajah datar dan mata yang tajam
"Aku ingin bercerai"
-----
Bunyi pecahan kaca memenuhi ruangan bercat abu dan krem tersebut. Tetesan darah sudah menghiasi lantai marmer putih dan karpet yang menghiasi kamar. Televisi yang awalnya terpajang di dinding sudah jatuh kebawah dan pecah. Vas bunga dan guci besar hiasan kamar pun tak berbentuk lagi.
Pete meringkuk ketakutan di sudut kamar. Melihat seorang Vegas yang sudah berubah menjadi monster dan memporak porandakan kamar mereka. Pete memeluk kedua kakinya erat. Jejak dan tetesan darah terlihat dari telapak tangan, lutut dan kaki Pete. Tubuhnya terluka ketika mencoba menghindari amukan Vegas. Dia merangkak ketakutan dan tanpa sengaja pecahan kaca melukai kulitnya.
Suara napas Vegas masih terdengar memburu. Matanya merah dengan tetesan air mata disudut netranya. Bibirnya menipis dengan giginya yang bergemelatuk. Emosinya masih memuncak.
Apa? Pete ingin bercerai darinya? Terlalu lancang pria itu! Dasar manusia tidak tahu terimakasih!
Tangan berdarahnya ia seret sepanjang dinding sejalan dengan kakinya yang mendekati Pete. Menyebabkan goresan darah yang memanjang disana. Ia kemudian berjongkok dihadapan Pete. Tangannya menarik rambut Pete kuat sehingga Pete mendongak menghadap wajahnya.
Bola mata itu bergetar ketakutan. Mata yang harusnya menatapnya penuh cinta namun sekarang penuh rasa takut. Ia tatap lekat mata itu. Ia berharap menemukan setitik cinta itu dimata Pete. Namun nihil. Mata itu sudah dipenuhi rasa takut. Vegas tak suka. Kenapa istrinya takut terhadapnya. Bukankah selama ini dia mengurusi Pete dengan baik?
Tangan lainnya mencengkram pipi Pete sangat kuat. Hingga rasanya mampu melubangi pipi tersebut dan tembus kerongga mulut.
"Kau. Sangat tidak tau terimakasih. Beraninya meminta pisah dariku " Vegas mengatakan kalimat tersebut dengan datar. Bibirnya menyunggingkan senyum miring yang menakutkan.
Tangannya melepaskan cengkramannya di pipi Pete. Vegas berdiri dan menyeret Pete dengan menarik rambutnya ketengah ruangan menuju ranjang mereka. Tak ia dengar teriakan Pete yang meminta tolong dan memohon ampun pada Vegas. Vegas masih terus menariknya dan menghempaskannya ke ranjang. Punggungnya yang terseret sekarang penuh luka. Pecahan pecahan tajam tersebut menancap melewati pakaiannya dan menembus hingga kulitnya. Piama biru polos yang sebelumnya ia gunakan sudah memerah karena darah yang menyebar.
Seluruh tubuhnya sakit. Pete merasakan beberapa pecahan kecil masuk kelukanya yang terbuka. Pete beringsut kesalah satu sudut ranjang. Mengambil jarak terjauh dari Vegas.
Vegas berjalan ke lacinya. Mengambil dua borgol besi dari dalam laci tersebut. Ia melangkah mendekati Pete. Menarik satu tangan Pete yang sudah bersimbah darah kearahnya. Menyebabkan pecahan yang tertanam sebagian menjadi lebih dalam hingga menampakan ujungnya saja. Vegas tak menghiraukan isakan, raungan kesakitan dari Pete. Ia sudah kesetanan. Emosinya sudah mengambil alih. Bahkan ia sekarang menatap Pete seperti buruannya.
Plakk
Suara tamparan keras menggantikan raungan Pete. Vegas memegang pipinya yang memanas akibat tamparan Pete.
"Kau. Jauh lebih rendah dari kotoran anjing yang busuk dan hina Vegas! Cuh! " Pete meludahi wajah Vegas. Mata merahnya menatap nyalang kearah Vegas. Rasa benci sudah mendidih dalam tubuh Pete.
Bugh
Vegas memukul Pete dibagian pipinya sangat keras dalam satu kali pukulan. Pete menyemburkan darah segar dari mulutnya. Rasanya kepalanya berputar setelah pukulan tersebut. Ia merasakan satu tangannya lagi ditarik paksa dan diperlakukan sama seperti tangannya yang lain. Diborgol paksa kearah kepala ranjang.
Vegas berdiri diatas ranjang mengangkangi Pete. Dia melihat buruannya sudah tak berdaya, pasrah. Wajah yang penuh rasa sakit, takut dan benci itu menaikkan nafsunya. Jari kakinya bergerak kearah selangkangan Pete. Mengelus dan memijat adik kecil Pete dari luar celananya.
Pete terkejut merasakan aksi Vegas diselangkangannya. Tak habis pikir dengan iblis didepannya ini yang masih memikirkan selangkangan dalam keadaan seperti ini.
"Apa yang kau lakukan sialan! Menjauh dariku! " Pete menggerakkan kakinya menendang Vegas. Namun Vegas lebih sigap. Kedua kaki Pete ditahan dengan satu kaki oleh Vegas. Menyebabkan beberapa pecahan yang masih tertempel kembali menggores kulit Pete sehingga Pete mengerang kesakitan. Erangan yang Pete keluarkan semakin menaikkan nafsu Vegas.
Vegas turun dari ranjang tersebut. Mengambil beberapa perlengkapan seperti alkohol, kapas dan pinset. Juga sebuah tali jerami yang cukup panjang berada digenggamannya.
Pete kembali beringsut kebelakang. Menyenderkan tubuhnya ke kepala ranjang. Dia tak ingin disetubuhi oleh Vegas. Dia lebih baik mati dibanding harus memuaskan hawa nafsu. Namun Vegas sudah tak peduli lagi. Tangannya menarik kaki Pete dan menyebabkan tubuhnya tertarik kebawah dan terlentang seperti sebelumnya. Mengikat kedua pergelangan kaki Pete dengan erat.
Vegas melucuti seluruh pakaian yang tertempel ditubuh Pete dengan mengoyak secara paksa semua kain tersebut. Kemudian ia mulai mengeluarkan pecahan kaca yang tertanam diseluruh tubuh Pete. Erangan kesakitan Pete bagaikan musik ditelinga Vegas. Sungguh menyenangkan. Rembesan darah yang keluar bersamaan dengan cabutan pecahan kaca mulai mengotori sprei yang berwarna putih gading.
Beberapa kali matanya naik turun sekedar mengecek apakah ada pecahan yang masih tertanam ditubuh molek pujaan hatinya. Sudah bersih. Tangannya kemudian membuka tutup botol alkohol dan menyirami seluruh tubuh Pete menggunakan alkohol tersebut. Teriakan melengking Pete terdengar menggema diruangan tersebut. Lukanya terasa sangat panas seperti terbakar oleh api. Air matanya mengalir, tak kuat menahan rasa sakit yang ia peroleh.
"Cup cup cup. Jangan menangis sayang. Ini hanya sebentar. Akan kuberikan nikmat untukmu sebentar lagi. Bersabar okey? " Vegas menjilati air mata Pete yang turun diekor matanya.
Pete sangat ketakutan saat ini. Badannya gemetar. Ia seperti masuk kedalam neraka perbudakan. Ia dilecehkan oleh suaminya sendiri. Dia seperti dikuliti dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dirinya begitu menyedihkan. Bahkan atas tubuhnya sendiri dia tak memiliki kendali.
Vegas mulai membersihkan sisa sisa alkohol yang bercampur darah menggunakan kapas. Sesekali menekan luka Pete dengan keras dan menimbulkan erangan yang sangat ia sukai. Tak peduli jika darah kembali merembes di kulit Pete yang memerah.
Setelah selesai dengan 'perawatan' yang ia berikan, Vegas mulai membuka bajunya. Sehingga menampakkan tubuh bagian atas yang terpahat sempurna seperti olahragawan. Perut kotak kotak dan otot pinggang yang tampak mengkilat. Memberikan kesan tegas dan memperindah tubuhnya. Jika saja kondisi mereka baik tak seperti sekarang, mungkin Pete sudah bersemu merah dan menyentuh tiap kotak tersebut.
Vegas menjilati tubuh Pete. Mulai dari ujung kaki dan terus naik keatas. Kadang lidahnya mengenai luka Pete dan menyesap darah kering disana sehingga keluar darah baru.
Vegas sampai dipertengahan tubuh Pete. Tangan Vegas terulur menyentuh penis Pete yang masih tidur. Memberikan sentuhan remang sehingga menyebabkan bulu bulu tubuh Pete berdiri. Sensasi menggelitik menjalar dari perut hingga seluruh tubuhnya. Menyebabkan lenguhan tertahan keluar dari mulutnya. Dia tak boleh mendesah. Dia harus meredamnya. Dia tak boleh menikmati permainan Vegas.
Vegas mengecup dan menjilati penis itu. Sesekali menggigitnya dan kembali menjilatinya. Lidahnya terulur memainkan bola Pete bergantian menyesap dan mengulumnya. Pete menggigit bibir bawahnya keras. Menyebabkan luka disepanjang bibirnya. Pete kewalahan dengan permainan Vegas. Bagian selatannya sangat dimanjakan. Pete mencari fokus lain. Dia mengingat semua kekejaman Vegas padanya. Membangun kebencian sebesar mungkin agar tak memikirkan tubuhnya yang disentuh oleh Vegas.
Vegas kemudian berlanjut keatas. Lidahnya menjilati sepanjang tubuh Pete secara perlahan. Lidahnya memutari pusar Pete sensual. Mengigit daging disekitar pusar yang sedikit berlemak. Lidahnya kemudian menyusuri buah dada Pete. Menyesap putingnya bergantian. Vegas menggigit puting Pete keras dan menariknya keatas. Menyebabkan lenguhan pertama Pete keluar begitu saja dari bibirnya. Panas luar biasa menguasai dadanya. Tangan Vegas berada di puting yang menganggur. Menekan puting tersebut dalam. Sangat dalam sehingga lenguhan kedua terdengar. Pete meracau mengutuki Vegas. Menyebutkan segala sumpah serapah agar Vegas menyingkir dari tubuhnya. Vegas sibuk memainkan dada Pete berulang kali, dia sangat senang mendengar desahan dan umpatan yang Pete tujukan padanya.
Vegas menegakkan tubuhnya. Menatap wajah Pete yang sangat memerah melawan nafsunya. Matanya menatap sengit Vegas dan seperti mengutuk Vegas melalui tatapannya. Vegas meludahi dada Pete. Mengusap ludahnya sendiri pada buah dada Pete. Sehingga tampak mengkilap dan lezat untuk disantap. Vegas kembali menunduk dan memainkan buah dada Pete. Menyesap dan menggigit, bahkan beberapa luka baru akibat gigitan terbentuk disana.
Setelah lumayan puas bermain disana, Vegas beralih keleher Pete. Menjilati jakun Pete yang naik turun. Mengigit jakun tersebut sehingga Pete sedikit tercekat untuk bernapas. Pete memutar kepalanya menjauhi Vegas. Seolah olah dia dapat menghentikan Vegas dari aktivitasnya. Namun kebalikannya terjadi. Vegas menangkap isyarat tersebut seperti Pete meminta lebih dengan menampilkan kulitnya lebih banyak. Vegas tak membuang kesempatan itu. Ia menjamah kulit leher Pete dengan sangat baik. Menghujaminya dengan tanda kemerahan disetiap incinya. Beberapa tanda diulang ulang sehingga menyebabkan tanda itu membiru.
Vegas menghentikan kegiatannya. Ia menatap wajah Pete yang berkerut. Pete sangat tak ingin melihat wajah iblis didepannya. Pete merasa dirinya sangat kotor. Bahkan lebih kotor dari pada sampah ditempat pembuangan. Dia menangisi dirinya sendiri. Ini seperti hukuman. Hukuman dari Tuhan karena tak mampu menjaga keluarganya.
Vegas memutar kepala Pete menghadapnya. Menjilati wajah Pete keatas dan kebawah, keatas dan kebawah secara berulang sehingga meninggalkan salivanya diseluruh wajah Pete. Lidah Vegas mulai menggelitiki salah satu telinga Pete. Menjilat dan mengulumnya seperti permen karet. Vegas beralih pada bibir pucat Pete yang memerah karena darah. Lidahnya menjilati bibir tersebut dan meraupnya ganas. Bibir tersebut ia hisap kuat. Melahap bergantian bibir atas dan bawah. Pete tak mau membalas. Ia mengatupkan giginya erat. Tak memperbolehkan Vegas menjelajahi rongga mulutnya. Vegas menarik rambut Pete kuat, sehingga Pete berteriak kesakitan dan membuka sedikit mulutnya. Vegas melesatkan lidahnya disana dan mengabsen setiap organ dalam rongga tersebut.
Pete dengan segera menggigit lidah yang berada dalam mulutnya. Dia tak akan tinggal diam. Sedikitnya dia harus melawan Vegas sebagai bentuk protesnya. Vegas berteriak kesakitan dan lidahnya berdarah. Vegas menatap marah kearah Pete dan meludahkan darah dimulutnya kearah wajah Pete. Darah tersebut mengenai ujung mata Pete. Menyebabkan matanya sedikit rabun dan tak dapat melihat dengan jelas.
Plakk
Plakk
Plakk
Vegas menampar Pete berkali berkali.
"Jangan melawanku jalang! " teriaknya. Emosi Vegas kembali mencapai ubun ubun. Dia berniat akan memanjakan Pete dengan baik namun dibalas dengan perlakuan tak menyenangkan.
Vegas membalikkan tubuh Pete sehingga wajah Pete menghadap kasur. Tangannya yang terikat borgol menyilang mengikuti arah putaran. Pinggang Pete sedikit ia miringkan kekiri sehingga tubuh bagian bawah Pete tertumpu pada satu sisi pantatnya. Mengakibatkan kedua kakinya yang terikat menjadi terbaring miring diatas kasur. Vegas kemudian menekuk kaki tersebut keatas dan menampakkan lubang Pete yang berkedut merah. Vegas membuka lebar lubang tersebut dengan dua jarinya. Menampilkan daging merah muda yang ditutupi kerutan sebelumnya.
Vegas tak berniat memanjakan Pete lagi. Dia hanya akan mencari kepuasan untuk dirinya. Penisnya yang sudah mengacung lama ia posisikan didepan lubang tersebut. Kepala penisnya kemudian menyentuh lubang masuk rektum yang berkedut.
"Vegas. Vegas! Jangan! Kumohon. Vegas! Arrgggh! " Pete berteriak ketika dinding rektumnya yang masih kering dimasuki paksa oleh kepala penis Vegas. Rektum Pete terasa lecet dan luka dibagian luar. Ini terlalu sakit! Tangan Pete meremas rantai penyambung borgol dengan kuat. Kulit pergelangan tangannya memerah ketika tepian besi borgol bergesekan dengan kulitnya.
Vegas memasukkan kepala penisnya sedikit susah. Karena dia tidak melakukan foreplay untuk melebarkan dan melumasi lubang tersebut. Setelah sepenuhnya kepala penisnya masuk, dalam satu kali hentakan Vegas memasukkan seluruh penisnya kedalam rektum Pete. Pete berteriak kesakitan. Tangannya tak lagi mencengkram rantai borgol. Tangannya tersentak dan terkulai kebawah. Menyebabkan tepian tajam borgol mengikis kulit pergelangan tangannya hingga berdarah.
Setelah menyesuaikan Penisnya didalam tubuh Pete. Vegas mulai bergerak. Satu tangannya menelusup dibawah kedua lutut Pete dan sedikit mengangkatnya. Vegas menggoyangkan tubuh mereka berdua berlawanan arah. Desahan demi desahan dan umpatan keluar dari mulut Vegas. Berbeda dengan Pete yang terus menangis dan meracau kesakitan. Lubangnya terasa sangat panas. Ia seperti dibakar didalam api yang menyala.
Badan Pete begerak naik turun. Peluh membasahi tubuhnya. Memberikan tampakan mengkilap yang semakin menaikan nafsu Vegas. Beberapa racauan kesakitan mulai berganti erangan desahan ketika penis Vegas menumbuk prostatnya berkali kali. Bibir Pete tak sanggup terkunci. Ia terbawa arus menikmati permainan Vegas.
Vegas merundukkan kepalanya kearah punggung Pete yang penuh luka. Menjilati luka tersebut dan menggigitnya sehingga mengeluarkan darah segar. Vegas tersenyum bangga disela desahannya. Melihat Pete penuh dengan peluh dan darah. Sungguh sebuah mahakarya yang luar biasa indah.
Vegas kemudian melepaskan tangannya dari bawah lutut Pete. Tangannnya memposisikan Pete agar berlutut dan menungging. Tangan Vegas menampar pipi pantat Pete berkali kali hingga memerah sambil menaik turunkan tubuhnya. Ia mulai merasakan penisnya membesar dan ujungnya berkedut. Vegas dengan cepat menghujami lubang Pete dengan tumbukan. Tumbukannya semakin brutal seiring penisnya yang sudah berkedut cepat.
"Ahhh..." Vegas melepaskan spermanya. Mengisi lubang Pete dengan cairan hangatnya. Matanya terpejam merasakan sensasi pelepasan yang begitu nikmat. Begitu juga dengan Pete yang telah orgasme untuk kedua kalinya. Cairan putihnya telah membasahi perut dan sprei yang dipenuhi darah.
Pete kembali menangis di antara diam mereka. Pete jijik terhadap tubuhnya sendiri. Bagaimana bisa ia menikmati perlakuan Vegas? Dia sudah tidak waras! Seharusnya ia tak seperti ini. Pete jijik dan kotor. Dia ingin mati!
Vegas kembali menggoyangkan tubuhnya. Menikmati santapannya seharian penuh tanpa lelah. Bahkan setelah Pete kehilangan kesadaran ditengah permainan mereka, Vegas masih sibuk menjamah tubuh Pete.
TBC
Komentar
Posting Komentar