VEGASPETE - AGREEMENT - 11

 Waktu berlalu begitu cepat. Detikan jam seperti suara kaset rusak yang memekakan telinga. Aku mulai terbiasa. Tak tau sudah berapa jam aku duduk dikursi besi yang berada disamping jendela kamarku dan Vegas. Kakiku yang kutekuk hingga dada sudah lama kebas. Bahkan sudah seperti menempel pada tubuhku. Tanganku mengelilingi kakiku. Mataku menatap kosong keluar jendela. Disana hanya ada tanaman dan pohon pohon tinggi yang tak terurus.

Aku merasa mati rasa saat ini. Tak ada semangat ataupun rasa sedih. Aku tak bisa merasakan apapun. Bahkan kadang kadang aku menangis. Padahal aku tidak sedih. Kadang aku tertawa dan tersenyum. Padahal tidak ada yang lucu ataupun hal yang menyenangkan.

Aku tak mengerti diriku saat ini. Rasanya diriku yang sesungguhnya sudah tidak ada. Ia sudah lama hilang. Lenyap begitu saja. Tanpa ucapan selamat tinggal pada tubuh kosongnya.

Lagi. Lelehan air membasahi pipiku. Aku hanya membiarkannya. Tak berniat bergerak barang satu senti pun untuk menyekanya.

Kurasakan sebuah tangan mengusap pipiku. Aku tak penasaran dan tak ingin tau. Kemudian tangan tersebut beralih mengelus rambutku.

"Tidurlah sayang. Sudah 2 hari kau hanya duduk disini. Apa tidak lelah hm? " suara Vegas mengalun di telingaku. Aku tak berniat menjawab. Masih sibuk dengan kegiatanku.

"Kau serius akan begini? Bahkan kau tak makan sayang. Aku tak mau kau sakit" tiba tiba telingaku berdenging setelah mendengar ucapannya. Semakin lama semakin kuat. Dan sekarang mulai sakit. Aku mengacuhkan rasa sakit tersebut dan masih mempertahankan posisiku.

"Aku suapi. Kau mau? "suara Vegas kali ini terdengar samar. Bahkan penglihatanku mulai berkabut. Aku masih mempertahankan posisiku. Ingin bersaing melawan kondisi.

Plakk

Tamparan keras mendarat dipipiku. Sepertinya Vegas mulai kehilangan kesabaran menghadapiku. Kepalaku berputar kearahnya. Menatap matanya dan kuberikan senyum hambarku. Mataku menjadi berat. Dengingan ditelingaku semakin nyaring hingga kurasakan dengingan tersebut berubah menjadi jarum yang menusuk nusuk kepalaku.

Brukk

Aku jatuh. Tubuhku menghantam lantai kamar sangat keras. Mataku sangat berat dan mulai tertutup.

Kuharap.

Aku mati.

-----

Wajahnya begitu damai. Hidung tingginya. Mata besarnya. Alis tebalnya. Bibir ranumnya. Semuanya sangat indah. Tak puas rasanya jika aku hanya memandanginya saja. Tapi aku sakit melihatnya. Kenapa dia sangat suka mengumbar keelokannya pada yang lain. Sedang dia adalah milikku.

Aku tak suka menyakitinya. Aku tak suka menyiksanya. Aku ingin Pete bahagia. Tapi aku tak dapat mengontrol emosiku. Apapun yang berhubungan dengannya selalu membuat jantungku berpacu. Baik itu dalam ha baik atau buruk.

Sudah terhitung 2 hari aku mengurungnya dirumah ini. Dia menjadi dingin. Tidak makan bahkan minum. Bahkan tidak mandi ataupun ke toilet. Sesekali aku melihatnya menitikkan air mata. Kemudian berubah menjadi senyum. Dan kadang juga menjadi tawa. Apa dia sangat tertekan bersamaku?

Aku berbaring disamping Pete yang baru saja pingsan. Memeluknya dari samping erat. Hatiku sakit melihat dia seperti ini.

Maafkan aku Pete

Maafkan aku

Aku tak bisa melepasmu.

Aku terlalu mencintaimu.

Tubuhku bergetar. Untuk kali pertamanya aku menangis setelah sekian lama. Bahkan aku tak ingat kapan terakhir kali aku menangis.

Aku menahan isakanku dengan mengecup bahu Pete berkali kali sambil memohon maaf. Aku hanya ingin bersamanya.

Aku tak mempercayai Tuhan. Tapi kali ini kumohon. Tolong biarkan aku bersamanya. Selamanya. Tuhan.

-----

Pete terbangun dari tidurnya. Matanya mengerjap pelan. Menyesuaikan cahaya yang ingin masuk ke matanya. Pete mendapati dirinya diatas kasur. Pete tak berniat bergeser untuk memperbaiki posisi telentangnya yang sebenarnya sudah tak nyaman. Tapi entahlah. Dia sudah kehilangan rasa.

Pete mendengar pintu kamar mandi mulai terbuka. Tak tau siapa disana dan tak mau tau. Pete kemudian mendengar langkah kaki mendekat kearahnya. Dia melihat Vegas yang juga melihatnya. Tetesan air yang berada diujung dagunya menetes mengenai pipi Pete.

"Sayang, kau mau bertemu ayah dan ibu? " Vegas mengambil tangan Pete. Dan berjongkok mensejajarkan matanya dengan kepala Pete.

Pete diam. Seperti bisu. Tubuhnya seperti patung. Tak bergerak. Bahkan hatinya tak tergerak mendengar pertanyaan Vegas.

Vegas sangat benci diabaikan. Tapi dia lebih benci lagi melihat Pete seperti tak bernyawa seperti sekarang. Hatinya seperti diiris perlahan menggunakan pisau tumpul. Sangat sakit. Tangannya menelusup kebawah tengkuk Pete dan yang lainnya mengalung diatas perut Pete. Vegas menyembunyikan wajahnya diperpotongan leher Pete. Vegas mulai menangis. Tampak tubuhnya bergetar.

Dia ingin Petenya kembali. Seperti awal hubungan mereka. Mereka hanya berbagi rasa bahagia dan cinta. Senyum Pete pun tak pernah luntur dari bibirnya. Vegas sangat sering jatuh cinta berkali kali saat bersama Pete. Apalagi ketika melihat senyumannya yang seribu kali lebih indah dibanding hamparan bunga.

Sampai sekarangpun begitu. Dia terlalu mencintai Pete hingga tak sadar sampai melukai orang yang teramat dia cintai. Pete adalah candunya. Pete adalah oksigennya. Pete adalah jiwanya. Vegas sudah sangat terobsesi dengan Pete. Vegas merasa jika sedetik saja lepas dari Pete, dia akan mati saat itu juga.

"Aku ingin bertemu teman temanku" lirih Pete. Suara yang disimpannya selama 2 hari ini akhirnya Vegas dengar. Vegas melepaskan pelukannya. Melihat Pete yang masih menatap kosong jauh keatas

"Ya ya. Of course. Tentu boleh. Kau mau apa lagi Pete? Ayo katakan. Kau mau apa lagi? " hati Vegas menghangat. Sedikit kelabakan karena saking bahagianya. Pete akhirnya mau berbicara. Vegas menyeka air matanya dan mengecup pipi Pete.

Pete bergerak memposisikan dirinya agar dapat duduk. Matanya menatap Vegas yang sedang tersenyum lebar.

"Kau serius? Apa.. sungguh boleh?" Suara Pete mencicit pelan. Dia takut Vegas marah. Tapi Pete hanya ingin mengembalikan kewarasannya dengan bertemu temannya.

"Ya aku serius, ayo kubantu kau bersiap"

-----

Mataku berkeliling melihat dekor dan tata ruang di ballroom yang akan dijadikan tempat pameran busana boutiqueku.  Sangat sempurna seperti yang aku inginkan. Aku melirik jam tanganku. Masih pukul 10 pagi. Kurasa aku bisa mengecek kembali persiapan yang lain sebelum makan siang bersama teman gilaku.

Aku sangat merindukan Pete. Semenjak dia menikah kami hanya bertemu satu kali. Itupun tak sengaja di hotel. Sedangkan Pol dan Arm aku lumayan sering bertemu mereka akhir akhir ini. Mereka memang satu kantor. Dan kantornya bersebelahan dengan boutiqueku. Kadang mereka mampir sekedar memberiku makan siang. Iya, diberi. Aku seperti tunawisma yang perlu dikasihani. Tapi aku cukup tau diri untuk tidak merengek ikut makan siang bersama mereka. Aku harus memberi dukungan penuh pada sobatku.

Aku berjalan ke belakang panggung. Melihat pakaian pakaian yang baru dibawa staff hari ini. Kami memang mempersiapkan semuanya 7 hari sebelum acara. Aku tak mau ada kendala yang dapat merusak citra boutique.

Aku mengambil satu tuxedo hitam sederhana dengan inner yang digunakan tile polos berwarna emas tanpa furing didalamnya, sehingga memperlihatkan bagian depan tubuh model. Aku memutar pakaian tersebut. Melihat apakah ada cacat atau tidak.

"Kurasa harusnya kau yang menjadi modelnya Porsche. Itu terlihat sangat cocok padamu. " aku mendengus kesal. Kenapa dia tak membiarkan aku bekerja dengan baik. Apa dia tidak sibuk? Dasar pengangguran!

Aku tak menanggapi ocehan Kinn sama sekali. Melihat pakaian lebih baik kurasa. Aku kemudian meletakkan tuxedo yang kuambil tadi. Tanganku beralih ke dress off-shoulder berwarna hitam bercampur kuning keemasan. Tema pameranku kali ini adalah glamor. Jadi pemilihan warnanya harus yang dapat mempresentasikan keglamoran tersebut.

"Jika kau mau. Kau juga bisa menggunakan itu Porsche. Hmm.. Tapi ya.. Sedikit seksi? "

"Stop it Kinn!! Kau mau apa lagi kesini? " aku menyerah. Otak udang Kinn memang tak bisa diselamatkan. Kenapa dia menyuruh pria menggunakan dress wanita seperti ini. Apa dia waras?

"Makan siang denganku Porsche. " Kinn berdiri dihadapanku. Tangannya menyilang didepan dada. Oh lihat ini. Dia meminta makan bersama dengan sikap seperti ini? Apakah ini benar?

"Tidak. Dan tak akan pernah" aku menekankan setiap kata yang aku ucapkan. Aku ikut menyilangkan tangan didepan dada setelah meletakkan kembali dress tadi.

"Satu kali saja. Ayo makan siang bersama Porsche "

"Aku tak mau Kinn. Apa kau tak lelah setiap hari kesini hanya untuk meminta makan bersama? "

"Tidak. Aku akan terus datang sampai kau mau"

"Ugh! Dasar keras kepala! Aku sungguh tak bisa hari ini. Aku ada janji dengan Pete, Pol dan Arm" jelasku pada Kinn. Aku berjalan menuju meja yang berisikan dokumen rundown acara. Aku harus menyesuaikan jamnya kembali agar tidak ada overlapping di setiap bagiannya.

"Porsche. Aku hanya ingin memperbaiki hubungan kita kembali. Apakah itu sulit? " Kinn memegang pergelangan tanganku. Menatapku penuh harap.

Aku balas menatap Kinn.

Sungguh, aku masih mencintainya. Tapi kita tak mungkin bersama lagi. Dia sudah memiliki tunangan dan sebentar lagi akan menikah. Aku tak bisa masuk lagi dikehidupannya. Aku tak mau menyakiti hati calon istrinya. Nine. Dia adalah orang yang sempurna untuk Kinn. Wajah cantiknya, sifatnya, karakternya bahkan latar belakangnya sangat sempurna. Sangat jauh berbeda denganku.

Sebelum memutuskan hubungan kami, aku ingin berjuang bersamanya melawan kehendak keluarganya. Namun dia sendiri yang menyerah. Dia akhirnya memilih bertunangan tanpa memberitahuku. Jika kami kembali pun tak akan ada cerita yang berubah. Semuanya sama. Karena Kinn tetap akan menjadi si pengecut.

Aku melepaskan tangan Kinn. Dan berjalan keluar tanpa sepatah kata pun. Suasana hatiku tiba tiba menjadi buruk. Dan itu menyesakkan. Aku tak suka berada disini.

Aku akan ke kafe lebih dulu. Tak apa menunggu sejam lebih awal. Itu lebih baik.

-----

Aku melihat Pete masuk dan mulai mencari kami. Tanganku ku lambaikan keatas mengkode Pete agar dapat menemukan meja kami. Pete yang melihatku tersenyum senang. Dia sedikit berlari dan duduk dikursi yang kosong.

"Aku merindukan kalian! Huhu.. " Pete mencebik sedih. Matanya berlinang air mata.

"Aku juga Pete! Huaaa.. Kau seperti hilang ditelan bumi! Apakah Vegas menyimpanmu disakunya huh? Sampai sampai aku tak menemukanmu dimana mana" Pol membalas Pete dengan ikut mencebik juga. Aku juga ingin ikut.

"Aku juga merindukanmu Pete! Kalau tau seperti ini seharusnya kau menikah denganku saja, jangan dengan Vegas! Huaaa" aku merentangkan tanganku ingin memeluk mereka. Pete dan Pol juga ikut merentangkan tangannya. Tapi Arm hanya mendengus. Drama macam apa lagi ini! Sangat jelas tertulis didahinya.

Kami berpelukan, tentunya Arm dengan paksaan. Setelah selesai melepas rindu, kami memesan makanan. Para manusia dengan perut besar ini sudah mulai lapar.

Aku melihat Pete. Dia tampak baik. Tapi auranya sedikit suram. Aku meraih pipi Pete dengan kedua tanganku. Melihat lamat lamat kedua matanya yang juga dibalas sama oleh Pete. Mungkin posisi kami sedikit canggung seperti akan berciuman. Tapi tenang saja kami sudah sering seperti ini dan tidak akan berciuman.

"Kau tidak terlihat baik. Apa ada masalah dirumahmu? Apa Vegas tidak terima kau hamil Pete? "

"Aw! Kau hamil Pete? "

Pete melepaskan tangkupan tanganku. Dan mengangguk merespon pertanyaan Pol.

"Aku tidak ada masalah apapun. Aku hanya sedikit lelah. Juga ayah dan ibu masuk rumah sakit dan sedang koma. Aku rasa aku ingin menangis. Bagaimana ini? " Pete berkali kali mengusap air matanya yang jatuh. Oh pantas saja dia terlihat suram. Ayah dan ibu sedang dirumah sakit ternyata.

Melihat Pete yang mulai menangis kami bergerombol memeluknya. Hatiku ikut sedih melihat dia menangis seperti ini.

Ketika makanan datang, kami mulai melepas pelukan kami. Aku memegang tangan Pete.

"Setelah ini kita akan kerumah sakit okey? Kami selalu bersamamu"

"Poesche.. Umm.. Kalian memang teman terbaikku! Kurasa aku ingin menangis lagi.. Huaa" hidung Pete mulai memerah lagi

-----

Aku bersama temanku sampai diruangan ayah dan ibu. Sudah lama sekali rasanya tak kesini. Padahal dua hari yang lalu aku sudah kesini.

Setelah adegan tangis menangis dikafe tadi, kewarasanku sedikit kembali. Aku bisa memulai hariku seperti biasanya. Aku sudah bisa tersenyum lagi.

Aku menyuruh temanku duduk disofa karena aku akan membersihkan tubuh ibu dan ayah sebentar. Sepertinya perawat yang biasanya membersihkan tubuh ayah dan ibu tidak datang. Soalnya aku tak melihat baskom berisikan air disamping mereka.

Aku berjalan ke kamar mandi dan mengisi salah satu baskom dengan air. Setelah itu menuangkan cairan antiseptik kedalamnya. Kemudian aku berjalan mendekati ibu dan mulai membersihkannya. Aku sedikit bercerita pada ibu tentang hari ini. Aku bertemu teman teman dan tertawa bersama.

Aku kembali ke kamar mandi dan menyiapkab air untuk ayah. Setelah selesai aku mendekati ayah dan mulai membersihkan tubuhnya. Aku juga melakukan hal yang sama. Menceritakan tentang pertemuanku dengan teman teman.

Setelah selesai aku memanggil teman temanku. Mereka ingin menyapa ayah dan ibu katanya. Karena mereka juga sudah sangat rindu dengan ayah dan ibu. Biasanya jika mereka kerumah, ibu akan memasak untuk kami atau Arm akan bermain catur dengan ayah. Saat ini mereka melanturkan hal hal yang tak penting namun lucu pada ayah dan ibu. Jadi kadang aku tertawa dengan ocehan mereka.

Tiba tiba aku merasakan perutku kram. Sangat sakit hingga menyesakkan dada. Perutku seperti dililit keras oleh tali. Aku mengerang kesakitan. Kenapa ini? Napasku ikut tersengal. Keringat dingin mengucur dipelipisku. Tubuhku dipapah kearah sofa panjang oleh Arm. Porsche segera berlari keluar mencari pertolongan. Mataku menggelap. Dan aku mulai tak sadarkan diri.

-----

Aku mengerjapkan mataku pelan. Silau lampu memasuki mataku. Aku terbaring diatas ranjang rumah sakit. Mataku berpendar mencari seseorang.

"Dokter. Apa aku baik baik saja? " aku menemukan wanita paruh baya dengan stetoskop dilehernya. Aku ingat kenapa aku jatuh pingsan. Dan aku takut terjadi apa apa dengan Coco.

"Untung kau dirumah sakit Khun. Maghmu sudah sangat parah. Jika tak diobati bisa jadi akan menjadi GERD. Kau tahu? GERD itu sangat menyakitkan. Biasanya orang akan bedrest karena rasanya seperti mau mati. Kau harus jaga kondisimu baik baik okey? Juga jangan minum kopi ketika perut kosong. Tidak baik untuk lambungmu. Kopi itu asam, dia bisa mengikis dinding lambungmu yang belum dilapisi makanan. " Dokter tersebut menjelaskan kondisiku panjang lebar. Aku hanya mengangguk mengiyakan penjelasannya.

"Oh iya dok. Bagaimana dengan bayiku? Apa baik baik saja? Penyakit itu tak memiliki masalah dengan bayiku kan? " aku teringat dengan Coco. Takut kalau magh itu menyakiti Coco.

"Kau mengandung? Sudah berapa minggu? " Dokter tersebut mengerinyit heran. Dia segera berjalan kearahku dan meletakkan stetoskopnya ditelinga. Bajuku disingkap keatas dan dingin stetoskop mencapai kulitku. Dokter tersebut memindah mindahkan diagfragma stetoskopnya diatas perutku.

"Sepertinya harus pemeriksaan lebih lanjut Khun. Tunggu sebentar, akan ku panggilkan obgyn. " dokter itu berlalu dari hadapanku. Aku semakin cemas. Apa magh sangat berbahaya? Bagaimana ini? Coco, maafkan papa.

Aku mulai menggigit kuku jariku cemas. Perasaan takut menghampiriku. Bagaimana kalau Coco kesakitan didalam sana? Ini salahku. Tak becus menjaganya. Harusnya aku memperhatikan asupanku. Aku bukan seorang lajang lagi. Aku ini calon papa. Kenapa aku bodoh sekali. Coco, bertahanlah nak. Papa mohon.

Tak lama dokter wanita tadi datang dengan seorang dokter wanita lainnya. Dokter baru ini melakukan hal yang sama seperti dokter tadi. Kemudian mereka memanggil perawat diluar dan membawa ranjangku keruangan lain. Aku melihat Pol dan Arm diluar ruangan. Sepertinya mereka ingin melihatku. Namun wajah mereka menjadi panik ketika melihat ranjangku didorong ke ruangan lain.

"Apa yang terjadi dok? Apa penyakit Pete sangat parah? " Arm bertanya kepada salah satu dokter yang mengikuti ranjangku.

"Tidak seperti itu Khun. Hanya ada yang perlu kami pastikan. Apa kau suaminya? " balas dokter tersebut.

"Tidak dok. Aku temannya. Apakah aku harus menelpon suaminya? "

"Sebaiknya begitu Khun. Kalian tunggulah disini. Jika suaminya datang silahkan suruh dia masuk"

"Baik dok" pintu ruangan tertutup. Aku semakin cemas. Apa yang terjadi kali ini?

-----

Sekerumunan orang dengan baju berwarna hijau muda tampak berlari dilorong rumah sakit. Mereka tergesa dan wajahnya sedikit tegang.

Mereka memasuki ruangan dimana terdapat sepasang suami istri yang masih koma diatas ranjangnya.

Mereka mulai sibuk. Terlebih sang dokter. Kedua pasangan tersebut sepertinya tidak dalam kondisi baik. Para perawat menyebutkan tekanan darah mereka turun, tubuh mengalami hipotermia, laju pernapasan meningkat dan kulit memerah. Sepsis. Ayah dan ibu Pete mengalami sepsis dan sudah merusak organ organ lain.

Pavel memerintahkan para perawat segera mengambil antibiotik IV, kortikosteroid IV, spuit 10 cc 5 cc dan 3 cc. Beberapa keperluan lain juga disebutkan. Tak sampai 30 detik barang yang dibutuhkan sudah tersedia. Pavel segera mencampurkan antibiotik tersebut dengan pelarutnya dan memasukkannya kedalam spuit. Kemudian menginjeksikan obat tersebut ketubuh ayah dan ibu. Kemudian obat lainnya juga dilakukan dengan cara yang sama.

Pavel menunggu melihat kondisi pasca pengobatan yang ia berikan. Monitor tanda vital tersebut belum menunjukkan reaksi apa apa.

Pavel masih menunggu, berharap pengobatan yang ia berikan dapat memperbaiki kondisi buruk yang terjadi.

Tiba tiba monitor tanda vital berbunyi. Menandakan tanda vital pasien jatuh dibawah normal. Ayah dan ibu juga mengalami kejang.  Dengan sigap Pavel menyuruh salah satu perawat melakukan CPR pada ibu Pete dan dia melakukan CPR pada ayah Pete.

Sudah 30 menit CPR dilakukan. Tak ada reaksi apapun. Ayah dan ibu Pete tak berhasil selamat.

Dengan berat hati Pavel turun dari ranjang dan mengumumkan waktu kematian ayah dan ibu. Pavel mengusap peluh dan air matanya yang telah menyatu. Dia tak berhasil menyelamatkan orang yang dicintai oleh pria yang dia cintai.

-----

"Khun. Kau tak mengandung. Tak ada janin dirahimmu"

Duarr

Seperti petir menyambar disiang bolong. Aliran listrik begitu kencang menyengat tubuhku. Bagaimana bisa? Kenapa? Jelas jelas aku mengandung! Ini tidak mungkin. Ada yang salah disini.

"Dok. Kuberitahu. Aku sudah melakukan pengecekan sebanyak tiga kali. Dan semua hasilnya positif. Jangan mencoba menipuku! " aku marah. Sangat marah. Bagaimana bisa dia mempermainkan kandungan seseorang seperti ini!

"Dari hasil pemeriksaan memang terlihat kau pernah mengandung Khun, namun ada benturan diperutmu beberapa hari yang lalu. Karena memarnya masih terlihat dibagian dalam. Sepertinya hal itu yang menyebabkanmu keguguran"

Tidak mungkin

Tidak mungkin

Aku menggelengkan kepalaku tak percaya. Semua yang dikatakan dokter ini bohong! Dia bukan seorang dokter! Dia pembohong!

"Arrrgghhh!!! " aku berteriak sekencang mungkin. Tanganku bergetar. Air mata yang kutahan dari tadi akhirnya lolos juga. Kepalaku seperti mau pecah. Banyak tusukan disekitar kepalaku. Telingaku mulai berdenging hebat. Tanganku memegangi rambutku dan mulai menariknya kuat. Berharap tusukan tusukan tersebut berhenti dengan mengalihkan rasa sakitnya dengan tarikanku.

"Coco.. Coco.. Coco!!! Aarggghh!! Kau pembohong. Apa salahku?! Kenapa kau berbohong padaku sialan! " aku mencengkram kerah dokter tersebut. Tak peduli dia pria atau wanita. Dia mengatakan Coco sudah pergi. Berani beraninya dia! Apa ini tipuan? Apa akan ada kejutan? Tapi aku tak berulang tahun! Lalu kenapa dokter ini menipuku!

Tanganku melemah. Peganganku dikerah dokter tersebut juga mulai melemah. Tubuhku mulai mati rasa. Aku terduduk diatas lantai. Aku terisak. Air mataku sudah membasahi celanaku. Dadaku sangat sesak. Jantungku seperti diremas dan dipukul dengan palu.

Tanganku berusaha mencapai kaki dokter tersebut. Jariku meremas celana yang dipakai dokter tersebut.

"Kumohon.. Selamatkan anakku dokter.. Hiks.. Kumohon.. Aku tak ingin kehilangan Coco.. Kumohon selamatkan dia.. Hiks.. " aku meraung memohon pada dokter itu. Aku ingin Coco kembali padaku.

Coco, kembalilah pada papa sayang. Papa berjanji akan merawatmu lebih baik. Papa berjanji akan menjagamu. Papa salah nak, papa minta maaf. Tolong nak, kembalilah pada papa. Papa sangat membutuhkanmu. Papa mohon

Tubuhku tiba tiba terangkat. Aku melihat Vegas dibelakangku. Aku segera meraih tangannya yang masih berada ditubuhku. 

"Vegas. Vegas. Katanya.. Kata dokter itu.. Anak kita- Hiks.. Anak kita.. " aku tak sanggup melanjutkan ucapanku. Mataku hanya mampu menatap Vegas. Aku menahan isakanku dengan menggigit bibir bawahku.

Matanya berubah dingin. Mata Vegas berubah dingin.

Oh!  Apa ini? Kenapa dia menatapku seperti itu. Apa dia tak sedih? Anak kita sudah pergi! Coco pergi!!

"Ke-kenapa dengan matamu Vegas? Kau- kau tau kalau- kalau aku keguguran? Kau sudah tau? " mataku membola. Aku teringat kejadian Vegas memukuli dan menyiksaku. Jadi.. Jadi hari itu terakhir kali aku dan Coco bersama?

Bughh

"Bajingan! Dasar pembunuh! Kau membunuh anakmu sendiri bajingan! Kau membunuh anak kita!! Kau membunuh Coco, Vegas.. Kau membunuhnya.. " dengan sisa tenagaku aku memukul wajah Vegas. Tanganku mencengkram kerah kemejanya. Mataku menatapnya nyalang. Bahkan iblis saja menyayangi anaknya! Dia bahkan tak pantas disebut iblis. Iblis seribu kali jauh lebih baik daripada dia. Persetan jika dia suamiku!

Amarahku sudah melewati ubun ubun. Aku sangat membenci orang dihadapanku ini.

"Anak kita? -" Vegas tersenyum miring "-Itu anak hasil perselingkuhanmu sayang. Wajar jika dia mati! "

Bajingan! Aku memukul wajah Vegas berkali kali hingga mulutnya menyemburkan darah.

"Aarggghhh!!! " aku berteriak sekuat mungkin.  Melampiaskan seluruh amarahku. Tak ku acuhkan air mataku yang terus mengalir dan membasahi wajah Vegas yang berada dibawahku. Aku membencinya!

-----

Suara gaduh orang berlari terdengar dilorong rumah sakit. Pintu ruangan dokter kandungan mulai dibuka dari luar. Menampilkan Porsche yang menetralkan deru napasnya.

"Pete! Pete! Ayah dan ibu.. Meninggal"

Brukk

Pete kembali pingsan untuk kedua kalinya hari ini.

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞