FORTPEAT - RARE SPECIES - 48 (END)
Tepat 3 minggu setelah bangun dari komanya, Peat meminta agar perawatannya dilanjutkan dirumah. Malam disaat pertama kali ia menggunakan walker atas seizin terapisnya, Peat meminta agar mereka pulang karena satu dan lain hal.
Banyak pertimbangan yang membuat Peat ingin secepatnya berada dirumah. Memang sampai saat itu Peat masih ragu apakah ia sanggup untuk kembali menapaki istana megah yang pernah menjadi momok menakutkan baginya. Rasa takut yang ia rasakan seolah memberati kakinya agar tak mengarah lagi kesana.
Namun melihat Fort yang harus kelelahan setiap hari membuat Peat tak tega, apalagi dirinya yang belum cukup mampu untuk mengurus para bayi sendirian membuat Fort tak bisa beristirahat dengan baik bahkan setelah pulang kerja.
Pernah ia berpikir jika apartemen miliknya tak buruk untuk ditinggali sementara sepulang dari rumah sakit. Namun kendaraan darat akan memakan waktu sekitar 30 hingga 45 menit dari apartemen menuju istana. Dan tentu saja hal ini tetap akan membuat Fort lelah karena harus berada dalam perjalanan dalam waktu yang tidak sebentar. Dan hingga pada akhirnya Peat tetap memilih istana untuk menjadi tujuan pulangnya.
Selain itu Peat mengasihani bayi bayinya yang harus menetap dirumah sakit. Selama dua bulan lebih bayi kembarnya terpapar udara rumah sakit yang cenderung tak sehat. Dan Peat sama sekali tak mau hal hal yang tak diinginkan terjadi pada bayi bayinya.
Dan alasan lainnya ialah Khun Tan. Pria yang sudah Peat anggap sebagai pamannya sendiri itu tetap mengurungkan niatnya untuk pulang ke Azea mengurusi perusahaan Chain secara langsung meskipun Fort sudah memperkerjakan dua orang perawat untuknya. Peat masih mendapati dua orang pengawal didepan ruangannya disertai info Khun Tan yang tetap mengawasi Peat dari hotel tempatnya menginap. Khun Tan berdalih jika ia hanya bersiap jika sewaktu waktu tenaganya kembali dibutuhkan. Pria paruh baya itu tak ingin hal yang tak diinginkan berada diluar jangkauannya.
Sebelum keberangkatannya kembali ke Azea, sepasang kekasih itu memilih mengunjungi Noeul yang berada dirumahnya. Mereka berniat untuk berpamitan sekaligus mengunjungi bayi Pakfaii yang tengah demam.
Malam sebelumnya Peat berniat memberitahukan kedatangannya kerumah pasangan dokter bangsawan tersebut karena ingin berpamitan. Namun siapa sangka anak dari teman sekaligus iparnya tersebut tengah sakit. Pada awalnya Peat berniat untuk menghabiskan waktu seharian untuk perpisahan, tapi akhirnya Peat urungkan dan menghabiskan 2 sampai 3 jam saja dirumah pasangan dokter tersebut dan segera menuju landasan.
Dan kini akhirnya mereka berada dijalan menuju gerbang utama dari istana kerajaan. Mobil yang berbeda dari biasanya menjemput mereka. Mobil dengan ukuran besar yang mampu menampung cukup banyak orang dengan bagian belakang yang diluaskan hingga mampu memuat troli ketiga bayi tersebut.
Hanya memakan waktu sekitar 10 menit dari landasan, Peat sudah mulai melihat puncak dari istana. Ujung yang meruncing pada atap khas istana.
Tanpa sadar tangan kanannya yang bebas meremas kuat, matanya sedikit melirik Fort disebelahnya yang tengah tertidur dengan kedua tangan mereka yang bertaut. Lega melihat sang alpha terlelap, Peat mulai mengatur napasnya yang mulai memendek, rasa sesak didadanya sedikit memekakan telinganya.
Tentu tak semudah itu ketika gambaran menakutkan kembali terputar dibenaknya. Tubuhnya seperti dirasuki angin dingin hingga bulu halusnya meremang.
Grep
Pegangan yang mengerat ditangan kirinya membuat Peat terhenyak, kepalanya berpaling menatap alpha yang kini menatapnya teduh dan lembut. Senyum tipis yang hangat dengan anggukan kecil seolah mengisyaratkan jika Peat tak sendirian.
Melirik genggaman tangan mereka seketika membuat rasa hangat menjalari sekujur tubuh Peat. Omega itu tersenyum dengan hembusan napas lega yang menenangkan.
Benar, ia kini tak sendirian.
Ia memiliki Fort disisinya.
-----
Srettt
Tirai tinggi yang semula menutupi jendela besar itu tersibak luas, menampakan pemandangan yang familiar bagi Peat. Sisi belakang hutan luas yang asri.
Memilih untuk tetap tinggal di mansion, Peat kembali ditarik ke masa masa saat dirinya mengisi ruang kosong ini. Yup, benar. Ruangan yang sudah ia tinggalkan berbulan bulan itu terlihat cukup kosong. Tak ada jejaknya yang tertinggal disana.
Pipinya sedikit bersemu ketika mengingat penyebab dari kamarnya yang hancur, ruangan yang terhitung luas ini di hancurkan oleh alpha buas yang kini tengah bergumul dengan kertas kertasnya. Dan akibatnya dirinya dipaksa pindah kekamar besar milik sang alpha dengan alasan kamar miliknya harus direnovasi.
Dan bagusnya kamar ini sudah direnovasi, dengan susunan dan gaya yang hampir mirip dengan kamar Fort namun berbeda dengan warna cat. Ruangan ini berwarna biru muda yang dipadukan dengan warna putih. Entah informasi dari mana tapi menakjubkan saat Fort tau jika Peat menyukai warna ini.
Grep
"Aku merindukanmu, hnn" Sesapan tiba tiba dibawah telinganya dan pelukan dipinggangnya membuat Peat cukup terkejut. Tubuhnya yang semula sedikit bungkuk kedepan kini sedikit oleng kebelakang dan bertumpu pada dada bidang dibelakangnya.
Cup
Satu kecupan Fort layangkan dileher samping sang omega. Ujung hidungnya terus menggesek daerah leher Peat agar dapat menghirup candu baru yang sangat ia sukai. Entah kenapa aroma sekarang tercium lebih pekat dan memabukan, membuat Fort selalu gagal menahan diri untuk tak memberikan jilatan basahnya disana.
Kini tangan besar itu bergerilya disepanjang jangka tubuh Peat yang bisa ia jangkau. Menandai kepemilikannya pada sang omega agar tak seorang pun berani mendekati pria cantiknya.
"Aku akan keracunan feromonmu jika kau melakukan scenting sebanyak ini sayang" Peat mengeluh kecil, matanya terpejam untuk menahan hasrat yang mungkin saja akan keluar sewaktu waktu. Imbas scenting yang membuat sang alpha harus mengeluarkan feromon dalam jumlah banyak hingga tak jarang menginduksi heat seorang omega.
"Maaf. Tapi aku tak mau orang lain mendekatimu sayang, karena aku belum bisa menandaimu sepenuhnya."
"Itu benar. Tapi aku tak kemana mana sayang. Aku tak akan bertemu orang lain" Wajar jika Fort seposesif ini padanya. Marking membutuhkan tenaga yang cukup besar, tubuhnya saat ini tak akan mampu menanggung rasa sakitnya nanti. Belum lagi ia tak berada dalam siklus heatnya, bisa bisa tubuhnya akan drop kembali.
Mengacuhkan protes yang dilayangkan, tangan Fort perlahan menjamah tangan Peat yang masih berpegang pada walker miliknya. Tangan itu perlahan mengisi genggaman tangan Peat dan membuat tangan kecil tersebut beralih bergantung padanya.
Omega yang kini sudah tinggi dengan wajah memerah itu tanpa sadar mengikuti alur permainan yang dibuat oleh sang alpha. Tubuh kecilnya diputar dengan pinggang yang ditarik kearah sang alpha, tubuh Peat terangkat hingga kakinya menggantung, tangan kurusnya melingkar dileher Fort dengan kepala yang menengadah menampakan leher putihnya.
"Nhh" Erangan kecil terdengar ketika Fort mulai mengecupi lehernya, sensasi basah dan rasa dingin dari udara yang menyapu kulit basahnya membuat tubuh Peat semakin panas. Tangannya yang berada dileher sang alpha, tanpa sadar meremas rambut bagian belakang Fort.
Merasakan aroma citrus yang semakin menguar dengan jejak mengkilap dileher omeganya, membuat Fort siap untuk menyantap sarapan pagi miliknya. Wajah penuh nafsu yang kini diperlihatkan Peat sangat menggugah hasratnya untuk bermain lebih. Mata yang terpejam dengan pipi memerah, bibir merah jambu yang sedikit terbuka dengan sedikit saliva yang mengalir disana.
Peat terlihat acak acakan dimatanya.
"Ahh, you're so fucking beautiful babe"
"Eungh..."
-----
"Maaf Khun, saya pikir Khun Kiet sudah tertidur. Apa boleh saya menaruhnya kedalam boks bayi?" Seketika Peat melirik bayi laki laki yang berada dalam gendongannya. Bayi dengan beanie merah itu terlihat sudah melepaskan puting Peat dari bibirnya dengan mata yang terpejam.
Helaan napas terdengar saat Peat menyadari jika ia melamunkan kejadian beberapa saat lalu. Tanpa terasa semburat kembali menghiasi pipi putihnya. Bagaimana tidak jika alphanya itu memperlakukannya dengan begitu hati hati tanpa memikirkan dirinya sendiri.
Pagi ini saat mereka berada dipuncak nafsu, Fort membawanya kedalam kamar mandi. Peat pikir mereka akan melakukan sesuatu yang tentu saja- ermm.. Ya begitulah, kalian seharusnya paham.
Namun tidak. Alpha itu dengan hati hati membantunya menyelesaikan urusan miliknya. Alpha itu melakukan handjob dan blowjob padanya, dan tentu membuat Peat mampu meredam rasa tinggi yang ia dapatkan sebelumnya.
Ketika Peat berniat melakukan hal yang sama, alpha itu justru membalut tubuhnya dengan handuk dan segera membawanya kekamar mereka. Memakaikannya baju bersih dan mendudukannya diatas kasur.
Bukankah hal seperti itu terlihat begitu manis dan penuh perhatian?
Maksudnya pria itu rela menahan diri agar tak menyakitinya yang masih dalam tahap penyembuhan. Dan hal ini tentu saja membuat hati Peat semakin menghangat.
"-Khun?"
"Ah? Ah! Ya, benar. Maaf. Ya, mohon bantuannya." Peat dengan canggung menyerahkan Kiet pada perawat yang menunggunya, sedikit gelagap saat menyadari dirinya kembali terpaku dengan kejadian beberapa jam yang lalu.
Mata cokelat terang itu kemudian melirik boks bayi disampingnya. Dua bayinya yang lain tampak terjaga dengan tangan yang tampak meraih udara udara kosong diatas mereka.
"Suster. Aku ingin duduk dipinggir waduk. Aku juga ingin membawa Kraisee dan Aom, bisakah?"
"Tentu Khun. Mohon tunggu sebentar, saya akan panggilkan Cei untuk menunggui Khun Kiet"
"Eum. Terimakasih"
-----
Pria dengan kumis dan jenggot diwajahnya itu mulai meregangkan tubuhnya. Tubuh itu kemudian dihempaskan pada sandaran kursi dan diiringi dengan mata yang terpejam, mencoba meresapi rasa lelah yang baru saja berakhir beberapa saat yang lalu.
Hari ini pekerjaannya tak begitu banyak. Tumpukan dokumen yang sebelumnya ia tinjau ulang sudah ia sisihkan disudut mejanya untuk diserahkan pada atasannya, sang Raja sementara. Beberapa surat dan email mengenai undangan rapat dan kunjungan pun sudah ia teruskan pada sang atasan dan menuliskan jadwal sementaranya di dalam ipad yang ia miliki, jadwal minggu depan yang hanya menunggu konfirmasi dari sang Raja. Harusnya dengan apa yang ia sudah ia susun, tak akan ada jadwal yang tumpang tindih kecuali atas permintaan sang Raja.
Dan sekarang dirinya harus kembali mengunjungi ruang kerja sang Raja untuk mendapatkan persetujuan dari jadwal minggu depan.
Ugh. Ini melelahkan. Dan ia juga harus mengunjungi kamp militer untuk meninjau kembali kondisi militer mereka setelah ini. Tak hanya itu, malam nanti ia akan rapat dengan beberapa perwakilan dari wilayah lain untuk membahas beberapa perihal terkait pasokan senjata dan alat tempur. Dan tentu saja terkait keterlibatan satu sama lain terhadap keamanan wilayah.
Apakah ia dibayar lebih untuk hal ini?
Tentu.
Besar? Pasti.
Namun akhir akhir ini Saifah merasa dirinya mulai kelelahan. Tiap kali bangun ia tak kembali merasa fit seperti biasa. Namun melihat kondisi Fort yang jauh lebih buruk dibandingkan dirinya membuatnya urung untuk meminta keringanan. Raja itu menguras semua tenaganya selama ini bahkan rela duduk diatas pesawat setiap hari untuk kembali bertemu dengan omeganya.
Ah... Omega ya.
Ia harap akan segera bertemu dengan omeganya sendiri. Statusnya yang hanyalah kalangan menengah membuatnya harus berusaha lebih untuk mencari sang omega. Tak seperti kalangan atas yang mendapatkan pasangan diawal kelahiran, dirinya baru mendapatkan tanda pair ketika menginjak umur 17 tahun.
Bukan tanpa alasan ia mengiyakan tugas berkeliling dunia yang Fort perintahkan. Harapan akan bertemu dengan omeganya suatu saat terus memacu semangatnya untuk membuka jaringan sosial lebih luas.
Kembali memantapkan pikirannya, Saifah mendorong kursinya dengan betis dan kemudian berdiri tegap. Baru saja ia ingin mengambil langkah untuk keluar dari kukungan meja kerja, matanya menangkap pemandangan yang mengurungkan niatnya untuk melangkah maju.
Jendela yang terbuka lebar dibelakang kursinya memperlihatkan sang Raja yang tengah duduk dikursi kayu yang ditempatkan disisi waduk, alpha itu tampak merengkuh pinggang sang omega dengan kepala yang bersandar pada dada sang alpha. Didepan mereka terdapat troli kembar yang mungkin saja berisikan bayi mereka, Saifah tak melihatnya begitu jelas karena mereka duduk membelakangi posisinya. Dan dibelakang mereka terlihat seorang suster wanita yang tengah berdiri dengan kursi roda kosong disampingnya.
Hah...
Apa sebegitu bahagianya memiliki pasangan?
Ia harap semoga dirinya akan menemukan satu untuk dirinya dengan cepat.
-----
Tak seperti hari hari biasanya. Ranjang dengan ukuran king size tersebut terlihat cukup padat. 5 nyawa terlihat berkumpul dialas yang sama, dua orang dewasa disisi paling pinggir dengan tiga bayi kembar ditengah tengah mereka.
Alpha dan omega yang masih duduk bersandar pada kepala ranjang tampak menikmati pemandangan ketiga bayinya yang masih terbangun namun tak rewel. Mata besar mereka terbuka dengan tubuh menggeliat kecil serta gelak tawa renyah yang mengikuti.
"Oh Tuhan anakku"
Grep
Tak tahan melihat tingkah menggemaskan bayinya, lengan besar Fort dengan cepat menindih ketiga bayinya, karena posisi mereka sudah tak sejajar akibat dari tubuh mereka yang sering bergerak, membuat tangan Fort berada dilutut Kraisee dan diperut Aom serta Kiet. Pria yang tak lagi mengenakan atasan itu merapatkan dirinya kearah Kraisee yang tepat berada disampingnya dan menghadiahkan ribuan kecupan pada tubuh kecil itu, hingga gelak tawa kembali terdengar dari mulut yang baru terisi gusi merah.
Suara tawa yang tak hanya dari ketiga bayi itu membuat Fort melirik sumber lainnya, omeganya yang tengah terkekeh hingga matanya hampir tenggelam.
Ibarat suhu, kamar ini akan berada dalam status terlalu hangat hingga mengarah ke panas. Membuat orang orang pasti akan menaruh iri melihat senyum yang tak luntur dari tiap pemilik raga.
Ranjang besar itu pun mulai berderit, Peat ingin ikut berbaring namun tubuh bagian bawahnya masih belum sepenuhnya normal, sehingga ia terpaksa bertumpu dengan lengan dan beringsut sedikit demi sedikit.
Mata beriris aqua sang alpha tampak memperhatikan Peat begitu lekat, mengamati satu persatu langkah sang omega yang mampu mengartikan seberapa jauh perkembangannya. Jika biasanya Peat akan berbisik untuk meminta bantuan menidurkan tubuhnya, kini omega itu sudah bisa melakukannya sendiri.
Ibu dari anak anaknya adalah omega terkuat baginya.
Peat kemudian meluruskan kakinya, tentu saja dengam usaha otot kakinya yang mulai membaik, tak lagi menggunakan tangan. Tubuhnya ia putar sedikit agar menghadap kearah bayi bayinya dan ditumpu dengan siku lengannya agar tak oleng, sedangkan tangannya yang bebas ikut memeluk bayinya seperti halnya yang Fort lakukan.
Perlahan suasana hening tercipta. Tiga bayi yang berada ditengah mulai didera kantuk. Bibir bibir tipis mereka mulai membulat dan menguap, tangan yang ditutupi sarung tangan kecil pun perlahan mulai diam dan turun. Rasa hangat dari kedua sisi mereka membuat suasana semakin nyaman untuk menjadi alasan tidur. Tubuh mereka pun sudah bersih, bahkan popok mereka sudah diganti dengan yang baru. Perut mereka kenyang dan sangat siap untuk bermimpi.
Berbeda dengan kedua orang tua mereka yang hanyut dengan wajah damai bayi mereka. Mata mereka masih betah untuk menatap bayi bayi tersebut diiringi dengan tepukan ringan yang menenangkan.
"Sayang"
"Hm?"
"Terimalah permintaan mereka. Aku tak apa" Topik yang paling Fort hindari.
Hal seperti ini tak mungkin bisa disembunyikan dari Peat. Kekuatan dunia maya memang mengerikan. Semuanya tersebar secara cepat dan luas.
Setiap malam saat hanya dirinya dan Peat yang tinggal, Fort selalu berusaha memimpin topik pembicaraan. Tak memberi Peat kesempatan untuk memulai percakapan. Tapi entah kenapa malam kali ini serasa seperti topik ini harus mencuat, topik ini harus dibicarakan, topik ini harus dibahas.
"Jangan terburu buru. Kau baru saja sembuh sayang. Jangan mengada ada" Salah satu alasan Fort tak menginginkan topik ini dibahas. Pria cantik ini masih dalam tahap penyembuhan. Pikiran yang tenang menurut Fort adalah hal yang utama untuk Peat saat ini.
"Hei. Aku akan sembuh, seratus persen kembali bisa berjalan. Waktu tak akan menunggu sayang"
"Aku ingin kita membahas ini lain kali"
Puk
Tangan kecil yang sebelumnya berada diatas perut Kraisee kini berpindah kepunggung tangan Fort, tangan kecil itu menggenggam erat punggung tangan Fort agar alpha itu menatap mata cokelat terang miliknya.
"Jangan berpikir sendirian. Jangan terbebani sendirian. Untuk ini aku berada disini. Membantumu. Dengarkan aku. Aku tau kau mengkhawatirkan banyak hal, termasuk diriku. Tapi mau sampai kapan kau akan mengelak hm?"
"Tapi-" Ucapan Fort terhenti saat matanya menangkap tatapan lembut sang omega. Mata jernih itu membuat lidahnya kelu untuk berbicara lebih lanjut, untuk menyanggah lebih lanjut.
Jujur ia tak mengkhawatirkan apapun selama Peat berada disisinya. Satupun tidak, kecuali omega ini. Sejarah kelam yang diukir pendahulu dan orang orangnya terhadap pria cantik ini begitu memilukan. Ia takut akan membebani Peat.
Secara garis besar Peat akan tetap menjadi Omega Agung setelah mereka menikah nanti- hm, ya! Fort yakin dan akan memastikan jika mereka akan menikah, err- meskipun ia belum melamar pria cantik ini tapi tetap ia akan menikahinya. Bagaimanapun juga.
Baik. Omega Agung bukanlah sebuah jabatan yang dapat dipindah tangan begitu saja layaknya kepala pemerintahan. Hubungan Omega Agung dengan Moon Goddes terbangun sedari mereka lahir dan membutuhkan pelatihan yang cukup berat untuk orang yang hanya ditunjuk secara acak.
Meskipun begitu ketika suatu wilayah tak lagi menggunakan sistem monarki. Tugas dari Omega Agung hanya memastikan hubungan antara werewolf diwilayah itu dengan sang dewi tidak terputus hingga wilayah tersebut dapat selalu terberkati.
See? Hidup Peat itu lebih berat dari miliknya. Omega itu tetap harus mengemban tugas bahkan ketika dirinya bukanlah seorang Raja. Dan itu akan bertambah sangat berat ketika Fort menyetujui permintaan tak masuk akal dari rakyatnya.
"Sayang. Menjadi Presiden dan ibu negara bukanlah perkara mudah. Kau tau bukan bahwa tugasmu sebagai Omega Agung tak hilang? Percayalah wilayah ini akan baik baik saja meskipun bukan kita yang mengemban tugas tersebut" Fort membalas menggenggam tangan yang lebih kecil, mengusap punggung tangan sang omega agar mempermudah Peat untuk menyetujui ucapannya.
"Aku tau dan aku tetap bersedia. Aku- aku masih ingin melakukan sesuatu untuk wilayah ini"
"Sesuatu?"
"Hm. Sejujurnya aku dan James sudah banyak menyusun rencana serta beberapa draft untuk persiapan saat aku menjadi Omega Agung kelak." Mata kecokelatan itu mengerjap lucu dengan wajah yang perlahan menunduk, malu karena dirinya terdengar percaya diri karena akan menjadi Omega Agung.
"Kau tau bukan jika aku sering mengeluh mengenai takdir omega? Aku ingin mengubah hal hal yang setidaknya bisa kukendalikan. Seperti kesetaraan dan pekerjaan. Meskipun tentang hal 'efek' aku tak bisa melakukan apa apa, setidaknya aku ingin mereka hidup lebih layak seperti para wanita diwilayah pendamping." Nada Peat perlahan mengabu, terdengar sedih dan lirih.
"Aku ingin mewujudkan mimpiku dan James. Dan- aku tak ingin adanya James kedua ataupun ketiga" Suara Peat semakin mengecil, hatinya kembali dirundung rasa sedih saat kembali mengingat peristiwa James.
Srett
Usapan pelan dipipinya membuat Peat menghela napas dan kemudian mendongakan kepalanya. Pipinya menghangat saat mendapati Fort tengah tersenyum manis kearahnya.
"Apa menurutmu aku bisa berkata tidak jika kau sudah seperti ini hm? Hah... Baiklah. Tapi ada satu syarat untukmu"
"Apa itu?" Mata Peat berbinar semangat saat mendengar Fort menyetujui perkataannya.
"Menikahlah denganku"
"Hah?! Kau melamarku seperti ini? Kau menyebalkan Fort! Ugh!"
-----
Langit begitu cerah. Awan beriringan membentuk barikade barikade kecil yang kadang mampu memberikan posisi teduh dalam hitungan detik. Teriknya matahari tak menghalangi udara untuk berhembus dan memberikan rasa sejuk pada tiap insan yang kini berdiri dihalaman luas. Halaman yang sudah dihias sedemikian rupa, tiap sudutnya berisi ornamen sederhana berwarna putih dengan meja meja yang tersebar dalam jarak sedang.
Suasana yang sangat cocok untuk melangsungkan sebuah pernikahan.
Tiap kepala yang duduk dibangku masing masing memandang khidmat dengan mulut yang terkunci rapat. Suara demi suara dari arah depan membuat sepasang alpha dan omega disana semakin dekat dalam keberkatan ikatan keluarga. Tangan mereka yang bertaut seolah menghapus rasa gugup kedua mempelai, menciptakan rasa tenang dan penuh kepastian akan ikrar janji yang dilontarkan.
Pernikahan yang begitu sederhana.
Hanya dihadiri oleh beberapa kerabat dekat dan keluarga.
Keinginan sang omega adalah yang utama bagi Fort. Pernikahan yang sederhana dan terkesan intim. Tak sampai 20 kepala yang tampak menghadiri pernikahan yang digelar disalah satu sisi halaman luas di istana kerajaan. Jika saja selanjutnya mereka akan menyandang gelar sebagi Raja dan Omega Agung untuk wilayah Azea, pernikahan semacam ini tentu tak memungkinkan. Diperlukan banyak rangkaian dalam pernikahan hingga penobatan. Kostum perhelatan yang bahkan kemungkinan akan mencapai 10 kostum dan dilaksanakan hingga 7 hari 7 malam.
Berbeda dengan meja lainnya, satu meja yang berada paling dekat dengan altar tampak dihiasi payung putih senada. Ada 4 bayi disana serta sepasang suami istri dibelakang troli mereka. Bayi yang baru melewati bulan ke enamnya itu terlihat sangat kompak dan seragam dengan baju senada mereka. Aom menjadi bayi paling cantik, dengan dress lucu putih miliknya dan iris aqua yang membulat membuatnya tampak begitu cantik dan anggun. Berbeda dengan 3 bayi lainnya yang mengenakan tuxedo sama persis seperti mempelai namun dalam ukuran mini, ketiganya terlihat tampan dan menggemaskan dengan senyum gusi merah mereka.
Grep
Sebuah tangan dengan cepat meraup sisi samping dari pinggang Noeul, membuat sang omega menoleh dan mendapati suaminya yang tersenyum kecil dengan kepala yang ia rebahkan diatas kepala Noeul.
"Ah... Ayo kita menikah sekali lagi sayang." Bisik Boss pelan, matanya tak lepas dari arah dua mempelai yang kini tengah bertukar cincin dan diiringi dengan sorakan yang menggaung.
"Aku seorang pegawai yang sibuk asal kau tau. Waktuku sudah habis untuk pasien dan Pakfaii. Aku menolak menikahimu"
Cup
Bukannya kembali membalas candaan sang omega, Boss malah mengecup pipi gembul dari Noeul. Pipi itu seakan ikut bergerak bersamaan dengan bibir Noeul yang berbicara, hingga membuat Boss tak tahan untuk tak melayangkan kecupan disana.
"Ehm, baik. Saatnya bagi kedua mempelai untuk saling bertukar ciuman" Suara dari pendeta terdengar lebih keras dari sebelumnya, seakan menarik kembali atensi penonton ke hiburan utama hari ini.
Kedua mempelai yang tampak luar biasa dalam balutan tuxedo putih gading yang sederhana. Rambut menjuntai milik Peat yang masih tergantung hingga dua hari yang lalu sekarang sudah dipangkas pendek, tungkainya pun berdiri dengan mantap tanpa adanya bantuan alat apapun, disertai riasan ringan yang menambah kesan elegan. Tak berbeda jauh dengan Fort, rambut klimis yang ditata kebelakang, riasan ringan yang dipoles sempurna hingga alpha tersebut terlihat beribu kali tampan.
Senyum kecil dari keduanya tampak malu malu, wajah memerah hingga daun telinga membuat semua orang terkekeh dengan adegan didepan mereka. Fort akhirnya memberanikan diri untuk mendekatkan wajahnya kearah Peat.
Jarak demi jarak pun terkikis.
Hingga napas hangat saling menubruk wajah satu sama lain
Sekarang bibir mereka hanya berjarak selebar jari telunjuk, iris keduanya saling bertemu dan menatap lekat satu sama lain. Perlahan mata mereka menutup dan bersiap untuk mengakhiri upacara pernikahan pagi ini. Namun-
"Hueee.. Hueee.. Aaa..." Lengkingan suara dari arah samping membuat Peat memundurkan kepalanya dan menoleh kebelakang. Tanpa sadar ia membuat Fort sedikit terjerembab hingga bibir penuh itu hanya mengenai bagian belakang rambut Peat.
"Ah, maaf maaf" Noeul buru buru mengangkat tubuh Kraisee dan menenangkannya. Pantat tebal yang dibungkus popok itu ditepuk pelan agar sang bayi kembali tenang. Sepertinya matahari mulai bergerak dan membuat matahari tak sengaja menembak wajahnya hingga membuat Kraisee menangis.
Bibir Peat bergerak seakan mengatakan maaf pada Noeul. Raut wajahnya terlihat khawatir karena Kraisee yang masih merengek. Harusnya ia tak memberi libur pada perawat bayinya hari ini dan menyetujui permintaan Noeul. Hah...
Srettt
"Hei. It's okay" Pipi Peat yang ditangkup, Fort bawa perlahan menghadap wajahnya kembali, mengusapnya pelan agar Peat kembali tenang.
Wajah khawatir Peat berangsur tenang. Pendeta kembali mempersilahkan keduanya untuk saling bertukar ciuman.
Belum sempat Fort mencicipi bibir tipis istrinya, kini suara tangis Aom Kiett dan Pakfaii yang terdengar melengking secara bersamaan. Membuat Peat kembali menoleh dan tanpa sengaja memberikan pipinya untuk dikecup Fort.
"Oh Tuhan. Aku tak bisa. Sayang, maafkan aku. Aku harus mengurus mereka terlebih dahulu. Terimakasih bapa, anda sudah bekerja keras hari ini" Peat membungkukan tubuhnya memberi salam kearah pendeta dan berlari kearah para bayi yang masih menangis diatas troli mereka, meninggalkan Fort seorang diri dengan tangan terangkat yang tampak mencoba meraih Peat kembali.
Ah, sial.
Gagal sudah kesempatannya.
Ingatkan ia untuk tak membawa bayi bayi ini saat bulan madu mereka.
Sial.
Menyebalkan.
END
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus