FORTPEAT - RARE SPECIES - 46
Handuk basah itu terlihat menyeka permukaan tubuh yang terbaring. Kancing baju rumah sakit yang dibuka menampakan bagian depan dari tubuh Peat, kulit putih yang tampak tak sehat. Wajar saja, selama hampir dua bulan asupan gizi yang tak cukup serta kondisi kesehatan yang belum menunjukan progres membuat tubuh Peat terkena dampaknya. Bahkan tulang rusuk sang omega terlihat jelas bagi Fort.
Srettt
Telunjuk sang alpha terlihat mengelus pelan bekas sayatan diperut bagian bawah sang omega. Tempat anak anaknya lahir. Sepertinya dirinya terlalu mellow, hanya melihat luka sayatan yang hampir sembuh itu membuat Fort menitikan air mata. Omeganya membawa beban dari tiga bayi yang tidak bisa dikatakan mudah, dan dengan begitu omeganya juga mantap membiarkan perut halusnya untuk disayat demi menghadirkan tiga jagoan.
Kembali Fort merasa kecil. Rasanya ia belum berbuat banyak untuk kebahagiaan omega dihadapannya. Apa dirinya layak untuk orang seindah dan sesempurna Peat?
Menyeka cepat air matanya, Fort kembali menyeka tubuh sang omega. Sangat pelan dan hati hati. Ia tak mau pergerakannya menyakiti Peat.
Tangan besar itu kembali mengancingkan baju rumah sakit yang Peat gunakan. Merendam kembali handuk yang berangsur kering itu dan mengangkatnya untuk meremasnya. Fort kembali membersihkan tangan Peat yang berada disamping tubuhnya.
Tek
Gerakan cepat dari telunjuk tangan kanan Peat membuat Fort terhenyak. Matanya membesar dengan pupil yang mengecil. Tangannya yang menyentuh tangan Peat terangkat keudara dan berhenti. Semua tubuhnya tak bergerak dengan hanya otak yang bekerja lebih keras untuk memproses hal yang terjadi.
Tek
Lagi. Dan tak hanya satu jari. Jari jari omega ini bergerak secara reflek. Seperti adanya aliran listrik yang menyengat dari dalam tubuhnya.
Apa ini?
Apakah reflek otot lagi?
Tiba tiba suara dengus penciuman saat mengendus sesuatu terdengar. Hidung sang alpha tampak berkerut, begitu pun dengn dahinya. Aroma yang pertama kali ia cium menyeruak dengan pekat memasuki hidungnya.
Srett
Langkah kaki yang terseret paksa kini mengganti suara pengisi ruangan. Tubuh Fort berjengit ketika irisnya menangkap rona aneh yang timbul dari belakang tubuh Peat. Rona itu berwarna oranye. Ah, tidak tidak. Aura. Aura itu berwarna oranye.
Pupil sang alpha bergetar. Tangannya menutup hidung dan mulutnya dari aroma kuat yang terus menerus menginduksi dirinya. Matanya dengan cepat melirik boks bayi yang berada disebelah Peat.
Apa ini berbahaya?
Namun setidaknya ia harus menyelamatkan bayinya untuk saat ini.
Dengan gerakan cepat Fort menarik paksa boks tersebut menjauh. Jauh hingga boks tersebut berada didalam pantri dan kemudian menutup pintu pantri tersebut rapat.
Kepalanya mulai pusing. Matanya berkunang. Tubuhnya panas. Bahkan sangat panas dibagian tanda pair miliknya. Tanda itu serasa dikikis dengan lelehan besi.
Aroma yang menguar dari tubuh Peat semakin manis dan manis. Mulutnya yang terbuka mulai digenangi ludah dan menetes hingga lantai.
Kenikmatan dengan rasa sakit yang bercampur seimbang. Membuat Fort tak lagi mampu berada dalam kewarasan.
Matanya yang berubah dengan ujung meruncing diekor mata, menatap penuh lapar dan nafsu kearah pria dengan mata yang masih terpejam.
Energi didalam tubuhnya bergejolak. Bahkan kewarasan dirinya dan Judy tak lagi mampu mengontrolnya. Setengah tubuh Peat yang tertutupi selimut dengan baju yang terkancing rapi. Hanya kulit tangan, leher dan wajah yang memberi asupan lapar nafsunya.
Namun semua itu cukup.
Cukup untuk membuat dirinya kini berlari dan menerjang sang omega yang matanya baru terbuka setengah.
Brakk
-----
Drap
Drap
Pria dengan jas putih itu terlihat berlari menuju salah satu ruangan. Baru saja ia menyelesaikan operasi bersalin keduanya pagi ini. Lagi lagi ia dipanggil ke UGD karena adanya laporan mengenai ibu hamil yang baru saja jatuh pingsan setelah olahraga ringan dirumahnya.
Pria yang berada diusia pertengahan kepala tiga itu berusaha memperlebar langkahnya lebih cepat karena tak mau adanya kejadian yang tak diinginkan.
Meskipun otaknya tetap mengkhawatirkan kondisi pasien. Tentu saja pikirannya turut merutuki rekannya yang memohon untuk digantikan hari ini. Pria dengan kulit pucat. New.
New memohon agar Tay mau berganti shift malam ini karena ajakan kencannya akhirnya disetujui oleh sang wanita pujaan.
Cih, menyebalkan.
Mengorbankan teman demi kekasih benar benar tindakan yang menyebalkan.
Tapi mau bagaimana lagi. Tay pun tak bisa menolak jika hal itu menyangkut New. Secara otomatis mulutnya akan selalu mengabulkan permintaan pria putih itu. Dan parahnya setiap kali New datang setelah mengalami hari buruk, dengan tangan terbuka ia akan menjadi pendengar dan sandaran terbaik, bahkan ketika ia memiliki acara penting dengan keluarganya sekalipun akan Tay batalkan untuk menemani beruang salju itu.
Kkk...
Beruang salju ya? Ia ingat saat dirinya dan New bertemu pertama kali, yakni tahun pertama mereka berada dibangku pendidikan kedokteran. Saat itu New mengenakan sweater berwarna putih, celananya berwarna krem serta tas dan sepatu yang senada. Satu satunya hal yang berwarna hanya rambut hitam diatas kepalanya. Mereka-
Bukk
"Akh" Reflek tangan Tay menyentuh bahunya yang tak sengaja tertabrak. Bibirnya meringis dengan mata yang menyipit menahan sakit. Mata itu kemudian melirik seseorang yang ikut memegangi bahunya yang kini tepat berdiri disebelahnya.
Tuhan! Wanita? Seberapa kuat wanita ini hingga kini bahunya terasa sangat sakit. Bahkan rasanya lebih buruk dibandingkan ketika tubuhnya dihantam saat bermain rugby.
"Ah, maaf" Lirih Tay. Ia tak mungkin menyalahkan wanita ini. Mau ditaruh dimana harga dirinya? Cukup dirinya saja yang tau jika bahunya sangat sakit saat ini.
Tay pun melihat wanita itu melangkah mendekati dirinya. Dengan tangan yang sudah tak memegangi bahu, wanita itu menjinjitkan tubuhnya dan memposisikan kepalanya disamping kepala Tay.
"Pergilah kekamar 5292. Jangan terlambat, jika tak mau rumah sakit ini hancur"
-----
Drap
Drap
Drap
Puluhan kaki tampak berlari ditangga darurat rumah sakit. Kaki yang dialasi sandal crop itu tampak tergesa gesa hingga harus melewati tangga darurat untuk mencapai lantai 5.
Pesan yang disampaikan seorang wanita tepat sebelum Tay memasuki ruang UGD membuatnya resah sepanjang tindakan. Otaknya tak berkonsentrasi hingga pasien jatuh tersebut dipindah tangankan pada rekannya yang lain.
Kini dengan alat yang lengkap ia membawa sekitar empat perawat laki laki dan dua penjaga keamanan untuk menemaninya kedalam ruang VVIP. ruang 5259. Ruangan yang dihuni oleh sepasang werewolf penguasa.
Apa yang terjadi?
Apa yang bisa dilakukan seorang pasien dan penunggunya didalam ruangan?
Keamanan rumah sakit ini cukup ketat.
Dan tak mungkin ada yang berani melakukan hal buruk ketika sang Raja penguasa berada didalam sarangnya. Ini sudah mendekati tengah malam. Dan tentu Raja serigala itu berada didalam sana.
Cih. Ini yang membuat perannya sebagai seorang dokter menyebalkan. Dunia werewolf yang terlalu dipenuhi magis membuat segala sesuatu yang berbau ilmiah dapat dikesampingkan.
Dengan pergerakan yang cepat rombongan itu berhasil mencapai lorong ruang VVIP. Tak lagi membuang waktu, mereka segera mempercepat laju langkah mereka menuju ruangan yang bertuliskan angka 5259 didepannya.
Brakk
"Oh Tuhan! Apa ini?!" Tujuh pria yang membuka pintu ruangan tersebut berjengit serempak, tanpa sadar memundurkan kaki mereka selangkah karena pemandangan yang mereka lihat.
Pertama kalinya Tay mendapatkan hal semengejutkan ini dari pasiennya. Ruang VVIP yang ia rutin kunjungi itu kini terlihat buruk. Sofa terbalik. Hiasan lemari jatuh. Meja terbelah dua. Tirai jatuh diatas lantai. Banyak bekas cakaran dan jejak merah didinding. Dan hal paling mengejutkan saat ini, diatas ranjang pasien terdapat sosok berbulu yang menutupi tubuh pasiennya. Tubuh itu terlihat mengukung tubuh pasiennya dengan kedua tangan yang memegangi kepala ranjang.
"Arghh!!!"
Bugh
Dengan satu kali pukulan kedepan. Tembok tebal itu menjadi cekung dengan serpihan yang jatuh kelantai.
"Hei. Kau siapa?" Pertanyaan itu sontak membuat sosok berbulu itu menoleh kebelakang dan menggerakan tubuhnya untuk merengkuh tubuh omega dibawahnya. Tay kemudian mendengar suara benda tajam yang menusuk sebuah permukaan sesaat setelah sosok itu kembali mengalihkan wajahnya kearah pasiennya.
Ini buruk.
Oh Tuhan!
"Kris, propofol!"
-----
Tuk
Kepala yang semula menunduk tanpa sengaja menabrak dinding dibelakangnya. Rasa sakit yang tak begitu ketara membuat pria besar tanpa atasan itu akhirnya bangun. Matanya berkedip beberapa kali untuk membiasakan cahaya redup disekitarnya. Tak perlu banyak usaha hingga Fort menyadari jika dirinya berada diruangan baru yang hanya berisikan dirinya.
Baru saja ia berniat mengangkat tangan untuk mengusap matanya yang sedikit gatal, Fort mendapati kedua tangannya tengah diikat saat ini. Matanya reflek melihat pergelangan kakinya yang juga tengah terikat.
Shit!
Apa yang terjadi pada dirinya?
Jangan berpikir jika Fort lupa dengan apa yang terjadi sebelumnya. Dirinya seratus persen ingat dengan hal tersebut. Bentuk serigala Judy memaksanya melakukan shifting ketika aroma manis pekat menusuk indra penciuman mereka.
Anehnya baik sisinya maupun Judy menolak perubahan tersebut. Hingga untuk kedua kalinya ia melakukan setengah shifting.
Oh!
Apakah mungkin jika aroma manis yang ia cium sebelumnya adalah feromon milik Peat? Tapi feromon omeganya bukan ini. Fort tahu betul aroma feromon yang selalu menjadi candunya. Jasmine. Dan sangat jelas aroma yang ia cium bukanlah aroma biasa yang Peat kuarkan. Dan juga bukankah kelenjar feromon Peat sudah rusak karena efek reject?
Sial.
Ini semua membingungkan!
Kriett
"Oi! Kau sadar?" Fort menatap tajam pria yang baru saja masuk kedalam ruangannya. Memutar matanya malas ketika melihat sang adik yang menatapnya remeh dengan tangan tersilang didepan dada.
"Kupikir kau gila Fort. Bisa bisanya kau menyerang seorang pasien" Noeul melesakan kakinya lebih jauh, mendudukan tulang ekornya diatas ranjang pasien yang seharusnya diisi oleh kakak bodohnya.
"Pergilah ke kamarmu nong. Suara tangis Pakfaii terdengar sampai disini"
"What? Nong? Ada apa dengan mulutmu? Jangan membuatku memegangi perut dipagi buta seperti ini" Noeul menyeringai remeh. Telinganya berdenging mendengar Fort menyematkan panggilan nong saat berbicara dengannya. Bukannya tak pernah, tapi hanya saja panggilan kakak adik seperti itu terakhir kali mereka gunakan ketika duduk dibangku sekolah dasar. Mungkin?
"Pergilah selagi aku berbicara baik baik" Adiknya benar benar mengganggu. Ia butuh waktu untuk menyambung setiap hal yang baru saja terjadi. Otaknya memang pintar tapi kali ini sedikit tidak biasa untuk akal sehat.
"Hahaha. Kupikir kau seribu persen sudah sadar setelah mendengar dengusanmu barusan."
Fort memilih menatap sofa yang berada jauh didepannya dibandingkan menanggapi ucapan Noeul yang hanya penuh ejekan.
"Kau harus tau Fort. Kau itu gila. Menghancurkan satu kamar dan kemudian shifting ditempat seperti ini. Apa yang terjadi denganmu huh? Bahkan kau melukai diri sendiri. Lihat lenganmu! Kau menggigitnya sangat kuat hingga lukanya sedalam itu. Bahkan propofol dosis tinggi tak bisa mendiamkanmu. Untung saja luka dijari jarimu sembuh dengan cepat, berterimakasihlah pada kemampuan Judy."
Pria dengan iris aqua itu menatap lengan kanannya yang diperban. Perban putih itu terlihat memerah hingga lapisan atasnya. Dan ingatan saat dirinya tak mau ditidurkan diatas ranjang dan akhirnya berakhir tertidur dalam posisi seperti ini, duduk meringkuk disudut kamar seperti bocah malang.
"Hah... Apa yang sebenarnya terjadi Eul? Aku bahkan seratus persen sadar disemua kejadian. Tapi aku tak dapat mengontrol diriku. Dan ini bukanlah kehendak Judy, Judy bahkan ikut menolak. Kejadian ini sangat aneh" Fort mengusap kasar wajahnya sebelum benar benar menutup wajahnya dengan telapak tangan besarnya.
"Aku akui ini aneh. Hmm, singkatnya Peat kembali memiliki feromon?"
"Hah?"
"Yup! Feromon. Ini sedikit membingungkan, namun salah satu perawat yang kebetulan seorang alpha mencium wangi citrus dari Peat. Kupikir tindakanmu dipicu oleh feromon Peat yang bangkit kembali"
"Apa ini sungguhan? Maksudku, ini sungguhan bukan?! Kau tidak bercanda?!"
"Apa wajahku terlihat seperti mengerjaimu? Tsk!" Noeul menggeram kesal. Harus ia apakan otak bodoh sang kakak?
"Lalu bagaimana kondisi omegaku sekarang?"
"Apa kau tau Peat sudah bangun-"
"Hah?! Kkhhh..."
Dengan sekuat tenaga dan gigi yang bergemelatuk, Fort meregangkan kaki dan tangannya hingga borgol plastik yang mengikat kaki dan tangannya meregang, kemudian putus.
"Oih! Kau gila?! Fort! Fort! Ah, sial! Bagaimana bisa kau memutus tali ini begitu saja?! Gila!!!"
Teriakan tak percaya Noeul pun mengiring langkah berlari Fort menuju kamar sang omega.
Ia harus bertemu omeganya.
Peatnya.
-----
Brakkk
Deru napas yang mengiringi hempasan pintu ruang VVIP 5292 itu membuat semua atensi dari penghuni ruangan teralihkan. Mata si pendatang tampak terbelalak dengan pupil mengecil yang bergetar.
Tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Disana. Diatas ranjang yang selalu ia duduki sisi sampingnya. Ia melihat sepasang iris cokelat terang yang menatapnya teduh. Bibir yang selama ini tersumpal oleh selang kini terkatup dan mengukir senyum tipis hangat. Pipi putih yang selalu ia kecup terangkat hingga iris cokelat terang tersebut hampir tenggelam.
"Peat..." Nada lirih yang sayup tak terdengar dan penuh rasa ketidak percayaan. Fort benar benar terkejut dengan apa yang ia lihat dihadapannya.
Kaki panjangnya melangkah begitu pelan dan lambat. Satu per satu dan hati hati. Seolah olah ingin meyakini diri jika apa yang ia lihat bertahan selamanya, bukan hanya ilusi semata.
Tetes demi tetes air mata pun bergantian menemani sisa jejak dari tapak kakinya. Semakin lama semakin dekat. Semakin lama gambaran didepannya semakin jelas dan besar. Namun semakin lama gambaran itu berangsur kabur, tertutup genangan air dipelupuk matanya.
Kabur?
Jangan katakan ini hanya ilusi!
Tidak!
"Peat... Kau disana sayang?" Langkah yang biasanya hanya menghabiskan sepuluh langkah kini terasa sangat jauh. Ketakutan dalam hatinya membuat Fort menghambat diri untuk berlari.
"Hei... Tak bisakah kau menjawabku hm? Kumohon sayang, jawab aku.." Rintihan Fort terdengar memilukan. Benar benar menyakitkan.
"Hei. Lama tak jumpa, Yang Mulia?"
Degg
Seketika kaki Fort berhenti bergerak. Matanya secara reflek menjatuhkan air matanya dan membersihkan pandangannya. Suara itu, tak mungkin ilusi.
Itu omeganya
Itu Peatnya
Peatnya telah kembali
Akhirnya...
"Peat..."
Drap
Drap
Drap
Derap langkah yang besar dan cepat membuat sang alpha sampai dalam satu kedipan mata. Tubuh besarnya dengan cepat mencapai tubuh omega didepannya dan mengukungnya dalam kedua lengannya. Kedua mata mereka bertemu. Iris cokelat yang ia rindukan ia tatap. Hangat napas yang menerpa wajah satu sama lain, indikasi kehadiran yang sejati.
"Merindukanku?" Senyum terindah dari makhluk paling indah. Membuat pertahanan Fort runtuh seketika. Tubuhnya jatuh memeluk tubuh kecil didepannya. Menyimpan wajahnya didada sang omega dan menangis.
Hatinya sangat sakit.
Sakit karena rindu.
Ia terlalu rindu dengan Peat.
Terlalu rindu dengan omeganya.
-----
Helaan napas panjang didapati saat Fort duduk diatas kursi yang berhadapan langsung dengan dokter Tawan. Dokter yang menangani Peat. Raut sang dokter yang tak terbaca membuat Fort cukup takut untuk mendengar penjelasannya.
Baru saja ia dilingkupi rasa bahagia beberapa jam yang lalu. Baru saja ia bertukar pelukan, baru saja ia bertukar senyuman. Kini ia harus diseret kedalam ruangan dokter yang sebenarnya tak mau ia masuki. Namun Khun Tan menyeretnya karena ini menyangkut kondisi Peat.
Mau bagaimana lagi.
"Baik. Sebelum itu saya mengucapkan selamat kepada kalian bardua terutama pada Khun Peat, karena saya yakin hal ini tak akan terjadi jika hanya satu atau dua pihak yang terlibat. Saya sendiri tak begitu yakin kondisi seperti ini pernah terjadi sebelumnya, namun saya juga tak berani menyatakan jika Khun Peat adalah penyintas pertama dari kondisi ini. Terlepas dari kebahagiaan yang kita harapkan akhirnya terjadi, ada beberapa poin yang harus saya sampaikan" Tay mengambil jeda sejenak. Berbicara butuh energi dan tubuhnya mulai lelah. Wajar saja ia berjaga sepanjang malam dari sore hingga pagi seperti ini.
"Berdasarkan kondisi sebelum koma, Khun Peat sempat kehilangan penglihatan dan juga kemampuan dalam berjalan. Namun setelah sadar secara visual Khun Peat dapat dikatakan mendapatkan penglihatannya kembali. Kami pun melakukan beberapa pemeriksaan terhadap mata Khun Peat dan puji syukur tak mendapatkan keganjilan apapun. Tentu saja hal ini tak dapat dapat dijelaskan secara gamblang melalui keilmuan karena merupakan hasil dari reject. Kemudian dalam kemampuan untuk berjalan kami belum menemukan perkembangan berarti. Otot ototnya masih mengalami paralisis sehingga masih belum bisa digunakan semestinya. Secara medis kondisi Khun Peat saya kategorikan sebagai stroke dan kelumpuhan alat gerak merupakan salah satu dampak-"
"Apa kaki istri saya bisa disembuhkan dok?" Entah kenapa semua penjelasan dokter didepannya terdengar buruk ditelinganya. Meskipun Fort menangkap beberapa hal baik yang disampaikan, namun rasa takut akan kabar buruk terus mendominasinya.
Tak masalah baginya jika Peat berada dalam kondisi seperti ini. Ia yakin mampu menjadi kaki untuk omega itu. Namun ia tak yakin bagaimana dengan Peat. Ia tak ingin omeganya sedih.
"Kondisi Khun Peat penuh dengan kejutan, hingga saya tak mampu memprediksi apa yang akan terjadi. Namun tentu ada jalan-" Tay tersenyum tipis. Melihat kekhawatiran besar pada alpha didepannya membuat Tay tersenyum.
Benar, ia tak menyukai pasien dengan gender sekunder. Mereka tak ilmiah. Namun melihat bagaimana sang alpha begitu mencintai sang omega membuat romansa tersendiri untuknya. Hal seperti ini membuatnya selalu iri. Mereka para werewolf memiliki takdir tertulis yang lebih berbunga. Memiliki pasangan dari Tuhan dan hanya perlu menemukan diri satu sama lain. Mereka dituntun menemui pasangan takdir dan membentuk sebuah keluarga.
Sedangkan manusia biasa sepertinya harus bertarung, baik dengan orang lain maupun dirinya. Saling menggali menemukan kecocokan dan dengan mudah dibuang jika sudah berselisih. Manusia biasa sepertinya tak akan pernah tau mana pasangan yang benar benar ditakdirkan untuknya. Layaknya rahasia Tuhan yang kuncinya hanya ada pada sang Esa.
"-Jangan khawatir. Lakukan apa yang biasa anda lakukan saat menunggu Khun Peat dan begitu juga saya. Saya akan berusaha semampu saya untuk membuat Khun Peat kembali sehat-"
"Baiklah. Saya akan jelaskan terapi Khun Peat selanjutnya. Dengarkan baik baik"
TBC
Komentar
Posting Komentar