FORTPEAT - RARE SPECIES - 41
Aroma hujan perlahan masuk melalui celah celah jendela. Aroma tanah yang menguar membuat seseorang yang tengah duduk dibelakang jendela yang tak tertutup rapat menajamkan penciumannya. Dipangkuannya tampak guci biru familiar, tangannya menepuk kecil permukaan guci tersebut diiringi senandung pelan dari bibir tipisnya.
Diwaktu yang bersamaan, desisan antara minyak dan irisan daging tipis juga turut meramaikan suasana. Pria dengan apron maroon serta baju tanpa lengan itu terlihat membolak balik daging tersebut dengan lengan kekarnya. Jika saja sang omega bisa melihatnya saat ini, tak mungkin salivanya tak akan bergumul di bawah lidah.
Ah...
Harusnya ia tak memulai pagi dengan perasaan seperti ini.
Mengingat mata omeganya yang terus mengalami penurunan dalam melihat membuat Fort dirundung rasa sedih. Bahkan tak hanya mata, kaki Peat juga tak lagi bisa berjalan.
Ini menyesakan sekaligus membingungkan. Ia sudah menawarkan diri untuk menandai omega itu kembali, karena memang satu satunya jalan agar efek dari reject dapat berhenti adalah dengan marking. Namun karena kebodohannya, Peat memukul kepalanya cukup keras dengan sendok yang berada ditangan omega itu.
Wajar.
Harusnya Fort lebih memperhitungkan lagi mengenai ucapannya barusan. Marking disaat omega tengah mengandung sangat tidak disarankan. Selain kasus omega mengandung yang tidak memiliki mate sangat jarang, melakukan marking akan menyakiti sang omega. Meskipun rasa sakit yang dirasakan tidak separah marking secara paksa, namun rasa sakitnya akan turut dirasakan oleh bayi yang dikandung omega.
Makhluk rapuh yang belum memiliki anugrah apapun itu akan dengan mudah kalah dari rasa sakit, hingga kemungkinan terburuknya adalah kematian janin.
Oh tidak tidak, membayangkannya saja sudah mengerikan!
Satu satunya harapan hanyalah agar Peat mampu bertahan setelah melahirkan. Ah, bukan bukan! Ini bukanlah sebuah harapan, melainkan sebuah keharusan, Peat harus bertahan. Dan ia akan mengerahkan apapun untuk membuat omeganya bertahan.
Dan juga mereka belum menikah!
Ia ingin membawa Peat kehadapan altar dan mencumbunya didepan ribuan mata. Ia harus memberi garis kepemilikan yang sangat jelas agar tak satupun para dominan diluar sana dapat merebut istrinya.
Ugh, sekarang membayangkan para dominan itu memuja istrinya saja sudah membuat emosi Fort berada diubun ubun!
Ada apa dengan dirinya sebenarnya?! Mood swingnya terlalu ekstrim rasanya!
"Fort.."
Puk
Puk
Dahi Peat mengerut ketika tak mendapat respon apapun dari sang alpha. Sekali lagi tangannya mencoba menepuk tubuh Fort yang berada dihadapannya.
"Fort.. Sayang?"
Lagi. Tak ada respon apapun. Tangan kecilnya kini beralih mengibas didepan wajahnya karena asap yang menyengat mulai memasuki hidungnya.
Hell, kenapa pria besar ini melamun selama ini? Apa yang alpha ini pikirkan? Ia sudah memanggil Fort sejak masih bermenung dibelakang jendela. Bahkan dirinya sudah menaruh guci abu James dan kemudian bergerak menuju dapur.
Bukankah itu cukup lama?
Plakkk
"Fort! Masakanmu gosong!"
"Oh god! Sial!"
-----
"Kau benar benar jahat Fort" Tangan yang tengah menyisir rambut hitam itu berhenti seketika, mata besarnya menatap kearah sang omega melalui pantulan cermin dengan bibir mengerucut kesal.
"Lalu apa yang harus kulakukan agar bertemu denganmu huh? Kau bersembunyi terlalu baik sayang. Menyebalkan"
Mendengar gerutuan layaknya bocah tantrum dari sang alpha membuat Peat terkekeh. Badan saja yang besar, namun mudah marah, kkk...
"Dan mencuri tiket penerbangan orang lain? Wah, benar benar penyalahgunaan kekuasaan. Khun Tan bilang jika perawat itu butuh dana besar untuk membiayai pembangunan sekolah gratis didesanya. Hah.. Kira-kira bagaimana nasib perawat itu sekarang? Apa dia masih hidup ya?"
"Hei! Apa-apaan itu?! Membuatku merasa bersalah saja" Tangan kekar yang sudah kembali menyisir rambut Peat itu terlihat sesekali terhenti karena memikirkan perkataan Peat.
Oh bodohnya ia yang hanya memikirkan sabotase tiket! Shit!
"Kkk... Sekedar informasi, Khun Tan tetap memberikan upah pada perawat itu. Namun tentu tak bisa dalam jangka panjang."
"Ah, benarkah? Kau sudah mengabari Khun Tan rupanya. Tapi-kapan?"
"Eum, 4 hari yang lalu? Kita tak menempel 24 jam ingat?" Fort mengangguk ringan tanda mengerti.
Sudah hampir 2 minggu lamanya ia tinggal dipulau kecil ini. Dan tentu saja ia tak bisa menempeli Peat selalu. Ia harus keluar dan menyebrangi pulau untuk membeli keperluan tambahan. Pasalnya keperluan yang disediakan untuk Peat tiap bulannya menipis sangat cepat karena sekarang ada dirinya dirumah tersebut.
Fort tak tahu apa ini terlalu berlebihan atau tidak, namun karena kesulitan harus menyebrangi laut, Fort memutuskan untuk membangun sebuah swalayan kecil yang dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan Peat serta warga sekitar. Tak hanya itu, Fort juga membangun dan memperbaiki beberapa fasilitas yang sekiranya dibutuhkan dipulau kecil ini. Hingga menyebabkan dirinya harus pergi sesekali mengitari pulau untuk melihat perkembangan dari pembangunan.
"Kalau begitu akan kukabari Saifah untuk membantu pembangunan sekolah didesa itu. Apa cukup?" Kini dengan mimik serius Fort mencoba fokus pada rambut Peat. Semalam ia mendapatkan ide untuk mengepang rambut sang omega, Fort pikir Peat akan terlihat sangat cantik dengan rambut yang terkepang.
"Jangan terpaksa. Aku tak meminta"
"Uhm.."
Ulasan senyum tipis terlihat dibibir kemerahan omega itu. Fort sangat memanjakannya dan Peat sangat suka itu. Bahkan bayi bayi diperutnya turut merasa senang hingga kaki kaki kecil mereka mulai menendang nendang.
Ah! Benar.
"Fort"
"Uhm? Sebentar! Apa kau tak ingin mengubah panggilan untukku huh? Entah kenapa rasanya aku benci mendengar namaku keluar dari mulutmu sayang" Kini pria besar itu menggerutu sambil berjalan kehadapan Peat, meskipun wajahnya terlihat merajuk namun matanya masih menelisik hasil kerja kerasnya, tangannya pun ikut terlihat merapikan beberapa anak rambut Peat yang tak tertata baik.
"Ah benarkah? Apa kita tak usah bicara- Aw! Sakit.. " Peat segera meringis begitu merasakan cubitan dikedua pipinya. Fort menarik pipinya kesamping hingga wajahnya terlihat lebih lebar.
"Kau tau jika bukan itu maksudku!" Dengan bibir mencebik kesal Fort membuat gerakan memutar ditempat cubitannya, omega nakal ini harus dihukum sesekali.
Puk
Puk
"Kkk.. Oke oke, aku mengerti, lepaskan dulu okey?" Peat menepuk tangan Fort yang masih bersarang dipipinya. Cubitannya tak kuat, hanya sekedar untuk menunjukkan jika alpha ini tengah merajuk.
Cup
Cup
"Ayo panggil aku kalau begitu" Setelah melepaskan cubitannya dan melayangkan kecupan dikedua pipi Peat, Fort dengan posisi yang sudah berlutut dan tangan yang ia lipat diatas paha Peat, tampak menunggu panggilan dari sang omega dengan senyum yang lebar. Dadanya bergemuruh tak sabar
Tangan Peat kemudian melayang diudara, terlihat mencoba mencari wajah sang alpha. Peat meminta pada Fort agar tak terlalu dimanja, karena ia tak ingin merasa jika dirinya memang sudah berbeda saat ini. Hingga Fort memilih untuk sabar menunggu Peat yang tengah mencoba menyentuhnya.
Tap
"Sayang?" Tangan kecil itu akhirnya sampai pada kedua pipi Fort yang diikuti dengan usapan lembut disana. Kepala Peat juga sedikit miring kekanan dengan senyum manis yang selalu membuat jantung Fort berdebar cepat.
"Oh my- Oh Tuhan! Akh-"
Cup
Cup
Cup
"Apa boleh selucu ini hm? Damn! Sangat cantik bahkan!" Fort tak tahu lagi bagaimana cara menggambarkan rasa frustasinya pada omega didepannya.
Omeganya so damn- kawaii desu!
Dan Oh- ia juga tak salah dengan kepangan pilihannya, Peat terlihat beribu kali cantik saat ini!
Mengagumkan!
Ibu jari Fort kemudian mengusap bibir Peat yang sedikit berkilau karena ulahnya. Entah sudah berapa banyak ia mengecup bibir tipis ini karena dirinya yang menggila.
Dengan pipi dan hidung yang turut bersemu, Peat mengucapkan terimakasih dalam suara pelan. Pujian Fort membuatnya sangat malu hingga suaranya ikut tenggelam bersamaan dengan tubuhnya yang menekuk kedalam.
"Oh iya, apa yang ingin kau bicarakan tadi sayang?"
"Oh itu. Besok aku harus check up rutin, Khun Tan bilang dia sudah mengabari dokter untuk datang kesini. Temani aku ya- sayang?" Omega itu memandang Fort dengan mata mengerjap yang terlihat lugu.
"Oh Shit! Akh- Ya! Tentu! Apapun untukmu sayang!"
-----
Dari kejauhan terlihat sebuah kursi roda yang berisikan seseorang dengan tubuh tenggelam oleh lapisan selimut yang cukup tebal. Tak jarang selimut itu jatuh dari bahu pria tersebut hingga tangan besar dari seseorang dibelakangnya bergegas untuk memperbaikinya.
Cuaca pagi itu sangat dingin. Perkiraan suhu mencapai 11 derajat celsius. Awalnya Fort berencana untuk mengundur check up Peat menjadi besok karena cuaca buruk yang tak mendukung untuk membawa Peat keluar rumah. Tubuh omeganya tak seprima omega hamil pada umumnya. Fort takut jika ia salah langkah akan memperburuk kondisi sang omega.
Namun Peat menolak ide yang Fort berikan. Dokter tersebut bukanlah penduduk sekitar, melainkan dikirim dari luar pulau hanya untuk mengecek kesehatannya. Meskipun dokter tersebut dapat digolongkan menjadi dokter pribadi, namun pasien yang dokter itu tangani tak hanya dirinya. Dan alasan terakhir tak ada tempat memadai untuk menampung sang dokter disini. Satu satunya rumah dengan alat terlengkap hanya rumah yang Peat tinggali sekarang, bahkan rumah tersebut tak memiliki ekstra kamar karena Peat hanya merencanakan kamar untuk dirinya saja saat pembangunan.
Dengan segala penjelasan dan tentu dengan tingkah manis yang Peat perlihatkan membuat sang alpha luluh. Fort akhirnya setuju dengan segala persyaratan yang ia berikan.
Lihat saja tubuh Peat yang dilapisi dua hoodie sekaligus, celana panjang dengan lapisan bulu hangat didalamnya, sarung tangan bulu serta kaus kaki. Belum lagi masker berlapis serta topi yang bersarang dikepala Peat. Fort benar benar tak mau memberi celah sedikitpun pada cuaca buruk untuk memperdaya Peat.
Sepanjang perjalanan mereka berpapasan dengan dua hingga tiga orang lansia, mereka selalu berhenti sekedar untuk bertukar sapa sebelum melanjutkan perjalanan ke klinik.
Suasana suram Fort dapatkan begitu menginjakkan kakinya dipekarangan klinik. Bangunan itu sudah ia renovasi namun masih terlihat suram karena tak adanya penerangan.
"Biasanya kau dengan siapa kesini sayang?" Fort menelisik setiap sudut tempat yang terjangkau oleh matanya. Rasa penasarannya tiba tiba saja muncul, Fort tak ingin mengakuinya namun barangkali ia bisa melihat wujud hantu yang sering di perlihatkan di film film.
"Khun Tan. Saat pertama kali check up aku menunggu Khun Tan dan dokter dirumah, setelah itu aku dibawa ke klinik untuk pemeriksaan. Seingatku klinik ini cukup terbengkalai. Kata Khun Tan hanya ada beberapa persediaan obat yang hampir kadaluarsa, sepertinya warga disini mengambilnya saat butuh saja" Fort mengangguk mengerti, tangannya kemudian menggenggam tangan kursi roda Peat dan mengangkatnya untuk melewati 3 anak tangga menuju pintu klinik.
"Bahkan tak ada perawat? Bagaimana jika ada yang sakit?"
"Hm, nenek Namtan bilang jika hanya gejala umum, mereka akan mengambil obat diklinik. Tapi jika gejalanya lebih parah, mereka akan pergi ke kota untuk pemeriksaan." Fort menangkap nada sedih dari intonasi bicara Peat, matanya melirik kearah wajah sang omega dengan tangan yang perlahan lahan menurunkan kursi roda yang Peat naiki.
"Apa seburuk itu?" Fort melirik Peat sebentar sebelum menyalakan saklar listrik yang berada tak jauh darinya, setelah lampu menyala ia kembali membawa tubuh mereka berdua untuk memasuki klinik yang sudah terlihat lebih manusiawi tersebut.
"Eum, aku kasihan."
Alpha itu tersenyum kecil, namun hatinya kembali terasa nyeri. Bagaimana mungkin ia pernah menuduh pria dengan hati malaikat seperti ini dulu? Bahkan ia mencurigai Peat sebagai dalang dibalik penculikan besar yang terjadi.
Dirinya benar benar gila.
Ia tak benar benar mengenal omega ini ternyata. Namun anehnya ia begitu mencintai omega yang hanya memperlihatkan kulit luarnya saja saat itu. Dan rasa cintanya kian memberat saat dirinya mulai mengetahui hal hal lain dari Peat. Semakin ia kupas omega ini, semakim dalam juga rasa cinta yang ia rasakan.
Alpha itu kemudian memberhentikan dorongannya pada kursi roda Peat tepat didepan ruang tunggu. Pria besar itu kemudian berjongkok dan meraih kedua tangan Peat. Matanya menatap mata kosong namun indah didepannya dengan lekat.
"Aku sangat mencintaimu Peat. Sangat" Suara Fort menjadi sangat dalam ditelinga Peat, membuat tubuh omega itu sedikit bergidik hingga telinganya memerah.
"Aku juga. Terimakasih sudah mau kembali dan menerimaku Fort" Peat menggigit bibir bawahnya malu, merasa konyol karena menyatakan perasaannya diklinik kosong seperti ini.
Gulp
Melihat pemandangan didepannya membuat Fort tak berpikir cukup jernih. Bibir bawah kemerahan yang terlihat sangat kenyal ketika sang empu menggigitnya, membuat Fort ingin mencicipinya juga. Hingga tanpa sadar tangannya sudah menarik dagu milik Peat agar wajah mereka menjadi sejajar.
"Jangan digigit, biar aku saja. Boleh?"
Wajah Peat semakin memerah karena kini ia bisa dengan jelas melihat ekspresi Fort. Raut yang memohon bercampur ingin itu terlihat sangat seksi dimatanya. Hingga Peat hanya bisa mengangguk menyetujui permintaan Fort.
Sang alpha perlahan mendekatkan wajah mereka, mencoba menikmati terpaan napas hangat dari omeganya. Rasa hangat yang menerpa wajahnya membuat libidonya semakin memuncak.
Baru saja bibir mereka saling menempel, suara pintu klinik yang dibuka tiba tiba membuat Peat reflek mendorong tubuh Fort menjauh. Kepala omega itu tertunduk dalam hingga dagunya sudah menyentuh dadanya.
Demi Tuhan ia malu! Argh!!!
"Ah, maaf. Saya tidak tahu jika-
-silahkan lanjutkan, masuklah jika kalian sudah selesai"
Sang dokter pun berjalan dengan cepat melewati dua orang yang masih tertunduk malu itu untuk memasuki ruangannya. Dengan punggung tangan yang menutupi mulutnya, terlihat jelas jika sang dokter tengah menertawai mereka saat ini.
"Ah, sial!"
Klinik itu pun seketika sunyi dan hanya diisi oleh rutukan kesal dari sang alpha.
-----
Setelah menyelesaikan kegiatan hari ini yang cukup sibuk, sepasang kekasih itupun terlihat merebahkan diri dengan nyaman diatas kasur hangat. Sang dominan pun terlihat mempersempit jarak antara keduanya dengan tidur diatas lengan sang submisif. Tangannya yang berisikan sebuah foto berwarna hitam putih pun terlihat satu garis lurus dengan pandangannya.
Dirinya sangat bahagia!
Hari ini terasa begitu istimewa bagi Fort. Untuk pertama kalinya ia mendengar detak jantung dari ketiga bayinya. Bahkan tak ia sangka jika dirinya akan menangis hingga tersedu sedu hanya karena sebuah bunyi detak jantung.
Dan lagi hari ini juga pertama kalinya ia melihat foto para bayinya. Disana terlihat kantong bayi yang saling bertumpuk dan masing masingnya berisi satu makhluk.
Oh! Mengesankan!
"Apa sebahagia itu hm?" Peat menggelengkan kepalanya tak percaya saat merasakan Fort yang terkikik sendiri. Pria itu juga meracau tentang bentuk bentuk bayinya yang lucu padahal hanya ada siluet disana.
"Sangat! Bagaimana cara menjelaskannya? Hm.. Yang jelas aku sangat bahagia sayang! Kkk.." Peat ikut terkekeh mendengar penuturan Fort. Alpha dewasa ini terdengar seperti bocah yang baru mendapatkan tas baru. Berisik dan menggemaskan.
"Mereka semua terlihat seperti kacang dengan kostum kepala beruang! O-oih, kenapa begitu menggemaskan?! Dan aku juga menyukai kombinasinya, dua laki laki dan satu perempuan. Hehe" Fort menyelipkan satu tangannya kebawah punggung Peat dan mengelus perut samping sang omega. Matanya memandang takjub kearah Peat meskipun tak direspon oleh sang omega.
"Uhm, aku juga. Mereka akan menjadi trio lucu nanti. Oh! Dan juga aku menempel setiap foto usg disebuah buku. Kau bisa melihat perkembangannya disana. Tapi itu hanya satu kali sebulan, tak setiap minggu" Bibir Peat mengerucut sedih, jika saja ia bisa melakukan check up setiap minggu mungkin akan lebih menyenangkan.
Fort yang melihat omeganya merungut segera mencubit bibir itu dengan tangan yang masih memegang foto.
"Dengan satu foto ini saja jantungku sepertinya akan berlari, apalagi lebih banyak. It's okay sayang, ini sudah lebih dari cukup"
Pria besar itu kemudian meringsutkan dirinya dan membalikkan posisi mereka. Kini Fort yang menenggelamkan tubuh sang omega kedalam dekapannya dan diiringi dengan hujaman kecupan dipelipisnya.
"Aku merindukan Judy" Mendengar penuturan Peat, Fort memutar bola matanya malas. Ia belum sudi berbagi Peat lagi!
"Ayo berdua dulu. Akan kupanggilkan Judy kapan kapan." Peat terkekeh mendengar nada cemburu Fort. Peat baru tahu jika Judy tengah mogok bertemu dengan Fort. Hingga serigala itu mengunci dirinya sangat jauh didalam tubuh Fort.
Jika saja mereka masih terhubung seperti dulu, sudah pasti serigala itu akan muncul dari hari pertama kedatangam Fort. Namun serigala itu bahkan tak tahu jika calon istri yang ia tunggu selama ini sudah kembali berada disisinya.
"Nick bilang dia merindukanmu"
Alpha itu tersenyum lebar. Hatinya menghangat saat mendengar Nick yang tengah merindukannya. Serigala manis itu benar benar- ah... ia akan memeluk dan mencumbu serigala itu dengan lama jika bertemu nanti!
"Benarkah? Katakan padanya jika aku berkali lipat merindukan dan mencintainya."
"Lalu bagaimana denganku?" Peat mendongakan kepalanya dengan mata yang menatapnya memohon. Seolah ingin menuntut hak yang sama dengan Nick.
"Aku mencintaimu sayang"
"Aku juga mencintaimu sayang"
-----
Desisan dari arah luar perlahan mengusik tidur Peat. Tubuhnya bergerak agar berada dalam posisi menyamping dan memilih melanjutkan tidurnya. Tubuhnya terasa sangat lelah, matanya terasa sangat berat untuk terjaga.
Waktu pun berlalu. Fort pun meletakan sajian terakhirnya diatas meja makan dan kemudian beranjak menuju kamar tidur yang masih dihuni oleh Peat.
Srettt
Usapan lembut dikepala Peat, Fort lakukan untuk membangunkan omega tersebut. Tubuhnya yang duduk dipinggir kasur terlihat semakin condong kearah wajah Peat untuk melihat mimik wajah sang omega.
"Bangun sayang, ayo sarapan"
Peat mulai terusik dengan suara lembut yang Fort gunakan. Dahinya berkerut dan tangannya mulai terangkat untuk menggosok kedua matanya.
"Pa-"
Deggg
Ucapan Peat terhenti seketika saat matanya tak lagi merefleksikan apapun. Tak satupun cahaya yang terproyeksi di otaknya. Matanya yang terbuka hanya menampakan gelap yang terasa sangat kosong dan hampa.
Tangan kecil itu kembali reflek menggosok kedua matanya cepat. Bisa saja efek bangun tidur membuat matanya tak terbiasa dengan cahaya. Namun ketika matanya kembali terbuka, lagi lagi hanya gelap yang ia peroleh.
Seketika Peat panik. Tangannya bergerak acak diudara dan disekitar tubuhnya.
"Oh, astaga! Kenapa ini?! Mataku. Tolong! Siapapun! Tolong aku. Mataku- huks-"
Grep
Fort yang terkejut sesaat dengan tingkah Peat segera memegangi bahu sang omega. Matanya yang memancarkan khawatir menatap lamat pria didepannya yang masih meracau.
"Sayang? Tenang. Hei, aku disini. Sayang? Peat?"
"Kenapa ini? Mataku! Huks.. Ini menakutkan. Aku takut. Kumohon seseorang tolong aku! Hiks.. Ibu! Ayah! Siapa saja! Kumo-"
Grep
Fort yang terlihat turut panik segera memeluk tubuh omega dihadapannya. Tangannya menepuk nepuk punggung sempit tersebut diiringi dengan kata kata penenang ditelinga Peat.
"Maafkan aku, maafkan aku sayang. Aku disini sayang, aku disini. Fort disini, jangan takut. Maafkan aku sayang.."
"Huks.. Fort, aku-
-buta"
TBC
Komentar
Posting Komentar