FORTPEAT - RARE SPECIES - 40
Rasa takjub ketika pintu rumah sederhana yang ia kunjungi itu terbuka, membuat Fort terdiam untuk beberapa detik. Sangat jelas didepannya terlihat kreatur yang begitu ia rindukan berbulan bulan lamanya. Dan lebih mengejutkannya lagi ia melihat jika omega yang berada diatas kursi roda itu memiliki perut yang cukup besar saat ini.
Apa ia akan menjadi seorang ayah?
Oh Tuhan! Ia sangat mencintai pria didepannya!
Senyum Fort semakin mengembang ketika suara halus dari bibir tipis Peat mengalun ditelinganya. Suara yang ia rindukan setiap malam akhirnya dapat ia dengarkan kembali.
Tak ingin menunggu lebih lama, alpha tersebut menjatuhkan barangnya dan berlari menuju Peat yang berada didepannya. Lengannya melilit tubuh omega itu cepat dan memeluknya dengan erat.
"Peat, aku datang sayang" Fort membenamkan wajahnya diceruk leher sang omega. Menyembunyikan wajahnya yang mulai basah karena air mata yang tak diundang mengucur begitu saja.
Fort sangat merindukan pemilik hatinya.
Tap
Tap
Fort kemudian merasakan beberapa tepukan dipunggungnya, Peat seolah mengisyaratkan agar Fort melepaskan pelukan yang bahkan belum 3 menit lamanya.
Tak ingin membuat omeganya marah. Fort segera melepaskan pelukannya sambil mengusap wajahnya kasar. Biar saja dirinya yang tau jika ia tengah menangis.
Dengan senyum lebar diwajahnya, Fort menurunkan tubuhnya hingga ia berlutut dengan satu kaki. Tangannya kemudian meraih tangan Peat yang bebas dan menggenggamnya.
Sudah lama sekali rasanya ia tak menatap mata cokelat terang dihadapannya. Mata yang sangat cantik bahkan melebihi cantiknya perhiasan diluar sana.
"Hei, apa kabar? Aku- sangat merindukanmu Peat" Fort mengangkat tangannya yang lain dan mengusap pipi putih omeganya, bibirnya mengulas senyum tipis yang sarat akan rindu.
Halus.
Kulit omeganya begitu halus hingga ia lupa kapan terakhir kali menyentuh benda sehalus ini. Tangan besar itu kemudian bergerak menyisir rambut Peat yang menjuntai, menyelipkannya kebelakang telinga agar lebih leluasa mengamati wajah cantik omeganya.
Hal lain yang baru Fort sadari. Rambut Peat benar benar sudah panjang. Rambut hitam legam itu sudah melewati bahu hingga membuat paras sang omega semakin berkali lipat cantiknya.
Iris aqua itu kembali mengamati mata cantik yang selalu menjadi bagian favoritnya sedari awal. Namun ada yang aneh, iris cokelat itu terlihat tenang, terlalu tenang bahkan ketika menerima tatapan seintens ini dari orang lain. Dan lagi iris cokelat itu tak menatap wajahnya, apalagi membalas tatapannya.
Iris itu terlihat kosong.
"Peat? Apa kau baik? Ini aku sayang, Fort" Merasa mulai khawatir, Fort kini menangkup kedua pipi Peat dan mendekatkan wajahnya. Iris aqua itu menatap Peat lekat, meneliti bagian mana yang salah dari omeganya.
Seketika mata Peat berkedip, mata itu tiba tiba terisi dan balas menatap matanya, membuat perasaan lega hadir hingga helaan napas terdengar dari Fort.
"Hai" Suara itu kembali terdengar, sudut bibir penuh itu kembali tertarik hingga membentuk senyum tipis yang menawan. Peat akhirnya berbicara padanya.
"Yang Mulia. Bisakah anda menunggu disini?" Peat kembali membuka suaranya sambil melepaskan tangkupan tangan Fort dipipinya.
"Ya tentu" Fort segera menjauhkan tubuhnya, membiarkan Peat bergerak kesisi lain dan menaruh guci biru yang sedari tadi berada dipangkuannya.
Fort menunggu omeganya dengan tak sabar. Kakinya yang masih beralaskan sepatu tampak mengetuk ngetuk untuk membunuh rasa tak sabarnya. Fort melihat omega itu kembali bergerak, namun bukan kearahnya melainkan kesebuah ruangan yang terletak diujung ruangan.
BLAM
Pintu kayu berwarna cokelat dari ruangan itu pun tertutup. Fort pikir Peat akan menyuguhkan minuman atau makanan padanya hingga meminta Fort untuk menunggu. Namun pikiran itu sirna ketika ia mendengar bunyi kuncian pintu dari ruangan tersebut. Wajah Fort seketika berubah panik dan berlari cepat kearah ruangan yang Peat masuki.
Tok
Tok
Tok
Ketukan brutal disertai panggilan, keluar berkali kali dari Fort. Rautnya terlihat tak senang dengan apa yang ia lihat. Kenapa Peat menjauhinya? Sial!
Ketukan itu terus berlanjut tanpa jeda, buku buku jari Fort pun memerah dan sudah mulai tergores karena mengetuk pintu tersebut dalam waktu lama.
"Pergilah" Peat menyerah, ia yang semula berniat untuk mengacuhkan Fort agar alpha itu lelah dan pergi, akhirnya memilih menjawab panggilan tersebut. Ada rasa tak tega yang bersarang didadanya.
"Tidak. Jangan seperti ini Peat, kumohon" Iba Fort, tubuhnya jatuh hingga kini ia berada dalam posisi berlutut kearah pintu.
"Pergilah Fort. Aku tak ingin kembali bersamamu"
Tidak tidak!
Bukan seperti ini yang Fort bayangkan!
Bukan seperti ini yang Fort harapkan!
Harusnya Peat membuka tangannya dan menyambutnya.
Harusnya ia melihat senyum bahagia dari omeganya sekarang.
"Tapi- tapi kenapa? Kau membenciku? Peat, buka pintunya, ayo kita bicara baik baik" Tangan besar itu kembali mengetuk daun pintu tersebut berkali kali. Rasa takut yang amat besar menyergapnya tiba tiba hingga jantungnya berdegup sangat cepat.
"Pergilah Fort. Biarkan aku disini. Pulanglah, kau tak seharusnya disini"
Ucapan Peat yang terlontar dari bibir Peat membuat Fort semakin kalut. Semuanya terdengar menakutkan. Gagang pintu yang berada dihadapannya pun jadi sasaran. Gagang tersebut digerakan sedemikian rupa cepatnya hingga pegangan besi itu pun lepas dari daun pintu. Tak lagi merasa pintu tertutup rapat, Fort segera mendorong daun pintu tersebut, dan mulai menampilkan sosok omeganya yang tengah menunduk dalam.
Dengan gerakan cepat Fort bersimpuh dihadapan Peat, ditariknya kedua tangan omega tersebut agar tak lagi menutupi wajah basahnya.
Tangan Fort yang bergetar hebat pun Peat rasakan, membuat mata rusa yang basah itu terbuka perlahan dan menatap kearah bawah, arah yang sekiranya menjadi posisi antara tangannya dan tangan Fort bertaut.
"Berikan aku kesempatan kedua Peat, kumohon"
-----
Usapan lembut pada surai memanjang itu terlihat begitu menenangkan. Pria yang memgukungkan omega didepannya dengan satu tangan tampak menatap penuh sayang kearah pria didepannya.
Langit yang berubah menjadi gelap menunjukkan berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk meyakinkan pria dihadapannya. Omega ini terlalu banyak menelan luka, bahkan ketika Peat hanya menetap dalam waktu singkat di istana, lukanya lebih dalam dibandingkam dirinya yang sudah gila mencari pria ini berbulan bulan lamanya.
"Jadi kau takut akan kembali ke istana?" Anggukan kecil Fort dapatkan dari omega didepannya, kepala yang menunduk dengan bibir mencebik itu terlihat terlalu menggemaskan dimatanya.
"Aku berjanji. Aku tak akan membawamu kembali kesana Peat. Aku akan disini bersamamu"
Kepala Peat terangkat, tangannya juga ikut terangkat berusaha menggapai wajah sang alpha didepannya.
Dengan sabar Fort menunggu tangan Peat mencapai wajahnya, meski ia masih dipenuhi kebingungan dengan apa yang terjadi pada omeganya, tapi sebaiknya ia menunggu Peat untuk bercerita padanya.
Grep
Tangan kecil itu mendarat sempurna dipipi Fort. Dengan sedikit tenaga Peat menarik wajah sang alpha hingga hidung mereka bersentuhan.
Gulp
Alpha itu menelan ludahnya gugup. Omeganya terlalu agresif dipertemuan pertama mereka, membuat jantungnya berdegup sangat cepat hingga kepalanya cukup pusing sekarang. Matanya juga mengerjap cepat berusaha menetralisir degupan jantungnya.
"Gugup?"
"Eum" Peat tersenyum tipis mendengar pengakuan Fort, matanya juga melihat wajah Fort yang semakin memerah dihadapannya.
"Aku cacat-"
Peat segera menutup mulut Fort dengan tangannya ketika melihat alpha tersebut ingin memotong perkataannya.
"-dengarkan aku dulu Fort. Aku cacat, mataku saat ini hanya melihat gelap jika jaraknya lebih dari satu jengkal. Dan juga aku tak lagi bisa berjalan. Kakiku mati rasa, bahkan untuk berdiri saja tak lagi sanggup. Tentu aku akan sangat bersyukur jika kondisiku yang seperti ini bisa bertahan untuk jangka panjang. Namun tidak Fort, tak lama lagi mataku akan benar benar buta, bahkan ketika wajah kita sedekat ini aku tak akan bisa lagi melihatmu. Tubuhku secara keseluruhan juga akan mati rasa. Cepat atau lambat" Ditengah tengah pembicaraan Peat perlahan menurunkan tangannya dari mulut Fort dan kembali menangkup pipinya, matanya fokus menatap iris aqua yang sangat ia rindukan.
"Lalu?"
Dahi Peat berkerut heran. Apa maksudnya lalu? Apakah semua kecacatan yang ia sebutkan masih kurang bagi Fort?
"Lalu? Aku cacat Fort. Aku tak sesempurna dulu."
"Lalu kenapa? Jangan katakan jika saat ini kau tengah menakut nakutiku agar aku menyerah terhadapmu. Jangan berpikir untuk pergi dariku lagi Peat" Wajah Peat yang sebelumnya terlihat bingung seketika berubah datar. Omega itu terdiam setelah mendengar jawaban tegas dari Fort.
"Jika kau kesini menjemputku hanya karena rasa bersalah setelah reject, lebih baik kau tak usah repot repot Fort. Aku-"
"Sebenarnya seberapa kuat kau ingin mendorongku pergi Peat? Jujur saja, hatiku sangat sakit saat ini. Apa kau sebenci itu padaku? Kupikir aku sudah mendapatkan kesempatan kedua"
Hati Peat seketika mencelos sakit saat melihat tatapan luka dari alpha didepannya. Ia hanya takut jika Fort mengartikan rasa bersalahnya sebagai rasa cinta dan rindu. Ia hanya takut. Setelah melihat semua kejadian atas perilaku para dominan pada submisifnya membuat Peat meragukan perasaan Fort dengan serius.
Bagaimana jika Fort selama ini hanya menyukai parasnya?
Bagaimana jika Fort selama ini hanya menyukai tubuhnya?
Bagaimana jika Fort selama ini tak pernah mencintainya?
Kejadian James benar benar menampar Peat sangat keras. Bahkan ketika dirinya mempercayai betapa murninya perasaan Net dan James satu sama lain, James tetap saja berakhir semengenaskan itu.
Bahkan kejadian James meninggalkan luka lebih besar dihatinya, lebih dari apapun yang menimpanya selama tinggal di istana.
"Kau harus memperhitungkan semuanya Fort. Kini aku hidup hanya demi bayi ini. Bahkan aku tak tahu berapa lama aku bisa bertahan. Tubuhku sudah tak seperti dulu lagi. Dan juga kau harus kembali, jangan buang tahtamu hanya untuk orang sepertiku"
Benar, Fort menceritakan seluruh kejadian tanpa melewatkan satu adegan pun. Bagaimana Khun Tan mengirim bukti tepat setelah Peat menghilang, proses penangkapan bahkan hingga proses eksekusi yang sudah dilaksanakan, Fort juga menceritakan mengenai ibunya yang kini ikut menetap di wilayah pengasingan bersama ayahnya, sang Ratu sepertinya belum sanggup melepaskan suaminya untuk berdiri sendiri diwilayah pengasingan.
Kejadian mengenai Net pun tak luput Fort ceritakan, tentang Net yang menceritakan darah Peat dan kejadian setelahnya, Net yang mati akibat overdosis.
Bahkan Fort juga menceritakan jika kini ia menyerahkan kekuasaan Azea sepenuhnya ke tangan Noeul dan Boss, walaupun sepasang suami istri itu hanya sepakat menggantikannya untuk sementara, setidaknya Fort memiliki waktu untuk mencari Peat dengan lebih leluasa.
"Hei, kau tak akan kemana mana Peat. Kau akan disini bersamaku dan anak anak kita. Bahkan jika kau mengalami hal seperti ini untuk seumur hidup, itu bukan masalah untukku. Aku benar benar mencintaimu Peat. Apa yang harus kulakukan agar kau yakin padaku hm?" Mata besar itu terlihat putus asa, tak tau harus bagaimana lagi untuk meyakinkan omega didepannya.
"Kau akan menanggalkan tahtamu begitu saja? Fort, kau sudah dididik dan dilatih sedari kecil hanya untuk menjadi Raja. Jika kau memilihku, semua pengorbananmu, masa kecilmu, akan sia sia karena aku. Hei ingat, kita bahkan baru mengenal satu sama lain tahun lalu, bukankah sayang rasanya menyia nyiakan itu semua?" Tak gentar, Peat masih mencoba memukul mundur alpha didepannya. Meskipun jauh dalam hatinya ia sangat tersanjung dengan ucapan Fort, tapi Peat masih butuh diyakinkan lagi.
"Ini bukan tentang waktu Peat. Melainkan tentang hati. Memang sia sia jika aku menyerah untuk menjadi Raja. Namun jika bukan kau Ratuku, aku tak akan bisa Peat. Lebih baik aku menyerah pada tahta dibanding harus menyerah padamu." Mata rusa itu terlihat mencoba menggali mata besar didepannya. Mencoba mencari kebohongan namun tak kunjung ia temukan. Tanpa sadar pelupuk matanya mulai berair dan terlihat berkaca kaca.
"Terimakasih" Senyum lebar pun terkembang dari bibir Peat. Tetesan air mata pun silih berganti membasahi pipi putih miliknya. Hatinya terasa penuh dengan cinta yang Fort luapkan, hingga rasanya ingin meledak diudara. Perlahan Peat menempelkan dahi mereka, meresapi kehadiran sang alpha yang kini juga menangkup kedua pipinya. Mata keduanya saling menutup, menikmati terpaan hangat napas satu sama lain.
Degg
Seketika Peat tersentak, kepalanya tertarik menjauhi wajah Fort. Tiba tiba saja ia ingat mengenai janjinya pada Moon Goddess.
"Hei sayang, ada apa?"
"Berjanjilah akan menjaga anak anak ini jika mereka lahir Fort,
-dengan begitu akan kuberikan kesempatan kedua"
-----
Dinginnya udara tampak tak mengganggu dua insan yang tengah terbaring diatas kasur. Dengan mata yang terpejam lelap, sang alpha terlihat membungkus sang omega didalam dekapannya. Tubuh yang sudah sangat lelah itu tampak tak bisa membohongi matanya yang segera ingin terpejam, hingga tepat setelah diskusi mereka selesai, Fort segera membersihkan diri dan tidur disebelah Peat.
Berbeda dengan sang omega, Peat terlihat tak bisa memejamkan matanya sedikitpun. Pikirannya melayang dan hatinya tak tenang. Lagi lagi ia membohongi Fort. Bukan. Ia tak menyesal dengan janji yang ia tawarkan pada Moon Goddes. Hanya saja apa yang akan Fort katakan jika tahu umurnya tak lama lagi? Peat memang tak tahu pasti kapan Moon Goddes menagihnya, ia hanya meminta waktu hingga bayi bayi ini lahir. Namun tetap saja dengan janji tersebut, dipastikan umur Peat tak akan lama.
Grep
Peat merasakan tubuhnya semakin menempel pada Fort ketika Fort memeluknya semakin erat. Terpaan napas hangat yang teratur disamping telinganya menandakan jika alpha tersebut masih pulas dengan tidurnya. Tangan Peat yang sebelumnya berada disisi tubuhnya kini bergerak keatas perutnya yang tengah diisi oleh tangan Fort, hingga tangannya menimpa tangan yang lebih besar yang menangkup perutnya. Tangan kecil itu kemudian bergerak mengelus punggung tangan sang alpha. Mencoba memantapkan hati gundahnya terhadap pilihannya.
"Jangan khawatir, aku akan memberitahumu secepatnya" Lirih Peat pelan, tanpa tau jika mata besar itu tengah menatapnya dalam diam.
-----
Dear love,
Hai. Aku terlambat. Maafkan aku. Kupikir jalan yang kuambil benar, kupikir dengan melakukannya aku dapat kembali padamu lebih cepat. Aku tak tahu apakah kau akan mengetahui surat yang kutulis saat ini, namun aku hanya ingin mengatakan jika aku benar benar mencintaimu James.
Tak pernah satu malam pun aku melupakan dirimu. Tak pernah satu detik pun kau menghilang dari hatiku. Kupikir aku bisa saja seperti orang lain yang mencampakan kekasihnya begitu saja, namun tidak, ternyata aku tak bisa.
Kau tau jika ayahku selalu mengancam akan mengganggu dan menyentuhmu bila aku tak menurutinya. Satu satu hal yang paling tak aku sukai ialah ketika hidupmu terusik. Hingga aku berani melakukan banyak perbuatan kotor. Aku ingin menyombong jika aku melakukannya untuk melindungimu, apa itu sedikit berlebihan? Kkk.. Maafkan aku sayang.
Hari itu adalah hari terburuk dihidupku. Aku melakukan semuanya dengan maksimal, aku mencurahkan seluruh tenagaku untuk memenuhi keinginan ayah. Namun sepertinya keberuntungan tak berpihak padaku. Hal yang aku kerjakan menjadi hancur, gagal total, dan itu semua karena ayah. Jika aku tau kompensasi dari membatalkan kerjasama senjata saat itu adalah dengan menikahi anak omeganya, seharusnya aku kirim saja bukan?
Aku tak mau sehelai rambutmu rusak karena ayah. Ayah pun menjanjikan akan membebaskanku jika aku benar benar mau menikah dengan omega itu. Kupikir dengan menceraikannya beberapa bulan kemudian akan menjadi ide yang baik. Aku bisa kembali padamu dan menikahimu.
Kupikir kau akan menungguku James.
Ternyata tidak.
Aku malah mendapatkan kabar buruk yang tak pernah ingin kudengar.
Hal itu membuatku hancur.
Aku mati saat itu juga.
Bahkan rasanya oksigen tak lagi masuk memenuhi paru paruku.
Aku membenci diriku. Semua penyelesalan hanya berhenti pada 'andai saja'.
Hei James, apa tak apa jika aku menyusulmu? Tak ada lagi alasan untukku tinggal disisi dunia.
Kuharap kau akan menyambutku dengan tangan terbuka.
Sampai bertemu James,
Aku mencintaimu
Sincerely,
Net
Tak terasa air mata kembali menitik dari mata rusa itu. Hatinya ikut perih mendengar surat yang Fort bacakan didepan guci yang berisikan abu James.
Bagaimana bisa sepasang kekasih itu memiliki akhir yang begitu tragis? Seburuk apa kehidupan sebelum mereka hingga karma yang begitu buruk mereka rasakan.
Grep
Lengan besar melilit tubuh Peat. Meskipun kali ini tak ada feromon yang menandakan kehadiran sang alpha, Peat tau pasti jika Fort yang memeluknya. Usapan lembut serta kecupan dipuncak kepalanya membuat Peat semakin yakin dengan kehadiran Fort disisinya.
"Kuharap mereka kembali bertemu dikehidupan selanjutnya" Lirih Peat. Matanya lurus menatap dada Fort yang terbungkus kemeja, yang tepat berada dihadapannya saat ini.
"Ya, kuharap begitu sayang. Ah benar, aku melewatkan satu hal. Net, dia menulis surat lain. Surat itu berisi pengakuan atas perbuatannya. Dan juga pengakuannya atas bukti anonim yang diterima. Sepertinya Net mengendap endap saat pertukaran shift para prajurit dan melempar bingkisan yang berisikan bukti tempat penyanderaan. Sepertinya dia ingin mengungkapkan kejahatan ayahnya sebelum pergi meninggalkan Azea."
Fort menatap surat yang ia taruh dibawah guci biru yang berisikan abu James. Surat itu akhirnya menemui pemiliknya. Bibirnya yang menyunggingkan senyum tipis memperlihatkan betapa leganya ia karena berhasil memenuhi janjinya untuk memberikan surat tersebut pada pemiliknya.
Grep
Tiba tiba Fort merasakan jika perutnya kini tengah dililit oleh sepasang lengan. Separuh perutnya serasa ditekan oleh perut besar milik omeganya. Melihat omeganya sedang dalam mode manja, membuat Fort terkekeh geli. Tangannya yang semula berada dikepala Peat, kini bergerak mengambil tungkai Peat agar berada sepenuhnya diatas pahanya.
"Sampaikan maafku pada Net. Aku malu sudah memarahinya hari itu" Bibir tipis yang mengerucut lucu itu membuat senyum Fort semakin lebar, hingga akhirnya ia melayangkan sebuah kecupan kecil dipelipis sang omega.
"Ekhem, baiklah. Hai Net, Peat merasa bersalah karena memarahimu malam itu, jadi dia ingin meminta maaf. Katanya ia malu mengatakannya sendiri, apa kau memaafkannya?" Pria besar itu berbicara dengan nada yang seolah olah tengah memohon, matanya yang menatap udara kosong sebelumnya berpindah melirik Peat yang tengah menyembunyikan wajahnya didadanya.
"Ah, baiklah. Akan kusampaikan, terimakasih sudah mau memaafkan istriku"
Bugh
"Belum istri, dan darimana kau tau Net sudah memaafkanku?" Wajah cantik itu terangkat bersamaan dengan pukulan kecil yang ia layangkan pada dada Fort, matanya mencoba mengarah pada wajah Fort yang sekiranya berada diatasnya.
"Net berbisik ditelingaku, katanya ia akan memaafkan jika kau memberiku ciuman Peat"
Bugh
Untuk kedua kalinya Peat melayangkan pukulan didada Fort dengan wajahnya yang memerah malu.
Jika mau, harusnya lakukan saja!
Ugh, menyebalkan!
Cup
Seketika benda kenyal lain menyentuh bibir Peat. Karena tak tau jika Fort akan menciumnya, kepala Peat reflek bergerak mundur. Namun tangan Fort dengan cepat menahan tengkuk Peat dan mulai memperdalam ciuman mereka.
Bunyi kecipak dari kedua insan itu pun memenuhi ruangan. Menyisakan aroma kasmaran yang kembali berterbangan disisi keduanya.
TBC
Komentar
Posting Komentar