FORTPEAT - RARE SPECIES - 36
Pagi itu kamp militer tampak riuh. Semua prajurit lengkap dengan seragam dan senjatanya, tampak bergegas untuk berbaris dihalaman luas kamp. Dengan dikomandoi oleh Putera Mahkota, semua pasukan yang dibagi dalam beberapa tim mulai mengambil posisi. Setiap arahan dengan jelas disampaikan.
Tim pertama ditugaskan ke bagian tenggara wilayah inti yang bertepatan dengan perbatasan darat wilayah, hal ini diketahui berdasarkan bukti yang sengaja dikirimkan orang asing beberapa waktu lalu serta bukti yang Fort dapatkan dari email pribadi miliknya. Rumah kayu yang digunakan untuk menyandera para korban berada didalam hutan diwilayah tenggara, dimana seharusnya hutan tersebut dilarang untuk dimasuki sembarang orang karena sudah menjadi hutan konservasi.
Tim kedua dengan anggota separuh dari tim pertama akan pergi menangkap Perdana Menteri Jom.
Ya, Black MK berhasil diidentifikasi sebagai pelaku tunggal dari kasus penculikan ini. Dari file yang diterima oleh Putera Mahkota, banyak rekaman video dari kamera dashboard yang terlampir. Bahkan jalan tikus yang mereka gunakan untuk membawa para korban pun dapat diketahui.
Sejak awal pengumpulan bukti mereka sudah berada dalam posisi yang tidak menguntungkn. Yakni ketika laporan pertama harus diusut oleh pihak kepolisian dan baru setelah beberapa hari kemudian laporan dipindah tangankan pada mereka. Sehingga saat mereka mengumpulkan bukti, banyak dari rekaman sudah hilang entah akibat dari pelaku atau orang lain.
Baiknya rekaman tersebut tak jatuh ketangan yang salah, melainkan dikumpulkan oleh seseorang dengan nama yang dicurigai Tan. Baik pengirim pun tengah dilacak saat ini, karena banyaknya kemungkinan seperti Tan termasuk seorang kaki tangan, musuh bisnis Black MK atau penipu. Dan jikapun orang ini bukan satu diantara kategori tersebut, keselamatan Khun Tan saat ini tengah dipertaruhkan, hingga mereka harus menemukan sang pengirim paling tidak untuk melindunginya.
Dari berkas berkas yang dikirim pun terdapat sejumlah nama yang sesuai dengan nama para korban yang hilang, hingga berkas berkas tersebut layak proses dan bisa dipergunakan. Tak hanya mengenai penculikan yang terjadi. Berkas berkas yang dikirimkan padanya pun melampirkan hal hal mengejutkan yang berkaitan dengan Peat. Disimpulkan dari berkas tersebut jika akan ada senjata biologis yang akan disebar dengan tujuan memperluas wilayah kekuasaan, dan senjata biologis tersebut berkaitan erat dengan darah Peat yang diambil setiap hari. Hal ini sesuai dengan catatan medis milik Peat yang terlampir.
Oleh karena itu turut dibentuk tim ketiga dengan tujuan untuk menangkap para kaki tangan. Tim ini terdiri dari beberapa sub tim yang akan disebar karena terdapat banyak nama yang harus diamankan. Seperti kepala laboratorium, beberapa nama perawat dan dokter, para ahli laboratorian serta beberapa antek antek lainnya. Juga satu subtim akan dikirim kerumah Net yang juga merupakan kaki tangan dari seluruh kejadian.
Buruknya satu sub tim juga dikirimkan ke istana kerajaan. Terdapatnya rekaman percakapan antara Raja dan Perdana Menteri mengenai pemanfaatan Peat sebagai senjata manusia, rekaman ini dicurigai dilakukan oleh Jom sendiri dengan tujuan untuk membuat tameng kokoh demi keselamatannya, hingga nanti ketika ia jatuh, kakinya tak akan terseret sendirian.
Perasaan Fort menjadi sangat buruk ketika mengetahui fakta mengenai sang ayah. Sosok yang selama ini selalu ia jadikan contoh dan panutan ternyata memiliki cela besar yang mengerikan. Ia tak menyangka ayahnya tega menyarankan perpisahannya dengan Peat demi mencapai tujuannya, meskipun Fort yakin ayahnya juga tak ingin dirinya mengalami efek dari penyakit serius milik Peat, namun tetap saja hal itu sudah keluar dari jalur kemanusiaan.
Tubuh besar itu ambruk seketika setelah selesai mengirim tiap pasukan pada tujuannya masing masing. Kursi besi yang Fort duduki sedikit berderit, separuh tubuhnya terkulai lemas diatas meja yang tingginya sepinggang saat duduk. Matanya tak fokus dan menatap kabur papan tulis didepannya.
Lagi. Pagi ini sebelum berangkat ke kamp militer, Fort lagi lagi memuntahkan cairan bening yang sedikit kental. Sudah hari kelima dan tak ada perbaikan sama sekali ditubuhnya. Belum lagi rasa sakit hebat yang mendera kepalanya ketika ia melihat jika ayahnya juga salah satu tersangka dikasus beruntun yang tengah ia selidiki.
Setelah berdiam diri selama sepuluh menit, Fort kembali memfokuskan penglihatannya dan kembali menegakan tubuhnya. Kepalanya berputar kearah Saifah yang sibuk dengan laptop didepannya.
"Ada hal yang baru?" Saifah menganggukan kepalanya sedikit dengan jari yang menekan satu tombol diatas keyboard beberapa kali. Pria tinggi itu kemudian memutar layar laptop miliknya hingga menghadap kearah Fort.
"Ini adalah cctv laboratorium Yang Mulia. Dari beberapa video lain yang sudah saya tonton, saya menemukan jika Khun Peat melakukan pengambilan darah satu kali sehari, hal ini sesuai dengan rekam medis yang dikirim oleh Khun Tan. Setelah itu darahnya akan masuk keruang penelitian dan diproses hingga darah tersebut berkembang menjadi beberapa ratus tube. Anda bisa lihat disini, meski tidak terlalu jelas, dibalik tirai putih itu saya melihat adanya kaki yang terbujur diatas ranjang yang biasa digunakan dirumah sakit."
Sang Putera Mahkota menajamkan penglihatannya dengan mengamati tirai yang sedikit terbuka dari pembatas ruangan yang terekam. Wajahnya mengeras ketika matanya menangkap hal yang sama dengan apa yang Saifah sampaikan.
"Kita harus segera membentuk tim baru. Sertakan beberapa medis didalamnya karena bisa saja para manusia itu tengah diuji cobakan sesuatu. Cih, sialan! Mereka ternyata benar benar akan membuat senjata biologis dengan darah Peat. Apa sebenarnya yang mereka pikirkan? Mengorbankan manusia demi kepentingan dan kepuasan pribadi?! Sampah!"
Brakk
Kepalan tangan besar itu melayang kearah dinding batu yang berada disampingnya. Suara yang begitu keras karena pukulan dari Sang Putera Mahkota membuat beberapa prajurit yang sibuk dengan tugas mereka terperanjat seketika, kepala mereka pun reflek berputar untuk melihat kearah sumber suara. Betapa terkejutnya mereka saat melihat tembok tersebut membentuk cekungan cukup besar dibawah kepalan tangan sang Putera Mahkota dengan retak memanjang dari bawah hingga batas plafon, wajah Sang Putera Mahkota pun tampak mengeras rahangnya, mata besarnya juga tengah menatap nyalang kearah layar laptop didepannya.
"Baik Yang Mulia, akan saya kirimkan-"
"Sebelum itu. Mengenai Ratu, apakah beliau sudah kembali dari liburan?" Fort menarik tangannya yang sedikit memerah dibuku bukunya, memgusap sedikit debu yang menempel sebelum kembali melempar pandangan kearah Saifah.
Bukannya mendapat anggukan, Fort malah mendapatkan gelengan dari sang kaki tangan, membuatnya mendesah kecewa karena sang ibu yang belum dapat dihubungi hingga sekarang. Ia hanya ingin mengabari sang ibu mengenai apa yang terjadi, atau lebih tepatnya ia ingin mengadu dan mengeluh mengenai semua kejadian yang datang bertubi tubi dalam waktu berdekatan. Belum lagi ia juga tak mengetahui dimana keberadaan Peat sekarang. Frustasi, kecewa, marah dan sedih bercampur menjadi satu, ia bisa gila jika menelan semuanya sendirian.
"Ya sudah, kembalilah berkerja"
-----
Seorang pria dengan tubuh sempoyongan tampak berlari menuju salah satu gedung didalam istana. Bajunya yang kusam dan kotor serta rambutnya yang acak acakan membuat pria itu tampak menyedihkan. Mata sembabnya dengan wajah lusuh menandakan jika pria tinggi itu telah menangis untuk beberapa waktu.
Langkah lebar dari tungkai panjang itu membuat sang pria sampai lebih cepat pada gedung yang ia tuju. Menghiraukan teriakan larangan orang orang yang melihatnya, Net menerobos setiap pagar manusia yang mencoba menghalau langkahnya.
Ia sama sekali tak percaya dengan apa yang ia dengar kemarin. Pagi pagi sekali dia mendapatkan telpon dari Nat, adiknya mengatakan jika belahan jiwanya sudah pergi meninggalkan dunia.
Lelucon macam apa yang dimainkan orang orang?
Ia tahu jika pria sepertinya lebih dari berengsek untuk bisa mendapatkan kebahagiaan.
Ia tahu jika dirinya bahkan tak pantas memohon dan bersujud dikaki pria cantik itu.
Tapi kenapa orang orang terus mempermainkan perasaannya? Bahkan membuat lelucon dengan kematian omeganya.
James tak salah!
Prianya tak salah!
Omeganya tak salah.
Begitu rendahnya orang orang yang dengan beraninya mempermainkan nyawa seseorang.
"Phi!"
Grep
Pelukan dari sang adik dari arah depan membuat Net yang terlihat arogan akhirnya runtuh seketika. Tubuh besarnya jatuh lunglai dalam pelukan sang adik bersamaan dengan tangisannya yang pecah. Raungan menyedihkan dengan lengan memanjang yang berusaha menggapai pintu kamar yang hanya berjarak beberapa meter dari posisinya, terlihat begitu memilukan. Matanya yang sembab itupun kembali meluapkan air mata.
"James... James... Aku datang sayang, keluarlah... Kumohon.. " Lirihan dari mulut tipis itu terdengar sendu. Membuat Nat yang memeluknya semakin mengeratkan kedua tangannya ditubuh sang kakak. Bibirnya terus berbisik ditelinga sang kakak untuk tenang dan tetap disini bersamanya.
"James.. Aku datang, keluarlah dan sambut aku sayang... Aku- aku tak bermaksud terlambat, kau tau ayah tak membiarkanku pergi dengan mudah. Apa kau merajuk? marah? Keluar dan marahi aku James, kau bahkan boleh menampar dan memukulku, asalkan kau keluar sayang... Kumohon.."
Kata demi kata yang Net lontarkan membuat pria itu terlihat semakin menyedihkan. Tau jika tak akan ada sahutan dari dalam sana, Net segera menarik dirinya dari pelukan sang adik.
"Kumohon Nat, biarkan aku melihatnya. Tak bisakah?" Dengan mata yang terus mengeluar cairan bening, Net menatap penuh mohon pada sang adik. Namun Nat malah menundukkan kepalanya dengan tangan yang mencengkeram kuat lengan sang kakak.
"Disini saja Phi.. Jangan pergi" Lirih Nat, tangannya yang mengepal perlahan lahan mulai memutih dibuku bukunya, menunjukkan seberapa kuatnya ia mencengkeram lengan sang kakak.
"Kenapa? Apa- dia sudah pergi? Tak disini lagi?" Suara bergetar itu kembali terdengar, bibir tipisnya terlihat semakin tipis ketika Net berusaha menahan isakannya.
Brukk
Tubuh alpha itu jatuh hingga bersimpuh dilantai ketika melihat kepala Nat yang mengangguk kecil. Serasa dilempar kedalam lubang gelap tak berujung, Net merasa gamang seketika. Bahkan isakannya yang ia tahan sedari tadi tak bisa keluar untuk meraung. Matanya yang masih banjir dengan tatapan kosong ikut menghiasi penampilannya. Net benar benar hancur saat itu juga.
Tak tega melihat kondisi sang kakak yang begitu terpuruk, Nat kembali mendekap tubuh sang kakak dengan erat. Bukannya ia tak mau mempertemukan sang kakak dengan belahan jiwanya. Hanya saja tubuh kaku yang seharusnya berada didalam kamar,
Sudah menghilang tanpa jejak.
-----
Tepat pada pukul 18.00, berita mengenai tertangkapnya Perdana Menteri Jom beserta para antek anteknya disiarkan secara serempak. Berita ini sontak membuat gaduh seluruh wilayah Azea dan wilayah dibelahan dunia lain.
Para rakyat sama sekali tak percaya dengan apa yang mereka dengar dan lihat dari layar kaca. Hingga tak sedikit dari mereka bergerak untuk mengambil kunci kendaraan dan menyongsong kedaerah sekitar kamp militer yang kini menjadi tahanan sementara untuk para pelaku. Hal ini bertujuan agar penjagaan dapat dilakukan lebih ketat dan aman, pasalnya ditemui beberapa oknum dari petinggi kepolisian yang masuk kedalam jajaran kaki tangan dari Perdana Menteri, dan oknum inilah yang memberi izin pada Perdana Menteri untuk melancarkan rencana kejinya pada Peat yang tengah ditahan.
Tak hanya sampai disana, para muda mudi yang aktif dengan media sosial mereka pun mulai bersuara dan menjajak pendapat. Mereka menyuarakan rasa ketakutan dan ketidakamanan sebagai rakyat. Mereka memprotes kinerja dan susunan kepemerintahan Azea yang sangat buruk karena menempatkan para kriminal dibangku pemerintahan. Para rakyat turut membuat petisi agar pemerintah disusun ulang dengan kandidat baru dan bersih, tak jarang dari mereka yang meminta sistem monarki yang dimiliki Azea diubah menjadi demokrasi seperti wilayah lain.
Rasa kepercayaan yang turun secara drastis membuat semua tatanan menjadi kacau balau. Para petinggi yang masih menjabat pun mulai gaduh dan membicarakan protes protes yang dilayangkan kearah mereka. Kebingungan hingga rasa marah sangat kentara terasa.
Bukan hanya reaksi marah yang didapati dari berita yang disiarkan. Reaksi haru dan bahagia pun terlihat dari para keluarga hingga teman teman korban. Mengetahui jika saudara atau anak mereka selamat dalam keadaan utuh dan baik membuat mereka bersorak gembira dan segara melesat menuju kamp militer. Meskipun para keluarga belum diizinkan untuk membawa anggota keluarga mereka karena harus menerima perawatan intensif, namun mereka sangat bahagia hanya dengan menatap para korban dari jauh, perasaan lega saat mengonfirmasi jika anggota keluarga mereka tak kekurangan satupun cukup membuat mereka menangis bahagia hingga tersedu sedu.
Mengenyampingkan kegemparan yang terjadi, Fort sang Putera Mahkota terlihat tergopoh gopoh menuju salah satu kamar yang terletak dibagian belakang Golden House. Urat dipelipisnya menonjol dengan bibir yang ia kulum kedalam. Matanya melotot hingga rahangnya mengeras. Fort terlihat kalut saat tergesa gesa menuju ruang meditasi yang biasa dipakai sang ibu.
Iblis!
Tak ia sangka ayah yang begitu ia agungkan dan hormati tega mengurung ibunya berhari hari diruang meditasi. Hatinya terbakar emosi saat mendengar pengaduan dari pengawal sang ayah yang turut ditangkap bersama sang ayah. Bahkan saat ia melayangkan pukulan diwajah sang ayah tepat setelah mendegar pengaduan, amarah Fort tak berkurang sedikitpun, hatinya semakin bergemuruh dan berniat menghabisi pria tua itu jika saja beberapa prajurit tak menghalangi pukulannya.
Tangan besar itu akhirnya menyentuh gagang pintu yang bertuliskan ruangan meditasi. Tak ingin terlihat buruk dimata sang ibu, Fort berusaha mengendalikan ekspresi dan emosinya dengan menghembuskan napasnya perlahan. Setelah dirasa cukup tenang, tangan itu akhirnya mendorong pintu tersebut untuk membukanya.
"Ibu?" Suara Fort pertama kali bergema. Matanya yang belum terbiasa dengan suasana gelap membuat Fort harus menyipitkan matanya untuk fokus melihat sekitar.
Tek
Tangan Fort yang meraba dinding disebelah pintu masuk, akhirnya berhasil menemukan saklar lampu dan menekannya. Sedikit silau saat pertama kali lampu menyala, namun mata Fort segera menyesuaikan hal tersebut. Tak butuh waktu lama, ia menemukan seorang perempuan tengah duduk bersimpuh diatas karpet yang berhadapan dengan sebuah altar yang dipenuhi jamuan. Fort melihat ibunya tengah berdoa dengan kedua tangan yang menangkup didepan dada.
"Ibu" Lagi. Suara Fort menggema namun tak disahuti oleh sang Ratu. Fort perlahan mendekati sang Ratu dan ikut duduk dengan posisi bersimpuh, mengikuti gerakan sang ibu yang tengah berdoa.
Satu jam berlalu sejak Fort ikut berdoa dan akhirnya sang Ratu menurunkan tangannya. Kepala wanita paruh baya itu kemudian berpaling untuk menatap puteranya yang masih memejamkan mata.
"Berdoalah lebih khusyuk. Hatimu dan pikiranmu dalam keadaan buruk. Ayo berbicara jika sudah tenang, nak"
Wanita paruh baya yang masih tampak cantik diusia senjanya itu bergerak mundur kebelakang dengan bertumpu pada lutut, ia kemudian berdiri dan duduk diatas lantai disisi ruangan.
Ia akan menunggu hingga puteranya selesai dalam doanya.
-----
Diruangan gelap yang ukurannya hanya 3 x 3 meter, terdapat seorang pria dengan baju putih yang tengah menatap kosong kearah tembok. Kedua tangannya terlihat terlilit kebelakang dengan ujung lengan baju yang diikat satu sama lain. Kakinya pun dirapatkan dan kemudian diikat hingga menempel dengan kuat.
"James..." Racauan lirih dari mulut Net mengisi heningnya ruangan pengap yang ia tempati. Mata kosong itu terlihat sayu dan lelah. Hanya beberapa jam perutnya belum diisi apapun, tapi perawakan Net tampak seperti orang yang sudah berpuasa dan tak terurus selama satu minggu.
Saat dirinya baru diantar pulang oleh Nat kerumah, lima menit setelah itu segerombolan prajurit dengan seragamnya menyeret paksa tubuhnya keluar setelah melayangkan surat penagkapan atas dirinya kearah Yim. Net sempat memberontak tak terima dengan perlakuan yang ia dapat, namun akhirnya menyerah saat tahu jika hal ini terjadi karena tindak kejahatan yang ia perbuat.
Akhirnya, terungkap sudah semua kebusukan dan keburukan. Perasaan lega seketika menyelimutinya saat itu. Ia lega akhirnya tak perlu mengotori tangannya lagi dengan berbuat jahat. Ia tak perlu lagi mengomandoi orang orang untuk mengambil calon korban dari jalanan atau panti asuhan. Ia tak perlu lagi mengomandoi orang orang untuk menculik para calon korban. Ia tak harus mengawasi produksi dan distribusi obat terlarang. Ia tak harus mengecek setiap senjata api ilegal yang masuk dan kembali mendistribusikannya sesuai pesanan. Dan paling penting ia tak lagi harus menyeret korban yang 'tak laku' untuk tidur diatas ranjang operasi dan diambil organ organnya.
Ia tak harus berbuat kriminal kembali
Setelah bergelut dengan perasaan lega untuk beberapa saat, fokusnya teralih kembali mengingat James yang sudah pergi untuk selamanya. Rasa kalut yang mendalam begitu ia rasakan ketika sadar jika ia dan James tak akan lagi bisa bersama. Nyawanya serasa ditarik kuat hingga beberapa kali tubuhnya memberontak hebat selama berada di sel umum. Tubuhnya bergerak begitu saja tanpa bisa dikendalikan, ia melempar semua barang yang berada di sel itu hingga benda benda tersebut tak berbentuk lagi. Bahkan kasur keras yang berada didalam pun terbagi menjadi dua bagian dengan kapuk yang sudah menyebar diatas lantai.
Hingga akhirnya Net diasingkan kedalam ruang isolasi dengan baju putih yang memiliki bagian panjang yang bisa disimpul, dengan harapan agar sang alpha bisa tenang dan tak kembali tantrum sewaktu waktu.
Tubuh yang bersimpuh ditengah ruangan pengap itu perlahan beringsut hingga menjadi rapat kearah dinding. Bibirnya terus bergerak menggemakan nama sang omega dengan lirih.
Buk
Buk
Buk
Rasa frustasi yang Net alami membuatnya tak mampu berdiam diri. Kini ia mengetuk ngetukan kepala belakangnya kearah dinding dalam tempo menanjak. Dentuman antara dinding dan kepalanya terdengar semakin keras hingga jejak darah mulai menodai dinding kotor dibelakangnya.
Tak lama mata sayu itu berkunang kunang. Tubuhnya limbung kesamping dan mulai jatuh bersamaan dengan suara pintu yang terbuka.
-----
Napas yang sebelumnya memburu perlahan menjadi teratur, air mata yang mengalir deras mulai surut seiring dengan usapan lembut dikepala sang Putera Mahkota. Tangan yang sebelumnya memeluk pinggang sang ibu kini berpindah memeluk kaki sang ibu. Kepalanya yang rebah beralaskan paha sang ibu berpaling menatap kearah tembok. Tubuhnya sesekali bergetar hasil sisa menangis tersedu sedu.
"Aku merasa bersalah padanya bu. Aku malu hingga rasanya aku ingin tenggelam kedasar dunia. Bahkan ketika Peat tepat dalam genggamanku, aku tak bisa melindunginya bu. Aku- aku sangat ingin mencarinya, bila perlu aku akan mengelilingi dunia untuk menemukannya. Tapi aku merasa tak lagi pantas untuk menghirup udara yang sama dengannya bu." Fort bergumam lirih, air matanya kembali mengalir hingga membasahi rok yang dikenakan sang Ratu.
Ratu yang mendengar keluh kesekian dari puteranya ikut teriris hatinya. Jika saja ia lebih gigih untuk mendesak Moon Goddess untuk menanyai arti mimpinya, mungkin saja ia bisa menghentikan kekacauan ini sebelum sebesar ini.
Sang Ratu baru menyadari jika mimpi petaka yang pertama kali ia impikan merupakan kejadian yang terjadi hari ini. Bukan, bukan Peatlah yang menyebabkan petaka, melainkan para manusia tamak itu. Mereka menginginkan penyakit Peat dapat disebar keseluruh dunia untuk dijadikan senjata biologis, dan dengan begitu mereka dapat memperluas wilayah kekuasaan dan memperoleh banyak kekayaan.
Dan mimpinya yang lain berkaitan dengan kondisi Peat selama dipenjara. Pria itu dengan tubuh kurus yang dipenuhi luka akibat jarum suntik berada didalam kamar dingin yang dindingnya dipenuhi lumut. Benar benar menyedihkan.
"Aku mencintainya bu, sangat mencintainya. Bahkan sejak pertama kali kami berpisah rasanya oksigen tak lagi memenuhi paru paru ku. Rasanya sangat sesak dan begitu menyakitkan." Bibir Fort kembali bergetar, bibir penuh itu kembali ia kulum hingga membentuk garis tipis agar tak mengeluarkan isakan.
"Seharusnya aku tak bersikap bodoh hari itu. Seharusnya aku percaya padanya dan berdiri disisinya saat semua telunjuk mengarah padanya. Seharusnya aku berada dipihaknya dan dengan tegas membelanya. Namun dengan bodohnya aku ragu dengannya, ketika setiap malam aku mendengarnya mengeluhkan nasib para omega. Harusnya otak bodohku dapat berpikir lebih baik, tak mungkin seseorang yang begitu mengkhawatirkan dan memikirkan kaumnya akan menculik sesama dan dijual untuk dijadikan budak. Seharusnya aku menyadari ini sebelum berlagak netral, cih memalukan" Fort menyeka air matanya cepat dan kembali memeluk kaki sang ibu. Tubuhnya bergetar hebat saat menghembuskan napas panjang, Fort mencoba untuk tetap tenang.
"Penyesalan memang selalu datang belakangan. Kebenaran dari pembenaran hanya akan membuat manusia tak berkembang, nak. Namun jika kebenaran datang dari kesalahan, maka ia akan naik satu tingkat. Manusia akan belajar dan dapat menghindari lubang yang sama." Tangan lembut sang Ratu terus bergerak menyapu surai legam puteranya. Matanya menatap lekat sisi kiri wajah sang Putera yang dapat terlihat dari atas.
"Begitu juga dengan ibu. Menyutujui segala rencana kerja ayahmu tanpa mengetahui maksud dibaliknya. Pertimbangan untuk selalu berada disisi orang yang kau cintai tak selamanya benar. Terkadang berada ditengah dan menjadi netral adalah pilihan paling tepat. Manusia tak pernah luput dari salah, bahkan sifat dapat berubah seiring berjalannya waktu."
Sang Ratu perlahan mengambil kepala sang putera untuk ditangkup pipinya. Membawanya untuk mendongak keatas dan mulai mengusap jejak air mata dari wajahnya.
"Peat sangat menderita, sangat amat menderita. Dengan penyakit dan efek reject yang terjadi, ibu takut ia tak akan bisa bertahan diluar sana Fort. Kau bilang kau mencintainya bukan?" Anggukan cepat Ratu dapatkan sebagai jawaban, membuat wanita cantik itu menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman tulus.
"Carilah dan bawa dia kembali bersamamu Fort. Yakinkan dia dan mintalah maaf darinya. Dan berjanjilah pada ibu jika kau tak akan pernah menyakitinya lagi"
"Eum, aku berjanji"
TBC
Komentar
Posting Komentar