FORTPEAT - RARE SPECIES - 33
Suara decit sepatu yang bergesekan dengan lantai membuat beberapa pelayan yang hendak ingin keluar menghentikan pergerakannya. Sesaat setelah mata mereka mengidentifikasi adanya Putera Mahkota yang tengah berjalan diasrama mereka, mereka segera menunduk memberi hormat dan salam.
"Yang Mulia" Sapaan hormat yang dilontarkan kearahanya hanya dibalas anggukan singkat oleh Fort.
Alpha itu kemudian mulai memperlebar langkahnya menuju lantai dua asrama. Sudah berminggu minggu lamanya ia tak kesini. Terakhir kali saat dirinya mengekori Peat untuk melihat kondisi James yang dikabarkan jatuh sakit.
Dua hari setelah Peat ditangkap, Fort sangat ingin meminta saran dari James. Sebagai seseorang yang Peat anggap penting dan selalu bersama omega itu, Fort rasa James cukup mengenal sifat sesungguhnya dari Peat. Namun niat itu selalu ia urungkan karena takut akan kalah dengan akal sehat. Fort merasa dirinya harus tetap realistis meskipun rasa rindu dan penyesalan selalu menggerogotinya dari dalam.
Namun kali ini ia sudah tak sanggup. Hampir dua minggu ia tak bertemu dengan Peat membuat dirinya semakin kacau. Belum lagi ia masih harus membujuk Judy yang mendiamkan dirinya hingga detik ini. Fort rasanya akan menjadi gila jika hal ini tak segera ia selesaikan.
Cklek
"James?" Dengan nada pelan Fort memanggil James, dengan kepalanya yang menjulur diantara celah pintu dan kunsen, Fort menatap kesekeliling kamar untuk mencari keberadaan omega itu.
Derit kasur pun mengisi ruangan, selimut yang sebelumnya terbentang luas kini terlipat dibagian atas hingga menampakan kepala James yang menoleh kearah pintu.
"Ah, astaga. Yang Mulia, maaf-" Seketika perkataan James berhenti ketika melihat tangan Fort yang bergerak melambai untuk menghentikannya bicara. James pun mengangguk dan mulai meringsutkan tubuhnya sedikit demi sedikit agar bisa duduk. Tak sopan rasanya berbicara pada Putera Mahkota dalam posisi tidur.
"Tak usah. Berbaring saja. Aku hanya butuh beberapa pendapatmu" Fort melangkahkan kakinya kedalam dan berjalan menuju kursi rias. Tangannya memegang sandaran kursi tersebut dan memutarnya agar bisa duduk menghadap ranjang James.
"Maaf Yang Mulia. Jika saya tau anda-"
"Sudahlah. Bagaimana kondisimu?" Fort menyilangkan kakinya dan menumpu kedua tangannya diatas lutut. Kedua ibu jarinya bergerak saling mengetuk ngetuk dalam tempo sedang.
"Terimakasih Yang Mulia, berkat perawat yang anda kirimkan pada saya, saya merasa jauh lebih baik" James tersenyum tipis, berusaha memperlihatkan sisi baiknya meskipun kondisi tubuhnya kian menurun setiap harinya. Jarak pandangnya sudah memendek, ia hanya mampu melihat jelas dalam jarak sejengkal, bahkan Putera Mahkota yang duduk menghadap ranjangnya saja sudah terlihat buram.
"Bukan. Peat yang mengirimnya untukmu"
"Khun Peat?" Fort mengangguk dan dijawab dengan dengungan kecil dari James.
"Yang Mulia. Apa Khun Peat masih memiliki kesempatan? Dia bukan orang jahat. Aku yakin itu"
Fort terkesiap saat melihat James yang sudah menitikan air mata. Bahkan belum lima menit mereka berbicara, namun omega ini sudah terlihat memohon padanya.
"Kau tau?" Selidik Fort. Ia pikir James tak tau mengenai kondisi Peat saat ini, pasalnya James hanya terbaring dikamarnya tanpa bisa beraktivitas dengan normal karena tubuhnya yang tak lagi kuat bahkan sekedar untuk berdiri.
"Uhm, perawat saya yang memberi tahu Yang Mulia. Saat Khun Peat tak lagi mengunjungi saya, saya pikir ia tengah sibuk dengan urusannya. Namun setelah berhari hari, Khun Peat masih juga belum mengunjungi saya. Hingga akhirnya saya bertanya pada perawat mengenai Khun Peat"
"Apa kau tau jika Peat merupakan anak organisasi mafia?" Fort melihat raut James yang berubah sendu, omega itu menggeleng pelan dengan tangan yang meremas pinggiran selimut.
"Tapi itu bukanlah masalah untuk saya Yang Mulia. Saya pikir Khun Peat memiliki alasannya sendiri kenapa ia harus berbohong seperti itu. Yang Mulia, jika Khun Peat benar benar memiliki niat jahat, ia tak akan bersembunyi darimu selama bertahun tahun. Bahkan Khun Peat menutup mulutnya rapat rapat saat ia tahu kau akan menikahi omega lain jika tak menemukan fated pairmu. Maaf jika saya terdengar lancang, namun Yang Mulia sendiri yang membawa Khun Peat dengan paksa"
Ya, James yang selalu menjadi pendengar keluh kesah Peat sejak hari pertama. Bahkan James masih sangat ingat betapa ekspresifnya tuannya itu saat bercerita.
Kini Fort terdiam. Ia melupakan fakta jika Peat yang membenci keluarganya sedari awal. Fort kembali mengingat saat Peat meluapkan emosinya setelah marking mereka hari itu.
Benar rupanya, jika saja ia tak membawa Peat masuk kedalam istana, omega itu tentu tak akan merasakan dinginnya lantai penjara saat ini. Pada akhirnya ini semua terjadi karena sifat egois yang ia miliki.
"Khun Peat adalah orang paling baik yang pernah saya temui. Bahkan melebihi ayah dan ibu saya sendiri Yang Mulia. Khun Peat selalu berkali kali menyuruh saya untuk berjalan disampingnya, namun tetap saja saya menolak dan memilih berjalan dibelakangnya. Khun Peat juga yang pertama kali menanyakan kondisi saya, bagaimana hidup saya selama ini, dan menyemangati saya. Ia juga selalu berapi api ketika melihat kaum omega yang diinjak injak oleh kaum lain. Setiap detik yang ia pikirkan hanyalah cara agar omega dapat hidup lebih nyaman" Bibir plump itu membentuk ukiran senyum saat mengingat Peat yang tantrum karena melihat omega yang tengah dihardik dan ditampar saat melakukan kunjungan kewilayah kelas bawah. Ia tak menyukai kondisi omega yang dihardik itu, hanya saja Peat sangat ekspresif dalam menyampaikan emosinya hingga terlihat lucu dimata James.
"Khun Peat sudah banyak berubah dari pertama kali masuk. Semakin hari ia semakin menekuni pelatihan yang diberikan. Khun Peat juga sudah mulai memikirkan bagaimana kelak ia akan mengayomi rakyatnya, dan ia juga berbicara mengenai undang undang baru yang akan ia buat untuk melindungi hak hak dari pada omega. Khun Peat selalu terlihat ceria, meskipun setiap kali dirinya keluar dari Golden House raut wajahnya akan berubah menjadi lelah dan sendu. Namun tak butuh waktu lama, ia akan kembali bersikap biasa dan kembali tertawa."
Pria besar yang duduk diatas kursi diujung ranjang pun hanya bisa mengangguk anggukan kepalanya. Memahami setiap perkataan yang James lontarkan. Ia banyak menemui sisi baru Peat dari apa yang James ceritakan saat ini.
"Namun kadang kala saya merasa Khun Peat terlalu keras kepala. Ia selalu ingin terlihat baik baik saja ketika kondisi tubuhnya yang tak baik baik saja. Saya sendiri tak bisa membayangkan rasa sakit yang Khun Peat tanggung saat jarum jarum itu hampir setiap hari menusuk kulitnya. Bahkan ketika dirinya harus jatuh sakit hingga tak sadarkan diri sebanyak dua kali saat anda berselingkuh Yang Mulia" Tanpa sadar James melontarkan sesuatu yang tak diketahui Fort sama sekali.
Sesaat setelah menyadari kesalahannya, James segera menutup mulutnya dan merutuki dirinya yang terbawa suasana.
"Ah, maafkan saya Yang Mulia. Tak seharusnya saya lancang membicarakan kondisi hubungan anda dengan Khun Peat. Maafkan saya Yang Mulia, maafkan-"
"Tunggu. Dua kali? Apa maksudmu?" Fort segera berdiri dari posisinya dan melangkah lebih dekat kearah James, mata besar itu menatap James lekat meminta penjelasan.
"Y-ya. Dua kali. Maaf Yang Mulia, saya tidak-"
"Jelaskan." Mendengar suara Fort yang sedikit tinggi membuat James ketakutan, pria cantik itu mulai menutup matanya mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup cepat.
"M-maaf Yang Mulia. Saya mengetahuinya karena melihat kondisi dari tubuh Khun Peat, bukan dari mulut Khun Peat sendiri. Kejadian pertama terjadi ketika Yang Mulia tak kunjung pulang saat malam hari, saat tengah makan Khun Peat tiba tiba saja didera pusing hebat hingga saya terpaksa memberinya obat penenang. Dan kemudian yang kedua terjadi sehari sebelum pesta pernikahan Pangeran Boss dan Pangeran Noeul, saya-"
Degg
"Hah?" Dengan raut tak percaya Fort menatap James. Itu tidak mungkin. Fort sangat ingat jika malam itu adalah malam pertamanya bersama Peat. Tak mungkin ia berselingkuh. Bahkan rintihan Peat malam itu masih jelas terputar ditelinganya.
"-saya melihat tubuh Khun Peat dipenuhi luka dan lebam saat ingin mengantarnya ke resepsi pernikahan pagi itu." Dengan nada pelan James menjelaskan apa yang ia lihat, ia sempat tercekat ketika melihat reaksi Fort yang begitu terkejut.
Dengan dahi yang berkerut, Fort berusaha kembali mengingat kejadian malam itu. Semakin ia ingin menggali lebih jauh, namun semakin jelas ia mengingat jika Peatlah yang bersamanya malam itu.
Pikirannya menjadi kalut. Tujuannya kesini hanya ingin mengetahui bagaimana sikap Peat yang sebenarnya. Begitu kuat keinginannya untuk membawa Peat kembali kepelukannya, hingga ia hanya butuh diyakinkan kembali jika Peat benar benar pilihan yang paling tepat untuknya.
Namun tak hanya diyakinkan. Fort juga mendapatkan informasi lain jika ia ternyata berselingkuh untuk kedua kalinya. Tidak masuk akal, ia sama sekali tak mengingat jika ia pernah melakukan hubungan badan dengan orang lain malam itu. Fort yakin jika-
Dan juga alpha- tak seharusnya mengkhianati matenya Yang Mulia
Satu kali?
Degg
Seketika ucapan Peat beberapa waktu lalu kembali terngiang ditelinganya.
Fort merasakan untuk sesaat ia berhenti bernapas. Ia baru sadar jika ucapan Peat hari itu mengacu pada hal ini. Tapi saat itu ia terus saja mengungkapkan rasa cintanya tanpa tau Peat tengah berperang dengan batinnya.
Ia merasa seperti seorang suami yang sudah tertangkap basah berselingkuh namun dengan tak tahu malunya masih berani mengatakan cinta pada istrinya. Bagaimana perasaan Peat saat itu? Omega itu pasti merasa jika ia hanya bermain main dengan perkataannya.
Sadar ataupun tidak, Fort lagi lagi menemukan fakta jika ia kembali menyakiti Peat. Tubuh besar itu terlihat membungkuk lemah, rasa penyesalan kembali menyergap hatinya. Rasanya saat ini ia ingin berlari kehadapan omega itu dan memeluknya untuk meminta maaf. Tidak, kata maaf saja tak akan cukup untuk menyembuhkan luka yang ia torehkan.
Tidak.
Ia tak bisa menunggu lebih lama lagi.
Ia harus pergi sekarang menemui Peat dan bersujud dibawah kaki omega itu.
Pria besar itu kemudian berbalik dan melangkah dengan cepat menuju pintu kamar. Pikirannya saat ini hanya dipenuhi oleh Peat, Peat dan Peat.
"Saya harap saya bisa bertemu kembali dengan Khun Peat, Yang Mulia" Sang Putera Mahkota berhenti sejenak mendengarkan penuturan James sebelum ia benar benar keluar dari kamar tersebut.
-----
"Khun Peat" Pria dengan kulit putih dan tubuh kecil terlihat membungkukkan tubuhnya untuk menyapa omega yang tengah duduk diatas lantai semen selnya.
'Hah.. Ada apa dengan orang orang belakangan ini? Apa aku terlihat sekarat hingga mereka mengunjungiku satu per satu seperti ini?' Peat merutuk dalam hati, ia memang tak ingin merasa kesepian dan berbicara dengan orang orang. Namun ia sama sekali tak berniat untuk menghabiskan salivanya untuk berbincang dengan orang orang yang sama sekali tak ingin ia lihat bahkan ajak bicara.
'Ayo coba dengarkan Peat. Kupikir mendengarkan tak terlalu buruk, bisa saja ia ingin menyampaikan sesuatu yang penting' Peat kembali menghela napas mendengar usulan Nick, namun Peat tak bisa menolak karena yang Nick ucapkan tak salah. Pria kecil ini seperti memiliki suatu informai penting mengenai dirinya.
"Bisakah kita berbicara Khun? Hanya sebentar. Kumohon" Suara pria yang berdiri diluar selnya terdengar memohon, hingga Peat terpaksa mengangguk dan berjalan mendekati pintu selnya.
"Berbicaralah. Aku akan duduk disini dan mendengarkanmu" Peat mengambil posisi dibelakang pintu dan menyandarkan tubuhnya disana.
"Terimakasih Khun" Pria bertubuh kecil itupun ikut mendudukan tubuhnya dengan tubuh yang juga bersandar pada pintu, hingga kini posisi mereka terlihat saling memunggungi satu sama lain.
"Aku datang untuk meminta maaf Khun. Aku mengerti jika kau tak sudi bahkan untuk sekedar mendengar suaraku. Namun aku benar benar ingin meminta maaf padamu Khun. Semua itu kulakukan karena permintaan dari ayahku"
"Lalu? Bukankah buruk jika melemparkan kesalahanmu pada orang lain Nat? Bahkan kau menuduh ayahmu sendiri" Peat menatap jari jarinya yang bergerak membentuk pola abstrak diatas lantai.
Ia tahu jika Nat terpaksa melakukannya, wajah omega ini sangat mudah terbaca. Nat terlihat sangat tertekan dan merasa bersalah. Namun Peat ingin Nat menjelaskan sendiri sebab dan akibat dari kejadian hari itu padanya.
"Saya tau Khun. Tak mudah untuk membeberkan perilaku buruk ayah sendiri, bahkan aku memikirkan ini berhari hari lamanya. Namun semakin lama perasaan bersalah terus menghantuiku, hidupku menjadi tak nyaman dan terganggu."
Hening kemudian mengambil alih suasana. Tak ada satu katapun terucap diantara keduanya sampai Nat akhirnya menghela napas berat dan mulai membuka mulutnya kembali.
"Aku dan Net memiliki kisah yang hampir serupa. Kami sudah menemui fated pair dari lama, kami juga sudah menjalin kasih satu sama lain. Namun tanpa tau apa yang terjadi, ayah secara tiba tiba meminta kami untuk memutuskan hubungan dengan fated pair kami. Dengan segala ancaman yang ia katakan, pada akhirnya kami mengalah karena tak ingin fated pair kami mengalami hal yang tak diinginkan. Dan ancaman itu berlaku hingga hari ini. Ayah selalu menyuruhku untuk mendapatkan hati Putera Mahkota, bahkan dengan tanpa perasaan ia menyuruhku melakukan hubungan badan seperti yang kau lihat malam itu Khun. Semua itu adalah rencana ayah, termasuk Net yang terpaksa membantuku karena mendapatkan ancaman yang sama" Nat berbicara dengan tangan yang memainkan ujung kemejanya, matanya berkaca kaca saat kembali mengingat malam dimana ia harus melakukan seks pertama kali yang bukan dengan fated pairnya sendiri.
"Apa kau membenci ayahmu Nat?" Mata rusa itu kini beralih memandangi langit langit selnya, mendengar Nat yang tengah menceritakan ayahnya, membuat Peat juga teringat pada ayahnya.
"Tidak. Sama sekali tidak. Aku sangat menyayanginya Khun. Dulu ayahku tak seperti ini, ia pria yang baik dan bijaksana. Hanya saja setelah kepergian ibu membuatnya berubah drastis" Bibir kemerahan Nat bergetar, kembali mengingat ibunya sama saja dengan mengingat luka. Ibunya meninggal karena mengalami overdosis obat obatan terlarang. Dan itu semua karena keteledoran ayahnya yang tak mengetahui jika ibunya diam diam sering mengambil narkoba yang ayah perjual belikan.
"Eum, orang tua tetaplah orang tua. Sekalipun ia melakukan kejahatan, orang tua tetaplah orang tua." Sedikit banyaknya Peat memahami kondisi Nat. Tak mudah untuk hidup sebagai anak seorang kriminal, meskipun orang tuanya tak memaksanya melakukan kejahatan seperti Nat, namun memiliki latar belakang yang buruk cukup membuat kehidupannya sulit.
Srettt
Peat kemudian berdiri dari posisinya, tubuhnya berputar hingga menghadap pintu jeruji tersebut.
"Pulanglah Nat. Lagi pula aku tak ada kaitan lagi dengan keluarga kerajaan. Kini aku hanyalah seorang tahanan."
Nat segera berdiri dari posisinya, ia menatap Peat dengan mata yang memerah, pipinya juga dialiri air mata.
"Maafkan aku Khun, hiks.. Aku membuatmu sakit hingga tak bisa menghadiri pesta pernikahan Pangeran Boss dan Pangeran Noeul. Maafkan aku karena telah membuat terbaring seharian diatas kasur. Tubuhmu pasti sangat sakit, hiks.. Aku melihatmu mengerang kesakitan malam itu dan aku hanya membiarkanmu. Maafkan aku Khun, maafkan aku.." Nat menunduk, menatap wajah Peat yang semakin menirus membuat hatinya semakin dirundung rasa bersalah. Tangannya cukup sibuk untuk menyeka air mata yang tak berhenti mengalir dipipinya.
"Eum, aku sedih karena tak hadir dihari bahagia Noeul. Tubuhku juga sangat sakit saat itu hingga membuatku tak sadarkan diri. Tubuhku dipenuhi luka dan juga lebam. Namun hal itu membuatku sadar jika aku mulai mencintai Fort, aku yang menolak keras perasaanku sendiri akhirnya menyadari sesuatu setelah itu karena dadaku terasa sangat sesak setelahnya, aku mulai merasa tak suka ketika seseorang mendekati Fort, bahkan aku sangat marah padamu Nat. Tapi bukan berarti aku mensyukuri perbuatanmu, apa yang kau lakukan tetaplah salah terlepas dari ancaman ayahmu. Terimakasih telah jujur dan berani meminta maaf padaku, kau pria yang baik, kuharap kau dapat meraih kembali kebahagiaanmu Nat" Peat menyunggingkan senyum lembutnya saat Nat mulai mengangkat kepalanya.
"Khun memaafkanku?"
"Eum, berhentilah menangis dan pulanglah. Akan berbahaya jika ayahmu mengetahui kau ada disini" Peat mengangguk kecil, kepalanya bergerak mengayun kesamping mengisyaratkan agar Nat segera pergi.
"Terimakasih Khun, jika saja aku bisa memelukmu.. Hiks.." Isakan Nat semakin menjadi jadi, ia tak kuasa menahan tangis harunya ketika melihat Peat tersenyum tulus padanya.
Pria dengan mata rusa itu terkekeh, Nat terlihat lucu dengan mata bengkak dan hidung merahnya. Hah.. Perdana Menteri benar benar jahat, bahkan ia menyuruh puteranya yang semanis dan selembut ini melakukan kejahatan.
"Khun.." Nat kembali memanggil Peat setelah isakannya reda, kepalanya juga kembali tertunduk dengan tangan yang memainkan ujung kemejanya.
"Ya? Masih ada lagi?" Peat menatap Nat dengan alis yang tertekuk bingung, menanti jawaban dari omega dihadapannya.
"Kau- sebenarnya tidak sakit Khun. Hah.. Sekali lagi aku ingin meminta maaf padamu, tapi disaat pengambilan darah terakhirmu sebelum kau pergi ke wilayah pendamping, aku memasukan arsen kedalam darahmu dengan bantuan perawat disana. Aku awalnya menolak, namun ayah kembali mengancamku dan membuatku terpaksa melakukannya. Aku dengar dari Net jika kau menjadi sakit setelah itu Khun, maafkan aku"
Degg
Arsen?
Zat mematikan itu?
Peat termangu. Fakta apalagi ini? Jadi ia tidak benar benar sakit? Lalu darahnya?
"Lalu- darahku- apa- tapi- " Peat merespon pernyataan Nat terbata bata, tiba tiba saja kemampuannya dalam berbicara menjadi hilang.
"Aku juga baru mengetahuinya belakangan ini. Aku dan Net menyimpulkan jika darahmu dapat menjadi penawar Khun. Kami kira ayah tak mengetahui hal ini hingga kami memilih menutup mulut kami rapat rapat. Namun sepertinya dugaan kami salah, ayah mengetahui hal itu lebih dulu hingga ia bisa membawamu kemari. Maafkan aku Khun"
Dalam sekejap Peat merasa waktunya berhenti berputar. Ia tak mampu mencerna perkataan yang baru saja Nat ucapkan. Jadi- dia apa?
Penawar?
-----
Drap
Drap
Klang
Klang
Peat yang tengah bertarung dengan pikirannya seketika tersadar saat mendengar pintu selnya berbunyi gaduh. Dirinya yang memilih duduk disudut kamar yang sejajar dengan pintu membuatnya tak tau siapa kali ini yang berniat menemuinya.
Kriett
"Siap-"
"Peat, ayo ikut denganku"
"Fort?"
TBC
Komentar
Posting Komentar