FORTPEAT - RARE SPECIES - 29
Tok
Tok
Suara ketukan pada daun pintu terdengar begitu terburu buru dan tidak sabar. Raut wajah dari wanita paruh baya dalam dress selutut itu pun tampak dipenuhi dengan kekhawatiran.
Tok
Tok
Tangan yang sudah memiliki keriput dibeberapa tempat itu terlihat masih menggantung diudara, lebih tepatnya menempel pada daun pintu yang berada dihadapannya. Berulang kali sudah ia mengetuk pintu ruang kerja sang suami, namun belum ada juga tanda tanda ruangan tersebut akan dibuka.
Cklek
Baru saja tangannya berniat untuk mengetuk daun pintu itu kembali, namun pintu itu terbuka dan akhirnya menampakan wajah familiar tapi bukan suaminya. Pria dengan rambut putih yang baru saja membuka pintu tersebut tampak menundukkan kepalanya memberi salam diiringi dengan senyum tipis dan tangan yang bergerak mempersilahkan dirinya untuk masuk.
"Kenapa sayang?" Suara sang suami terdengar begitu melihat wajah sang istri yang sedikit terkejut karena ada orang lain di ruang kerja tersebut.
"Maaf Yang Mulia, kupikir aku sudah mengganggu diskusimu bersama Perdana Menteri. Aku kembali nanti"
"Bicaralah, kau terlihat sangat kacau sayang, bahkan ketukanmu tak berhenti selama beberapa menit"
"Maaf Yang Mulia, saya hanya ingin berdiskusi perihal berita yang tengah menyebar saat ini"
"Baiklah. Kembalilah ke ruang kerjamu. Aku akan menyelesaikan beberapa hal dengan Perdana Menteri dan setelah itu aku akan mengunjungimu"
"Baik Yang Mulia" Ratu pun menundukkan kepalanya memberi salam sebelum beranjak dari posisinya. Kaki yang dialasi heels rendah itu kemudian berjalan mejauhi ruang kerja sang suami.
Jauh didalam hatinya ia ingin berdiskusi mengenai berita Peat dan kondisi Fort saat ini dengan suaminya. Hatinya tak tenang setelah melihat berita mencengangkan sore ini.
Peat. Sang calon menantu dikatakan merupakan anak tunggal dari Group Chaijinda, organisasi mafia yang sudah lama tak terdengar, hampir satu dekade lamanya.
Group Chaijinda bukanlah organisasi mafia kecil yang bisa dipandang remeh. Mereka adalah organisasi besar dengan kedok perusahaan konstruksi. Melakukan jual beli narkoba, senjata ilegal dan pencucian uang. Organisasi tersebut sudah diawasi pergerekannya sedari generasi pertama, pihak kerajaan selalu melakukan penyelidikan namun semua tindak kriminal yang mereka lakukan hanyalah seperti sebuah ukiran diatas air. Tak ada bukti dan tak terlihat. Mereka melakukannya dengan sangat rapi hingga pihak istana hanya mampu mengawasi dari jauh.
Namun satu dekade yang lalu, ketika Group Chaijinda dipegang oleh generasi ketiga, mereka melakukan satu kecerobohan. Bukti transaksi yang mereka lakukan akhirnya dapat diperoleh pihak kerajaan. Dan buruknya lagi dokumen tersebut merupakan dokumen transaksi jual beli organ manusia, dimana hal tersebut merupakan tindak kriminal dengan hukuman paling berat.
Group Chaijinda yang selama ini selalu melakukan donasi untuk kemanusiaan ternyata hanyalah topeng. Mereka yang selalu menggembar gemborkan mengenai hak asasi manusia hanyalah kedok semata untuk menutupi human trafficking yang mereka lakukan.
Sebagai seorang Ratu dan ibu, dirinya benar benar khawatir sekaligus takut dengan apa yang akan terjadi setelah ini. Bagaimana kondisi rakyatnya dan bagaimana kondisi puteranya saat mendengar kabar seperti ini. Pasalnya selain berita Peat yang merupakan anak dari pemimpin organisasi tersebut, berita mengenai kejahatan yang organisasi tersebut lakukan pun juga ikut tersebar luas.
"Oh Tuhan" Tiba tiba sang Ratu kembali teringat dengan mimpinya tempo lalu, dimana ia melihat akan adanya petaka yang datang bersamaan dengan munculnya wajah Peat setelahnya.
Apa hal ini yang mimpi tersebut maksud?
Dengan wajah semakin kusut dan langkah setengah berlari, Ratu pun bergegas menuju ruang persembahan yang biasanya dipakai untuk berdoa.
Kali ini Moon Goddess harus menjawab pertanyaannya.
Harus.
-----
"Sampai dimana kita tadi?"
Suara berat dari belakang tubuhnya membuat Perdana Menteri berbalik dan berjalan mendekat untuk duduk diposisinya semula. Kepalanya menghadap kearah sang Raja dengan raut sedih yang ia perlihatkan.
"Sebelum kesini saya kembali melakukan pengecekan dibeberapa media sosial dan media massa. Banyak respon negatif yang rakyat berikan terkait tersebarnya berita tersebut. Belum lagi berita itu semakin bergerak masif disebar luaskan, saya sudah melakukan semampu saya untuk membantu menghalau pers agar tidak memberitakan aib ini, namun saya tak memiliki power yang kuat untuk menghalau itu semua Yang Mulia, maafkan saya" Perdana Menteri menundukkan kepalanya dalam dengan bahu yang turun tampak sedih. Wajahnya yang menghadap kebawah seketika berubah menyunggingkan senyum miring dan mengubahnya kembali ketika harus mengangkat kepalanya.
"Apa saja yang dikatakan rakyat? Hah... Bahkan aku kehabisan kata kata ketika mengetahui hal ini. Belum lagi kau juga mengatakan jika kabar ini adalah fakta yang sesungguhnya. Tak terbayang olehku bagaimana hancurnya wilayah ini ketika benar benar dipimpin oleh anak seorang mafia" Tangan besar itu terlihat memijit pelipisnya diiringi dengan desahan panjang, raut penuh kecewa dan tak percaya kini terpatri diwajah sang Raja.
"Maaf sebelumnya Yang Mulia. Tak sedikit dari mereka yang memaki bahkan mengutuk Khun Peat beserta keluarga kerajaan. Mereka mencaci karena pihak kerajaan tak becus dalam memilih penerus. Banyak dari mereka yang kecewa dan ketakutan karena buruknya reputasi dari Group Chaijinda, seperti yang anda tahu satu dekade yang lalu terkuak jika mereka melakukan human trafficking yang jelas jelas merupakan tindak kriminal terberat. Dan hampir keseluruhan dari mereka meminta agar Khun Peat dihapuskan dari daftar penerus dan kemudian ditangkap untuk diadili"
"Sudah kuduga. Kejahatan yang dilakukan Chaijinda memang tak termaafkan. Tak akan ada seorang pun yang mau posisi Omega Agung diisi oleh seorang anak pembunuh"
"Lalu apa sebaiknya yang harus kita lakukan Yang Mulia? Dan pagi ini saya juga mendapatkan laporan lanjutan mengenai hasil laboratorium dari tes darah yang Khun Peat jalankan. Mereka melakukan uji coba pada beberapa hewan dan hasilnya semua mati dalam waktu kurang dari sepuluh detik Yang Mulia"
Beberapa lembar dokumen dalam sebuah map hijau disodorkan kehadapan Raja. Disambut baik, tangan yang sudah berkeriput itu kemudian membuka setiap lembar dokumen, diiringi helaan panjang yang mengikuti.
"Ah! Benar." Raja seketika menjatuhkan dokumen yang ia pegang keatas pahanya dan memberi isyarat dengan tangannya agar Perdana Menteri lebih mendekat kearahnya.
"Seperti yang kita bicarakan tempo lalu mengenai senjata manusia. Kita bisa memanfaatkan situasi ini untuk membawanya jauh dari Fort. Alasan perawatan sebelumnya kita kombinasi dengan penangkapannya. Selain kita mendapatkan senjata manusia ini, kita juga akan memperoleh simpatik rakyat dengan penangkapan Peat. Dengan begitu citra kita akan kembali baik dan rencana kita pun terlaksana. Bagaimana?"
-----
Ting
"Hahaha.. Sspp.. Akhh"
Ruangan temaram yang satu sisi dindingnya dipenuhi botol wine terdengar dipenuhi tawa dan dentingan gelas yang beradu. Rasa puas kian menelusup kedalam hati sang Perdana Menteri ketika mengingat kembali moment beberapa jam yang lalu.
Kemenangannya sudah berada didepan mata.
Ia sama sekali tak mengira jika Raja juga memiliki akal sepicik dirinya. Ia kira dirinya harus bekerja ekstra untuk membawa Raja kedalam plot permainannya. Namun pria tua bodoh itu dengan mudahnya masuk dan membuat segalanya menjadi lebih mudah.
Sudah terbayangkan betapa manisnya kemenangannya nanti. Setelah darah omega itu ia kuras habis untuk menciptakan banyak penawar, omega itu akan ia lenyapkan. Semua bagian tubuh omega tersebut terawat sangat baik hingga sangat mungkin organ organnya dihargai sangat tinggi. Sayangnya ia tak bisa memanfaatkan Peat untuk diperjual belikan sebagai budak pemuas nafsu, selain berbahaya karena pria kecil itu bisa saja kabur, wajah omega itu juga sudah tersebar luas ke berbagai wilayah. Akan sangat sulit untuk menemukan tuan yang cocok baginya karena reputasi buruknya saat ini. Namun dengan tubuh semolek itu ditambah dengan paras cantiknya, ia yakin Peat dapat dijual dengan harga berkali lipat dari barang Grade A miliknya
"Selamat ayah, akhirnya rencanamu berhasil" Suara lain dari sofa disampingnya membuat Perdana Menteri menoleh, bibirnya mengembangkan senyum lebar ketika menemukan puteranya yang tersenyum setelah mengucapkan selamat padanya.
"Tentu. Tak sia sia semua informasi yang kumiliki. Sudah kubilang aku tak akan menunggu satu bulan seperti yang dijanjikan Raja tamak itu. Aku harus cepat jika ingin meraih tujuanku." Perdana Menteri kembali menyesap gelas wine ditangannya dengan senyum yang masih terpatri dibibirnya.
Tak
"Ah benar. Bagaimana hubunganmu dengan istrimu Net? Bukankah sudah saatnya kalian berangkat ke Adira?" Perdana Menteri melirik Net setelah menaruh gelas berleher tinggi miliknya diatas meja kaca, tangannya kemudian bertumpu pada tangan sofa dengan punggung yang ia sandarkan pada sandaran sofa.
"Baik yah. Beberapa pekerjaan harus kuselesaikan sendiri sebelum benar benar pergi ke Adira, jadi kami menunda keberangkatan paling lama satu bulan" Net mengikuti sang ayah dengan meletakan gelas leher tinggi yang belum ia cicipi isinya keatas meja. Tangannya kemudian bergerak untuk menaikkan kacamatanya turun sebelum menautkannya diantara lutut.
"Kau masih berhubungan dengan omega itu?" Nada Perdana Menteri Jom seketika berubah dingin dengan tatapan tajam yang ia lemparkan kearah Net. Wajahnya berubah menjadi sedikit garang dari sebelumnya.
"Tidak ayah. Aku menghargai Yim sebagai istriku sekarang." Net tersenyum tipis dan dengan cepat menyembunyikan kembali senyuman itu.
Rasanya buruk menyebut nama omega lain dengan bibirnya. Dan lebih buruk lagi ketika pernyataan Peat tempo hari terus terngiang ngiang dikepalanya. Bagaimana kondisi James saat ini? Apa pria cantik itu masih kesusahan bergerak? Dan apa yang akan terjadi pada James jika Peat nanti benar benar ditangkap?
Satu satunya harapan Net hanyalah calon Omega Agung itu. Net lebih dari yakin jika Peat tak akan menelantarkan omeganya begitu saha. Namun sekarang berbeda, harapannya akan musnah sesaat lagi dan omeganya pasti akan menghadapi kesulitan. Hatinya tak tenang.
"Kau tau bukan pernikahan yang kau jalani ini terjadi karena ulahmu dan kau sendiri yang harus bertanggung jawab. Dan seharusnya kau bersyukur memiliki istri kelas atas yang setara denganmu, bukan omega rendahan itu"
Helaan napas diiringi anggukan ringan terlihat berasal dari Net. Ia terlalu malas untuk berdebat dengan sang ayah. Sebaiknya kini ia memikirkan jalan keluar untuk menyelematkan James dari ambang kematian.
-----
Sebuah ruangan yang tak luas ataupun sempit terlihat begitu gelap tanpa adanya penerangan. Sinar lampu jalan terlihat berusaha memasuki celah celah tirai penuh debu dan ventilasi yang dipenuhi sarang laba laba tersebut. Samar jejak basah dari telapak kaki tampak menghiasi lantai yang dipenuhi debu. Langkah tersebut terlihat mengarah kesalah satu ruangan yang kini pintunya sedikit terbuka.
Ruangan tersebut berisikan ranjang berukuran queen size, disisi ruangan juga terpajang lemari dan meja rias yang masih dilengkapi produk produk diatasnya. Disamping ranjang juga terdapat meja nakas yang ditaruh lampu tidur diatasnya. Kamar tidur itu memiliki keadaan yang sama dengan ruangan utama. Gelap tanpa adanya pencahayaan yang memadai serta debu tebal yang menutupi.
Bermodalkan secercah cahaya dari jendela yang tertutup tirai dan ventilasi, siluet kecil tampak duduk meringkuk disudut kamar tidur. Kedua tangannya terlihat memeluk lutut yang saling menempel. Pandangannya lurus kearah tembok kosong didepannya. Wajah cantik itu terlihat lelah. Air mata terus mengalir dipipinya tanpa ia sadari. Bibirnya terkatup tak bersuara. Bahkan isakan pun tak ada.
Suara hujan terdengar begitu riuh disertai petir menggelegar. Tak jarang kilat menyambar dan memberi penerangan lebih kedalam ruangan. Malam semakin larut dan dingin, membuat siapa saja yang merasakan pasti bergegas mengambil beberapa baju tebal untuk menghangatkan tubuh.
Namun berbeda dengan Peat, ia sama sekali tak merasakan perbedaan apapun ditubuhnya. Semua syaraf ditubuhnya kebas. Kesadarannya bahkan sudah melayang entah kemana. Dikepalanya hanya terputar kejadian beberapa jam yang lalu ketika dirinya masih berada ditaman bermain.
Flashback on
"Peat, kau anak dari Group Chaijinda?"
Deggg
Seketika dunia Peat terasa runtuh. Jantungnya serasa berhenti berdetak untuk sepersekian detik. Raut bahagia yang semula terpatri diwajahnya kini berubah drastis. Tangannya yang awalnya masih berada dileher Fort juga jatuh seketika.
"Jawab"
Tidak. Jangan nada ingin itu. Peat tak mau mendengarnya.
"Apa kau mendengarku?! Jawab!" Peat tersentak, tubuhnya merosot hingga bersimpuh diatas tikar berliris merah muda tersebut. Pupilnya bergetar menatap wajah Fort.
"Diam?"
Grep
Tangan besar itu dengan cepat menangkup wajah Peat dan memposisikannya untuk menatap kearahnya. Jelas terlihat oleh Fort jika wajah cantik dihadapannya berubah ketakutan. Namun ia butuh penjelasan! Kabar dari Saifah tak mungkin kabar burung yang sekedar lewat, asistennya itu pasti sudah mengecek kebenaran dari berita tersebut dan sekarang adalah tugasnya untuk memastikannya secara langsung.
"Peat. Aku tak suka kebohongan" Mata dengan iris aqua tersebut menatap lekat kearah mata rusa itu. Jantungnya juga ikut berdegup kencang menantikan jawaban sang omega. Kepalanya kini dipenuhi pertanyaan.
Apa yang akan ia lakukan jika kabar tersebut benar?
Apa yang akan ia lakukan?
Perlahan namun pasti, Fort melihat dengan mata kepalanya sendiri jika Peat menganggukan kepalanya kecil. Wajah ketakutan itu mengangguk, mengkonfirmasi kebenaran dari kabar yang baru saja ia dengar.
Srettt
Buk
Sontak tangan beserta tubuh Fort jatuh, tubuhnya merosot dan duduk bersimpuh tanpa tenaga, tangannya yang bersarang dipipi Peat kini terkulai lemas disamping tubuhnya.
Seperti disambar petir disiang bolong, Fort merasa jika pikirannya mengawang. Semuanya terasa seperti tak nyata. Fort rasanya ingin segera bangun dari mimpi buruk ini dan merengkuh Peat sepenuhnya kedalam dekapannya.
Cukup lama keduanya berada diposisi seperti itu. Keterkejutan menguasai keduanya hingga akhirnya Fort memilih berdiri lebih dulu dari duduknya.
Grep
Baru saja tubuh besar itu berbalik untuk mengambil langkah, pergelangan tangannya diraih dari belakang oleh Peat. Membuat tubuh Fort mematung menatap kearah hamparan rumput didepannya.
"Fort, maafkan aku" Suara Peat terdengar tercekat, pria cantik itu sekuat tenaga menahan isakannya agar tak lolos. Matanya yang merah terlihat menatap mendongak kearah bagian belakang kepala Fort, berharap pria besar itu menoleh dan melihat kearahnya.
Srett
Dengan sekali hentakan Fort melepaskan genggaman dipergelangan tangannya. Ia tak percaya jika dirinya dibohongi berulang kali oleh omega ini. Fort merasa dikhianati. Fort merasa diremehkan, dibodohi dan harga dirinya diinjak injak hingga mencapai dasar bumi.
"Apa semenyenangkan itu membodohiku Peat? Apa aku terlihat sangat lucu dimatamu? Bagaimana? Seberapa puasnya kau tertawa selama beberapa bulan terakhir ini? Bahkan suara tawamu yang terbahak bahak begitu jelas terdengar ditelingaku saat ini Peat. Apa aku terlihat seperti badut? Ah, tidak- kupikir diriku lebih lucu dibanding badut. Bukan begitu Peat Wasuthorn Chaijinda?" Seketika Fort membalikkan tubuhnya dan menatap sinis pria cantik yang masih berlutut dibawahnya. Wajah datar sang alpha berbanding terbalik dengan pancaran kecewa dan marah dari matanya, bahkan mata besar itu terlihat mulai memerah saat ini.
Peat menggeleng kuat, kembali ia mencoba menahan rasa sesak didadanya agar tak membuatnya menangis dan terisak. Perlahan tubuhnya berdiri tanpa melepaskan kontak mata dari sang alpha.
"Maafkan aku Fort... Aku sama sekali tak memiliki maksud untuk membuatmu merasa seperti itu. Bahkan tak sedikitpun aku bahagia karena hal ini. Aku memiliki alasan-"
"Cih, alasan? Tak ada alasan yang baik untuk setiap kebohongan, Peat! Dan ini bahkan bukan yang pertama kali kau membohongiku. Luka ditubuhmu, penyelidikanmu, dan sekarang apa? Anak tunggal dari Group Chaijinda, organisasi mafia terkenal diseluruh dunia. Wow! Kau benar benar hebat Peat"
Mata rusa itu terpejam erat, tubuhnya bergetar karena menahan sesak yang sudah berada sebatas pangkal tenggorokannya. Kepalanya menjadi sangat pusing karena tak bisa meluapkan tangisannya.
Sesaat kemudian Peat kembali membuka matanya, mata rusa itu kembali menatap wajah marah didepannya. Aura pekat yang sebelumnya menghilang kembali datang, perlahan feromon Fort mulai mencekokinya dan membuat dadanya semakin terasa sesak
"Maafkan aku Fort.. Aku bersalah.. Kau benar, kebohongan tetaplah kebohongan. Tapi aku memiliki alasan untuk itu, kumohon dengar-"
"Harta. Tahta. Apalagi? Aku tak bodoh untuk tak mengetahui alasanmu Peat. Apalagi alasan dari seorang anak mafia jika tidak seputar kekayaan dan kejayaan. Dan, hah.. Tak kupercaya jika Moon Goddes memberikanku seorang pasangan dari anak Chaijinda. Apa jadinya wilayah ini jika dipimpin oleh seorang anak pembunuh sepertimu?"
Degg
"Apa maksudmu?" Mata rusa itu seketika berubah menatap tajam pria besar dihadapannya, kedua tangannya terlihat terkepal disisi tubuhnya.
Ini sudah keterlaluan!
Peat terima jika dirinya disalahkan. Ia terima jika dirinya dianggap penipu, pecandu harta, tahta atau sebagainya. Ia terima jika dirinya dihina serendah mungkin.
Namun tidak dengan orang tuanya.
Bagi Peat, tak ada satu orang pun yang boleh menghina orang tuanya. Tidak satupun.
Bibir penuh itu tersenyum mencemooh. Mendengus tak percaya jika omega didepannya ini masih berlagak dungu. Ia sudah ketahuan! Apalagi yang perlu disembunyikan?! Jangan katakan jika omega ini akan mengatakan jika orang tuanya bukanlah-
"Ayah dan ibuku bukan seorang pembunuh!"
-Exactly!
Omega ini terbaca dengan mudah. Alur sandiwaranya terlalu mudah diterka. Fort pikir omega ini memiliki malu yang cukup untuk menghentikan semua sandiwaranya, tapi ternyata ia masih memiliki topeng terakhir untuk membela kedua orang tuanya.
"Wah! Benar benar tak tahu malu. Kau bahkan meninggikan suaramu padaku untuk membela pembunuh-"
Plakk
"Ayah dan ibuku bukan pembunuh! Hiks..." Runtuh sudah pertahanan Peat. Air matanya lolos bersamaan dengan tangannya yang melayang untuk menampar pria didepannya. Isakan yang sedari tadi ia tahan akhirnya keluar. Fort benar benar keterlaluan.
"Sialan!"
Plakk
Bughh
'Peat! Tsk, Bajingan kau Fort!'
Fort yang tak terima karena dirinya ditampar, membalas hal yang serupa pada omega cantik didepannya. Bahkan geraman rendah dari Judy ia hiraukan karena dirinya yang sudah tersulut emosi.
Tubuh kurus itu terjatuh, pipinya memerah dengan sudut bibir yang robek. Dari hidung dan mulutnya keluar darah segar. Rasa panas yang menjalar dipipinya terasa sangat jelas dan mulai menjadi kebas. Fort benar benar menamparnya cukup kuat. Telinganya bahkan berdenging hingga sekelilingnya terdengar sunyi untuk beberapa detik.
"Jangan lancang! Sial!" Pria besar itu kemudian melangkah menjauh meninggalkan Peat sendirian dengan celana kotor yang dipenuhi tetesan darah.
Flashback off
'Nick, aku lelah, rasanya aku ingin bertemu ayah dan ibu sekarang juga'
-----
Panasnya terik matahari seakan membakar seluruh permukaan bumi. Posisinya yang hampir tegak lurus dengan tanah menandakan jika matahari tengah berada pada posisi puncaknya. Panas menyengat yang dipancarkan terasa hingga kedalam salah satu apartemen diwilayah pendamping. Tembok luarnya yang dipapari cahaya matahari secara langsung terasa begitu panas hingga hawanya cukup untuk membangunkan pria yang tertidur disudut kamar yang terlihat kotor.
Mata rusa itu bergerak karena terusik panas yang mulai membakar tubuhnya. Kakinya yang tampak kotor dibagian telapak pun bergerak kecil tak nyaman.
"Uhuk.. Uhuk.."
Batuk pun tak terelakan. Tebalnya debu yang berada disekitar Peat membuat pria cantik itu merasakan gatal ditenggorokannya, belum lagi tak ada yang cairan yang membasahi kerongkongannya semenjak sore kemarin, membuat kerongkongannya terasa semakin sakit.
Perlahan Peat membawa tubuhnya berdiri. Setiap sendinya terasa sangat remuk karena tidur dalam posisi duduk. Kakinya kemudian bergerak hingga sampai disisi lain ranjang yang langsung berhadapan dengan meja rias.
Bukk
Peat menghempaskan tulang ekornya begitu saja diatas ranjang dan membuat debu debu berterbangan dan mengelilingi tubuhnya. Matanya menatap lurus kearah cermin kusam yang memantulkan siluet buram.
"Aku membawa kunci apartemenku untuk mengajaknya kesini kemarin. Aku sangat bersemangat untuk menunjukkan apartemen ini hingga aku lupa mengirim orang untuk membersihkannya. Ck, ada baiknya kejadian kemarin. Aku tak perlu membuatnya kesulitan dengan debu setebal ini" Mata rusa itu beralih menatap kaki kotornya. Tersenyum miris melihat sisi kakinya yang kini berwarna abu abu karena dipenuhi debu.
'Maafkan aku Peat. Seharusnya aku keluar dan menggantikanmu.'
'Tidak Nick. Ini diberikan untukku, bukan untukmu. Dan lagi tamparannya tak sakit sama sekali. Bahkan sebelum sampai diapartemen darahnya sudah berhenti menetes' tangan kurus itu mengusap air matanya kasar. Rasa panas dipipinya sampai saat ini masih terasa. Bahkan untuk bernapas saja rasanya sulit, hidungnya terasa aneh dan mulutnya tak bisa terbuka dengan baik, luka mengering disudut bibirnya terasa akan kembali terbuka jika ia membuka mulutnya seperti biasa.
'Jangan kembali. Ayo pergi yang jauh Peat, berdua saja' nada Nick terdengar lirih, ia tau betul rasa sakit yang Peat rasakan. Meskipun tak merasakannya secara langsung, tapi sakitnya tetap tersampaikan padanya.
'Aku ingin. Tapi bagaimana dengan James? Aku tak bisa meninggalkannya sendirian disana Nick'
'Aku yakin James memiliki banyak orang untuk mengurusnya. Ayo pergi, jangan kembali Peat'
'James dan aku hanya memiliki satu sama lain disana. Aku harus kembali dan mengurusnya Nick'
'Hah... Baiklah. Berapa kalipun aku memohon, kau tak akan pernah mendengarkanku.'
'Hei, bukan seperti itu-'
'Aku mengerti. Ayo kembali dan temui James, Peat'
-----
Pukul lima sore dan Fort belum melihat keberadaan omega itu dimanapun. Matanya tak pernah fokus untuk menatap layar ipad yang mulai meredup, tubuhnya tak juga bersandar pada sandaran sofa. Matanya sibuk melirik pintu mansion miliknya yang terbuka lebar tanpa dilewati siapapun.
Apa omega itu kabur?
Cih, pengecut!
Setelah membuat kegaduhan besar di wilayah Azea, kini omega itu kabur tanpa adanya pertanggungjawaban. Wajar, anak adalah cerminan dari orang tua. Jadi seharusnya ia tak perlu heran jika omega itu kabur-
Srrkkk
Srrkkk
Langkah terseok samar terdengar dari kejauhan. Fort dengan mata kepalanya sendiri melihat siluet kecil itu tengah berjalan kecil disetapak menuju mansionnya.
Tak dipungkiri ketika melihat Peat masih hidup dan sanggup berjalan membuat hati Fort lega. Kemarin ia meninggalkan Peat begitu saja ditengah tengah taman setelah menampar omega tersebut cukup kuat. Bahkan sepintas Fort melihat tetesan darah saat melirik dari ekor matanya. Ia cukup khawatir hingga matanya tak terpejam semalaman.
Hah...
Bisa bisanya ia masih mengkhawatirkan Peat setelah semua yang omega itu lakukan padanya. Fort tak percaya seberapa besar rasa yang ia miliki pada pria cantik ini hingga dirinya masih mengkhawatirkan omega ini.
"Sore Yang Mulia" Setibanya Peat diambang pintu mansion, ia menundukkan kepalanya untuk memberi salam pada Fort. Mata kosongnya kembali menatap lurus setelah mengangkat kepalanya dan berjalan menuju tangga.
Mata besar itu hanya menatap Peat dalam diam. Ia mengamati kondisi sang omega yang terlihat begitu kotor.
Dimana omega ini tidur semalam? Bajunya begitu kotor, kulitnya terlihat kusam dan rambutnya terlihat dihiasi beberapa untaian debu. Matanya kemudian tertuju pada celana putih yang Peat kenakan, ada banyak darah mengering disana. Hati Fort mencelos seketika. Ia sudah melukai tubuh kurus itu hingga mengeluarkan darah sebanyak itu.
Pria besar yang masih duduk diatas sofa tersebut menjatuhkan ipad yang berada ditangannya dan bergegas melangkah kearah Peat.
Grep
Fort memeluk tubuh ringkih itu dari belakang. Memeluknya erat hingga dahinya menyentuh bagian belakang kepala Peat. Fort merasakan tubuh Peat mulai bergetar, kepala omega itu pun semakin lama semakin menunduk.
Peat kembali menangis untuk kesekian kalinya.
Keduanya mempertahankan posisi tersebut cukup lama. Hingga sebuah tangan menyentuh tangan Fort yang saling bertaut diatas perut Peat. Tangan itu mendorong tautan tangan Fort tak bertenaga, seolah meminta untuk dilepaskan.
Srett
Drap
Drap
Tak melawan. Fort segera melepaskan pelukannya dan kemudian berjalan kedepan Peat untuk menghalau pria itu berjalan lebih jauh.
Mata rusa yang melihat sepasang pantofel mengkilat berhenti tepat didepan sepatu lusuhnya, membuat langkahnya ikut terhenti seketika. Kepalanya kemudian terangkat dan menatap datar wajah tampan didepannya.
"Oh Tuhan!" Fort meringis melihat kondisi wajah Peat. Tangannya yang terangkat terlihat ingin menangkup wajah itu, namun ia urungkan karena takut akan semakin melukai Peat.
Apa yang sudah ia lakukan pada omeganya?
Pipi putih dengan luka memar membiru. Luka kering disudut bibir. Sisa darah disekitar lobang hidung dan jejak darah diujung dagu Peat.
"Apa aku terlihat semengerikan itu Yang Mulia? Maafkan aku" Peat tersenyum tipis sebelum menundukkan kepalanya untuk meminta maaf.
Fort semakin dirundung rasa bersalah. Senyum Peat bagai cambuk untuknya, ia tak suka senyum Peat hari ini.
Srrkk
Srrkk
Langkah Peat kembali terdengar, pria cantik itu mengitari tubuh Fort untuk menuju tangga yang tak jauh berada didepannya. Namun lagi lagi sepasang pantofel kembali menghalau langkahnya, membuat Peat terpaksa berhenti dan kembali mendongak menatap Fort lelah.
Grep
"Peat. Memohonlah padaku. Memohonlah agar aku memiliki alasan untuk berada dipihakmu" Fort meraih tangan Peat dan menatap mata rusa itu dalam. Berbanding terbalik dengan perkataannya, raut Fort menunjukkan jika ialah yang memohon saat ini.
"Yang Mulia, aku akan mengatakan hal ini untuk yang pertama dan terakhir kali." Peat melepaskan genggaman tangan Fort, kemudian Peat mengangkat satu tangannya untuk menangkup pipi kanan dari sang alpha.
"Aku mencintaimu, namun rasanya terlalu sakit. Aku seperti menggenggam mawar dengan tangkai berduri. Indah namun sering melukai. Tak jarang tubuhku harus tersayat dan mengeluarkan darah karenanya. Aku tak akan berbohong Yang Mulia, sayatan yang kau buat terlalu perih, terlalu pedih. Tubuhku lemah, tubuhku ringkih. Aku sudah tak sanggup-
-jika aku harus memohon, hanya satu yang ingin kukatakan. Kumohon jaga James jika sesuatu terjadi padaku nanti. Terimakasih Yang Mulia. Maaf sudah mengotori wajahmu"
Pria cantik itu kemudian menurunkan tangannya, bibirnya yang mengukir senyum selama berbicara kembali mengatup rapat. Peat kemudian berjalan menuju tangga dan menyisakan Fort dengan raut yang tak terbaca
TBC
Komentar
Posting Komentar