FORTPEAT - RARE SPECIES - 24
Kamar luas dengan aksen kemerahan itu tampak dihuni oleh dua orang yang tengah berbaring diatas tempat tidur. Selimut tebal yang mereka gunakan tersampir hingga bagian leher. Pria tan dengan mata besarnya sibuk menelusuri cantiknya wajah omega didepannya, tersenyum tipis dan kemudian dilanjutkan dengan dekapan erat dari sang dominan.
Tok
Tok
"Permisi Yang Mulia"
"Eum, masuk" Dengan perlahan pintu kamar luas itu pun terbuka, menampilkan seorang pelayan yang membawa sepasang baju bersih dengan tumpukan protein dan minuman sehat. Pelayan itu berjalan menunduk dan berhenti disatu tempat kosong.
"Maaf-"
"Ruang kerjaku" Seperti tahu apa yang akan ditanyakan oleh sang pelayan, Fort segera memberi arahan karena ia masih betah berlama lama memeluk omega didekapannya.
Bayangan beberapa hari kebelakang cukup terekam jelas oleh otaknya. Bahkan ketika naluri binatangnya mengambil separuh kesadarannya, ia masih ingat bagaimana indahnya malam yang mereka habiskan bersama. Apalagi saat saat terakhir ketika rut nya selesai lebih dulu dibandingkan heat sang omega, Fort benar benar menikmati bagaimana liar dan manjanya Peat padanya.
Kruyukk
Perutnya kembali berbunyi yang entah untuk keberapa kali. Protein dengan wangi menggoda sudah tersaji diruang kerjanya, namun hatinya masih enggan untuk meninggalkan sang omega sendiri diatas ranjang.
Sejam lagi.
Dan setelah itu ia akan mengisi perutnya yang meraung kelaparan.
-----
Kaca mata dengan frame tipis yang tersampir dihidung tinggi sang Putera Mahkota. Laptop terbuka yang menyala dilengkapi dengan kopi panas disampingnya. Tumpukan dokumen yang tak begitu menjulang serta sebuah telepon rumah yang ikut meramaikan meja kerja dari sang Putera Mahkota.
Tik
Tik
Tik
Jemari panjang itu menari baik diatas keyboard, telunjuknya sesekali bergerak untuk menaikan kembali kacamatanya yang mulai turun.
Banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan setelah hampir seminggu libur. Beruntung Saifah sangat memahami tugasnya sehingga ia hanya perlu melakukan crosscheck sebelum dokumen tersebut dikirimkan ke alamat tujuan.
Suasana hatinya sangat baik, selain karena seminggu penuh yang ia habiskan bersama sang omega, Fort juga mengetahui jika senjata yang ia pesan sudah rampung dan akan datang besok. Rasanya ia tak sabar untuk pergi ke kamp pelatihan dan mempersenjatai anggotanya. Fort yakin, tak ada yang lebih maju dibandingkan militer Azea. Bahkan senjata ini pun hanya diketahui oleh dirinya dan Saifah.
Menurut Fort, militer adalah rahasia wilayah. Meskipun seharusnya ia memberitahukan Raja perihal ini, tapi Fort ingin memastikan dulu jika senjata ini benar benar berfungsi dengan baik. Dan lagi menurut Fort, Raja terlalu dekat dengan Perdana Menteri-
Flip
"Ah, benar"
Tiba tiba Fort menjentikkan jemarinya ketika ia ingat mengenai perintah yang ia berikan pada Max seminggu yang lalu. Kasus tentang jual beli omega dan beta female yang masih dalam penyelidikan. Minggu lalu Max telah melaporkan perkembangan penyelidikannya dan Fort kembali memintanya untuk mengumpulkan lebih banyak informasi. Ada beberapa nama yang mencurigakan namun belum ada data valid yang menjurus pada nama nama tersebut. Jadi hari ini Fort ingin membuat janji temu dengan pria besar itu untuk membahas masalah ini.
Fort segera beranjak dari ruang kerjanya menuju kamar tidur. Baru saja ia berniat berjalan mendekati meja kaca yang berada ditengah tengah sofa untuk mengambil ponsel miliknya, matanya menangkap gundukan kecil yang tampak naik turun secara teratur diranjangnya.
"Tuhan.." Kepalan tangannya meninju udara kosong didepannya dengan frustasi. Dalam hati Fort merutuki dirinya sendiri yang tak bisa menahan hasratnya untuk segera mendekap gundukan tersebut.
Fort menyisir kasar rambutnya dengan mata yang masih terus melirik gundukan kecil tersebut.
"Oke! Satu saja dan setelah itu kembali bekerja" Fort mencoba meyakinkan diri. Dengan langkah ringan Fort memutar arah kakinya menuju ranjang, tangannya kemudian menyibak selimut tebal tersebut dan tersenyum tipis ketika melihat Peat yang masih tertidur lelap didalamnya.
Cup
Satu kecupan ia layangkan dipipi putih sang omega, tangannya mengusap lembut surai halus tersebut dengan mata yang tak lepas menatap omeganya.
Cup
Kecupan kedua
Cup
Cup
Cup
Tap
Baru saja Fort ingin melayangkan kecupan kesekiannya, tangan halus sang omega sudah berada didadanya untuk menghentikan pergerakannya.
"Eunh.." Omega cantik itu bergumam rendah ketika merasakan tidurnya terusik.
"Kau sudah bangun? Maafkan aku membangunkanmu" Perlahan Fort menurunkan tubuhnya untuk duduk ditepian ranjang, kedua tangannya bergerak mengukung kepala Peat diantara lengannya. Iris aqua itu menatap Peat lekat, seakan tak bosan dengan kreatur didepannya.
"Eum, berapa lama aku tidur?" Dengan mata terpejam, Peat semakin menekuk tubuhnya sambil memeluk lengan kokoh yang berada disisi kepalanya. Membuat Fort yang melihatnya terkekeh kecil, jelas pria ini belum sadar sepenuhnya.
"Sejak seks... "
Degg
Mata rusa itu terbuka lebar sesaat setelah indera pendengarannya menangkap kata aneh. Bahkan kalimat setelahnya terdengar seperti suara radio rusak yang wajar untuk diabaikan
Seks?
Siapa?
Dirinya?
Tapi- dengan siap-
Srettt
Kepala pria cantik tersebut seketika menoleh dan menemukan wajah familiar diatasnya.
Kekehan ringan kembali terdengar. Fort benar benar menyukai bagaimana ekspresifnya sang calon istri. Mata rusa itu terbelalak dengan mulut yang terbuka setengah.
Cup
"Hei!" Protes Peat ketika Fort berani mengambil kesempatan dengan mengecup bibirnya. Dahinya berkerut dengan alis menukik kesal. Namun bukannya takut yang ia terima, Peat malah mendapatkan kekehan Fort untuk kesekian kalinya.
"Bangun dan makanlah, aku akan mengambilkan bajumu, tunggu disini"
Cup
Fort beranjak dari posisinya setelah mengecup dahi sang omega. Pria besar itu melangkah menuju kamar Peat yang berada tepat didepan kamarnya.
Srettt
Setelah memastikan jika Fort sudah tak berada dalam pandangannya lagi, Peat mulai menyibak bagian atas selimut yang menutupi tubuhnya.
"Oh god! Damn it!"
-----
Setelah menyelesaikan urusannya dengan Max melalui panggilan telepon, Fort berjalan sangat pelan menuju ambang pintu ruang kerjanya. Menyandarkan tubuh besarnya pada kunsen pintu dengan kedua tangan yang berada didalam saku celananya.
Senyuman kembali terukir dibibir penuh sang Putera Mahkota ketika melihat pria kecil dengan kemeja kerah v-neck sedang duduk ditengah tengah ranjang yang sudah dibersihkan. Sprei dan selimut kotor bekas aktivitas berat mereka sudah diganti bersih ketika Peat membersihkan diri.
Beberapa menit yang lalu pria itu mengeluh ingin makan diatas ranjang. Ia merengek karena tenaganya tak kuat bahkan untuk duduk diatas sofa. Hell, apa bedanya?
Belum lagi hampir setengah jam yang lalu pria itu juga merengek karena baju yang Fort pilihkan.
Hei! Apa salahnya dengan kemeja v-neck? Bukankah baju seperti itu sesuai dengan cuaca terik siang hari saat ini? Sedikit memperlihatkan kulit tak masalah bukan? Apalagi semakin indah dengan corak hasil karyanya disana, kkk.. Ayolah! Lagi pula yang bisa melihat hanya dirinya! Calon suaminya! Matenya! Apa masalahnya disini?
"Y-Yang Mulia" Cicitan pelan dari Peat membuat pikiran Fort teralihkan, pria besar itu kemudian bergegas berjalan mendekati sang omega.
"Hm? Kau butuh sesuatu sayang?"
"Tsk" Peat mendelik dengan tatapan tajam kearah Fort ketika mendengar panggilan barunya, namun sesaat kemudian rautnua kembali berubah ketika ingat dengan apa yang ia inginkan.
"Boleh- lagi?"
-----
Tap
Tap
"Mau kemana?" Fort menjulurkan kepalanya melewati tinggi laptop saat melihat Peat berjalan melintasi ruang kerja miliknya.
"Kamarku"
Peat menjawab pertanyaan Fort sambil berlalu keluar kamar. Fort menggeleng kecil, setelah memakan protein yang cukup banyak akhirnya pria itu memiliki tenaga bahkan untuk menghiraukan dirinya.
"Ah, aku merindukan omega heat itu, kkk" Bukan mengenai nafsu saja, tapi Peat saat heat sangat manis dan penurut. Fort pasti akan merindukan Peat dalam mode seperti itu.
"Aaa!!!"
Bukk
Drap
Drap
Fort segera berlari menuju teriakan Peat tanpa menghiraukan kakinya yang sempat terbentur pada kaki meja. Wajah tampan pria itu seketika berubah panik mendengar teriakan Peat yang begitu keras.
Grep
Srettt
"Kenapa? Ada apa? Kau baik baik saja? Mana yang sakit?" Fort meraih pundak sempit itu dan memutarnya kearahnya, matanya yang panik meneliti seluruh tubuh Peat dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Kamarku" Kepala Peat berputar menatap kamarnya yang hancur, satu satunya benda yang masih berdiri kokoh disana hanyalah lemari miliknya.
Fort kemudian mengikuti arah pandang Peat, perlahan tangannya terlepas dari bahu Peat dan mulai menggaruk lehernya yang tak gatal.
"Eum.. Sorry. It was me, hehe"
"Hah?" Seketika kepala Peat kembali berputar menghadap Fort dengan raut terkejutnya.
"Tunggu, jadi kau yang menghancurkan kamarku? Tapi- kenapa?"
"Saat itu aku tak bisa mengendalikan emosiku. Tapi- tapi ini bukan karena aku membencimu Peat, sungguh." Mata rusa itu terus menatap Fort penuh selidik, seakan meminta penjelasan dari hancurnya kamar miliknya.
"Oke, fine! Beberapa hari yang lalu setelah seks-"
"Stop! Kau tak harus menyebutkan hal itu Yang Mulia" Peat memejamkan matanya ketika memori mengenai mereka selama seminggu kebelakang kembali terputar diotaknya. Oh sial! Ia malu!
"Tapi kita memang sudah melakukan-"
"Oke aku paham! Paham. Sangat paham, kau bisa melanjutkannya dengan cerita setelahnya." Peat memijit batang hidungnya yang mulai berdenyut sakit. Pria didepannya ini benar benar tak tahu apa itu malu.
"Kita tidur dan ketika bangun aku tak menemukanmu disampingku"
"Kau marah hanya karena itu?"
"Bukan hanya! Kau tak mengerti Peat bagaimana frustasi yang kurasakan" Fort menghela napas panjang, ia ingat bagaimana takutnya ia kehilangan sang omega saat itu. Benar, sebut saja ia posesif, dan lagi saat itu ia tengah rut! Wajar bukan?
"Ah, baiklah baiklah. Terserah. Jadi kapan kau akan memperbaiki kamarku? Aku membutuhkannya untuk tidur" Dengan tangan bersilang didepan dada, Peat menunjuk kamarnya dengan bibir sebelum kembali melihat Fort.
"Kau bisa tidur dikamarku" Fort mengerjapkan matanya lugu dan diakhiri dengan kekehan tak bersalah setelah menjawab pertanyaan Peat. Telunjuknya pun menunjuk kearah dirinya.
"Bisakah kita serius disini? Tuhan!" Peat menangkup wajahnya frustasi, Fort benar benar menguras energinya kembali.
"Aku serius Peat"
Grep
Srettt
"Eh" Peat terkejut ketika merasakan tangannya ditarik untuk digenggam. Matanya pun beralih menatap wajah Fort yang kini terlihat- serius?
"Aku tau ini terlambat. Aku tau seharusnya aku menyadari ini dan mengatakannya lebih awal. Tapi-
-aku mencintaimu Peat"
Degg
Pria cantik itu mematung mendengar pernyataan tiba tiba dari pria didepannya. Mata rusanya melebar sempurna dengan mulut yang sedikit terbuka.
Srett
"Eum.. B-baiklah, hehe. errr... kembalilah bekerja Yang Mulia, aku- aku- " Peat dengan cepat menarik tangannya dari genggaman Fort dengan raut terkejut yang seketika berubah menjadi canggung dan kaku, mata Peat bergerak acak karena tak nyaman untuk menatap pria didepannya lebih lama
"-eung.. aku harus segera mengganti pakaianku. Permisi"
Baru saja Peat berniat melangkah masuk kedalam kamar miliknya, tangannya kembali ditahan oleh Fort. Membuat Peat terpaksa menoleh kembali pada sang alpha.
"Peat, aku serius. Aku bersungguh sungguh" Mata besar itu mengunci mata cokelat terang dihadapannya, berharap jika Peat merasakan ketulusan dari perkataannya.
"Eum... Terima- kasih? Maaf, aku benar benar harus pergi" Tangan Peat yang lain terangkat untuk menyingkirkan genggaman tangan Fort dengan cepat, bibir tipis itu terlihat menyunggingkan senyum sebelum benar benar masuk kedalam kamar miliknya.
"Hei Peat! V-neck itu terlihat bagus padamu! Percayalah!"
BLAM
-----
"Terimakasih Khun Tan"
Pip
Desahan lega terdengar tepat setelah Peat mematikan sambungannya. Tangannya kemudian meletakkan ponsel tersebut disisi wastafel dengan kepala tertunduk. Tangannya turut mencengkeram erat sisi wastafel yang kini berfungsi sebagai tumpuannya.
"Tuhan, semoga ini tepat"
Tok
Tok
"Sayang, kau baik?"
Oh sial! Argh!!! Sejak kapan pria itu menjadi terobsesi padanya?! Masih segar diingatannya pertemuan terakhir mereka seminggu yang lalu tak begitu bagus. Mereka seharusnya berada dalam mode bertengkar atau tidak bertegur sapa saat ini! Tapi kenapa-
"Kau tak apa sayang? Apa ada yang sakit?"
Oh Tuhan! Shit!
Tangan putih itu kembali meraih ponsel miliknya dan memasukkannya kedalam saku celana bahan yang ia kenakan. Merapikan sedikit bajunya sebelum melangkah mendekati pintu kamar mandi.
Cklek
"Say-"
"Aku baik, aku tak apa, dan aku tak sakit" Bibir tipis itu memborbardir Fort tepat setelah pintu kamar mandi terbuka, membuat pria besar yang menunggunya menyunggingkan senyum bodoh.
"Oh, kau benar benar mengganti bajumu. Padahal aku suka yang sebelumnya" Suara bass itu memelan diakhir kalimat dengan bibir mencebik berpura pura sedih, matanya menatap nanar kearah kerah turtle neck yang Peat kenakan.
"Dan menampakan leher dan hampir separuh dadaku yang dipenuhi kissmark? Tidak. Terimakasih Yang Mulia"
Pria cantik itu kemudian berjalan melewati Fort sambil menaikkan lengan bajunya hingga siku.
"Kau ingin kemana?" Pria besar tan itu kemudian mengekori sang omega dari belakang. Layaknya remaja yang baru saja jatuh cinta, senyum lebar tak pernah luntur dari bibir penuh itu.
"Dapur, aku ingin memasak beberapa sup. Protein membuatku mual" Peat menjawab tanpa menghentikan langkahnya, kedua tangannya masuk kedalam saku celana dan terus berjalan disepanjang lorong lantai 2.
Tap
Tap
"Kau bisa memasak?"
"Menurutmu bagaimana hidupku sebelum bertemu denganmu? Bahkan aku hanya hidup sendiri"
"Apa kau kesulitan?"
"Tidak, aku hanya perlu menghidupi diriku sendiri, tak banyak usaha untuk itu"
"Apa kau tak kesepian?"
Tap
Kaki kurus itu berhenti melangkah tepat dianak tangga terakhir. Seperti menekan ditombol yang benar, pertanyaan Fort membuat Peat terdiam.
Mendengar pertanyaan itu dari orang lain membuat dada Peat cukup menjadi sesak. Kesepian selama ini yang hanya ia bagi dengan dirinya sendiri ternyata berdampak berbeda ketika hal tersebut ditanyakan oleh orang lain.
Kilas balik ketika ia duduk diapartemen miliknya dengan semangkuk makanan yang sudah tak mengepulkan asap kembali terputar. Sunyinya ruang tengah yang hanya diterangi satu lampu selalu menemani malamnya. Bahkan kadang makanan itu tak tersentuh dan dirinya memilih untuk masuk kedalam kamar tidur.
Peat tak suka rasa sepi.
Peat tak suka sendirian.
Ia menyukai pagi dan bertemu orang orang dikantornya. Mengobrol hingga bersenda gurau, setidaknya ia merasa tak hanya ada dirinya didunia.
Srettt
"Kau menangis sayang" Mata Peat mengerjap cepat ketika sebuah usapan lembut bersarang dipipinya, kabut yang tanpa sadar menghalau pandangannya kini hilang dan berganti dengan wajah Fort yang menatapnya khawatir.
"Ah, maaf" Buru buru Peat menyeka sisa air mata yang jatuh dipipinya dan kembali berjalan melewati Fort, kakinya dengan cepat bergerak menuju dapur meninggalkan Fort yang menatapnya penuh iba.
-----
Puk
Puk
Layaknya dejavu, Peat kembali melihat Fort tengah berbaring diranjang besarnya dengan tubuh yang menghadap kearahnya. Pria itu menepuk nepuk sisi kosong ranjangnya, mengisyaratkan agar Peat tidur disana.
Bulu halusnya meremang ketika bayangan seminggu kebelakang kembali berputar. Ada rasa malu, dan was was dalam dirinya ketika harus tidur bersama Fort. Apa benar iya harus tidur disini malam ini? Bukannya kejadian seminggu ini tidak menyenangkan, tentu menyenangkan dan- panas. Hanya saja ia belum sepenuhnya bisa menyesuaikan diri dengan Fort setelah kejadian seminggu kebelakang. Rasanya- canggung.
"It's okay, kita hanya akan tidur tanpa melalukan apa apa Peat. Kau bisa pindah setelah kamarmu selesai diperbaiki"
Gulp
Dengan langkah lambat dan saliva yang ditelan gugup, Peat akhirnya berjalan mendekati Fort dan mulai menduduki tubuhnya disisi ranjang. Mencoba mengatur napas sedemikiam rupa agar rasa gugupnya tak terlalu kentara sambil terus beringsut ketengah ranjang.
Tak lama Peat merasakan kasur yang ia duduki bergerak, kepalanya menoleh dan mendapati Fort yang beringsut turun dari kasur.
Grep
"Mau kemana?" Peat meraih lengan Fort dan menatapnya bingung, membuat Fort yang sudah setengah berdiri kembali duduk diatas kasur.
"Aku akan tidur disofa, tak apa"
Srett
Fort melepaskan tangan Peat dilengannya dengan bibir yang menyunggingkan senyum tipis, tak lama Fort kembali berdiri dari posisinya untuk menuju sofa disisi kamarnya.
Grep
Lagi. Untuk kesekian kalinya Peat meraih lengan baju yang Fort kenakan ketika pria besar tersebut masih berdiri disisi ranjang. Membuat Fort mengulum senyum sebelum memutar tubuhnya kembali menghadap Peat.
Syutt
Syutt
"Tidur- disini saja"
Pria cantik itu menarik lengan baju Fort beberapa kali dengan kepala yang tertunduk, seolah membujuk sang alpha untuk kembali berbaring seperti semula. Tampak pipi putih itu bersemu merah karena malu.
Tak lama Peat kembali merasakan kasur yang ia duduki bergerak, kepalanya menoleh dan mendapati Fort yang sudah kembali berbaring dengan tubuh miring menghadap kearahnya. Peat merasakan wajahnya semakin memerah karena Fort menuruti permintaannya.
"Kau mau dipeluk?"
"Jangan ditanya" Cicit Peat pelan, dengan wajah yang kembali menunduk, Peat perlahan mulai memasukan tubuhnya kedalam selimut yang sama dengan Fort. Tubuhnya berbaring terlentang dengan mata yang menatap ujung kakinya yang tertutupi selimut.
Berbeda dengan pria besar yang kini tampak menahan napas cukup dalam, tangannya pun turut meremas selimut cukup kuat. Bahkan bibir penuh itu terkatup rapat seperti menahan sesuatu untuk lepas.
Astaga!!! Omega didepannya terlalu menggemaskan! Dan Fort tak tau bagaimana caranya untuk melampiaskan rasa gemas yang ia rasakan saat ini.
"Aku peluk, boleh?" Tak ada jawaban, namun kepala pria cantik itu bergerak lurus mengangguk pelan, seolah menyetujui Fort untuk memeluk dirinya.
'Tuhan! Tolong beri aku kekuatan lebih malam ini! Argh! Aku tak sanggup!'
'Bodoh! Hahaha'
'Diam Judy!'
Grep
"Ou.." Reflek Peat mengeluarkan suara ketika tubuhnya ditarik begitu saja oleh Fort untuk masuk kedalam dekapannya, membuatnya dalam hitungan detik tenggelam di dada lebar sang alpha. Senyum tipis yang hanya ia ketahui pun terukir dibibir kemerahannya.
Peat menyukainya.
Pria tan itu kemudian mengecup puncak kepala tersebut berkali kali untuk meluapkan rasa bahagia didadanya, diikuti dengan menghirup aroma sampo dan wangi feromon yang bercampur didepan hidungnya.
"Ah... Menyenangkan" Fort bergumam kecil diiringi dengan senyum lebar setelah selesai menghujani kecupan kecil dipuncak kepala Peat. Ia benar benar menyukai ide berdekatan dengan Peat.
"Tidurlah Yang Mulia" Sang submisif mulai menyamankan diri dalam pelukan hangat dari sang dominan. Sesaat yang lalu dirinya masih mengeluh karena harus tidur disebelah pria ini, namun apa sekarang? Sepertinya malah dirinya yang paling menikmati hal seperti ini. Peat benar benar tidak paham dengan dirinya sendiri. Kkk
"Sayang"
"..."
"Sayang"
"..."
"Say-"
"Oh astaga, kau tak akan tidur?!" Reflek Peat mendongakan wajahnya ketika telinganya menjadi gatal karena panggilan bertubi tubi yang Fort berikan, wajahnya merungut dengan dahi berkerut.
"Kkk... Sayang"
Cup
Wajah Peat seketika bersemu saat Fort mengecup dahinya setelah kembali memanggilnya sayang. Ada apa dengan pria besar ini sebenarnya? Aneh!
"Hah.. Bukankah kita seharusnya bertengkar sekarang?" Keluh Peat dengan kepala yang kembali ia sembunyikan didada Fort. Ugh, kenapa ini sangat nyaman?
"Bertengkar? Kenapa kita harus bertengkar? Aku lebih suka bermanja seperti ini" Fort menaruh dagunya diatas kepala Peat dan mulai menepuk ringan punggung sempit sang omega.
"Seminggu yang lalu aku mengataimu pengkhianat"
"Ah, benar-"
Srettt
"-kenapa kau mengatakan hal itu? Apa maksudnya? Aku yakin tak pernah melakukannya" Fort menarik dirinya dari pelukan mereka dan mensejajarkan mata mereka, kini tangannya beralih memegang pundak sempit sang omega. Otaknya baru mengingat kejadian seminggu yang lalu.
"Kau semakin terlihat buruk jika berbohong Yang Mulia" Peat membalas menatap Fort lekat, mari lihat seberapa hebat pria besar ini mengelak darinya.
"Hei sungguh, aku tak pernah berkhianat darimu sayang"
Mata rusa itu terus menatap lekat pria besar didepannya, satu alisnya terangkat seolah tak percaya.
"Hah... Baiklah, awalnya aku memang berniat melakukannya karena aku merasa kau mencampakanku bertahun tahun, tapi itu hanya niat sayang, tak lebih" Bibir penuh itu kemudian memamerkan senyum lebar- canggungnya.
Gulp
Fort menelan salivanya gugup ketika wajah cantik didepannya semakin menatap penuh selidik.
"Baiklah satu kali, benar benar satu kali. Saat itu aku frustasi karena tak bisa melakukannya denganmu jadi aku melampiaskannya dengan yang lain. Maafkan aku Peat" Fort sedikit mengguncang bahu Peat yang ia pegang, mata besar itu mulai berubah sendu, ia tak ingin Peat marah padanya.
"Satu kali?" Fort mengangguk cepat, mengiyakan pertanyaan Peat dengan mata besarnya yang masih menatap sendu.
"Percayalah padaku Peat, aku hanya melakukannya satu kali dan itu sudah lama. Kumohon jangan marah padaku- ah, tidak tidak. Kau boleh marah padaku, kau boleh memukulku dan kau bahkan boleh menamparku Peat. Tapi tolong jangan membenciku, kumohon"
Peat terkesiap ketika tiba tiba melihat mata besar dihadapannya mulai berkaca kaca, reflek tangannya terangkat untuk menangkup pipi sang alpha dan mengusapnya pelan.
"Hei hei, baik. Aku mengerti Yang Mulia, aku mengerti. It's okay, hm?" Mata rusa itu terlihat menatap teduh pria didepannya, tangannya masih mengusap pelan pipi sang Putera Mahkota untuk menenangkannya.
"Maafkan aku"
Grep
Tangan besar itu menarik pinggang Peat dan memeluknya erat, menenggelamkan wajahnya pada dada Peat sambil terus menggumamkan kata maaf.
Tak lama Peat merasakan bagaimana bagian depan bajunya mulai terasa basah. Tangannya kemudian bergerak merengkuh kepala Fort dan mengusapnya untuk menenangkan pria besar tersebut.
Hampir setengah jam lamanya Peat menenangkan pria besar itu dari tangisannya, dan selama itu pula kepalanya berpikir tentang kejadian di club.
Jadi- apa benar Nat menjebak Fort saat itu?
-----
Srett
Srett
Pria cantik dengan mata rusa itu tampak menyeka sudut bibirnya dengan serbet setelah menghabiskan sarapan paginya. Kepalanya mendongak melihat jam dinding dan kemudian menoleh kearah pintu masuk ruang makan. Wajahnya terlihat risau karena menunggu seseorang
"Kau menunggu James?"
"Eum, sudah lewat sepuluh menit dari jadwal biasanya. Aku khawatir" Peat menoleh sebentar kearah Fort sebelum kembali melihat pintu masuk ruang makan. Tak biasanya James terlambat, apa omega itu baik baik saja?
Tak
Fort meletakkan cangkir kopinya dan kemudian berdiri dari posisinya, kakinya melangkah mendekati Peat yang menatap cemas kearah pintu ruang makan.
Srett
"Sayang, mau menunggu diruang tamu?" Fort mengusap kepala belakang Peat pelan untuk menarik perhatian sang omega, kepalanya menunduk untuk mensejajarkan mata mereka.
Peat mengangguk dan kemudian ikut berdiri dari posisinya. Tangan besar Fort segera meraih tangan Peat, mengaitkan jari mereka sebelum berjalan menuju ruang tamu yang langsung berbatasan dengan pintu keluar mansion.
Sesampainya diruang tamu, mereka duduk disalah satu sofa panjang. Peat duduk dengan tangan yang bertaut diatas paha, matanya kini sibuk memandangi pintu keluar yang terbuka. Sementara Fort duduk dengan satu bahunya berada dibelakang tubuh Peat, tak lupa lengannya yang turut melingkari bahu Peat disertai usapan ringan disana.
"Dia akan baik baik saja, sayang"
"Eum.."
"Sayang"
"Ya?"
"Maafkan aku"
Kepala Peat berputar menatap Fort, nada pria itu masih dipenuhi rasa bersalah sejak tadi malam.
"Yang Mulia"
"Hm?"
"It's okay." Peat memberikan senyum tipisnya. Tangannya meraih tangan Fort yang berada diatas paha untuk diusap. Memberi keyakinan pada alpha tersebut untuk tak lagi merasa bersalah.
Sejujurnya hatinya sakit. Bohong jika ia mengatakan dirinya baik baik saja, bohong jika dirinya mengatakan mengerti tentang apa yang terjadi. Perselingkuhan tetaplah perselingkuhan. Matenya tetap pernah mengkhianatinya, dan itu rasanya buruk.
Tapi apa yang bisa ia lakukan? Bahkan untuk marah saja Peat merasa tak berhak. Mereka hanya terikat simbol dan takdir. Tak ada cinta diantara mereka. Atau- lebih tepatnya dirinya yang menganggap tak ada cinta dihubungan ini. Pria ini memang menyatakan perasaan kemarin, namun Peat belum bisa mempercayainya. Banyaknya kejadian yang ia lihat diantara kaum alpha dan kaumnya, membuatnya takut untuk menaruh percaya pada pria tampan ini.
Belum lagi dirinya yang juga berjanji untuk tak jatuh cinta pada pria ini, pria yang merupakan anak dari pembunuh kedua orang tuanya.
"Maafkan aku" Peat tersenyum dan kemudian mengangguk kecil, tangannya terus mengusap tangan Fort agar pria ini tak lagi merasa bersalah padanya.
Tap
Tap
"Permisi Yang Mulia, Khun" Sebuah suara dari arah pintu mansion tiba tiba menginterupsi kegiatan mereka. Membuat sepasang mate itu segera mengalihkan pandangan kearah pintu masuk.
"Nat? Mana James?"
"Maaf Khun, James sudah dua hari sakit. Jadi saya datang untuk menggantikannya"
"Hah?"
TBC
Komentar
Posting Komentar