FORTPEAT - RARE SPECIES - 21
Lima hari setelah kejadian dimana Nick mengusir Fort, kedua calon penghuni tahta tersebut berada dalam situasi dingin. Nick memberitahukan apa yang ia lakukan pada Fort setelah Peat sadar beberapa jam setelah kejadian.
Sarapan yang menjadi rutinitas keduanya pun terasa sunyi, tak ada obrolan apalagi debat pagi yang selalu mereka lakukan. Peat hanya berbicara ketika James menjemputnya untuk melakukan pelatihan untuk sekedar pamit. Setidaknya ia masih harus menghormati Fort yang masih berstatus sebagai mate alphanya.
Dan sekarang ia berada didalam kamarnya, tepatnya duduk diatas pagar balkon kamarnya. Matanya menatap jauh kedalam hutan gelap yang tak diberi penerangan sedikitpun.
Kini ia kembali merasa sepi, hal yang selalu ia rasakan lebih dari dua bulan yang lalu saat pulang ke apartemen. Ketika dirinya baru pulang dari pekerjaannya diperusahaan dan hanya menemukan ruang kosong yang dihuni barang barang. Tak ada satu pun orang yang bisa ia ajak untuk berbicara. Sore hingga pagi hanya terisi dengan segelintir kegiatan dan dilanjutkan dengan tidur. Bahkan mulutnya tak pernah terbuka untuk berbicara selama itu.
'Maafkan aku'
Peat tersenyum tipis, membawa tangan yang sebelumnya menggatung diantara kakinya untuk bertumpu pada bagian datar balkon disisi samping tubuhnya, kepala Peat menunduk melihat hamparan hijau yang terlihat remang jauh dibawah kakinya. Terang saja, ia berada dilantai dua dan mansion ini tentu saja cukup tinggi.
'Hah... Tak apa Nick. Kupikir aku akan melakukan hal yang sama jika aku bangun lebih dulu. Karena malam itu rasanya aku hampir mati karena kesakitan. Dan lebih parahnya lagi aku mulai merasa siksaan batin yang cukup kuat'
'Kau mulai mencintainya?'
Peat menggeleng kecil. Memorinya berjalan menarik kebelakang, melihat kembali apa apa saja yang ia lakukan bersama Fort.
'Kupikir aku mulai bergantung padanya. Beberapa hari kebelakang ia mengurusku cukup baik dan terlihat sedikit mempedulikanku. Hanya saja aku tak terbiasa dan membuat perasaanku berkembang lebih dari yang seharusnya.'
'Kau mencintainya'
'Dan itu salah. Aku tak mau menaruh wajah kecewa pada ayah dan ibu. Tempat mereka jauh lebih besar dihatiku. Mencintai anak dari pembunuh orangtuaku tak akan pernah masuk dalam daftar keinginanku Nick'
'Tapi dia adalah matemu'
'Ya, aku tau. Mungkin aku akan pergi ketempat ayah dan ibu setelah memberikan hal setimpal pada orang yang telah membunuh ayah dan ibu serta menyelesaikan beberapa urusan mengenai kaum kita.'
'Kau akan membunuh mereka?'
Peat menggeleng cepat. Tak terbesit sedikitpun rasa ingin membunuh dikepalanya. Bukankah ia sudah bilang jika ia tak ingin orang lain merasakan hal yang sama sepertinya?
'Aku hanya ingin kebenaran terungkap dan menjadikan ini sebagai contoh pada orang orang. Memang semua orang memiliki sisi baik dan gelap, namun kupikir setidaknya para rakyat harus tau bagaimana pemimpin mereka. Aku hanya ingin keadilan untuk ayah dan ibuku'
'Bisakah kau tinggal lebih lama Peat? Bahkan kita baru bertemu satu bulan ini'
'Nick, aku tak berjanji, tapi ayo membuat banyak kenangan indah bersama'
Mindlink itu tiba tiba terputus dan sesaat setelahnya Peat merasakan bagaimana hati Nick terluka oleh ucapannya. Ini memang berat, tapi tinggal disituasi ini lebih lama akan membuatnya menjadi gila. Setidaknya Nick akan bereinkarnasi pada tubuh omega lain setelah ini, dan satu satunya harapan Peat ialah agar Nick tak menemukan inang buruk sepertinya.
Ting
Ponselnya yang berada diatas meja kecil disudut balkon mengalihkan pandangan Peat, membuatnya menoleh dan segera berbalik turun dari pagar balkon. Ia kemudian berjalan dan meraih ponsel dengan layar yang mulai redup kembali itu.
Tuk
Tuk
Setelah mengetuk layar ponselnya, Peat membaca pesan dari email yang cukup familiar.
"Khun Tan!"
-----
Brakk
"Omega sialan! Kau membuat rencanaku gagal! Argh!" Leher putih itu mulai memerah seiring dengan cengkeraman yang semakin menguat. Raut bengis yang ditampakan oleh Perdana Menteri Jom terlihat semakin menakutkan.
"A-Ay -ah. Ma-ma afh..." Nat memegangi tangan sang ayah yang mencengkeram lehernya, matanya sudah mengeluarkan air dan wajahnya pun turut memerah. Urat dipelipisnya tampak timbul diiringi kalimat yang terpenggal penggal keluar dari mulutnya.
"Harusnya kau katakan padaku jika hari itu kau tidak heat, bodoh! Sial!!!"
Brukk
Perdana Menteri Jom melempar tubuh kecil itu kelantai setelah berteriak kuat. Dadanya bergemuruh marah karena rencananya untuk membuat Nat mengandung anak Putera Mahkota gagal. Anak dungunya tak memberitahunya jika ia tak heat hari itu.
Tubuh putih yang terhempas itu segera bergelung menekuk. Tangannya segera meraih lehernya tepat pada bekas cengkeraman sang ayah. Dengan rakus Nat meraup oksigen sebanyak mungkin untuk mengisi paru parunya yang terasa sangat sakit.
"Aku tak mau tau, secepatnya kau harus mengandung anak Putera Mahkota. Jika tidak, tamat riwayatmu sialan! "
Dengan rasa marah yang masih menggunung didadanya, Perdana Menteri Jom berjalan meninggalkan Nat menuju meja kerja miliknya. Ia kemudian menghempaskan tubuhnya diiringi desahan berat.
Tok
Tok
"Masuk" Suara Perdana Menteri Jom terdengar tak ramah. Dengan mata yang tajam ia melirik pintunya yang mulai terbuka dan menampilkan bawahannya yang beberapa hari lalu sempat ia marahi. Sial! Berapa kali lagi ia harus marah hari ini?
Pria dengan setelan jas hitam formal yang baru saja masuk itu melangkah dengan cepat namun tetap hati hati untuk tak mengeluarkan bunyi sedikitpun, ia tak ingin membuat tuannya semakin marah hanya dengan suara dari tapak sepatunya. Kepalanya yang menunduk melirik sekilas pria yang masih bertumpu disisi lain ruangan dengan tubuh yang terlihat bergerak naik turun, suara napas yang diambil rakus bahkan terdengar olehnya.
"Ada apa?"
Suara rendah milik Perdana Menteri Jom membuat bawahan tersebut menolehkan kepalanya menatap wajah sang tuan namun segera kembali ditundukkan saat menangkap raut wajah tak menyenangkan dari pria tua itu.
"Ma-Maaf Khun. Saya datang untuk memberikan semua data mengenai Khun Peat." Dengan pelan tangan yang berisikan setumpuk dokumen tersebut menaruh berkas berjas tersebut diatas meja.
"Kau yakin? Ini lengkap? Kalau begitu siapa nama lengkap bocah itu?" Perdana Menteri Jom menatap tajam kearah wajah bawahannya. Ia tak mau mendapatkan hasil bodoh seperti sebelumnya.
"Peat Wasuthorn Chaijinda"
-----
"Sial! Perdana Menteri bajingan!"
Brakkk
Suara nyaring akibat pukulan Peat diatas meja kayu tersebut tak membuat sipemukul bergeming. Mata rusa itu terlihat berkilau penuh amarah kearah dinding kosong dihadapannya.
Peat baru saja mendapatkan email dari Khun Tan yang merupakan pengawalnya dan sekaligus pemimpin dari organisasi Chain yang merupakan pembaharuan dari Chaijinda. Saat hari dimana Peat bertemu dengan Khun Tan, Peat meminta Khun Tan untuk melakukan penyelidikan mengenai pembunuh ayah dan ibunya serta satu nama lagi yakni Net Siraphop.
Awalnya Peat meminta Khun Tan menyelidiki Net hanya untuk tujuan lain, yakni mengenai jual beli omega dan female beta yang menurut Peat sangat keji. Setelah kejadian disaat ia tak sengaja melihat pelelangan itu dan juga melihat beberapa sampel dari lapangan yang ia ambil saat berpergian dengan James, Peat bertekad untuk menduduki tahta Omega Agung dengan tujuan untuk menyelamatkan dan mengubah beberapa takdir kaumnya yang mengenaskan.
Meskipun takdir buruk yang berasal langsung dari Moon Goddes belum tentu bisa diubah, tapi Peat ingin meringankan beban kaumnya agar mereka hidup dalam kenyamanan dan keamanan yang berhak untuk mereka peroleh.
Namun hal mengejutkan lain Peat dapati dalam laporan yang dikirimkan oleh Khun Tan.
Mengenai Perdana Menteri Jom.
Seseorang yang Peat pikir hanyalah orang jahat dengan hati yang penuh iri padanya, ternyata adalah otak dari semua masalah yang ada.
Hasil penyelidikan ini mengatakan jika Perdana Menteri Jom merupakan musuh bisnis dari orang tuanya. Perdana Menteri Jom merupakan pemimpin dari Black MK yang juga merupakan sekolompok mafia terselubung yang sebelumya tidak diketahui berdiam dimana.
Organisasi ini menyamarkan seluruh identitas mereka termasuk asal dari organisasi tersebut. Organisasi Black MK terkenal dengan human traffickingnya, mereka memperjual belikan organ bahkan manusia termasuk para submisif untuk dominan dari wilayah lain.
Dengan itu dari penyelidikan yang dilakukan, dapat disimpulkan jika titah yang diberikan Raja dan Ratu berkaitan erat dengan Perdana Menteri Jom yang merupakan musuh bisnis orang tuanya, pria tua itu sepertinya ingin menjadi distributor tunggal dari jual beli senjata dan narkoba yang selama ini dijalankan oleh orang tua Peat.
Dan hal ini terbukti dari hasil bisnis yang dilakukan oleh Khun Tan tak secemerlang ketika dijalankan oleh orang tuanya, sehingga Khun Tan terpaksa memutar semua sistem dan menjadikannya sebagai pusat sewa jasa pengawal.
Tak hanya sampai disitu, Peat juga terkejut dengan fakta bahwa Net dan Nat merupakan anak kandung dari Perdana Menteri Jom. Peat sama sekali tak menyangka akan ada hubungan diantara mereka bertiga. Namun fakta ini membuat semua permasalahan yang berada dikepalanya secara satu persatu tersambung baik dengan benang merah.
Degg
"James!" Sontak pikiran Peat melayang mengingat James. Tak mungkin pria cantik itu tak mengetahui identitas dari fated pairnya sendiri.
"Sial! Apa James juga ikut dalam hal ini?"
Peat kemudian memijit pangkal hidungnya, betapa bodohnya ia saat mempercayai hasil investigasi James dengan dalih pria cantik itu bukanlah seseorang yang profesional. Harusnya Peat sadar disaat pertama kali ia mengetahui jika Net adalah fated pair James! Ugh! Menyebalkan!
Buk
Peat menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Matanya terpejam dengan otak yang terus mengolah semua data yang baru saja ia miliki.
Jadi Net adalah tangan kanan dari ayahnya untuk menjalankan bisnis kotor dengan club sebagai pusat pencucian uang. Serta Nat yang sepertinya diperin-
Fort!
Mata Peat terbuka lebar dan secara spontan meloncat dari kursinya. Dengan langkah yang terburu buru Peat bergerak menuju gagang pintu. Bibirnya tersenyum lebar, hatinya seketika dipenuhi rasa sukacita ketika mengetahui Fort yang mungkin saja tak bersalah dalam kejadian kemarin. Mungkin saja Nat mengelabui Fort dan menyebabkan mereka berdua berakhir diatas ranjang.
Mungkin saja-
Mungkin saja..
Tap
Kaki Peat berhenti bergerak tepat sesampainya ia didepan pintu kamar. Tangannya yang sudah memegang gagang pintu pun tak bergerak untuk membuka. Senyumnya secara perlahan luntur dan berganti menjadi raut murung.
Mungkin saja..
Mungkin saja..
Apa yang ia harapkan sebenarnya?
Apa ia mengharapkan kejadian malam itu hanyalah sebuah jebakan semata untuk melukainya?
Lalu bagaimana dengan fakta bahwa Fort memanglah seorang pemain dan menyukai hubungan seks bebas?
Bahkan kejadian ini bukanlah yang pertama. Setelah mating, Fort masih melakukan hal itu dengan orang lain. Nat bahkan tak bisa dibilang buruk, pria kecil itu cantik bahkan menurut Peat jauh lebih cantik darinya. Siapa yang tak ingin tidur dengan pria cantik seperti itu?
Dan juga dengan sadar dirinya sendiri yang mengatakan kata 'mungkin'. Cih, bahkan dikesimpulan miliknya sendiri pun Peat tak yakin jika hal ini murni merupakan jebakan.
Dengan desahan berat Peat kembali berbalik, hatinya semakin kusut setiap kali otaknya mengingatkannya mengenai informasi yang ia dapatkan hari ini.
Lebih baik ia tidur dan membalas pesan Khun Tan esok hari.
-----
Sarapan pagi ini terasa sangat menyesakkan. Orang orang yang tak ingin Peat lihat berada dimeja yang sama dengannya.
Sekarang ia lagi lagi harus berada di Golden House untuk sarapan bersama Raja dan Ratu, ajakan yang pertama kali disampaikan Fort saat ia baru turun dari kamarnya. Bahkan kesempatan untuk menolak saja ia tak diberikan karena Fort langsung berjalan keluar dari mansion, seolah menghindari protes darinya.
Belum lagi Peat juga mendapati Perdana Menteri Jom disana dengan wajah tuanya. Benar benar mengganggu matanya di pagi hari.
Peat menatap datar bubur labu dihadapannya. Tangannya hanya bergerak mengaduk cairan kental oranye itu tak minat. Matanya sesekali melirik kursi kosong disampingnya. Andai saja Noeul disini, tentu saja ia tak akan merasa asing dan sesak seperti ini.
"Sayang" Sebuah tangan besar tiba tiba saja bersarang dipipi Peat dan membuat pria bermata rusa itu menoleh kesisi lain. Matanya menangkap wajah tersenyum Fort yang berada dalam jarak dekat dengan wajahnya. Tanpa sadar Peat menahan napasnya karena terkejut dengan apa yang terjadi.
Perlahan wajah Fort mendekat hingga pipi mereka saling bersentuhan dengan bibir Fort yang menyentuh tepian daun telinganya.
'Makan dan habiskan. Jangan membuatku malu'
Cup
Fort kembali menjauhkan kepalanya setelah berbisik dan mengecup pipi Peat untuk mengakhirinya. Fort kembali menampakan raut tersenyum sebelum kembali melahap makanannya.
Wajah terkejut yang semula Peat tampakan seketika berubah datar. Kepalanya ia putar kembali menghadap bubur labu oranye tersebut dan mulai menyendok suapan pertamanya.
Hati Peat sedikit ngilu mendengar ucapan Fort. Pria itu hanya mementingkan wajahnya dihadapan orang tuanya dibandingkan menanyakan perasaan Peat saat ini.
Kira kira bagaimana perasaan kalian ketika dipaksa untuk berada disatu meja yang sama dengan pembunuh orangtua kalian? Bahkan bubur labu yang seharusnya terasa manis, saat ini terasa sangat pahit layaknya racun. Menelannya pun membutuhkan usaha lebih, Peat seperti menelan kerikil dan paku secara bersamaan.
"Bagaimana kabarmu Peat?" Suara lembut dari sisi seberang membuat Peat mengangkat kepalanya dan menemukan Ratu yang tengah tersenyum padanya.
"Terimakasih atas perhatian dan kasih yang Yang Mulia berikan hingga saya semakin baik setiap harinya" Peat menundukkan kepalanya sedikit dan membalas senyum Ratu.
"Aku senang mendengarnya"
"Yang Mulia sendiri?"
"Tentu baik. Tak ada yang lebih menyenangkan dari makan bersama seperti sekarang. Apalagi melihat sepasang calon suami istri bermesraan didepanku" Ratu mengedipkan sebelah matanya, membuat Peat tersenyum simpul karena godaan Ratu. Peat tak malu, ia hanya merespon ratu sebagai bentuk dari sikap baik.
Seandainya Ratu tahu apa yang dikatakan puteranya padanya.
Tring
Bunyi yang ditimbulkan saat sendok membentur piring membuat semua mata tertuju pada sumber suara. Tampak Raja tengah menyeka mulutnya dan setelah itu matanya menatap semua orang diruangan setelah menurunkan kain penyeka mulutnya.
"Baiklah. Kupikir akan semakin lama jika aku harus menunggu kalian selesai makan-" Seketika Peat menjatuhkan tangannya yang masih memegang sendok dan melepaskan pegangannya pada sendok tersebut saat melihat mata Raja yang berhenti diposisinya.
"-karena tentu saja kita semua sibuk dengan urusan masing masing setelah ini. Seperti yang kita tahu jika Peat sudah melakukan pengambilan darah rutin dan beberapa hari yang lalu hasilnya sudah keluar"
Peat mulai menundukkan kepalanya disaat ia merasakan Fort menoleh kepadanya. Pria besar itu pasti akan menginterogasinya setelah ini. Hah...
"Bagaimana hasilnya Yang Mulia?" Fort kembali menolehkan kepalanya pada sang ayah, seolah ia sudah tau mengenai pengambilan darah yang Peat lakukan.
"Hasilnya tak baik nak. Ada beberapa kendala setelah pengecekan tersebut dan dokter menyarankan agar Peat segera dirawat"
"Noeul?"
"Bukan. Kita tentu tak bisa memberatkan Noeul dengan hal ini karena ia baru saja menikah dan harus mengurus Boss dengan baik."
"Apa penyakitnya Yang Mulia? Maaf jika saya terdengar terburu buru" Fort menundukkan kepalanya sesaat sebelum kembali menatap sang ayah. Hatinya menjadi sangat gundah mendengar kondisi buruk sang calon istri.
"Tak apa nak, ayah paham perasaanmu. Maaf Peat, sampai sekarang penyakit yang berada didalam tubuhmu belum teridentifikasi, sehingga dalam waktu dekat kau harus segera dirawat untuk perawatan dan pengobatan lebih lanjut"
Duarr
Bagai tersambar petir, seketika tubuh Peat membeku ditempat. Kepalanya menjadi kosong dan hampa seketika.
Apa ia sakit separah itu sampai sampai penyakitnya pun belum teridentifikasi? Tapi kenapa? Peat merasa ia sangat sehat selama ini. Bahkan Peat baru merasakan sakit pertama kalinya ketika ia menginjakkan kakinya di istana. Ia sama sekali tak menyangka jika selama ini ia membawa penyakit yang bahkan tak diketahui apa didalam tubuhnya.
"-at.."
"-eat.."
"-yang.. "
"Sayang.."
Peat merasakan guncangan ditubuhnya bersamaan dengan suara Fort yang menggema samar. Seketika Peat tersadar dengan napas yang terkesiap.
"Kau tak apa?" Mata rusa itu melihat raut khawatir dari pria besar didepannya. Alisnya tertekuk sedih dengan mata yang bersorot cemas.
Anggukan ringan Peat berikan diiringi dengan senyum tipis. Tangannya menepuk pelan tangan Fort yang masih bersarang dibahunya, seolah menyatakan dia baik baik saja.
"Maaf Yang Mulia jika saya lancang. Bisakah anda memberikan saya waktu paling lama satu bulan? Saya pikir saya harus menyelesaikan pelatihan saya terlebih dahulu sebelum menerima perawatan"
-----
Hembusan napas pelan dengan mata yang menatap lurus rumput luas dihadapannya, tangan Peat menyilang didepan dada dengan tubuh bagian sampingnya yang ia sandarkan pada tiang tinggi penyangga diteras Golden House.
Kembali Peat teringat dengan obrolan yang baru selesai setengah jam yang lalu. Fakta bahwa ia memiliki penyakit benar benar membuatnya shock. Selama ini ia berpikir jika ia adalah manusia paling sehat dimuka bumi karena ia tak pernah merasakan sakit sebelum datang ke istana.
Namun dugaannya salah, sepertinya ia sudah menimbun banyak penyakit selama ini didalam tubuhnya, sehingga hal tersebut menumpuk dan membuat penyakit baru yang tak teridentifikasi.
Tap
Tap
"Satu bulan? Menyelesaikan pelatihan? Cih, kau pikir kau bisa kembali kesini-
-Chaijinda?"
Degg
Peat segera menoleh pada sumber suara dengan tubuh yang juga ikut tegak lurus. Mata Peat membesar ketika melihat Perdana Menteri Jom lah yang beraninya memanggil nama belakang yang ia tutupi selama ini.
"Ba-bagaimana- Bagai-"
"Bagaimana aku bisa tahu?"
Pria tua itu segera memotong pertanyaan Peat dengan decihan remeh dari mulutnya.
"Ini sama sekali bukanlah hal sulit untukku. Dan hei Rare Species, kau pikir kau bisa kembali, heh?! Kau pikir aku akan tinggal diam dengan semua fakta busuk dibelakangmu? Apa kata rakyat nanti jika mengetahui Omega Agung mereka adalah seorang anak mafia? Aku yakin setelah memberitahukan ini pada semua orang tak akan ada tempatmu disini, bahkan di wilayah pendamping sekalipun" Mata tua itu menatap remeh kearah Peat, bahkan bibirnya mulai menyunggingkan senyum saat melihat raut wajah Peat yang berubah keras dan marah.
Jemari kurus putih itu tampak terkepal kuat, mata rusa itu tampak tajam menatap pria tua didepannya. Peat berusaha menelan bulat bulat emosinya untuk tak membalas semua perkataan Perdana Menteri Jom. Ia tak akan gegabah membeberkan informasi yang sudah ia peroleh dan membuat keadaan tak menguntungkan baginya.
Beruntung Raja menyetujui masa sebulan yang ia ajukan sebelum pengobatan dan perawatan. Peat harus memanfaatkan waktu sempit ini untuk menyelesaikan semua permasalahan.
Peat harus mengungkapkan jati diri sesungguhnya dari pria tua didepannya ini sebelum masa sebulan ini selesai.
TBC
Komentar
Posting Komentar