FORTPEAT - RARE SPECIES - 18
Plakkk
"Kau bisa mengatakannya baik baik! Membuat takut saja, Tsk!" Peat berdesis marah, tangannya memukul kepala belakang Fort cukup kuat sesampainya mereka diperbatasan hutan.
Fort hanya terkekeh sambil mengusap kepala belakangnya. Cukup kuat juga pukulan omega satu ini.
"Jika tak seperti itu aku tak bisa melihat wajah ketakutanmu, kkk... Apa yang kau pikirkan, huh? Ah... Jangan jangan-"
Plakkk
"Jangan gila! Aku tak mesum sepertimu!" Kini Peat memukul lengan Fort kuat. Matanya menatap tajam pria besar didepannya.
"Aw! Astaga! Bahkan aku belum mengatakan apapun. Tak kusangka kau berpikir seperti itu, dasar otak mesum" Wajah mengejek Fort perlihatkan pada omega dibelakangnya setelah memutar tubuhnya dan mulai berjalan mundur.
"Aku tidak!"
"Kau iya"
"Tidak!"
"Iya"
"Terserah"
Drap
Drap
Drap
Peat mempercepat langkahnya sambil menghentakkan kakinya cukup kuat. Ia tak mesum! Hanya saja Fort menatapnya seperti ingin! Bukankah wajar jika pikirannya menjadi sedikit- eum.. Ya, kalian tau- ah! Lupakan!
Peat melirik sekilas pria besar disampingnya yang tertawa terbahak bahak sambil memegangi perutnya, jika ia terus berdebat maka sangat jelas Fort akan semakin mempermainkannya. Peat lebih baik menunggu hingga tawa pria besar ini selesai.
"Ah.. Ha.. Haha, ekhem-" Fort mengusap ekor matanya yang basah dengan telunjuk, sangat menyenangkan menggoda omega satu ini.
"-Baiklah, kita berdamai oke? Aku tak akan menggoda otak mesummu lagi"
Peat mendelik kesal, membuat Fort kembali terkekeh pelan sebelum berhenti dan meraih tangan Peat untuk ikut berhenti bersamanya.
"Disini saja. Kurasa tempat ini sudah cukup sunyi" Peat mengangguk dan melangkah mundur hingga mereka bersisian. Badannya sedikit miring kearah Fort dengan lengan yang bersilang didepan dada.
"Ayo mulai"
Peat menatap Fort dengan lekat, kepalanya mengangguk seakan mengatakan jika ia siap untuk hal ini.
Grep
"Tunggu, tunggu! Kenapa kau membuka baju hah?" Peat buru buru menahan tangan Fort yang bergerak membuka kancing kemeja bajunya. Mata rusa itu terbelalak dengan aksi yang baru saja ia lihat. Suaranya meninggi karena panik.
Mata besar itu berputar malas namun diakhiri dengan kekehan ringan. Otak Fort kembali berpikir apakah ia harus kembali menggoda omega didepannya ini atau tidak.
"Jika aku memakainya lalu nanti robek, kau mau bertanggung jawab?" Fort menggerakan tangannya untuk melepaskan genggaman tangan Peat ditangannya. Kepalanya menggeleng tak percaya, werewolf mana yang tak mengetahui hal sepele seperti ini.
"Kau akan berubah besar? Bukan hanya ditumbuhi bulu?" Peat menurunkan tangannya sambil menatap Fort dengan mata penasaran. Mata rusa itu menatap Fort penuh harap akan jawaban.
Degg
Jantung Fort berdetak menjadi lebih cepat. Wajah mereka berjarak cukup dekat dan Fort benar benar melihat bagaimana indahnya iris cokelat terang itu. Alis yang rapi dan bulu mata yang lentik. Serta raut penasaran itu membuat Peat terlihat menggemaskan dan menawan.
Kenapa tiba tiba Fort merasa jutaan kupu kupu menggelitiki perutnya saat ini? Tenggorokannya pun terasa kering, membuat Fort menelan ludahnya dengan susah payah.
Flip
"... Lia? "
Flip
Flip
"... Mulia? "
Flip
"Yang Mulia?"
Fort terhenyak dengan kepalanya yang terbawa mundur ketika mendengar jentikan jemari serta panggilan dari Peat. Mata besar itu mengerjap cepat dengan kepala yang menggeleng kuat untuk mengembalikan kesadarannya.
"Ah.. Ya, sampai dimana tadi?"
"Kau baik Yang Mulia? Kau membeku selama beberapa detik" Raut Peat berubah khawatir dan entah kenapa Fort sangat menyukainya.
"Eum, y-ya. Aku baik, maaf. Sampai dimana kita tadi?" Fort melayangkan senyum tipisnya, selain ingin Peat menganggapnya baik, Fort juga ingin menyembunyikan dirinya yang tiba tiba gugup saat ini.
"Aku bertanya, apa kau akan berubah besar? Bukan hanya ditumbuhi bulu seperti yang terjadi padaku saat itu?"
Pria besar itu berdeham sebentar dan memperbaiki postur tubuhnya. Berusaha menetralisir rasa gugup yang tiba tiba saja menyerang.
"Ya. Shifting bukan hanya sebatas ditumbuhi bulu. Tubuhmu akan mengalami perubaham signifikan. Otot akan membesar dan struktur tulangmu akan berubah. Jadi secara sederhana shifting akan membuatmu menjadi serigala sesungguhnya. Namun tentu masih dapat dikendalikan karena kita adalah werewolf."
Peat mengangguk ringan, dan kemudian berjalan mundur sedikit jauh.
"Kau mau kemana? Tak jadi berlatih shifting?" Tanya Fort heran melihat Peat yang mundur cukup jauh hingga hampir bersembunyi dibalik salah satu pohon.
"Kau harus melepaskan semua pakaianmu. Aku tak ingin lihat. Aku akan menunggu disini sampai selesai" Peat menyandarkan tubuhnya dibalik pohon tinggi. Menaruh kedua telapak tangannya yang saling tumpang tindih dibelakang tubuhnya, tepatnya didepan bokong sebagai bantalan dari pohon. Pandangannya kini beralih menatap daun daun yang bergoyang diketinggian pohon.
"Lalu bagaimana caramu belajar jika tak melihatnya?" Fort berjalan mendekati Peat sambil membuka satu persatu kancing kemeja yang ia kenakan. Kakinya kemudian berhenti dipohon yang sama namun dengan posisi yang bertolak belakang.
"Sebutkan langkahnya, aku akan mendengarkan"
"Kita tak bisa membuang waktu seperti ini. Begini saja, aku tak akan melepas celana pendekku agar kau tetap bisa melihatnya. Bagaimana?" Fort kini beralih membuka celana bahannya dan menaruhnya disisi pohon dimana bajunya juga ia taruh disana.
"Eum...-"
"Apa bertelanjang dada masih membuatmu birahi?"
"Bukan seperti itu!" Fort terkekeh mendengar protes Peat, Fort berani jamin jika wajah omega itu tengah merungut disertai perasaan kesal.
"Hah... Yasudah"
Tap
Tap
Peat kembali keluar dari persembunyiannya. Matanya hanya menunduk tak mau diangkat.
"Tatap aku."
Mata dengan iris cokelat terang itu dengan cepat terbuka dan menatap wajah sang alpha. Jari tangan Peat yang berada didepan perut kini bertaut acak, memperlihatkan jika Peat sangat gugup saat ini. Wajahnya terasa panas dan Peat yakin sudah memerah, untung saja mereka berlatih pada malam hari, jadi penerangan redup dari bias lampu taman serta cahaya bulan dapat menutupi wajah kemerahannya.
"Aku mulai"
-----
Leher Peat memanjang dan bergerak kekanan kekiri, sorotnya menatap khawatir kedalam hutan. Jika dikira kira, sudah 40 menit Fort masuk kedalam hutan dan belum kembali sampai saat ini.
Serigala hitam itu berlari kedalam hutan tepat setelah berubah sempurna menjadi wujud serigala. Peat bahkan belum sempat selesai dari rasa takjubnya dan serigala hitam itu sudah menghilang dari pandangannya.
Hal yang sangat menarik baru saja Peat saksikan. Peat dengan mata kepalanya sendiri melihat bagaimana tubuh manusia berubah menjadi seekor serigala yang sangat besar. Gejolak dalam dirinya sangat ingin segera mempraktekan hal yang baru saja ia dapatkan dari Fort, namun Peat masih takut jika ia tak diawasi dengan baik akan menimbulkan kekacauan yang tak perlu. Jadi Peat akan mencobanya lain kali saja atau ketika sendirian. Sepertinya jika sendiri dan ia berada dalam masalah, ia dapat menghilang dan tak menimbulkan kendala apapun untuk kerajaan.
Drap
Drap
Drap
Bunyi langkah cepat yang seperti berlari memenuhi gendang telinga Peat. Dari kejauhan ia melihat kilauan biru muda dari sepasang mata yang dengan cepat bergerak maju. Peat tersenyum lebar bersamaan dengan kehadiran serigala hitam yang kini berada dihadapannya.
Namun ada yang aneh.
Tetesan cairan pekat keluar dari mulut serigala hitam itu. Peat berjengit ketika serigala besar dihadapannya mengeluarkan tiga ekor kambing yang hampir putus kepalanya dari dalam mulutnya.
Bugh
Tiga ekor kambing yang sudah mati itu jatuh diatas tanah tepat didepan Peat. Bahkan satu kepala dari kambing putus dan menggelinding menyentuh ujung sandal yang Peat gunakan.
"Yang Mulia?" Serigala itu menggeram rendah, kepalanya menggeleng tanda menolak panggilan dari Peat.
"Judy?" Serigala hitam itu pun kembali menggeram namun tak diselipi gelengan, melainkan diiringi purring sebagai tanda setuju.
Tangan Peat bergerak keatas berusaha mencapai kepala Judy yang jauh lebih tinggi darinya. Judy yang sadar jika Peat ingin mengelus kepalanya, menurunkan tubuhnya hingga sepenuhnya bersentuhan dengan tanah. Kepalanya juga ia taruh beralaskan tanah hingga Peat dapat dengan mudah menyentuh puncak kepalanya.
Peat berjalan satu langkah kedepan agar dirinya lebih dekat. Bukannya malah takut, Peat kini merasa sangat aman dan nyaman dengan serigala hitam raksasa ini. Bahkan ketika mulut serigala itu masih meneteskan cairan pekat yang terlihat seperti darah pun tak membuat Peat surut.
Puk
Puk
"Terimakasih Judy, kau sudah membawa makanan untukku" Peat tak tahu kenapa ia berkata seperti itu. Jelas ia tak memakan kambing mentah lengkap dengan bulu dan kulit yang masih terpasang. Tapi instingnya berkata lain, jadi tanpa sadar ia berucap sesuatu yang bahkan tak pernah ia pikirkan.
Suara purring Judy semakin nyaring ketika Peat terus membelai kepalanya. Membuat Peat tersenyum hangat karena Judy juga merasa nyaman bersamanya.
"Ah, tunggu sebentar" Peat kemudian menarik sedikit ujung lengan kemejanya hingga menutupi separuh telapak tangannya. Mengarahkannya kembali ke Judy, lebih tepatnya kesisi mulut Judy yang masih terlumuri darah. Lengan baju milik Peat sudah berubah warna menjadi kemerahan setelah membersihkan sisi mulut Judy. Tak ada rasa jijik. Peat hanya tersenyum manis sambil terus membersihkannya.
'Terimakasih'
'Oh! Aku mendengarmu! Kita bisa berbicara?'
Peat berseru dalam pikirannya ketika mendengar suara Judy, bersamaan dengan ekor Judy yang kini melengkung kebelakang tubuh Peat dan melilitkannya pelan pada tubuh Peat sebelum membawanya kearah dada.
'Tentu. Kau adalah istriku, sayang.'
'Wah, ini keren! Apa kau juga bisa berbicara dengan Nick?' Peat menyamankan posisinya dalam gulungan bulu ekor milik Judy, tangannya mengusap lembut bulu bulu yang berada dihadapannya
'Ya, Peat'
'Nick!'
'Kalian berdua istriku. Tentu aku bisa'
'Bagaimana dengan Fort?'
'Hanya aku yang bisa terhubung dengannya saat ini. Apa kau tak merindukanku Nick? Kau bahkan menanyakan pria lain'
'Ck, dan pria lain itu adalah suamiku juga'
Peat terkekeh mendengar perdebatan dua serigala didalam kepalanya. Ini sangat menarik! Tak pernah terpikir olehnya bisa melihat Judy dan Nick berbicara secara langsung. Tapi Peat merasa menjadi orang ketiga disini, ia seperti memergoki sepasang kekasih yang saling cemburu satu sama lain.
'Kau mengantuk Peat?'
'Lumayan, Judy sangat hangat'
'Tidurlah sayang. Aku hanya akan berbicara dengan Nick setelah ini.' Judy mengusap kepala Peat dengan ujung hidungnya sebelum memperbaiki posisi ekornya untuk menutupi tubuh Peat agar tak kedinginan karena udara malam.
'Selamat malam Judy, selamat malam Nick'
-----
Pria besar dengan kulit kecokelatan itu meregangkan tubuh berototnya dihadapan jendela kamar yang terbuka lebar. Ia pun melirik sekilas kebelakang dimana omeganya masih tertidur pulas diatas ranjang.
Energinya terkuras habis. Semalam suntuk hingga menjelang pagi, Fort mengeluarkan energi yang cukup banyak untuk mempertahankan bentuk serigala Judy. Shifting sebenarnya adalah bentuk pertahanan dari werewolf. Jadi sebagai master, Fort memegang kendali penuh terhadap shifting.
Awalnya Fort hanya ingin menunjukkan cara shifting pada Peat, dan memberi kenang kenangan padanya dalam bentuk buruan. Namun melihat bagaimana bahagianya Peat, Nick dan Judy dalam kejadian semalam, membuat Fort tak tega untuk menyudahi shifting miliknya.
Setelah beberapa peregangan, Fort akhirnya berjalan menuju ruang kerjanya. Perkembangan penyelidikannya menjadi sangat aneh. Dan Fort harus kembali membacanya.
-----
Tangan besar itu tampak menurunkan kacamatanya. Sedikit melemparnya keatas meja kerjanya dan mulai memijit pangkal hidung tersebut.
Kepala Fort berdenyut. Setelah kembali membaca hasil penyelidikannya, Fort menemukan beberapa hal janggal dari sana. Struktur organisasi dari perdagangan manusia itu tak hanya mengatur mengenai perdagangan manusia saja, namun juga narkoba dan senjata ilegal. Bahkan Fort juga menemukan bukti adanya transaksi pinjaman ilegal yang baru beroperasi selama dua bulan ini.
Fort tau jika kegiatan ilegal seperti ini memang ada. Tapi bukankah organisasi tersebut sudah lama hilang? Bahkan hampir satu dekade lamanya Fort tak mendengar organisasi mafia tersebut beroperasi.
Dan kini semua bukti mengerucut pada organisasi tersebut. Jinda God's. Organisasi mafia yang sangat terkenal pada jamannya.
Ponsel yang berada diujung meja segera Fort raih. Jemarinya sibuk mengotak atik ponsel tersebut sebelum mendekatkannya ketelinga. Jemarinya yang tak memegangi ponsel kini mengetuk pelan meja dalam ritme teratur. Wajah lurusnya tampak menunggu seseorang diseberang sana untuk mengangkat telpon.
Pip
"Ah, Max. Ada hal lain yang perlu kau cari tau"
-----
Pria kecil yang terlelap itu mulai menggeliat dalam tidurnya. Suara dari jarum jam mulai mengusik pendengarannya. Sebelah mata rusa itu terbuka dan mulai menelisik sekitar. Tubuhnya perlahan bangun hingga duduk sempurna diatas kasur. Kedua tangannya terangkat keudara untuk meregangkan seluruh persendiannya yang kaku setelah tidur.
Usapan kasar diwajahnya yang diiringi dengan desahan membuat Peat sepenuhnya tersadar. Kembali matanya berkeliling mencari sipemilik kamar, namun nihil, ia tak menemukam siapapun selain dirinya didalam kamar luas ini.
Tak lagi terkejut ketika dirinya yang tiba tiba bangun dikamar Putera Mahkota.
Pria besar itu tak akan berpikir dua kali untuk membawa Peat kekamarnya sendiri, tentu saja Fort akan memilih semua hal yang akan memudahkan dirinya. Dan apalagi James yang kemungkinan besar masih tertidur dikamarnya, jelas kamar Putera Mahkota adalah pilihan terbaik saat ini.
Peat bergerak menuruni ranjang. Pria kecil itu berjalan sambil menyisir rambutnya beberapa kali kearah belakang. Pukul 8 pagi dan ia harus segera bersiap untuk sarapan dan memasuki kelas pelatihan hari ini.
"Stop!" Suara sorakan dari salah satu ruangan yang pintunya sedikit terbuka membuat Peat segera berhenti dan menoleh kesamping. Mata rusa itu melihat sosok besar yang ia cari tengah berjalan kearahnya dari dalam ruangan tersebut.
"Yang Mulia. Maaf, aku mencarimu untuk berpamitan tap-"
"Bukan itu. Nanti malam akan ada pesta untuk melepas Boss dan Noeul di club milik Net. Kau mau ikut?" Potong Fort cepat. Perkataannya lebih penting dibandingkan alasan dari Peat.
"Ya. Aku mau"
-----
Mata rusa itu menatap cairan cokelat bening yang berada dalam gelas yang ia genggam. Menggoyangkannya sedikit sebelum mencium aroma alkohol tersebut.
"Ugh!" Peat mengeluh ketika aroma kuat mencapai indra penciumannya.
Bukan karena kadar tolerir alkohol Peat yang rendah. Peat hanya tak menyukai alkohol karena baunya yang cukup menyengat.
Tak
Peat kembali menaruh alkohol tersebut keatas meja kaca didepannya dan memilih melihat pertunjukan yang sudah berlangsung hampir satu jam. Dimana sepasang kekasih yang sebentar lagi akan menikah tengah mabuk dan saling bertukar ciuman dibagian depan ruangan.
Catat. Satu jam!
Entah bagaimana cara mereka menikmati ciuman selama itu. Apakah oksigen kini tak lagi diperlukan?
Disampingnya terdapat James yang juga dalam posisi yang sama sepertinya. Duduk bersandar pada sofa dan ikut memandangi sepasang kekasih tersebut, namun James duduk dengan tangannya yang bersilang didepan dada dan kaki yang juga bersilang saling tumpang tindih. Ck, bahkan James lebih cocok menjadi bangsawan kelas atas dibandingkan semua orang yang ada disini. Lihatlah bagaimana anggunnya pria satu ini.
Disofa bagian lain, terlihat Net yang sudah terlelap dengan separuh tubuhnya mengawang karena tubuhnya yang tertidur dipinggir sofa. Sedangkan Fort tak tahu dimana, sepuluh menit yang lalu pria itu pergi dengan ponselnya dan belum kembali sampai sekarang.
Peat menghembuskan napas panjang. Hampir dua jam ia disini dan kini ia merasa sangat bosan. Tujuannya kesini bukan hanya pesta, tapi juga mencari beberapa hal yang bisa ia jadikan bukti. Apalagi club ini dicurigai sebagai tempat transaksi terjadi. Jadi ia harus membawa pulang beberapa informasi untuk dikumpulkan.
Pertemuannya saat itu dengan Khun Tan masih mengalami beberapa kendala. Yakni identitas sebenarnya dari Net yang sama sekali tak ditemukan titik terang. Net tak terkait dengam asosiasi manapun bahkan keluarganya tak diketahui. Peat sangat penasaran siapa yang berada dibelakang pria ini sebenarnya.
Mata rusa itu kembali melirik James yang berada disampingnya. Pria cantik itu sudah tertidur. Kepalanya sudah bersandar penuh pada sandaran sofa dengan dada yang naik turun teratur.
Dengan pergerakan yang sangat hati hati, Peat berjalan menuju pintu keluar. Sekarang waktunya ia mencari beberapa bukti untuk keperluan penyelidikannya.
-----
Dentuman musik keras membuat lautan manusia yang berada diatas lantai dansa meliuk mengikuti irama. Pria bermata rusa yang baru saja masuk ke hall utama, mulai mencoba berbaur ketengah tengah manusia mabuk yang menikmati musik. Gelapnya suasana yang hanya diterangi lampu disko membuat wajahnya tak terlalu nampak. Sehingga memudahkan Peat untuk berbaur dan mencari informasi yang ia butuhkan.
"Kau tak pergi?"
"Kemana?"
"Biasa"
"Ah, bukankah ruangannya diganti?"
"Ya, kabarnya jumlah mereka menurun. Jadi ketua mengganti ruangannya"
Pria kecil bermata rusa itu semakin dekat pada sumber suara, perasaannya mengatakan apa yang dibicarakan dua pria itu berkaitan dengan apa yang ia perlukan.
"VIP F2"
Tanpa sadar bibir tipis itu menyunggingkan senyum sambil terus meliuk menikmati musik dan perlahan keluar dari kerumunan.
"VIP F2"
-----
Peat akhirnya sampai dilantai 7 dari club. Tepatnya dilantai yang hanya berisikan ruangan VIP yang kabarnya biasa disewa oleh para pejabat wilayah. Baiknya lantai ini merupakan lantai yang bersih dari pengawasan dan CCTV. Demi menjaga citra baik dari para pejabat, lorong hingga ruangan tak diizinkan memiliki penjaga maupun kamera pengawas.
Bermodalkan nama James yang Peat yakini menerima perlakuan khusus dari pemilik club serta title nya sebagai calon Omega Agung, Peat diizinkan naik dengan catatan hanya untuk istirahat. Sekarang pukul 10 malam, dan wajar saja jika ia membutuhkan kamar pribadi untuk dirinya beristirahat. Bahkan Peat mendapatkan kunci kamarnya sendiri dari petugas yang menjaga gerbang lantai 7.
Tap
Tap
Tap
Peat melangkah pelan sambil menelisik setiap nomor kamar yang terpasang didepan pintu.
Flip
Peat menjentikkan jarinya bahagia ketika melihat nomor kamar yang ia cari akhirnya ia temukan. VIP F2. Dan bagusnya pintu itu juga sedikit terbuka.
Tapi ini aneh.
Jika benar terjadi pelelangan, dengan pintu yang masih terbuka seperti itu seharusnya suasana disini sedikit ramai. Namun sekarang suasananya terlalu hening untuk sebuah acara pelelangan.
Dengan cepat Peat melangkah menuju kamar itu. Memposisikan tubuhnya diantara kunsen dan daun pintu serta sedikit mendorong pintu tersebut agar terbuka sedikit lebih lebar.
Degg
Jantung Peat serasa berhenti berdetak. Mata rusa itu membelalak, tubuhnya mematung tanpa pergerakan sedikit pun.
Didalam sana ia melihat Fort tengah duduk bersandar pada kepala ranjang sambil menatap seseorang yang sudah bertelanjang bulat dengan tatapan memujanya. Perlahan wajah mereka mulai mendekat hingga ujung hidung mereka terlihat saling bersentuhan.
Dengan mata kepalanya sendiri, Peat melihat pria telanjang itu mengecup pipi Fort untuk menggodanya. Raut wajah Fort terlihat begitu mendamba. Pria besar itu memegang pinggang ramping pria itu dan mulai membalikan posisi mereka.
"Astaga, Nat!" Peat dengan sigap menutup mulutnya ketika tanpa sengaja memekik rendah saat melihat wajah familiar sang submisif. Air mata tanpa sadar menggenang dipelupuk mata rusa itu, meneteskan satu persatu cairannya hingga akhirnya mengalir deras layaknya arus sungai.
"Argghh" Raungan kesakitan Peat keluar bersamaan dengan dua manusia yang kini saling bercumbu diatas ranjang.
Sekuat tenaga Peat mencoba meredam raungannya agar tak menarik perhatian siapapun. Kepalanya berdenyut kuat, tangannya berpindah menarik kedua sisi rambutnya, mencoba menghilangkan denyutan yang semakin menjadi.
Bugh
Tubuh itu jatuh, menghantam karpet lorong cukup kuat. Tubuh Peat kini memanas, rasa terbakar mulai menjalari seluruh tubuhnya. Lehernya sudah memerah sempurna. Pembuluh darah tercetak dimana mana, seakan mereka ikut bertarung melawan rasa sakit yang Peat terima. Peat menggigit bibir bawahnya sangat kuat hingga mengeluarkan darah. Matanya memerah dan membelalak karena kesakitan. Tubuh itu meringkuk, mencoba mengurangi rasa sakit yang ia rasakan. Namun tak ada yang berhasil, semua usaha untuk mengurangi rasa sakit ditubuhnya hanyalah sia sia. Hingga akhirnya Peat kalah. Pria cantik itu pingsan dengan tubuh yang meringkuk kedalam.
Drap
Drap
Drap
"Angkat dia dan masukan ke mobil. Kita harus mengantar calon Omega Agung kembali ke istana"
"Baik Khun"
Pria dengan rahang tajam tersebut menatap sendu pria kecil yang terkulai lemas tak sadarkan diri itu. Menghela napas berat ketika bawahannya mulai mengangkat tubuh Peat untuk dibawa.
'Maafkan aku Peat'
TBC
Komentar
Posting Komentar