FORTPEAT - RARE SPECIES - 17

Jendela lebar dan tinggi itu terbuka hingga tirai yang terpasang bergerak searah kedalam kamar karena tiupan angin. Seorang pemuda berkulit tan tampak berdiri dibalik jendela tersebut dengan bagian tubuh atas yang tak tertutupi sehelai benang pun. Tangannya bersilang didepan dada dengan mata yang lurus menatap waduk didepannya. Lebih tepatnya menatap seseorang yang tengah duduk dipinggir waduk dengan beberapa lemparan batu dari tangannya ketengah waduk.

Fort tak mengerti. Kenapa pria kecil yang duduk dipinggir waduk itu marah padanya siang ini. Bukankah seharusnya ia yang marah?

Disini kronologi yang terjadi bukanlah Fort yang berduaan atau berselingkuh, melainkan Peat yang melakukannya. Yah meskipun tak bisa dikategorikan sebagai selingkuh, tetap saja mereka berdua berbicara dengan mata saling menatap, belum lagi dilorong panjang itu hanya diisi oleh mereka. Bukankah wajar Fort marah?

Tunggu!

Jangan katakan jika Peat mulai gila. Shit! Apa semua pelatihan ketat itu menguras otaknya? Demi Tuhan! Fort tak ingin menikahi pria gila! Sudah cukup baginya mendapatkan pendamping yang dingin dan kasar seperti ini, dan sekarang akan ditambah gila?! Oh, tidak!

Fort kemudian bergegas menuju walk in closetnya dan mengambil baju untuk ia kenakan. Tak formal dan juga tak lusuh, hanya kemeja hitam karena dirinya tak lagi berkerja saat ini. Begitupun dengan celana bahan abu abu yang ia kenakan, membuat tampilannya menjadi semi formal dan cukup untuk menjaga martabat tahtanya.

Setelah merapikan sedikit rambutnya, Fort bergegas berjalan keluar dari kamar. Pikirannya kini tertuju pada pria kecil yang masih betah untuk duduk sendirian dipinggir waduk.

Kaki panjang itu berjalan dua kali lebih cepat dari biasanya, tak juga menyahuti setiap sapaan yang diarahkan padanya disepanjang perjalanan.

Tap

Srett

"Maaf Yang Mulia" Seseorang dengan tubuh yang hampir sama besar dengan Peat tiba tiba menghalangi jalan Fort. Pria itu juga menunduk dalam dengan hanya menampakan puncak kepalanya saja.

"Khun Peat sedang tak ingin diganggu. Saya harap Yang Mulia mengerti" Dengan posisi yang masih dipertahankan, James melontarkan kalimat tersebut atas perintah dari tuannya.

"Cih. Kau pikir aku akan mendengarkanmu? Dan lagi, posisiku lebih tinggi dari Peat, jadi semua perintahnya tak berlaku untukku"

Fort berniat berjalan memutari tubuh James yang menghalanginya namun dengan cepat James kembali menghalau Fort dengan posisi menunduk yang ia pertahankan.

"Maafkan saya Yang Mulia"

"Hah.. Baiklah. Sepertinya keras kepalamu tak jauh beda dengan Tuanmu. Dan bahkan aku tak bisa menyentuhmu karena kau adalah fated pair dari teman bajinganku-"

Untuk pertama kalinya James sangat berterimakasih pada Moon Goddes yang telah menjadikannya sebagai fated pair dari Net. Setidak kali ini label itu menyelamatkan hidupnya. Bukan tak mungkin putera mahkota akan membunuhnya hanya dalam sekali pukulan ringan.

"-Setelah dia selesai, suruh dia pergi keruanganku. Jika dia menolak, paksa. Jika dia masih tak mau, kau yang akan bertanggung jawab" Dengan tangan yang berkacak pinggang, Fort kembali masuk ke mansionnya dan langsung berjalan menuju kamarnya.

-----

Brakk

"Argh! Sialan! Kenapa bisa mati, hah?!"

Bugh

Sebuah kepalan kuat melayang disalah satu pipi bawahan yang baru saja melaporkan kejadian buruk pada Net. Pria dengan rahang tajam itu tampak marah dengan mata yang membelalak besar dan dada yang naik turun.

Bugh

Pukulan kedua ia layangkan dengan ujung sepatu kulitnya kearah perut dari bawahan yang sudah terjatuh terbaring diatas lantai.

"Bajingan!"

Bugh

"Sialan!"

Bugh

"Brengsek!"

Bugh

Pukulan bertubi tubi diiringi dengan umpatan kasar keluar dari Net. Amarahnya memuncak ketika mendengar berita buruk dari pria yang sudah dipenuhi lebam diwajahnya ini. Bagaimana tidak, jika Net menghantam seluruh sisi tubuhnya tanpa ampun.

Srettt

Buku buku tangan yang sudah diisi bercak darah itu menarik kasar kerah kemeja putih sang bawahan dan mengangkatnya hingga separuh tubuh itu melayang diudara.

"Jelaskan!" Mata memerah emosi itu menatap bengis bawahannya.

"Ma-maafkan saya Khun. Beberapa anggota mulai- mulai melecehkan mereka hingga tak berdaya. Lalu-"

Bugh

"Biadab!"

Net menghempaskan tubuh yang sudah dipenuhi luka itu menghantam lantai keras dibawahnya. Dadanya naik turun semakin cepat, bahka suara napas memburu itu terdengar menggema. Net menengadahkan kepalanya menghadap langit langit, mencoba menghirup oksigen sebanyak banyaknya untuk meredakan emosinya.

Tak ada yang becus! Para anggota sialan itu hanya memikirkan selangkangan dan kepuasan batin mereka sendiri.

Net tau jika ia pun bukan manusia yang memiliki sikap sebaik itu. Tapi sampai membunuh? Hah.. Dia juga tak sekeji itu!

"Berapa orang?" Net berkata dengan tangan yang memijit pelipisnya yang berdenyut.

"Ma-maksud-"

"Berapa orang yang melecehkan?! Apa kau tuli?! Sudah cukup menjadi bodoh dan sekarang tuli?! Sial! " Bibir tipis itu mengumpat, kebodohan bawahannya membuatnya lagi lagi naik pitam.

"Sepuluh"

"Pecat mereka! Ah, tidak. Mata dibalas mata, gigi dibalas gigi. Eksekusi mereka!" Net dengan nada yang mulai menurun membalikan tubuhnya hingga kembali menatap tajam kearah sang bawahan.

Pria yang masih terbaring itupun buru buru berdiri dan membersihkan pakaiannya.

"Baik Khun. Akan saya laksanakan" Pria itu menundukkan kepalanya dalam tanda menuruti perintah atasannya.

"Ah! Tak boleh ada yang tersisa, jika tidak, aku sendiri yang akan mengeksekusimu. Pergi!"

Pria dengan pakaian yang sudah tak rapi itu buru buru meninggalkan ruangan dengan setengah berlari. Meninggalkan tuannya yang kini tampak mulai menelepon seseorang diseberang sana.

"Ayah. Aku ingin bertemu"

-----

Hidung dengan penciuman tajam itu mulai mengendus bau disekitarnya. Aroma familiar yang selalu ia sukai tercium tipis. Rasa bahagia seketika hadir, bibir penuh itu tersenyum layaknya seseorang yang mendapatkan hadiah kesukaannya.

Cklek.

"Apa mau-"

"Peat!"

BLAM

"Judy?" Dahi itu berkerut bingung sambil menatap pria besar yang tengah duduk dibalik meja kerja.

Pendengarannya tak mungkin salah. Suara berat kali ini Peat yakin bukanlah Fort, melainkan Judy.

"Yeah, it's me. Ayo kesini. Biarkan aku memelukmu" Judy merentangkan tangannya sangat lebar, layaknya anak kecil yang ingin memeluk ibunya. Mata besar itu pun berbinar lucu. Membuat Peat tersenyum tipis.

"Tidak. Aku sedang marah. Aku tak mau memelukmu" Peat berjalan melewati meja kerja dengan tangan yang bersilang didepan dada. Bibirnya juga mencebik layaknya orang merajuk.

"Hei sayang. Jangan begitu, ini aku, Judy. Bukan Fort"

'Ck! Aku tak membuatnya marah bodoh! Hanya dia saja terlalu sensitif'

Mengabaikan ucapan Fort, Judy beranjak dari posisinya dan berjalan menuju Peat yang sudah duduk diatas sebuah sofa tunggal diruangan tersebut.

"Sama saja. Wajahnya juga wajahmu, anggap saja jika kini aku marah karena melihat wajahmu" Peat membuang wajahnya kesamping, tak ingin melihat Judy yang kini duduk bersila diatas karpet dan mencoba meraih kedua tangannya.

"Alright. Maafkan aku, aku salah Peat. Maafkan aku menyakiti hatimu sayang. Maafkan aku"

Cup

Cup

Judy mengecup kedua punggung tangan itu bergantian dengan mata yang tak lepas dari wajah Peat. Bibir penuh itu menyunggingkan senyum ketika melihat Peat juga tersenyum karena tingkahnya.

Serigala ini terlalu manis. Peat sampai tak tahan untuk tak tersenyum, bahkan perutnya menjadi sangat geli ketika Judy memperlakukannya demikian. Jujur saja, Peat belum pernah diperlakukan sespesial ini. Jadi- rasanya cukup aneh bagi Peat.

"Maafkan aku sayang. Ya?" Judy menggoyangkan tangan Peat pelan, mencoba meluluhkan hati Peat dengan tingkah menggemaskannya.

"Kkk.." Kekehan itu keluar dari mulut Peat. Ini terlalu lucu! Bayangkan seorang pria dengan kulit kecokelatan dan tubuh besarnya bertingkah lucu layaknya seorang bayi. Ugh! Peat tak kuat!

"Kau memafkanku?" Judy memiringkan kepalanya lucu, mencoba menarik mata rusa itu untuk menatapnya.

Peat memutar arah pandangnya, kini kepalanya secara sempurnah melihat kreatur besar didepannya. Wow! Peat baru sadar, bahkan ketika pria ini duduk dilantai dan ia duduk diatas sofa. Tinggi mata mereka hampir sama, hanya berbeda beberapa sentimeter dalam ketinggian.

"Eum! Karena kau sangat manis aku memaafkanmu" Peat mengangguk lucu, sudut bibirnya kemudian terangkat membentuk senyum lebar dengan mata rusa yang tenggelam layaknya bulan sabit.

Srett

Grep

"Yes! Akhirnya. Oh sayang, aku sangat merindukanmu" Judy bergegas berdiri dan memeluk tubuh kecil didepannya, menelusupkan wajahnya diceruk leher itu dan menghirup sebanyak banyaknya aroma memabukan yang selalu ia sukai.

Cup

"Aw!"

Hap

Setelah mengecup ceruk leher itu singkat dan diiringi pekikan ringan Peat, Judy kemudian mengangkat tubuh kecil itu sehingga membuat Peat reflek memeluk leher Judy disertai kaki yang juga melingkar mengunci dipinggang Judy. Pria besar itu kemudian memutar tubuhnya dan menggantikan Peat untuk duduk disofa.

Buk

"Ah.. Begini lebih baik. Benar bukan?" Judy semakin menelusupkan wajahnya keceruk leher Peat dan kembali menghirup aroma itu dalam.

"Kau tak ingin bertemu Nick, hm?" Ujar Peat dengan tangan yang membelai surai hitam Judy lembut. Dua kecupan pun tak luput untuk Peat tinggalkan di bahu bidang tersebut.

"Kau sudah bisa berganti ruh sayang?"

"Lumayan. Aku sudah berganti ruh dua kali, dan hasilnya tidak buruk"

"Istriku memang hebat" Judy menjauhkan wajahnya dan mengusai rambut Peat lembut. Membuat keduanya saling melempar senyum kecil diantaranya.

"Sayang"

"Hm?"

"Boleh panggilkan Nick?"

"Eum, oke"

-----

Tok

Tok

Tok

"Ya, masuk" Suara yang berasal dari dalam ruangan membuat pria tua yang baru saja mengetuk pintu kayu tinggi itu membukanya perlahan.

"Selamat pagi Yang Mulia" Dengan kepala yang tertunduk, pria itu memberi salam hormat kearah Raja yang tengah bergelut dengan tumpukan dokumen diatas meja.

"Ah, Perdana Menteri. Silahkan duduk. Ada berita apa sampai kau sendiri yang datang kesini?" Raja melepaskan kaca mata bacanya dan kemudian menaruhnya diatas meja, lalu ia membawa kakinya untuk duduk disofa yang berada ditengah ruangan.

"Ini mengenai hasil dari tes darah yang kita lakukan pada Khun Peat, Yang Mulia"

Perdana Menteri Jom segera membuka topik begitu mendudukan tubuhnya diatas sofa yang berada disisi kanan ruangan. Matanya bergerak sejalan dengan pergerakan Raja yang menghampirinya.

"Bagaimana? Jelaskan."

Perdana Menteri Jom menempatkam setumpuk dokumen yang ia bawa dan ia taruh diatas meja kaca dihadapannya. Menyerahkannya pada Raja untuk dibaca dan ditelaah.

"Tidak baik Yang Mulia. Kejadian ini sama seperti seratus tahun yang lalu. Darah Khun Peat mengandung racun dengan kadar tinggi yang bisa menjadi senjata manusia. Bukan hanya berbahaya bagi dirinya, tapi bagi kita semua. Terutama Putera Mahkota. Jika sempat darah Khun Peat mengenainya, maka kita akan berada didalam masalah besar, karena darah itu mematikan. Belum lagi jika keberadaan dan kondisi Khun Peat diketahui wilayah lain. Mereka akan berusaha merebutnya untuk dijadikan senjata bagi militer mereka"

Raja yang tengah membolak balik dokumen yang ia terima mengangguk ringan, ia paham kekhawatiran dari Perdana Menteri.

"Tapi jika kita menyembunyikannya dengan baik bukankah itu lebih bagus? Kurasa keputusan kakekku terdahulu adalah hal yang gegabah. Kurasa kita bisa memanfaatkan hal seperti ini"

"Masalahnya jika kita memilih memanfaatkan Khun Peat, kita harus membicarakan hal ini pada Putera Mahkota sebagai pemegang kekuasaan penuh dari militer. Aku rasa dia tak akan membiarkan fated pairnya menjadi senjata manusia"

"Kau benar. Dia tak akan mau." Raja mendesah, gila ia berpikir akan berdiskusi hal seperti ini dengan Fort, sudah jelas ia akan melindungi omeganya.

"Tenang saja Yang Mulia. Saya sudah menyusun rencana jika Yang Mulia ingin memanfaatkan Khun Peat sebagai senjata manusia" Perdana Menteri Jom melemparkan senyum ringannya untuk membuat Raja yakin padanya.

"Katakan. Aku ingin mendengarnya"

-----

Ditengah padang rumput luas yang berada disisi istana dan berbatasan langsung dengan hutan. Tampak seorang pria dengan tubuh kecilnya duduk ditengah tengah padang rumput itu dengan posisi bersila. Matanya terpejam dengan telapak tangan yang saling menangkup didepan dada.

Disekitarnya terlihat seorang wanita cantik dengan rambut panjang terurai berjalan mengelilingi pria kecil tersebut. Kayu panjang dengan diameter kecil itu tampak mengayun ringan dari tangan yang dibawa kebelakang oleh wanita cantik itu.

"Atur pernapasanmu dengan baik. Proyeksikan air yang kau lihat saat ini sebagai lorong besar yang dapat mempertemukanmu dengan Moon Goddes nantinya" Suara halus dari wanita itu membuat Peat mencoba lebih memfokuskan pikiran bawah sadarnya.

Benar. Kini ia tengah berlatih dengan guru praktisi spiritualnya. Luna. Wanita cantik dan modis untuk seukuran guru spiritual.

Kata Luna perkembangan Peat cukup pesat dari pertemuan pertama mereka. Peat sudah mampu berkomunikasi dengan baik melalui mindlink dengan Nick, dan bahkan Peat menceritakan jika ia sudah bisa berganti ruh dengan Nick, meskipun ketika didalam Peat tak bisa mendengarkan percakapan Judy dan Nick saat itu. Tapi untuk berganti dengan Nick, Peat sudah dapat dikatakan sukses.

Kini ia diajari untuk berkomunikasi dengan Moon Goddes. Sebelumnya Peat belajar caranya membuat portal dalam pikirannya yang juga dibantu oleh Nick dari dalam, membuatnya dapat membuka portal tersebut cukup cepat dari seharusnya. Inilah yang Luna katakan tempo hari, Peat harus menyelaraskan dirinya dengan Nick agar dapat memperlancar pekerjaan mereka.

Setelah portal yang diinginkan terbuka, Peat dengan nyata melihat hamparan hutan yang sangat indah dan apik. Rimbun dari segala pepohonan membuatnya sedikit teduh dan menyejukkan. Namun hal itu tak menghalangi sinar matahari untuk menerpa daerah tersebut. Beberapa langkah dari posisinya saat ini, terlihat ada danau dengan ukuran yang cukup besar, sisinya yang tak tertutupi pepohonan, langsung diterpa sinar cerah dari matahari. Di udara pun burung berterbangan dengan kicauan kecil yang mereka keluarkan, dari arah danau pun terlihat beberapa ikan yang melompat keluar dan kemudian kembali masuk kedalam. Sepi namun sangat menenangkan.

Kini atas instruksi Luna sebelumnya, Peat duduk diatas sebuah batang lapuk yang sudah rebah dan berada tepat disisi danau. Ia kemudian diperintahkan untuk memproyeksikan air danau didepannya membentuk sebuah lorong yang dapat dijadikan sebagai media bertemu Moon Goddes.

Berulang kali Peat berusaha memfokuskan dirinya untuk memproyeksikan air tesebut. Namun tetap saja hanya air tenang yang ia lihat. Peat menghela napas, keringatnya pun sudah bercucuran, walaupun ia hanya duduk dan menggunakan imajinasinya, tenaganya tetap terkuras habis.

"Luna, bisakah hari ini sampai disini saja? Aku lelah" Adu Peat tak kuat. Peat rasanya ingin segera minum dan memakan beberapa cokelat untuk mengembalikan energinya.

"Tak masalah. Hari ini kita selesaikan saja sampai disini"

-----

"James! Aku lelah"

Buk

Peat menghempaskan tubuhnya diatas kasur begitu sampai didalam kamarnya. Punggungnya serasa remuk namun juga enak disaat bersamaan. Seluruh penat dan lelahnya terbayarkan seketika.

"Apa anda mau mandi Khun? Saya bisa membantu-"

"Tak usah. Aku bisa sendiri" Elak Peat, bagi Peat James bukanlah pesuruh atau bawahan, melainkan teman satu satunya yang bisa ia ajak kompromi untuk satu dan lain hal.

Puk

Puk

"Berbaringlah disini" Peat menepuk sisi kosong disampingnya beberapa kali untuk mempersilahkan James berbaring disampingnya.

"Tapi-"

"Ayo! Aku tau kau juga lelah"

James pun mengalah, berdebat tak akan ada gunanya dan lagi benar, tubuhnya juga meminta untuk berbaring. Tumpukan pekerjaannya juga banyak, segala bentuk dokumen yang berkaitan dengan tuannya harus melewatinya. Baik dokumen pelatihan, undangan bahkan beberapa tawaran menjadi model yang sudah pasti belum diizinkan.

Buk

James pun merebahkan tubuhnya disamping Peat. Berbeda dengan Peat yang meregangkan seluruh anggota geraknya kearah atas dan bawah, James hanya mengulurkan kakinya tenang dengan tangan yang yang saling bertaut diatas perut.

"Ayo tidur sebentar, James. Aku mengantuk"

-----

Menjelang tengah malam, dan Peat merasakan tenggorokannya menjadi gatal. Tangannya terangkat menggaruk lehernya dan mulai bangun dengan mata setengah terpejam.

Peat melirik sekilas kesampingnya dan masih mendapati James yang tertidur dalam posisi yang sama seperti yang ia lihat sore ini. James sepertinya orang yang sangat tenang.

Mata yang tak terbuka sepenuhnya itu melirik jam dinding yang terpajang di dinding kamarnya.

Pukul sepuluh malam!

Ah! Sial!

Tanpa sadar Peat menggerutu kesal karena bisa bisanya ia terbangun pada pukul segini. Kata apa lagi yang akan ia dapatkan dari pria besar itu? Ugh, apakah ia akan diumpati lagi malam ini? Menyebalkan!

Tsk, sudahlah. Peat tak peduli, sekarang ia haus dan ingin mengambil minum kelantai dasar. Tak mungkin ia membangunkan James hanya demi segelas air untuknya.

Peat pun beranjak dari posisinya, meraih gagang pintu kamarnya dan mulai menariknya kearah dalam. Sesaat kemudian kepalanya terjulur dan melihat kesegala arah.

Great! Tak ada siapapun dilorong ini.

Peat kemudian melangkah keluar dan menutup pintu perlahan. Selain tak ingin membangunkan James, Peat juga tak mau pergerakannya diketahui siapapun, termasuk Fort yang entah dimana saat ini.

Dengan langkah berjinjit, Peat berjalan dengan niat untuk menelusuri lorong.

Srett

"Aaa!!!"

Grep

Sebuah pegangan dan tarikan dipergelangan tangannya membuat Peat berteriak cukup keras. Peat ditarik kedalam ruangan didepan kamarnya yang tak lain adalah kamar milik Fort.

Dengan sebuah tangan besar yang sudah melingkar dipinggangnya dan tubuh yang saling berhadapan, mata rusa itu membelalak besar ketika melihat Fort dengan sorot mata tajamnya.

"Ayo lakukan itu sekarang"

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞