FORTPEAT - RARE SPECIES - 15
Aku ingin memiliki istri cantik
Aku ingin memiliki dua orang anak
Aku tak menginginkan tahta untuk diriku
Theme kehilanganmu. Dia mencarimu
Sepanjang perjalanan pulang, kalimat itu selalu berputar dikepala Fort. Entah kenapa rasanya ia tak suka mendengar hal itu terlontar dari Peat.
Ini juga bukan kehendaknya.
Membawa Peat ke kerajaan adalah suatu keharusan baginya. Meskipun cara yang ia gunakan salah karena memiliki unsur paksaan, tetap saja Peat harus menetap dikerajaan menjadi pendamping tahtanya.
"Yang Mulia" Tangan Fort bergerak pelan karena tangan Peat yang mengguncang genggaman mereka. Membuat Fort kini malah menatap tautan tangan mereka.
Apa dia merebut paksa kebahagiaan pria yang ia genggam sekarang? Bukankah tahta adalah keinginan yang dimiliki semua orang? Kenapa Peat mengatakan tidak ingin? Lalu apa gunanya ia menyisir seluruh wilayah kemarin? Bukankah dia meminta libur untuk mengenali wilayah yang akan menjadi kuasanya?
Cih, atau dia hanya bersandiwara didepan temannya tadi agar tidak dicap tamak? Oh, mengerikan!
"Kau sungguh pandai bersandiwara Peat"
Tap
Langkah beriringan tersebut berhenti seketika saat pernyataan dari Fort mencapai gendang telinga Peat. Tangannya pun sedikit menarik Fort untuk ikut berhenti dan melihat kearahnya.
"Apa maksudmu?"
Tungkai panjang milik Fort pun berputar dan melangkah mendekati Peat, wajahnya pun ia turunkan agar sejajar dengan wajah pria cantik itu.
"Lepaslah topengmu Peat. Aku tahu kau hanya berpura pura tak terlihat menginginkan tahta. Pintar sekali calon Omega Agung menipu rakyat-" Jemari panjang itupun terangkat dan mulai menyusuri sisi wajah cantik sang omega.
"-jangan terlalu sering berbohong, itu tidak baik cantik"
Plakk
Peat menepis kuat tangan yang berada disisi wajahnya. Wajahnya tampak masam dengan napas yang memburu. Matanya panas, tapi sekuat tenaga ia berusaha untuk tak menangis. Dia bukan pria cengeng yang memohon belas kasihan.
"Kau. Tidak. Tau. Apa-apa. Tentangku" Peat menekankan seluruh perkataannya diiringi dengan telunjuknya yang menekan nekan bahu Fort.
Alpha dan tinggi hatinya. Menyebalkan!
Peat mendorong tubuh Fort kesamping, melemparkan tatapan tajamnya sebelum berjalan melewati pria itu. Kepalan tangannya yang bergetar Peat masukan kedalam saku celananya, tak mau terlihat lemah oleh Fort maupun pejalan kaki yang lewat.
Sekali lagi. Ia direndahkan oleh kaum lain.
-----
Setelah berjam jam lamanya mengitari daerah yang tak Fort ketahui, pria besar itu kembali ke hotel dengan langkah berat. Sungguh ia sangat enggan bertemu dengan Peat. Rasanya ia ingin kembali ke wilayah inti dan menghabiskan malam bersama beberapa submisif.
Fort tak menyukai sikap dan perkataan Peat padanya malam ini. Peat membuat Fort tak berkutik sama sekali dengan jawabannya. Fort merasa kehilangan harga dirinya saat itu.
Tungkai panjang itupun berhenti didepan pintu kamar hotel yang mereka tempati. Fort menghembuskan napasnya perlahan dan melirik pintu kamar lain yang berada dikiri kanan kamarnya.
Apa ia harus menyewa kamar lain malam ini? Ah, tidak. Itu akan terlihat seperti pengecut.
Fort sekali lagi memantapkan hatinya dan meraih gagang pintu tersebut setelah memasukan kartu yang ada ditangannya.
Cklek
Pertama kali masuk Fort mendapatkan suasana gelap dengan seluruh lampu yang dimatikan. Dengan bermodalkan penerangan yang berasal dari lampu jalan diluar hotel, Fort sedikit banyak masih bisa melihat suasana kamar.
BLAM
Pintu pun ditutup dilanjutkan dengan Fort yang mengganti sepatunya sengan sandal yang disediakan pihak hotel. Kakinya terus melangkah mencoba mencari keberadaan Peat. Sedikit penasaran dimana pria cantik itu saat ini.
Perlahan kakinya berjalan mengitari kamar. Matanya mengintip bagian dapur, kamar mandi bahkan ruang tengah yang disedikan. Namun Peat tak ada sama sekali.
Kakinya membawa Fort lebih jauh, masuk kedalam ruangan yang lebih kecil disamping ruang tengah. Kamar tidur. Pintu yang sedikit terenggang itu Fort dorong perlahan agar tak membangunkan Peat yang barangkali sudah tidur duluan.
Nihil.
Peat pun tak ada diatas kasur. Tempat tidur masih rapi dengan sprei dan selimut yang masih tertata baik.
Fort mulai panik. Tangan besar itu menyisir rambutnya kasar dan melihat kesegala arah. Kakinya pun berjalan lebih cepat mengitari semua ruangan sekali lagi.
Berdecak malas ketika otaknya bahkan tak berpikir untuk menghidupkan lampu terlebih dahulu. Buru buru ia berlari menuju saklar lampu kamar dan menghidupkan semua lampu yang terpasang.
Untuk ketiga kalinya Fort bergerak menyisir kamar mencari omeganya. Hatinya gundah dan tak tenang. Pikiran buruk mengenai omeganya terus bermunculan.
Peat tak kabur bukan?
Sial!
Fort segera berlari menuju kamar mandi untuk pengecekan ketiga. Belum sampai kakinya melewati ruang tengah, Fort melihat siluet kaki yang terulur dari balik sofa. Kaki dengan kulit putih.
"Peat" Fort bergegas mendekati siluet kaki yang ia lihat. Wajah paniknya kini berubah menjadi lega namun bercampur khawatir.
Tap
Tap
"Stop! Jangan mendekat" Peat mengeluarkan suaranya ketika mendengar langkah kaki yang semakin mendekat kearahnya. Suara Peat yang berasal dari balik sofa terdengar ketakutan. Kaki yang awalnya terulur pun ditarik hingga tak nampak lagi.
"Peat-"
"Berhenti Yang Mulia. Kumohon" Suara Peat bergetar, memohon pada sang alpha untuk tak mendekat.
Namun bukan Fort jika ia menuruti perintah orang lain. Pria besar itu berjalan semakin dekat kearah omeganya.
Degg
"Astaga! Apa yang terjadi?" Pemandangan yang Fort lihat sukses membuat langkahnya terhenti dengan mata yang membulat besar.
Didepan matanya terlihat wujud manusia yang ditumbuhi bulu berwarna putih. Manusia itu meringkuk dengan mendekap kedua lututnya kearah dada. Wajahnya ia tenggelamkan diantara kedua lututnya.
Apa Peat mencoba melakukan shifting?
Fort segera menundukkan tubuhnya. Pria besar itu bersimpuh didepan Peat dengan bertumpu pada satu lutut. Tangannya terangkat mengusap punggung omega tersebut lembut.
"Peat.." Suara berat itu memanggil nama Peat dengan lembut, mencoba menarik perhatian sang omega agar melihat kearahnya.
"Hiks.. Aku- aku tidak tau apa yang terjadi. Aku takut" Suara Peat terdengar, meskipun teredam tapi Fort bisa mendengar dengan jelas getaran ketakutan dari suara omega ini.
Perlahan Fort mengubah posisi duduknya menjadi bersila. Tangannya kini mengusap surai hitam yang diselanya tampak ditumbuhi telinga serigala.
"Jangan takut. Aku akan membantumu." Fort tersenyum tipis melihat Peat yang mulai berani mengangkat kepalanya.
Wajah itu perlahan terlihat jelas. Bulu bulu tipis memenuhi wajahnya walaupun tak penuh. Mata rusanya berubah sedikit meruncing diekor matanya dengan taring yang keluar dari sisi mulutnya.
Fort semakin merapatkan jarak mereka hingga ujung jari kaki Peat kini bertemu dengan lipatan kaki Fort. Tangan besar itupun mulai menarik tangan kecil yang sudah dipenuhi bulu putih.
"Kau tau shifting?"
Peat mengangguk ringan, mata merah yang sudah mengering dari air mata itu menatap Fort polos. Membuat bibir penuh itu lagi lagi terangkat untuk tersenyum.
"Apa yang kau pikirkan sebelum ini terjadi hm?"
"Hm.. Aku- mencoba tersambung dengan Nick. Ketika kami berbicara, tiba tiba bulu ini tumbuh dan tubuhku terasa ditarik. Apa ini hal yang wajar? Aku takut Yang Mulia" Tangan Fort yang memegang tangan Peat, balik digenggam erat oleh Peat. Sangat jelas jika omega ini tengah ketakutan dengan apa yang terjadi padanya.
"Aku tak bisa bilang jika hal ini hal yang wajar. Tapi aku rasa ini bukan masalah besar. It's okay. Sepertinya ini karena energi Nick mulai terhubung denganmu Peat"
"Benarkah?" Mata rusa itu berbinar setelah mendengar ucapan Fort. Ketakutan besar karena keanehan pada tubuhnya mulai samar, hatinya mulai tenang setelah mendengar ucapan Fort.
Fort mengangguk. Meyakinkan jika apa yang ia ucapkan adalah benar.
"Lalu bagaimana caranya kembali?"
-----
Peat menatap seluruh kulitnya yang perlahan menjadi bersih. Bulu bulu yang memenuhi tangannya sebelumnya mulai hilang dari kulitnya. Badannya kembali merasakan keanehan, beberapa tempat ditubuhnya mulai terasa diregang kembali.
Drap
Drap
Kaki itu dengan cepat berlari menuju kamar tidur. Peat dengan sigap mencari cermin tinggi yang berada dikamar tidur untuk melihat kondisi tubuhnya dengan baik. Senyum merekah terlihat ketika cermin yang berada didepannya memantulkan dirinya dengan baik.
Semua bulu ditubuhnya bersih. Matanya kembali normal dan telinga berbulu yang baru muncul pun sudah tak ada lagi dikepalanya.
"Fort!"
Drap
Drap
Kaki kurus itu kembali berlari keluar kamar tidur dan mencari seseorang dengan nama yang ia teriaki.
Brukk
Grep
Peat menerjang tubuh Fort dan memeluknya sangat erat. Fort yang tak siap dengan serangan pelukan yang Peat berikan, akhirnya jatuh kebelakang. Untung saja Fort tengah berdiri didepan sofa ruang tengah sehingga tubuhnya hanya membentur lapisan empuk dari sofa. Fort sedikit meringis, walaupun sofa yang ia jatuhi sangat empuk tetap saja benturan tiba tiba akan menyakitkan.
"Aku kembali normal! Terimakasih!" Suara nyaring Peat membuat Fort ditarik dari rasa sakitnya. Tanpa sadar Fort mendecih lucu karena tingkah Peat yang baru pertama kali ia lihat.
Grep
"Ya sama sama" Fort membalas pelukan Peat dengan tangan yang mengusap surai hitam yang bersandar didadanya.
Beberapa saat kemudian Peat menarik kepalanya dan memperbaiki posisinya dengan duduk berpangku diatas paha Fort. Mata rusa itu menatap berbinar dengan senyum merekah yang tak lepas dari wajahnya.
"Jangan lupakan janjimu."
"Eum. Kita akan berlatih shifting sesampainya di istana. Aku berjanji"
Peat kemudian tersenyum lebih lebar, membuat mata rusa itu tenggelam karena lemak pipinya. Fort tanpa sadar juga ikut tersenyum lebar karena Peat terlihat sangat menggemaskan dimatanya.
-----
Dua orang dengan hoodie hitam, topi serta masker hitam tampak berjalan menyusuri sisi wilayah pendamping. Matahari yang bahkan belum menampakan diri membuat suasana disekitar semakin mencekam.
Dinginnya udara disaat pagi buta memang terasa cukup menusuk tulang, membuat dua pria itu semakin merapatkan hoodie mereka untuk menutupi seluruh tubuh.
Bermodalkan sinar dari lampu jalan yang redup, keduanya berjalan dengan cepat menuju sebuah pondok kecil yang berada diujung jalan.
Tak sampai beberapa menit, kedua manusia itu sampai didepan pintu kayu yang dibeberapa tempat terlihat mulai lapuk dimakan rayap.
Salah satu dari mereka pun mulai mendorong tuas lingkaran besi yang tergantung didaun pintu tersebut.
Grep
"Khun. Apa ini tempat yang benar? Ini- terlihat seperti rumah hantu bagiku" Salah satu pria yang mengenakan hoodie hitam tersebut tampak menggenggam lengan pria didepannya yang sudah membuka pintu lapuk didepan mereka. Mata cantik itu terlihat bergerak cemas melirik kesegala arah.
Rumah yang mereka datangi benar benar terkesan angker baginya.
"Tenanglah James. Ini rumah pamanku. Tak akan ada hantu seperti yang ada dipikiranmu. Aku berani jamin" Sahut pria yang kini malah menarik tangan James untuk masuk kedalam rumah kayu tersebut.
Dengan desahan kecil, James akhirnya ikut masuk kedalam rumah kayu itu. Meskipun dadanya bergemuruh takut, James sangat mempercayai tuannya. Peat tak akan membahayakan dirinya bukan?
"Hai son!"
Srett
Tak
Suara rendah yang baru saja terdengar membuat James terkejut dan segera bersembunyi dibelakang tubuh Peat. Kakinya tanpa sengaja menghentak kayu rapuh yang menjadi lantai dari rumah tersebut.
"Kkk.. Tak apa James. Ini pamanku. Paman Tan" Peat terkekeh melihat James yang bersembunyi dibalik tubuhnya.
Wajar saja, tubuh Khun Tan besar dan tinggi. Meskipun tak memiliki gender sekunder, tubuh Khun Tan hampir sama besar dengan tubuh Fort. Apalagi saat ini Khun Tan mengenakan baju dengan lengan terbuka, tato yang ia ukir diseluruh lengannya jelas terlihat menakutkan.
"Hai James. Aku paman dari Peat. Senang bertemu denganmu" Khun Tan tersenyum sambil memperkenalkan dirinya sebagai paman dari Peat. Ia harus mengikuti sandiwara yang selama ini ia perankan, yakni sebagai paman dari atasannya.
James sedikit mengangkat kepalanya hingga kedua matanya terlihat dari balik pundak Peat, kepalanya mengangguk lucu menjawab perkenalan dari paman Tan.
"Tak apa James. Pamanku adalah orang baik. Tenang saja" Peat mulai bergeser hingga tubuh James tak lagi bersembunyi dibelakang Peat.
Tanpa sadar James berdeham kecil. Tangannya bergerak membuka topi serta masker dan tudung hoodie yang ia kenakan.
"Hai paman, maafkan saya. Perkenalkan saya James, asisten pribadi dari Khun Peat. Senang berkenalan dengan anda" James membungkukkan tubuhnya memberi salam dan kemudian kembali tegak dengan senyum canggung dibibirnya.
"Baiklah. James, aku akan berbicara sebentar dengan Paman Tan. Kau boleh duduk disana. Ada beberapa cemilan dan- maaf, kami hanya memiliki air putih. Apa tak apa?" Setelah menunjuk kearah kursi rotan yang berada disisi rumah, Peat juga menunjuk keatas meja yang tampak sudah disediakan beberapa cemilan serta teko aluminium yang hanya terisi air putih oleh Khun Tan. Seperti biasa, Khun Tan tak ingin meminum air selain air putih. Katanya tak baik untuk kesehatan.
"Tak apa. Ini sudah lebih dari cukup. Aku akan menunggu disini" James mengangguk ringan dengan senyuman tipis dibibirnya.
Peat pun ikut mengangguk dan kemudian menarik Khun Tan menuju ruang lain yang tampak seperti ruang kerja. Dari pintu yang terbuka, James melihat ada meja kayu dengan tumpukan dokumen diatasnya.
BLAM
Pintu kayu ruang kerja itu pun tertutup bersamaan Peat dan Khun Tan yang menghilang dari pandangan James.
-----
"Terimakasih James"
James yang berjalan dengan kepala menunduk melihat jalan pun menoleh melihat Peat yang tengah menatap jauh kearah jalan.
"Eum. Sudah tugasku Khun" Balas James singkat. Matanya mulai terpejam bersamaan dengan udara ringan yang membelai wajahnya. Udara pagi memang yang terbaik dari yang terbaik.
"Aku sengaja pergi pagi sekali untuk menghindari pertanyaan putera mahkota. Aku tak ingin ia mengikutiku untuk mengunjungi paman. Hari ini aku memberitahukannya untuk pertama kali mengenai statusku yang sudah berubah." Jelas Peat, tentu saja yang sepenuhnya adalah kebohongan.
Sebenarnya Peat tak enak untuk membohongi orang sebaik James, tapi ini adalah keharusan. Peat masih harus menjaga diri karena lingkungannya saat ini masih ambigu dan berbahaya. Ia memasuki wilayah yang merupakan kediaman dari pembunuh orang tuanya. Jika ketahuan bisa saja Peat segera dieksekusi dan bertemu langsung dengan ajalnya.
"Benarkah? Khun tak pernah menghubungi paman selama ini?" James kini membuka matanya dan menoleh lagi kearah Peat.
"Lebih tepatnya belum. Aku merasa tak baik memberitahukan ini hanya lewat sambungan telpon"
James mengangguk membenarkan. Memang, memberitahukan secara langsung merupakan pilihan yang bijak jika bersangkutan dengan keluarga.
"Aku mengajakmu karena aku tak mau dianggap kabur. Aku tak mau membuatmu berada dalam masalah karena aku yang dianggap menghilang. Setidaknya kali ini kita bisa beralasan dengan dalih olahraga pagi"
"Maafkan aku, tapi bukankah bagus jika putera mahkota mengetahui paman Khun? Bagaimanapun paman dan kerajaan akan menjadi besan nantinya"
"Benar. Hanya saja aku ingin menjelaskan terlebih dahulu pada paman. Aku takut dia tak akan menerima perubahanku"
James kembali mengangguk mengerti. Penjelasan tuannya cukup masuk akal dikepalanya.
Kedua pria dengan paras cantik itupun kembali terdiam. Langit yang mulai terang dan membiaskan cahaya matahari menarik perhatian keduanya. Kedua omega itu kini berjalan bersisian menikmati indahnya sunrise yang mereka jumpai dijalan menuju hotel yang mereka tempati.
-----
Baru saja kaki lelah yang mereka gunakan untuk menempuh perjalanan yang cukup panjang sampai didepan lobi hotel, tubuh mereka berhenti seketika saat melihat dua manusia dengan tubuh besar dan aura gelap tengah menunggu mereka tepat diteras lobi hotel.
Kedua mata pria itu tampak menajam dengan tangan yang bersilang didepan dada. Tanpa sadar Peat dan James menengguk ludah mereka kasar. Perasaan tak baik perlahan mulai menggerogoti keduanya.
"Kemari!/Kesini!"
Oh! Bencana.
-----
Drap
Drap
Drap
"Kau harusnya memberitahuku!" Langkah yang berbunyi tak beraturan itu berhenti ketika Fort mulai mengeluarkan nada tak sukanya setibanya didalam kamar hotel.
Pria besar itu berdiri membelakangi Peat yang menundukkan kepala dibelakangnya.
"Kau bisa meninggalkan pesan melalui ponsel atau disebuah kertas agar aku tak khawatir mencarimu!" Fort mendengus sebal.
Hampir satu jam ia mengelilingi kamar hingga satu gedung hotel untuk menanyakan dimana keberadaan omeganya. Untung saja ia bertemu dengan Net yang juga tengah mencari James, sehingga ia cukup tenang mengetahui Peat tak kabur darinya.
Bukan tanpa alasan, selain dari Peat adalah calon Omega Agungnya, Peat juga orang dengan status pengawasan ketat baginya. Fort masih sangat ingat perkataan Ratu beberapa hari yang lalu.
Tapi tetap saja Fort kesal. Pagi yang seharusnya tenang dan damai menjadi rusuh dan panik karena ia harus mencari omega ini.
"Maaf" Cicit Peat takut. Matanya tak berani ia angkat untuk melihat Fort yang tengah marah dihadapannya. Terlalu menakutkan.
"Apa kau tak memiliki ponsel hah?!" Fort berbalik menghadap Peat. Marahnya masih belum reda meski mendengar kata maaf dari Peat.
"Aku- aku tak memiliki nomor ponselmu, Yang Mulia" Lagi. Peat mencicit untuk kesekian kalinya.
Fort terdiam.
Benar juga, semenjak pertemuan pertama mereka hingga sekarang, mereka sama sekali belum bertukar nomor ponsel.
Sial! Fort baru menyadari jika mereka terlalu jauh untuk sepasang mate. Bahkan nomor ponsel saja mereka tak memiliki satu sama lain.
"Kau bisa meninggalkan secarik kertas untukku. Itu bukan masalah besar kurasa"
"Maaf, itu salahku. Kupikir kau pergi keluar saat pagi buta. Saat bangun aku tak melihatmu diranjang. Jadi aku tak terpikir meninggalkan kabar. Maafkan aku Yang Mulia"
Kembali Fort terdiam. Kini wajahnya memerah padam. Ingatannya kembali terbang pada kejadian malam tadi yang membuat malamnya sangat panas.
Ia yang memangku Peat tanpa sadar membuat adik mereka saling bergesekan. Rasa panas yang menyakitkan menjalar disekujur tubuhnya tepat setelah Peat turun dan bergegas untuk bersiap tidur. Tanpa pikir panjang Fort berlari menuju kamar mandi, ia ingin menjernihkan pikirannya dengan menyirami tubuhnya dengan air dingin.
Fort baru ingat jika jadwal rut nya akan datang sebentar lagi. Wajar saja sentuhan kecil dari submisif dapat membuatnya panas.
Akhirnya malam tadi Fort memilih untuk tidur didalam bathtube. Fort berpikir jika ia tidur dalam ranjang yang sama dan memeluk Peat akan membuat hal yang tak diinginkan terjadi. Jadi sebaiknya ia memilih untuk menjaga jarak sambil menjernihkan pikiran kotornya.
"Ck, terserah." Fort memutar bola matanya malas. Kakinya kemudian membawanya bergerak beberapa langkah sebelum berhenti dan kembali menatap Peat
"Oh! Satu hal lagi. Kita pulang pagi ini"
Fort kemudian berlalu dari hadapan Peat, meninggalkan Peat yang mematung mendengar perintah dari Fort.
Oh tidak! Hari liburnya yang berharga!
TBC
Komentar
Posting Komentar