FORTPEAT - RARE SPECIES - 12
Jam bergerak maju. Panah kecil yang berputar memberikan suara detik yang terdengar berirama. Sunyinya malam dan dinginnya hembusan udara luar membuat satu atau dua pejalan kaki merapatkan jaket mereka.
Jauh berbeda dengan kondisi sebuah gedung ditengah wilayah inti. Gedung yang tak lama ini diresmikan itu tampak menyala terang dan beberapa orang terlihat berlalu lalang didalamnya.
Sudah tengah malam dan tak satupun yang tampak akan berhenti dari pekerjaannya.
Tepat sebelum jam pulang, kabar tak menyenangkan datang dari pihak kerajaan. Mereka diperintahkan untuk melanjutkan pengujian pada sampel darah milik calon Omega Agung dengan semua prosedur yang telah dibuat.
Bukan hanya staff laboratorium, utusan langsung dari pihak kerajaan pun tampak berlalu lalang mengawasi semua pekerjaan.
Kini tingkat urgensi dari pemeriksaan darah calon Omega Agung menjadi sangat tinggi. Hasil laboratorium yang dikabarkan kemarin malam akan menjadi sebuah titik balik yang menggemparkan.
Tak akan ada yang berhenti.
Sebelum hasil akhir didapati.
-----
Matahari mulai menjelang. Langit gelap kini berangsur berubah menjadi terang. Dinginnya udara pagi tak membuat Peat buru buru mengambil handuk untuk mengeringkan dan menutupi dirinya yang basah.
Kini pria kecil itu tampak duduk bersila dilantai kamar mandi dengan tubuh polosnya. Tangan kanannya ia tempelkan pada dada kirinya dengan mata yang terpejam.
Kemarin disaat ia melakukan praktik spiritual bersama Luna, Peat disarankan untuk terhubung lebih dulu dengan Nick. Kata Luna, Nick adalah kunci dari materi ini, sama seperti yang Fort katakan padanya. Satu satunya media penghubung antara ia dan Moon Goddes nantinya adalah Nick.
Sesuai arahan dari Luna, Peat mendekatkan tangannya pada dada kiri. Luna bilang kami memiliki detak jantung yang seirama. Jadi ia harus fokus dan merasakan detak jantungnya agar bisa terhubung dengam Nick.
'Nick..' Peat mulai bergumam memanggil serigala putihnya. Kepalanya pun mulai membangun imajinasi mengenai gambaran dari serigala putih yang pernah ia lihat dalam mimpi.
'Nick..' Lagi. Peat kembali memanggil serigalanya. Dengan suara pelan dan lembut Peat memanggil Nick agar bisa berkomunikasi dengannya.
'Nick..'
'Peat'
Deggg
Suara asing yang pernah ia dengar didalam mimpinya kembali terdengar.
'Nick?'
'Ya Peat, ini aku'
Tess
Setetes air mata tiba tiba saja jatuh dari mata rusa yang terpejam itu. Rasa senang menyeruak begitu saja setelah usahanya beberapa hari akhirnya membuahkan hasil. Peat dengan jelas mendengar suara Nick dikepalanya.
'Hei, jangan menangis. Apa aku membuatmu sedih?'
'Tidak. Bukan begitu. Terimakasih Nick'
'Terimakasih karena mau terhubung denganku, Peat. Kupikir kau membenciku'
'Tidak. Hanya saja aku tidak tau jika kau bersamaku selama ini, maafkan aku tak mencarimu dari dulu'
'Lega rasanya kau berbicara denganku. Kupikir kita tak akan pernah berbicara, Peat'
Peat mengulum senyum. Apa Nick terluka karena penolakannya selama ini? Memang Peat tak menyebutkannya secara gamblang, tapi bertahun lamanya Peat menutupi identitas gender sekunder miliknya, wajar saja jika Nick akan memiliki pikiran jika Peat membencinya. Bagaimanapun juga pemilik dari gender sekunder sesungguhnya adalah Nick, dan Peat selalu mencoba menutupi hal itu.
'Jangan merasa bersalah lagi. Anggap saja itu hanyalah kesalah pahaman di masa lalu. Mari menjalin hubungan baik' suara Nick terdengar sangat lembut, Peat menyukainya.
'Eum..' Peat mengangguk, tangannya terangkat mengusap air matanya yang masih meleleh. Hatinya menghangat, rasanya ia kembali memiliki seseorang yang akan selalu berada disisinya.
-----
Bunyi langkah yang bergesekan dengan jalan setapak mengisi beberapa hening yang terjadi. Pria besar dengan baju formal yang ia kenakan sehari hari tampak berjalan membelah jalan setapak yang mengarah pada gedung utama Golden House.
Setelah menyelesaikan beberapa dokumen diruangannya, Fort bergegas menuju gedung utama, tepatnya menemui ibunya yang memanggilnya disela pekerjaannya pagi ini.
Tak berselang lama, Fort akhirnya sampai digedung utama. Pintu tinggi itu sengaja dibukakan lebar oleh penjaga yang berjaga disisi pintu sehingga sang putera makota bisa masuk kedalam gedung utama tersebut. Pria bertubuh besar itu pun dengan cepat menapaki lantai hingga tangga menuju ruangan kerja milik ibunya.
Tok
Tok
Tok
"Ibu, ini aku"
"Masuklah"
Cklek
Kriett
BLAM
"Duduklah nak." Wanita paruh baya itu menepuk beberapa kali sisi sofa yang kosong disisinya, mempersilahkan sang anak yang baru datang untuk duduk disampingnya. Rautnya menampilkan senyum lembut khas seorang ibu.
"Ada apa bu?" Tanya Fort sesaat mendudukan tubuhnya disamping sang ibu. Wajah tegas itu tampak berkerut khawatir, menjelaskan ia tengah was was dengan apa yang akan disampaikan ibunya.
"Bagaimana keadaan Peat? Dia baik?" Tangan putih itu mengambil tangan Fort yang berada diatas sofa dan menangkupnya dengan kedua tangan. Ratu kemudian mengusap perlahan tangan sang anak sambil menatap wajah sang anak yang tampak khawatir. Ia pun memberikan senyuman penenang agar anaknya tak lagi khawatir.
"Ya. Dia sudah membaik. Bahkan hari ini ia berkunjung keseluruh wilayah inti untuk mengenali seluk beluknya." Jawab Fort dengan napas yang cukup lega, senyum lembut sang ibu membuat hatinya sedikit nyaman.
"Benarkah? Itu adalah kabar baik. Artinya dia bersungguh sungguh dalam menjalankan tugasnya"
"Apa yang ingin ibu bicarakan?" Fort merasa ibunya tak memanggil dirinya hanya untuk hal sepele seperti ini. Sudah pasti ada hal lain yang menganggu pikirannya
"Semalam ibu mendapatkan mimpi buruk, dan seharian ini ibu selalu memikirkan kondisi Peat" Raut wajah sang Ratu berubah sendu, tatapannya turun menatap sedih pada meja kaca didepannya.
"Mimpi apa bu? Dan apa hubungannya dengan Peat?"
"Ibu bermimpi sebuah petaka akan datang, dan satu satunya wajah yang muncul hanyalah wajah Peat. Ibu belum tau arti dari mimpi ini Fort."
"Apa Peat yang membawa petaka itu bu?" Fort tanpa sadar sedikit meremas tangan sang ibu. Rasa was was kembali muncul mendengar perkataan ibunya.
"Ibu belum tahu. Untuk saat ini, ibu harap kau bisa mengawasi dan memperhatikan Peat lebih sering. Ibu tak ingin sesuatu yang buruk terjadi di wilayah kita."
Fort mengangguk, wajahnya sedikit terlihat tak senang dengan anjuran sang ibu. Jadi calon istrinya itu akan membuat wilayahnya hancur? Damn it!
Srett
"Hei nak. Lihat ibu" Sang Ratu menarik sedikit tangan Fort dan mengangkat satu tangannya untuk mengusap pipi anaknya.
Mata besar yang semula memancarkan ketidaksenangan kini menjadi teduh ketika menatap wajah ayu sang ibu diiringi dengan lembutnya usapan yang diberikan dipipinya.
"Jangan marah terlebih dahulu. Hal ini belum tentu benar nak. Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Jadi ibu mohon, perhatikan dan jaga calon istrimu dengan baik"
Fort mengangguk. Walaupun hatinya tetap tidak tenang, Fort memilih menyetujui usulan sang ibu untuk saat ini.
-----
Di kursi penumpang sebuah mobil sedan sederhana, tampak seorang pria cantik dengan mata rusanya tengah memangku dagu dengan tatapan kosong yang dilempar keluar jendela. Pikirannya melayang pada kejadian beberapa saat lalu di salah satu pusat perbelanjaan yang sengaja ia kunjungi pagi ini.
Ia melihat kehidupan yang sangat kontras dengan apa yang pernah ia jalani semasa di wilayah pendamping.
Hari ini dengan sengaja Peat berpakaian sederhana seolah pria dewasa muda yang ingin berkumpul dengan teman temannya, begitu juga dengan James yang sengaja ia perintahkan untuk memakai pakaian casual.
Awalnya Peat berencana hanya berkeliling melihat bagaimana kehidupan bermasyarakat di wilayah inti. Selain tujuannya untuk mempelajari lingkungan wilayah inti, Peat juga ingin mengumpulkan beberapa informasi yang mungkin saja bisa ia dapatkan ditengah tengah masyarakat. Maklum, desas desus yang terus mengalir diantara kerumunan orang banyak tak akan pernah berhenti untuk tersebar.
Apalagi mengenai kerajaan yang bungkusnya tampak rapi dan bersih. Peat sangat ingin tahu bagaimana pandangan mereka terhadap keluarga kerajaan serta jajarannya. Tentunya Peat juga berharap akan mendengar beberapa cerita mengenai kasus yang tengah ia selidiki, apalagi kalau bukan perdagangan omega dan beta wanita. Siapa tau beberapa orang akan mengeluh mengenai kehilangan anggota keluarga.
Namun hal yang Peat inginkan tak dapat ia peroleh. Kunjungan pertamanya di pusat perbelanjaan yang seharusnya cenderung ramai dan riuh ternyata berbanding terbalik dengan kenyataan. Keadaannya sangat sunyi sampai sampai Peat mengira ribuan orang yang berlalu lalang hanyalah manusia AI yang diprogram.
Pusat perbelanjaan memang ramai. Tapi tak banyak yang berbicara, hanya ada kesepakatan antara penjual dan pembeli yang mengisi suasana. Peat melihat disetiap gerombolan akan ada satu orang yang memimpin jalan, dan sisanya akan berjalan dibelakang tanpa obrolan apapun.
Peat jelas tahu jika yang memimpin jalan adalah seorang alpha dan yang mengikutinya dibelakang adalah beta atau omega, bahkan ketika beta yang memimpin jalan, omega tetap akan berada dibarisan paling belakang.
Hell, bahkan tempat itu masih dikategorikan sebagai bangsawan kelas menengah. Lalu bagaimana dengan tempat yang akan ia kunjungi selanjutnya? Peat rasanya tak sanggup untuk membayangkannya.
"Khun, apakah anda baik?"
"Ah? ah... Ya, aku baik" Peat sedikit terkesiap karena mendengar pertanyaan James yang tiba tiba. Sesaat kemudian helaan napas panjang terdengar dari mulut Peat dengan raut yang berubah sedih.
"Sebenarnya tidak. Aku rasa kepalaku akan pecah karena terlalu memikirkan banyak hal James" jujur Peat pada James. Tubuh kecil itu merosot hingga seat belt berakhir disisi pipi kirinya.
"Khun bisa membaginya padaku jika mau" tawar James dengan mata yang masih fokus menatap jalanan.
"Apa dipasar nanti akan lebih parah James?"
Bibir plump itu berjengit miris, seolah tau apa yang tengah dipikirkan oleh tuannya. James terdiam tak tahu harus menjawab apa, karena tentu saja keadaan dipasar akan jauh lebih miris dibanding pusat perbelanjaan.
Wilayah inti sama halnya dengan wilayah pada umumnya. semakin ke pinggir biasanya akan semakin rendah dan miskin. Belum lagi perihal gender sekunder yang selalu meninggikan alpha dan merendahkan omega. Umumnya yang mendiami pinggiran wilayah inti ialah bangsawan kalangan rendah yang taraf hidupnya sedikit diatas manusia biasa. Pertarungan disana lebih sengit, hingga tak jarang dari mereka mampu menginjak seseorang demi kemaslahatannya sendiri.
Mereka memilih mengunjungi pusat perbelanjaan dan pasar tentu karena gambaran masyarakat akan lebih mudah ditemui disana. Dan setelah dari pusat perbelanjaan, James melihat perubahan kentara dari calon Omega Agung, dahinya berkerut dan matanya tak fokus. Pria cantik itu pasti terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat, hingga sekarang tuannya tampak resah dengan apa yang akan ia lihat selanjutnya.
"Apakah separah itu? Hah... Kenapa omega tak bisa berdiri dikakinya sendiri? Ini menyebalkan! Bahkan zaman sekarang saja manusia tak lagi membedakan perempuan dan laki laki. Wilayah inti terlalu kolot, ugh!"
James tersenyum kecil mendengar keluhan Peat. Baru pertama kali dalam hidupnya ia mendengar seseorang mengeluh mengenai takdir hidup disini. Bahkan Noeul yang notabenenya adalah seorang pangeran, belum pernah James dengar mengeluh karena takdir omeganya. Mungkin karena tak satupun dari mereka yang pernah hidup dilingkungan manusia, jadi mereka tak memiliki referensi untuk bisa membandingkan kehidupan mereka. Mereka hanya tau jika mereka adalah omega dan peran mereka hanyalah patuh dan mengandung.
Tak lama kemudian mobil sedan yang mereka kendarai sampai disebuah lapangan parkir yang disediakan khusus untuk pengunjung pasar. Pasar disini bukanlah pasar konvensional yang biasa dijumpai di wilayah pendamping. Pasar disini terlihat cukup nyaman dengan gedung yang menutupi. Mirip dengan pusat perbelanjaan di pusat kota hanya saja lebih kecil dan sedikit kotor disana sini, tidak seterawat pusat perbelanjaan di pusat kota.
CKLEK
BLAM
Kedua manusia dengan tubuh yang hampir sama itu turun dari mobil sedan tersebut dan berjalan menuju pintu utama dari pasar. Keduanya berdiri bersisian dan menatap gedung putih gading itu. James melirik Peat sekilas dan tersenyum tipis melihat ekspresi lelah Peat. Sepertinya tuannya belum sanggup untuk melihat sisi lain dari dunia werewolf wilayah Azea.
"Apa kita pulang saja Khun?"
"Tidak! ah, maaf. Maksudku, kita masuk. Liburku tak banyak dan harus memanfaatkan kesempatan yang ada. Let's go! " James mengangguk dan kemudian berjalan mengikuti Peat yang sudah lebih dulu melangkah memasuki gedung.
Tap
Tap
Bunyi langkah sepatu mereka mulai ikut meramaikan suasana pasar. Berbeda jauh dengan pusat perbelanjaan di pusat kota. Pasar disini cukup ramai dan terdengar manusiawi. Namun kondisinya jauh lebih mencengangkan dibanding pusat perbelanjaan.
Baru saja Peat berdiri didepan pintu masuk setelah melangkah ke dalam, ia disambut dengan suara riuh yang berasal dari teriakan para submisif yang kesakitan. Kaki kurus itu melangkah lebih maju dan memperhatikan kondisi disekelilingnya.
"Oh, shit!" umpat Peat tak sengaja ketika melihat seseorang baru saja memukul orang lain yang tubuhnya terlihat kurus dan ringkih. Tubuh Peat tanpa sengaja tergerak mundur karena adegan yang baru saja ia lihat.
"James!"
"Saya akan jelaskan nanti, tapi untuk saat ini kita harus menyelesaikan perjalanan ini terlebih dahulu Khun"
Peat kemudian mengangguk, tanpa sadar ia menengguk ludahnya kasar. Ini diluar ekspektasinya, Peat tak mengira jika wilayah ini bahkan lebih berbahaya untuk kaumnya.
Grep
"Pegang tangan saya Khun, ayo jalan"
-----
Hembusan angin bertiup cukup kuat. Dua orang dengan tubuh hampir sama tampak duduk dipinggir pantai dengan tubuh yang menghadap kearah laut. Angin yang berasal dari darat membuat rambut dan kemeja yang mereka kenakan melambai dan bergoyang seirama. Keduanya tampak memegang sebotol kaleng minuman berperisa yang sengaja mereka beli di pasar untuk mengurangi kecurigaan orang orang atas kehadiran mereka siang tadi.
"James, bagaimana hidupmu selama disini?" Peat menyesap sedikit minuman yang ia pegang dan kembali menatap luasnya hamparan laut didepannya.
"Tak banyak perbedaan dengan apa yang baru saja Khun lihat. Aku hidup seperti itu selama ini" sahut James, jari telunjuknya memainkan pinggiran kaleng minuman yang masih belum terbuka.
"Kau tak tersiksa?"
"Kupikir yang kami alami disini adalah hal normal. Dan jika berat, tentu. Aku sudah pernah mengatakannya pada Khun saat itu"
"Saat itu aku berpikir kehidupan omega yang berat disini hanya karena kita dipandang sebelah mata sebagai objek seksual. Namun aku baru menyadari ternyata hal ini lebih besar dari bayanganku." Peat menenggak kembali minumannya dan menatap James yang lebih memilih menatap pasir dikakinya.
"Ternyata disini omega tak lebih dari seekor hewan peliharaan yang harus menuruti kemauan tuannya"
Degg
Dada James terasa ditusuk tepat ditengah. Mata yang semula masih menatap pasir kini menoleh menatap pria cantik disampingnya. Perkataan yang dilontarkan Peat tepat mengenai sasaran dan James baru menyadari jika benar selama ini kaum mereka diperlakukan layaknya hewan peliharaan.
"Selama ini aku hidup dikelilingi oleh rasa sayang dan peduli, para manusia paham caranya menghargai dan menghormati seseorang. Dan itu sama sekali tak aku lihat disini. Awalnya kupikir hanya beberapa orang yang bertindak seperti itu karena mereka berasal dari kalangan atas, namun semua saja. Derajat rendah bahkan tak membuat mereka surut untuk memperlakukan para submisif secara buruk." Mata rusa itu memerah dan mulai berair, hatinya perih mengingat kaum omega yang selalu diperlakukan buruk dan hina.
"Apa menurutmu Moon Goddes itu jahat?"
Grep
"Khun.." James menggenggam pergelangan tangan Peat dan menggeleng pelan. Moon Goddes adalah dewi mereka, tak baik berbicara buruk mengenai dewi tersebut.
"Tidak James, menurutku Moon Goddes itu adalah dewi jahat. Ia memberikan seluruh kelebihan pada alpha dan memberikan semua kekurangan pada omega. Lihatlah betapa sombongnya semua alpha, merasa dirinya paling tinggi dan merendahkan kaum lain. Jika kita hanya akan tersiksa, lalu kenapa Moon Goddes menciptakan omega? dewi itu hanya menginginkan seseorang untuk menjadi pijakan di dunia-"
"Khun-"
"-apa aku salah?!" dua pasang mata merah yang berkaca kaca itu saling menatap.
Keduanya tahu dan saling memahami. Bahkan ketika bukan mereka yang secara langsung dilukai, robekan menganga besar dihati mereka.
Tidak.
Mereka sudah pernah dilukai, dan kenyataan membuat mereka semakin terluka.
Takdir memang jahat.
Ah, tidak.
Bukan takdir yang jahat,
Moon Goddes lah yang jahat.
-----
Bibir penuh yang tengah bersenandung kecip dari pria besar yang baru memasuki mansion, membuat semua pekerja yang ditugaskan pada malam hari menunduk hormat untuk menyapa. Lengan kirinya berisikan sampiran jas biru miliknya dengan ujung telunjuk tangan kanannya memainkan kunci mobil yang baru saja ia kendarai. Dasi yang terpakai rapi awalnya kini terlihat acak acakan dan tergantung sembarangan. Rambutnya pun terlihat sedikit basah karena keringat, sehingga menambah kesan seksi pada tubuh tegap itu.
Setelah mengunjungi kamp militer disalah satu bagian wilayah, Fort singgah sebentar di club yang biasa ia kunjungi. Selain pergi untuk menyapa temannya Net, Fort juga mencoba mencari beberapa submisif untuk ia cicipi. Namun niat tersebut berhenti ketika tanpa sengaja ia mengingat jika hari ini Peat masih akan tidur diranjangnya. Tentu saja Fort memilih untuk menunda hasratnya demi bisa memeluk Peat semalaman. Tak tau, hanya saja Fort merasakan moodnya jauh lebih baik setelah memeluk Peat.
Tangan besar itu kemudian meraih gagang pintu kamarnya setibanya didepan pintu tinggi kamarnya. Memutarnya searah jarum jam dan mulai mendorong pintu kayu tersebut.
Tak bisa dielakan, senyum lebar terpatri begitu saja dibibir Fort ketika punggung sempit dari omega yang sedari tadi ia pikirkan sudah berada diatas ranjangnya.
Dengan cepat tungkai panjang itu melangkah mendekati sang submisif lalu berbaring dan memeluknya dari belakang.
Cup
"Malam calon istriku" Suara berat dari putera mahkota yang biasanya mampu menarik banyak orang, kini tak diacuhkan oleh Peat. Bahkan ketika pundaknya dikecup dari belakang pun tak membuat Peat protes.
Dahi Fort berkerut. Apa Peat sudah tidur?
Perlahan Fort bangun dari posisinya dan kemudian menaruh jas miliknya disalah satu sandaran kursi didepan meja nakas. Pria besar itu kemudian memutari ranjang dan kini berhadapan dengan pria kecil yang masih betah dalam posisi berbaring miring.
Fort kemudian naik keatas ranjang dan membaringkan tubuhnya berhadapan dengan Peat. Matanya menangkap wajah cantik itu tengah terlelap dengan jejak air mata yang belum kering dipipinya.
Tangan besar Fort pun terangkat kesisi pipi Peat yang terlihat. Membelai kulit halus itu pelan bersamaan dengan air mata yang ia coba usap perlahan.
Peat belum tidur. Kelopak matanya masih bergetar seolah ingin mengelabui, dan Fort tau itu.
Apa yang membuat Peat seperti ini?
Kenapa omeganya menangis seperti ini?
Cup
Fort mengecup dahi yang sedikit tertutupi rambut itu. Menatap kembali mata terpejam itu dan tersenyum tipis.
"Ketika aku selesai mandi nanti, bangunlah. Kita bicara"
-----
Kini diatas ranjang luas itu, dua orang dengan perbedan tubuh yang kontras tampak saling menempel dengan sang dominan yang merengkuh pria kecil itu kedalam rengkuhannya. Sesekali ia mengecupi puncak kepala itu sambil menunggu pria kecil dipelukannya siap untuk bercerita
"Tak ada masalah. Hanya saja aku terkejut dengan apa yang hari ini kulihat" Suara pelan Peat akhirnya terdengar setelah beberapa menit Fort selesai bertanya.
"Apa yang membuatmu terkejut?"
Peat menjauhkan kepalanya dan menatap wajah Fort lama. Peat bingung. Haruskah ia bercerita? Bagaimana jika ia malah mendapat respon yang tak diinginkan? Fort adalah alpha, dan bahkan alpha terkuat saat ini. Ia adalah calon raja, harga dirinya pasti lebih tinggi dari alpha lain yang ia lihat hari ini.
'Fort, ayo bertukar denganku' suara Judy tiba tiba menginterupsi Fort dari lamunannya menatap Peat.
'Diamlah Judy! Aku ingin mendengar omegaku berbicara' Fort memutar bola matanya malas, kenapa serigala ini terlalu ingin mencampuri urusannya?
Sial!
'Cih, kau tak lihat wajahnya? Dia takut berbicara denganmu! Biarkan aku yang berbicara'
'Kau pikir denganmu yang berbicara dia akan luluh? Buang jauh jauh pemikiran itu serigala hitam!'
"Tidak bisakah kita tidur saja? Akan ku ceritakan lain kali" Ujar Peat, membuat Judy yang mendengarnya didalam mendengus cemooh.
'Sudah kubilang, dia tak ingin berbicara denganmu' serigala hitam itu tertawa remeh didalam sana, membuat Fort kesal dengan tingkah konyol sang serigala.
'Ck, terserah'
Fort pun memejamkan matanya sebentar dan kembali membukanya sesaat kemudian. Mata itu terbuka dengan iris yang sama, namun tatapannya berbeda. Tatapan Fort yang biasanya tegas dan sedikit jenaka berubah menjadi tatapan tajam. Mata itu kemudian menatap Peat yang tengah termangu menatap datar kearah dadanya.
"Hai sayang"
Degg
Peat membelalakan matanya dan segera mendorong tubuhnya kebelakang untuk memberi jarak pada pria besar didepannya. Suara yang barusan Peat dengar jauh berbeda dengan Fort. Suara ini terlalu berat. Belum lagi panggilan yang diberikan. Aneh, Fort tak pernah memanggilnya seperti itu sebelumnya!
Peat menatap wajah pria didepannya dengan penuh keterkejutan. Ini bukan Fort, senyum putera mahkota tak seperti ini!
"Siapa kau?"
"Perkenalkan, aku-
-Judy"
TBC
Komentar
Posting Komentar