FORTPEAT - JINX - EPILOG 4 🔞

Tangan yang berlapis sarung tangan putih itu tampak bertaut gugup. Gerak jemari tampak acak. Napas tak teratur dan bibir yang menjadi kering. Tungkai panjang yang terbalut celana tuxedo hitam itu bergerak mondar mandir pada ruang kosong yang didekorasi dengan kain putih serta bunga bunga berwarna biru dan merah.

Berkali kali helaan napas terhembus dari bibir penuh itu ketika melihat jam yang semakin dekat menunjukkan pukul sepuluh pagi.

Ya benar. Hari ini adalah hari pernikahannya dan Peat. Hari bahagia yang sudah sangat Fort nanti bahkan ia membayangkannya sejak bangku kuliah. Dalam hitungan menit ia akan secara resmi memiliki semua yang ada pada Peat. Rasa takut akan prianya yang selalu dipasangi mata oleh pria lain akan hilang sesaat lagi. Tak ada lagi yang boleh menatap lapar dan memuja pada istrinya nanti, atau pria itu akan berhadapan dengan dirinya.

Tapi yang terpenting sekarang ia sangatlah gugup! Hell! Pernikahan yang mereka siapkan berbulan bulan kini berada didepan mata. Rasa was was karena cemas akan melakukan salah langkah di altar nanti membuat keringat sebesar biji jagung menetes dipelipisnya. Jarinya sedikit menarik ujung jas yang ia kenakan guna menyeka keringat yang mengalir.

PLAKK

"Mempelai tak boleh memiliki baju kotor. Gunakan tisu" Sebuah pukulan ditangan Fort datang bersamaan dengan sebuah kalimat dan tangan yang menyodorkan tisu.

Fort menoleh dan mendapati ayah Peat dengan pakaian formal yang senada dengan tema pesta pernikahan.

Grep

"Ayah, aku gugup. Bagaimana ini?" Fort menggenggam lengan ayah Peat dan alisnya berkerut mengadu. Fort tampak seperti balita berumur 5 tahun yang takut akan masuk taman kanak kanak.

"Itu wajar. Asalkan kau tak pingsan, semuanya akan baik baik saja"

"Bagaimana jika aku pingsan?" Bibir Fort mencebik, lagi lagi mempertahankan ekspresi mengadunya.

Apa benar pria ini adalah pria berumur 32 tahun yang akan menikah dalam waktu 30 menit lagi? Ayah Peat hanya menggeleng melihat tingkah calon menantunya ini.

"Jika kau pingsan aku akan menarik Joss-"

Srett

"Tidak! Aku tak gugup dan aku tak akan pingsan. Lihat, wajahku sudah sangat siap ayah" Fort dengan cepat menarik tangannya yang menggenggam lengan ayah Peat dan berdiri tegap layaknya pasukan baris berbaris. Matanya menatap angkuh kearah dinding yang tertutup kain putih mengkilap seolah mengatakan jika ia sangat lebih dari siap.

Puk

Puk

Puk

"Aku percaya, jangan tegang seperti itu, Haha. Baiklah, aku ingin melihat putraku yang lain. Aku pergi nak"

Ayah Peat kemudian berjalan setelah melihat Fort membungkuk dalam kearahnya. Kekehan geli terdengar dari ayah Peat. Fort tak berubah, anak itu selalu manja namun lucu, sesekali sisi karisma dan tegasnya juga tampak meskipun tak sering.

"-Sepertinya tidak. Peat tak perlu tahu. Tak semua rahasia harus diungkap bukan? Aku tak mau membuat anakku sedih dan terpuruk. Ia hanya perlu tau jika kami ayah dan ibunya"

Suara sayup yang terdengar jelas membuat ayah Peat sedikit mempercepat langkahnya. Suara istrinya yang tengah membicarakan putranya dengan seseorang mengundang pertanyaan baginya.

"Ada apa sayang?" Ayah Peat mendekati istrinya dan tersenyum tipis menyapa ibu Fort yang berada dihadapan istrinya.

"Bukan apa apa. Kita sudah bicarakan ini sebelumnya" Ibu Peat tersenyum sambil meraih tangan suaminya. Menepuk beberapa kali memberi pengertian.

"Maaf. Aku hanya takut hal ini akan menyusahkan kalian nanti dikemudian hari" Nada bersalah terdengar dari ibu Fort, alisnya tertekuk sedih.

"Tak apa. Tapi seperti yang istriku katakan. Tak semua harus diberitahu. Reputasi dari mereka tak baik, aku tak mau ada masalah lebih berat. Peat terlalu berharga untuk terseret dalam masalah mereka"

Ibu Fort mengangguk paham. Pikiran yang mengusiknya beberapa hari kebelakang akhirnya menemukan kesimpulan. Rahasia kelahiran Peat akan ditutup rapat. Seperti kata ayah Peat, semuanya demi kebaikan putra mereka.

-----

"Wah.. Apa ini? Pernikahan konglomerat memang bukan hal yang sepele. Apa menurutmu ini tak terlalu berlebihan sayang?" Tutur Noeul ketika matanya menangkap hal menakjubkan pertama ketika baru turun dari mobil mewah milik kekasihnya.

Didepan matanya terdapat dekorasi mengesankan dengan tema merah dan biru. Bahkan dari pintu masuk saja sudah sangat mengesankan. Temannya terlalu membuang uang pikir Noeul. Lebih baik mereka menyisihkan uang untuk berbulan madu jauh seperti ke Maldives. Apa gunanya pernikahan sebesar ini jika mereka hanya akan berbulan madu dikota Chiang Rai?

"Menurutku ini sangat bagus sayang. Apa menurutmu ini tidak setimpal dengan perjuangan mereka hm? Jangan khawatir, kita akan buat pesta yang lebih megah dari ini. Kau juga bisa membanggakannya nanti" Ucap Boss sambil menepuk lembut tangan kekasihnya yang mengalung dilengan kanannya.

"Ck, kau bahkan belum melewati ayahku. Apa yang bisa ku harapkan? Pernikahan? Yang benar saja. Jangan salahkan aku jika tiba tiba menikah dengan wanita lain nanti" Noeul mendengus, tiba tiba ia teringat kondisi hubungannya yang masih ditentang oleh sang ayah. Maklum, tak semua orang terbuka dengan hubungan seperti ini.

"Hah.. Jangan seperti itu. Aku sedang berusaha, berdoalah untuk kita. Karena jika sampai aku menerima undangan pernikahanmu dengan yang lain, bersiaplah kau untuk kuculik. Aku tak menerima yang namanya pengkhianatan"

"Kau sungguh akan menculikku? Kau yakin? Kau berjanji?" Noeul menatap Boss dengan mata menuntut. Setidaknya ia ingin diyakinkan saat ini.

"Ya, pasti" Boss tersenyum, membuat sang submisif ikut tersenyum malu hingga semburat timbul dikedua pipinya.

Noeul melemparkan pandangannya, jantungnya berdebar jika terus melihat wajah tampan kekasihnya.

Oh!

Sial!

Temannya benar benar gila!

Baru saja kakinya memasuki pintu aula dan hanya berniat menjauhi pandangan Boss, Noeul malah mendapati desain apik yang memanjakan matanya. Lihatlah dekorasi ini, bagaimana susunan meja dan luasnya aula yang mereka pesan.

Satu aula besar terisi dengan banyaknya meja bertaplak biru dengan hiasan bunga besar merah ditengahnya. Belum lagi pengaturan cahaya yang terlihat elegan karena pencampuran lampu jingga dan putih. Kepala Noeul mendongak, disekeliling aula terdapat ruang terbuka lain karena adanya selasar yang dihiasi tirai dan dibatasi pagar kecil.

"Wah, kau benar. Mereka berlebihan sayang" Ujar Boss tiba tiba, membuat Noeul reflek memutar kepalanya dan mendapati Boss yang sedang menggelengkan kepalanya heran.

"Apa kubilang" Noeul meringis, tangannya menyeret kekasihnya untuk duduk disalah satu meja terdekat. Sesaat setelah mendudukan tubuh mereka diatas kursi, lagi lagi Noeul dibuat tercengang dengan apa yang ia lihat.

Bahkan alat makan diperhatikan sedetail ini. Pernikahan si perfeksionis dan si jenius memang mengundang decak kagum. Namun tetap saja ini berlebihan!

Puk

Tepukan dibahu membuat Noeul memutar kepalanya kebelakang dan mendapati pria besar berkulit tan dengan rambut yang ditata kebelakang. Pria itu memperlihatkan senyum khas kelincinya sambil duduk dibangku kosong disebelah Noeul.

"Lama tak jumpa"

"Hei! Kau apa kabar Joss? Sejak kapan kau di Thailand?" Noeul mengubah posisi duduknya menjadi miring menghadap Joss dengan sedikit bersandar pada tubuh kekasihnya. Pria berkuncir ini pencemburu, Noeul tak ingin ada salah paham.

"Aku baik dan aku sampai kemarin. Aku menginap dirumah ibu dan ayah, lalu kami berangkat kesini bersama"

"Ayah dan ibu Peat?" Joss mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Noeul.

"Kau sudah bertemu Peat?" Tanya Noeul hati hati, kurang lebih Noeul tahu jika pria besar didepannya ini menaruh hati pada sahabatnya.

"Sudah. Dia terlihat sangat menawan. Hah.. Harusnya aku menerima ajakannya menikah saat itu. Aku melepaskan permata yang sangat berharga" Joss menghela napas panjang, tangannya menarik sebuah gelas yang tampak sudah diisi oleh alkohol berwarna kuning pucat lalu menyesapnya.

"Jangan berpikir seperti itu. Kau tau sendiri alasanmu tak bisa bersama Peat. Carilah orang lain, memang tak ada yang seperti Peat, tapi tak semua orang sejelek itu asal kau tau" Noeul mulai menjangkau sebuah pastry yang ditaruh ditengah meja dan memilih menyuapi Boss. Namun matanya tak lepas dari Joss yang terlihat murung.

"Aku tau. Tapi Peat terlalu sempurna, aku sampai tak bisa melihat orang lain, Eul-a" Noeul memutar matanya jengah. Pria ini masih gila ternyata.

Flip

"Ah! Atau kuculik saja Peat sekarang? Bukankah it-"

PLAKK

"Jangan gila! Kau harus dibawa ke terapi Joss" Noeul menatap tajam kearah Joss yang meringis memegangi kepala belakangnya.

Noeul tahu jika Joss hanya bercanda, tapi tak ada salahnya menyadarkan pria ini jika saja nanti ia nekat. Ini bukan pertama kali terjadinya penculikan, Joss sudah melakukannya satu dekade yang lalu jika kalian ingat.

"Ah- permisi. Apa aku boleh duduk disini?" Suara lembut dari sebelah Joss membuat atensi ketiga pria tersebut teralihkan. Wanita dengan gaun merah dan rambut yang ditata rapi terlihat menatap ketiga pria tersebut untuk meminta ijin.

"Bolehkah? Aku hanya mengenalmu Joss. Jadi-"

"Ya, tentu. Tak masalah." Joss berdiri dari posisinya dan meraih sandaran tinggi kursi tersebut untuk diseret kebelakang. Mempersilahkan wanita bergaun merah itu untuk duduk dengan sopan sebelum kembali duduk dikursi sebelumnya.

"Terimakasih"

"Sama sama Pearwah"

Tuk

Tuk

Ketukan pada mulut mic mulai mengambil seluruh atensi tamu undangan. Semua pasang mata akhirnya tertuju pada MC yang berdiri disisi kanan ruangan, tepatnya dibelakang mimbar kayu yang beralaskan taplak biru senada.

"Selamat pagi para hadirin sekalian. Perkenalkan saya Saifah yang akan memandu khidmat pernikahan pada hari ini. Terimakasih kami ucapkan pada para hadirin yang menyempatkan hadir disela waktu sibuknya. Tak terasa hari yang dinanti pun tiba. Semua persiapan dan penantian sudah sampai diujungnya. Baiklah, oleh karena itu mari kita persilahkan mempelai kita untuk memasuki aula pernikahan, kepada Khun Fort Thitipong Sangngey disilahkan memasuki aula"

Prok

Prok

Prok

Sorak sorai disertai tepuk tangan meriah dari seluruh hadirin mengiringi langkah seorang pemuda kedalam aula. Pria dengan tuxedo hitamnya berjalan gagah dengan dada membusung dan wajah yang tegas. Riasannya terlihat apik dan membuatnya berlipat kali lebih tampan dari biasanya. Hembusan napas singkat terlihat ketika Fort sudah berdiri didepan altar, tepatnya dihadapan pendeta yang tengah tersenyum ramah kearahnya.

"Haha. Saya sarankan agar Khun Fort menetralkan jantungnya dahulu sebelum saya memanggilkan pasangan anda. Anda terlihat terlalu gugup sekarang" Ucapan dari sang MC mengundang gelak tawa semua tamu yang menghadiri. Bagaimana tidak jika dengan sangat jelas mereka melihat Fort dengan wajah tegang dan gugupnya didepan altar. Wibawa sebagai Presdir lenyap seketika. Tak ada kesan berat didiri Fort saat ini.

"Haha, maafkan saya Khun. Baiklah, mari kita panggilkan mempelai selanjutnya, Khun Peat Wasuthorn Chaijinda"

Prok

Prok

Prok

Kembali riuh tepuk tangan menggema disertai sorakan mengiringi langkah dua manusia yang baru masuk dari seberang altar. Pintu yang berbeda dari arah masuknya Fort sebelumnya.

Peat beserta ayahnya masuk dengan tangan bertaut melalui karpet merah yang tergelar jauh menuju posisi Fort berdiri. Peat tampak tersenyum malu dengan semua sambutan yang ia terima. Tak berbeda jauh dengan apa yang Fort gunakan, Peat juga menggunakan tuxedo hitam yang sama. Bedanya Peat tengah menggenggam sebuket bunga dengan warna campuran biru dan merah ditangannya

Matanya tampak mencuri pandang kearah depan, tepatnya kearah Fort yang sedang menunggunya dengan senyum tipis yang hangat.

Tap

Peat dan ayahnya memberhentikan langkah mereka tepat didepan Fort. Dengan sedikit gerakan memutar pada kakinya, Fort kini berhadapan dengan ayah Peat. Mata besar itu menatap lurus pada pria tua dihadapannya dan kemudian membungkukkan tubuhnya dalam.

Srettt

Sebuah tangan terjulur tepat setelah Fort mengangkat tubuhnya. Fort menjulurkan tangannya untuk meminta kekasih hatinya pada sang calon mertua.

"Kupercayakan dia padamu" Ayah Peat tersenyum lembut dengan sedikit menganggukkan kepalanya, menyerahkan tangan putra yang ia cintai pada pria muda dihadapannya.

Grep

"Terimakasih ayah" Fort membalas ucapan ayah Peat setelah menggenggam tangan Peat erat. Keduanya membungkukkan kepala mereka untuk mengirim ayah Peat turun dari altar.

"Baiklah. Akhirnya kita sampai pada puncak acara. Pengucapan janji sakral dalam pengikatan dua manusia yang diikrarkan sebagai pernikahan. Dari sini saya serahkan kepada pendeta untuk mengambil alih" MC pun kemudian turun dari mimbarnya dan beralih berdiri disebelahnya.

"Kedua mempelai disilahkan berhadapan" Suara pendeta kemudian memberi instruksi. Membuat Fort beserta Peat menggerakan sedikit tubuhnya agar bisa saling berhadapan.

Keduanya mengulum senyum sesaat setelah berhadapan. Semburat merah muncul dikedua pipi mereka. Mata rusa itu melihat jika Fort tengah menggerakkan bibirnya, Fort tanpa suara mengatakan 'Kau terlihat sangat cantik' dan membuat Peat tersenyum hingga sedikit menampakan gigi rapinya. Peat pun membalas Fort dengan mengatakan 'Kau terlihat sangat tampan' tanpa suara.

"Ekhem" Dehaman dari sisi samping mereka membuat keduanya mengulum bibir dan berdiri dengan tegap kembali. Sedikit malu karena tingkah mereka dipergoki oleh pendeta.

"Silahkan" Pendeta pun menjulurkan kitab suci dihadapan keduanya. Dengan serempak Fort dan Peat menaruh kedua tangan mereka diatas kitab tersebut dan saling menatap mata satu sama lain.

"Maka tibalah saatnya untuk meresmikan perkawinan saudara. Saya persilahkan saudara masing masing menjawab pertanyaan saya. Fort Thitipong Sangngey, maukah saudara menikahi Peat Wasuthorn Chaijinda yang hadir disini dan mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun duka?"

Seketika suara yang sedikit riuh menjadi diam dan tenang. Prosesi pengucapan janji sakral sudah dimulai.

"Ya, saya bersedia" Dengan lantang dan tegas Fort menjawab pertanyaan dari pendeta disampingnya. Matanya menatap hangat kearah pria kecil yang juga kini menatapnya.

"Peat Wasuthorn Chaijinda, maukah saudara menikahi Fort Thitipong Sangngey yang hadir disini dan mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun duka?"

"Ya, saya bersedia"

Prok

Prok

Prok

Riuh tepuk tangan kembali bergema sesaat para tamu undangan mendengar jawaban dari Peat. Sorakan penuh haru turut mengisi ruangan. Semuanya turut bahagia dengan pernikahan yang dilansungkan.

"Kedua mempelai dipersilahkan berbagi ciuman"

Layaknya perintah yang dikumandangkan, dengan lembut Fort menarik tubuh Peat dan mendekatkan tubuh mereka. Perlahan wajah mereka mendekat dengan tatapan yang saling mengunci. Satu tangan Fort terangkat menangkup wajah kecil pria dihadapannya. Membelainya sedikit dengan ibu jari sebelum menyatukan bibir mereka.

Dengan lembut keduanya saling melumat bibir masing masing. Membiarkan ribuan blitz kamera yang merekam momen sakralnya pernikahan mereka.

Tak lama Fort mengambil langkah memutuskan ciuman mereka. Menatap bibir basah didepannya dan lalu tersenyum lebar.

"Aku sangat mencintaimu- istriku" Mata besar itu kemudian menatap lembut mata rusa yang berbinar dihadapannya.

"Aku juga sangat mencintaimu- suamiku"

-----

BLAM

Sepasang kaki melangkah keluar dengan langkah basah yang memenuhi jalannya menuju ruang utama. Pria itu mengenakan bathrobe putih yang melilit tubuhnya dengan handuk kecil yang digerakan diatas kepala untuk mengeringkan rambut basahnya.

Helaan lega terdengar setelah Peat merasakan tubuhnya menjadi jauh lebih ringan setelah acara pernikahan mereka hari ini.

"Hehe" Senyum kecil yang tak dapat Peat tahan membuatnya terlihat menggemaskan karena aksinya yang menutup mulut dengan punggung tangan miliknya.

Rasa bahagia yang membuncah sangat Peat rasakan. Statusnya kini sudah berganti. Bukan lagi seorang lajang ataupun kekasih hati seseorang. Kini ia sudah menjadi 'istri' sah dari Fort. Pria yang begitu ia cintai bertahun tahun. Pria yang memberikan berbagai rasa dihidupnya, baik dari yang terpahit hingga yang termanis.

Kini tak ada lagi ragu diantara mereka. Tak ada lagi pembatas dan tembok tinggi ditengah mereka. Bahu mereka sudah menempel bersisian untuk seterusnya. Semua ragu sudah sirna sempurna. Kini hanya ada mereka berdua menjalani bidai rumah tangga.

Srettt

Brukk

"Ah.." Peat meringis ketika merasakan punggungnya menghantam empuknya kasur hotel. Pelukan yang melilit pinggang hingga tengkuknya menunjukan jika Fort tetap berhati hati meniduri dirinya.

Ya, mereka memilih berada dihotel selama seminggu sebelum melanjutkan perjalanan ke Chiang Rai. Pilihan Peat memang untuk berbulan madu disana. Sudah cukup Peat berkunjung jauh ke negeri orang, ia hanya ingin menikmati wisata domestik bersama Fort di Chiang Rai. Apalagi kota itu terkenal nyaman dan tenang. Hal itu terdengar seribu kali jauh lebih baik ketimbang bepergian kesuatu tempat yang ramai akan orang.

Fort mendekatkan wajahnya pada ceruk leher Peat dan menyesap aroma berry yang selalu Fort sukai. Belum lagi tekstur kulit mulus Peat membuatnya tak sabar membuat tanda kepemilikan disana. Tak tahu apakah hasil merawat diri atau memang berkah dari Tuhan jika Peat memiliki tubuh mulus tanpa cela.

"Ahh.. Istriku sangat harum"

Cup

Fort mengangkat kepalanya dan menumpukan dagu miliknya diatas dagu Peat setelah mengecup leher jenjang itu singkat. Membuat bibir bawah mereka saling bersentuhan satu sama lain.

Cup

"Kau tak lelah hm?" Peat mengecup bibir Fort sekilas dan kemudian sedikit menggeser kepalanya keatas hingga kini  ujung dagunya berada tepat dibawah bibir bawah Fort. Tangannya terangkat membelai surai gelap sang suami.

"Lima menit yang lalu. Tapi setelah melihatmu aku kembali bersemangat. Bisakah?" Fort menjauhkan kepalanya, matanya memandang memohon kearah Peat dibawahnya.

"Bagaimana jika aku lelah?" Peat memiringkan kepalanya lucu, berniat menggoda suaminya terlebih dahulu.

"Satu ronde?"

"Aku tak yakin kau bisa"

"Istri, apa kau begitu lelah hm?" Fort menjatuhkan tubuhnya diatas tubuh Peat dan mengunci tubuh kecil itu. Kakinya melilit pinggang ramping sang istri dengan tangan yang memeluk lehernya, belum lagi kepala yang ia tumpukan didada sebelah kanan Peat sambil mendongak menatap sedih kearah sang istri.

Tak lama Fort merasakan guncangan dari tubuh Peat. Kekehan kecil terdengar dan membuat Fort mengerutkan dahi.

"Kau mengerjaiku?" Seketika Fort kembali bangun dan mengukung pria dibawahnya yang tengah tersenyum geli. Peat mengangguk lucu dengan matanya yang terbenam setengah karena masih tersenyum.

"Ya, kau boleh. Apapun-"

Cup

Fort menempelkan bibirnya dan mulai melumat bibir Peat. Menggerakkan kepalanya kesamping untuk memperdalam ciuman mereka. Tangan kurus milik Peat kini mulai mengalung dileher Fort. Kepalanya ikut miring berlawanan arah dari kepala Fort.

Ciuman itu semakin intens. Pertautan dua bibir tersebut menghasilkan bunyi kecipak nyaring yang memenuhi ruangan. Mata besar yang sedari tadi tidak tertutup tampaknya menikmati wajah sang istri yang tengah menikmati ciuman mereka. Istrinya terlihat begitu cantik dan indah.

Fort sedikit menjauhkan wajah mereka setelah merasa napas Peat menjadi memendek. Matanya menatap lekat wajah istrinya yang tengah berusaha menetralkan napasnya dan juga menatap kearahnya. Tangannya terangkat menyeka saliva yang membasahi bibir kemerahan Peat, sangat pelan hingga tekstur bibir mengkilap tersebut terasa jelas di ujung jarinya.

Perlahan jari itu berganti menarik bibir bawah Peat, menampakan deretan gigi bawah rapi dari sang istri. Fort kembali mendekatkan wajahnya dan kembali melakukan tugasnya.

Lidahnya menelusup melewati celah gigi atas dan bawah. Mengabsen rongga mulut yang entah kenapa terasa sangat manis dimulutnya. Lidah Fort kemudian menemukan benda kenyal yang sama didalam sana, mengajaknya bertarung dan juga saling menyesap. Lelehan saliva mulai mengalir disudut bibir Peat, cairan bening itu turun melewati pipi hingga leher. Tangan Peat yang masih bersarang dileher Fort kini bergerak meremas surai legam tersebut. Menyalurkan rasa panas dan nikmat bersamaan yang ia terima

"Eungh.. " Peat melenguh ketika Fort melepaskan ciuman mereka dan beralih menuruni lehernya, mengecup dan menjilat semua sisi yang bisa ia jangkau dengan lidahnya. Tangan Fort tak diam, mengambil tali yang mengikat bathrobe sang istri dan menariknya hingga lepas.

Srett

Dalam satu kali hentakan bathrobe itu meluncur dan dibuang kesembarang arah. Menyisakan tubuh polos tanpa benang yang menutupi. Kecupan dileher itu semakin lama semakin intens, tak jarang gigitan dan sesapan hadir menciptakan tanda merah kepemilikan diatas kulit putih itu. Tak satu, ada banyak tanda yang tak bisa dihitung dengan jari, dan semua itu tersebar pada leher dan sekitar bahu sang submisif.

Dengan ringan Fort membawa tubuh kecil yang ia nikmati untuk berpangku duduk diatas kasur. Memposisikan kedua tangannya disisi samping tubuh sang istri, sehingga mengarahkan wajahnya tepat pada dada yang sedikit menonjol dengan dua puting yang sudah menegang. Tanpa basa basi Fort  melahap bagian kesukaannya, menjilat puting kemerahan itu dengan gerakan memutar hingga sampai dipuncaknya. Kemudian bibirnya beralih menyesap puting merah tersebut kuat. Membuat lenguhan terdengar keras dari mulut Peat karena bagian sensitif lain tubuhnya dimanjakan.

Tak membiarkan barang kesukaan lainnya menganggur. Fort memposisikan satu tangannya untuk memelintir ujung puting tegang itu. Menekan dan memutarnya seperti keinginannya.

Peat juga tak tinggal diam. Dengan bibir bawah yang ia gigit dan dada yang tengah dimanjakan, Peat berusaha meraih kancing pengait celana yang Fort gunakan. Melepaskannya perlahan karena Fort yang terlalu asik dengan mainannya.

"Ouh.. Mhh.. Akh!" Tanpa sengaja Peat mencengkram pinggang Fort yang memang tak ditutupi pakaian sedari awal. Fort menggigit putingnya terlalu keras dan sekarang rasanya berdenyut kuat.

"Maaf Baby, ini terlalu menggoda, aku tak bisa membiarkannya" Peat mendelik malas dan sesaat kemudian kembali mendesah tertahan ketika Fort kembali melanjutkan pekerjaannya. Seluruh dadanya sudah basah dan Peat yakin akan banyak tanda merah disana.

Bugh

Dengan sekuat tenaga Peat mendorong tubuh besar suaminya hingga mereka berdua jatuh keatas kasur dengan posisi Peat yang berada diatasnya.

"Let me..."

Cup

"... Pleasing you" Peat mengedipkan matanya seduktif setelah mengecup kilat bibir sang suami. Tangan kurusnya menahan lengan besar Fort dan mulai mengecupi inci demi inci kulit Fort mulai dari dagu hingga turun ke dada. Peat mengecup puting Fort bergantian, kemudian menaruh kedua tangannya pada bahu lalu menuruninya perlahan hingga sampai dipuncak otot dada tersebut. Tangan kurus itu mulai meraba kedua dada tersebut perlahan, membuat gerakan memutar sebelum meremasnya.

"Anghh.. Babyhh" Peat tersenyum miring mendengar lenguhan sang suami. Dua telunjuknya kemudian memainkan puting kecokelatan itu dengan menarik dan menekannya.

Setiap gerakan yang Peat berikan meningkatkan sensitivitas seluruh saraf Fort. Membuat libidonya semakin naik dan celana bahan piyama satinnya kini terasa sangat sesak.

Tubuh polos itu kemudian beringsut kebawah bersamaan dengan tangannya yang menarik celana sang suami dan melemparnya kebelakang. Menyisakan celana dalam hitam yang menggembung besar.

"Hai sayang, kita berjumpa lagi"

Cup

Peat mengecup gundukan yang masih berlapis kain hitam tersebut. Kemudian menjajakan jemarinya dan mengelus penis Fort dari balik celana dalam.

"Enghh.. Jangan-menggodakuh.. " Fort menggigit bibir bawahnya saat merasakan sentuhan halus diarea bawahnya.

Peat terkekeh dan kemudian kembali melanjutkan kegiatannya. Kedua tangannya ia selipkan kedalam celana dalam Fort, menggenggam penis besar itu dan menaik turunkan tangannya secara perlahan. Gesekan antara penis, celana dalam dan tangan Peat membuat penis Fort berereksi semakin besar. Pijatan Peat semakin lama semakin naik, membuat Fort tak tahan dan segera duduk sambil meremas sprei.

"Babyhh.. Muluthh, mmhh"

Tangan kurus putih itupun mulai mengeluarkan penis besar dari sarangnya, menepikan bagian celana dalam yang menutupi adik besar sang suami kesamping.

Plakk

Sebuah benda besar, panjang dan berurat tiba tiba keluar dan tak sengaja menampar pipi Peat. Tangan kecil itu segera menggenggam batang yang sedikit menampar pipinya tersebut secara menyeluruh, dan kemudian mulai menaik turunkan tangannya bersamaan dengan mulutnya yang mulai mencicipi kepala penis gelap tersebut. Mata rusa itu melirik keatas, menatap ekspresi nikmat dari sang suami.

Peat semakin memperdalam blow job yang ia lakukan. Memasukkan setengah dari panjang penis Fort yang tak bisa dikatakan pendek kedalam mulutnya. Setengah saja sudah mencapai pangkal tenggorokannya. Tangannya juga ikut membantu memijat setengah bagian bawah termasuk bola kembar yang menggantung disisinya.

Terlalu nikmat. Mata besar Fort bahkan hanya tampak putihnya saja ketika adik besarnya dimanjakan sedemikiam rupa. Sudah ia bilang bukan jika servis tangan Peat bukanlah main main. Belum lagi lidah pria submisif ini mampu memanjakan penisnya dengan baik. Fort merasakan lilitan bergantian arah menjalari penisnya. Rongga mulut Peat sangat hangat dan cukup sempit untuk memijat penis tegangnya.

Kepala yang bergerak maju mundur tersebut mulai melesak lebih jauh. Deep throat. Peat melepaskan tangannya dan menumpukannya pada pangkal paha Fort. Peat mencoba memasukkan penis panjang suaminya lebih dalam lagi. Rasa panas dan terbakar mulai menyerang Peat hingga air matanya mulai terlihat diekor mata.

Tak bisa diam. Peat segera bergerak cepat mengusir rasa pusing dan muntah yang terbesit diotaknya. Memaju mundurkan kepalanya cepat untuk memanjakan adik besar dimulutnya. Tempo pun semakin cepat, penis yang berada didalam mulut Peat semakin lama semakin besar hingga mulutnya terasa sakit seperti ingin robek.

"Tungh.. Akuh.. Ngghh-"

Crottt

Semburan cairan keruh menyembur membasahi tenggorokan Peat. Menarik kepalanya cepat dari penis Fort dan menutup mulutnya dengan tangan guna mencegah keluarnya separuh cairan yang memenuhi mulutnya.

Srettt

Grep

Cup

Fort segera menarik tubuh Peat keatas tubuhnya dan meraup bibir yang tertutup berisi sperma. Menyesap habis segala isi yang menetap dimulut istrinya hingga habis tak bersisa.

Plop

Bugh

Fort melepaskan ciuman singkat mereka dan mendorong Peat kesamping hingga tubuh polos tersebut tertelungkup diatas kasur. Tubuh besar itu kemudian berdiri dari posisinya dan melepaskan celana dalamnya yang sudah kotor karena sisa lelehan sperma yang baru saja ia keluarkan.

Tubuh besar itu kini menghadap tubuh menelungkup didepannya. Menyisir seluruh tubuh yang selalu ia dambakan dengan mata besarnya.

"Menungginglah Baby" Layaknya perintah yang harus dilaksanakan. Peat beringsut layaknya ulat hingga bokong sintalnya terangkat keudara menghadap sang suami. Kerutan kemerahan dari rektumnya kini terbuka sedikit lebih lebar dan berkedut seperti memanggil untuk dimasuki.

Tangan besar itu meraih panggul sang submisif. Menarik dan mendorongnya secara bergantian, berlawanan dengan arah penisnya yang menggantung. Fort memantulkan bokong sintal tersebut pada penisnya dengan tempo menanjak.

Tangan Fort kini menjalar keatas. Meraba dan meraih dua gunung rendah dengan puncak yang mencuat. Kedua tangannya bergerak memelintir kedua puting itu hingga menimbulkan lenguhan kenikmatan dari sang istri. Lenguhan dan sentuhan ditangan serta penisnya membuat adiknya kembali mengacung tegak meminta untuk dimanjakan.

"Puih!" Fort meludahi lubang rektum yang sedikit terbuka didepan matanya. Menarik tangannya dan mulai mengolesi seluruh permukaan bokong Peat dengan salivanya. Fort kemudian membawa masuk tiga jarinya secara bersamaan kedalam mulutnya untuk dibasahi.

Plop

"Bersiaplah Baby"

"Unh" Suara erangan tertahan terdengar dari Peat ketika Fort memasukan ketiga jarinya secara bersamaan kedalam rektumnya. Tangan kurus itu meremas kuat sprei dibawahnya. Meskipun bukan hal baru, tapi setiap pertama kali penetrasi akan selalu menjadi momen menyakitkan bagi Peat.

"Ngghh.. Ahh" Desahan dari Fort kini mulai menggantikan erangan kesakitan, jari yang bergerak keluar masuk membuat dinding rektum Peat berkedut dan memijat ketiga jarinya dengan baik. Fort pun tak melupakan maksudnya untuk memperlebar lubang itu dengan melakukan gerakan menggunting.

Srett

Plop

Fort mengeluarkan jarinya, penisnya semakin besar dan ia sudah tak tahan untuk menikmati rasa lubang kemerahan dibawahnya. Memposisikan kedua tangannya dibongkahan sintal tersebut dan menariknya berlawanan arah, membuat lubang rektum tersebut semakin terbuka lebar dan menghasilkan lenguhan tertahan dari Peat.

"Aku masuk Baby" Satu tangan Fort kemudian meraih penis tegaknya dan memposisikannya didepan lubang rektum yang sedari tadi memanggilnya.

Perlahan namun pasti Fort mulai memasukkan kepala penisnya. Matanya sesekali mengarah pada wajah sang istri yang jauh dibawahnya. Berhati hati agar tak menyakiti sang istri karena memang ukuran penisnya yang sedikit tak wajar.

"Hngg" Peat menggigit bibir bawahnya saat merasakan kepala penis Fort mengisi lubang rektumnya. Bagian bawah Peat kini terasa penuh dan tertarik.

Huk

"Hngg!" Hentakan selanjutnya membuat tubuh Peat sedikit bergeser kedepan. Fort mendorong sisa penisnya hingga tertanam sepenuhnya pada lubang rektum Peat.

"Maafkan aku" Fort dengan cepat memeluk tubuh istrinya dari belakang. Mengecup pundak lebar itu berkali kali untuk menyampaikan rasa bersalah pada Peat.

"It's okay. Nghh. Move Babe"

Fort mengecup pundak bersih itu satu kali sebelum bergerak menjauh memegangi pinggul Peat kembali. Dengan tempo pelan Fort mulai menggerakan tubuhnya maju mundur. Menyesuaikan penisnya dengan lubang rektum Peat agar tak mengalami lecet.

Lenguhan kembali terdengar dari keduanya. Suara itu semakin keras ketika Fort mulai meningkatkan laju tumbukannya untuk mencari g-spot, daging lunak sensitif diujung rektum. Hentakan tersebut semakin cepat. Gerakan tangan Fort dipinggul Peat pun semakin cepat. Membuat dua tubuh saling memantul dan bertabrakan. Decitan kasur hotel tak terelakan. Campuran antara desahan, lenguhan dan decitan kasur menyemarakan kegiatan panas yang mereka lakukan

"Anghh.." Peat melenguh kuat saat merasakan tumbukan kuat didaging lunaknya. Bak listrik menjalar, seluruh tubuh Peat kini bergetar hebat. Seluruh sarafnya bangun dan membuat tubuhnya sedikit ambruk. Namun Fort menahan perut rata Peat dan membawa satu tangan Peat untuk ia kalungkan ketengkuknya.

Pelukan diperut Peat membuatnya semakin buruk. Perutnya meregang hingga kepala penis Fort semakin tercetak jelas diperut bagian bawahnya dan menusuk daging lunaknya lebih dalam. Desahan Peat semakin liar, membuat Fort juga menggila dalam menubruk lubang rektum itu dalam tempo cepat.

Plakk

"Ahh.." Erangan terdengar ketika dengan sengaja Fort menampar pipi pantat Peat dengan satu tangannya. Membuat libido Fort semakin naik hingga puncak paling tinggi. Tubuh mereka terus bergerak, membentur satu sama lain mencari kenikmatan demi kenikmatan.

Beralih menjajaki pundak halus tersebut dengan mulutnya, Fort kembali membuat banyak tanda dikulit bersih itu tanpa meninggalkan jarak sisa. Tangan Fort yang mengawang kini terangkat menyetuh rahang Peat dan memutarnya kesamping. Membuat wajah mereka bertemu dengan Fort yang meraih bibir merah terbuka itu untuk dilumat.

Tempo hentakan semakin cepat, lumatan pun semakin kuat. Fort merasa mereka hampir mencapai batas. Dengan cepat Fort membalikan tubuh Peat hingga kini mereka berhadapan. Mengambil kaki sang submisif dan mengalungkannya mengitari pinggang. Tubuh itu Fort angkat hingga reflek tangan Peat mengalung pada leher Fort.

Srett

Grep

Fort membawa tubuh dalam gendongannya tersebut berjalan menuju meja rias yang berada disamping ranjang. Mengecup pipi putih tersebut sebelum menjatuhkan pipi pantat Peat diatas kayu licin meja rias. Kedua tangan Fort kembali membawa perpotongan lutut Peat dengan lengannya. Menumpunya pada tepian meja rias dan menahan kaki Peat terbuka lebar agar akses penisnya semakin luas.

Cup

Peat mengecup bibir Fort singkat dengan posisi tangannya yang memegangi pundak Fort. Matanya menatap seduktif pada pria besar didepannya.

"Moveh.. Babyh.." Desah Peat ditelinga Fort setelah merengkuh leher Fort kedekapannya.

"Nghh" Lenguhan kembali terdengar ketika Fort kembali menubruk lubang rektum Peat. Melesakan penisnya dalam tempo cepat dan brutal. Meja rias itu berderit hingga sedikit bergeser tiap kali Fort memghujam rektum Peat. Dinding rektum Peat menggila, memijat penis Fort cepat dan kuat, memicu penisnya semakin besar dan besar lagi.

"Ahh.. Babyhh" Desahan keras memenuhi ruangan. Fort terlalu cepat. Peat merasa rektumnya terlalu dipaksa melebar. Namun tumbukan pada daging lunaknya membuatnya menjerit keenakan.

Tempo semakin cepat dan cepat. Peat merasa penisnya sudah besar dan siap mengeluarkan laharnya.

"Akuhh- inginhh"

"Bersamahhh ahh-Babyhh" Fort menghentakkan kuat penisnya kedalam rektum milik Peat. Memaksimal laju maju mundurnya saat kepala penisnya mulai berkedut cepat dan hebat.

"Babyyhh/Babyhh" Cairan keruh tersebut akhirnya keluar bersamaan. Lelehan sperma milik Peat mengalir disepanjang dada dan perut Fort, sebagian lagi ikut terpercik pada perut Peat dan mengalir turun kebawah.

Peat merasakan perutnya kini menghangat. Kumpulan cairan keruh yang tertahan diperutnya  terasa menggelitik. Cairan tersebut tak bisa keluar. Penis Fort masih terasa besar dan menahan semuanya untuk turun.

Huk

"Nhh" Hentakan terakhir penis Fort sangat dalam bersamaan dengan semburan penutup dari ronde pertama mereka.

Keduanya kini saling berpelukan dengan dahi dan ujung hidung yang saling bersentuhan. Napas tersengal mereka saling beradu dengan cepat. Senyum lebar terpatri diwajah masing masing. Keringat yang mengalir dipelipis mereka tak dihiraukan. Memilih menyalurkan rasa hangat dari perasaan mereka masing masing.

Cup

"Kau menyukainya Baby?" Tanya Fort setelah laju napasnya kembali normal, bibirnya juga mengecup singkat bibir kemerahan didepannya.

"Eung.. Sangat" Peat mengangguk dan menatap netra hitam didepannya. Bibirnya kembali mengulas senyum lebar bahagia.

"Kamar mandi?"

"As you wish Babe"

END of EPILOG 4


Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞