FORTPEAT - JINX - EPILOG 2

Attention!!! Alur chapter ini akan maju mundur. Tolong diperhatikan kata setelah flashback ❤❤

-----

Flashback

Fort melihat lagi tangannya yang berisikan banyak jinjingan dan kemudian tersenyum. Setelah dua bulan lebih mengurusi kekacauan yang ia buat di acara pertunangan, kini ia harus menghadapi tembok terakhir sebelum benar benar kembali menjemput sang pujaan hati.

Setelah memarkirkan mobilnya diluar pagar sebuah rumah minimalis, Fort melangkah maju untuk memasuki pekarangan luas dari rumah tersebut.

Sudah lama sekali ia tak bertemu dengan ayah dan ibu Peat. Hampir sebelas tahun? Fort pun tak tahu pastinya. Bagaimana kira kira keadaan mereka? Apa mereka masih mau bertemu dengannya? Fort harap iya, karena jika tidak Fort tak akan berani melangkah lebih jauh meskipun hatinya menjadi taruhan.

Namun apapun yang terjadi Fort tak akan menyerah. Tekadnya sudah bulat dan ia harus memperjuangkan Peat. Fort tak mau kehilangan pria cantik itu lagi. Cukup sudah penderitaan yang ia alami bertahun tahun karena kebodohannya sendiri.

Ting

Tong

Jemari kasar itu menekan bel pintu yang berada sedikit diatas kepalanya. Dengan kedua tangan yang memegang tali bingkisan, Fort gugup menanti pintu didepannya terbuka.

Cklek

"Oh?" Suara penuh keterkejutan terdengar dari bibir seorang wanita paruh baya yang membuka pintu. Mata yang sudah dipenuhi banyak keriput itu pun terlihat membesar karena melihat seseorang yang sudah lama tak ia temui.

"Ibu" Dengan suara bergetar dan mata yang berkaca kaca Fort memanggil sebutan dari wanita paruh baya itu. Tiba tiba saja dadanya bergemuruh melihat perubahan signifikan dari wanita didepannya.

Grep

Kedua manusia itu saling berpelukan dengan ibu Peat yang menginisiasi terlebih dahulu. Fort membalas pelukan itu tak kalah erat. Rasa sayangnya sama besar dengan yang ia berikan pada ibunya dirumah. Bagaimanapun mereka hidup berdampingan lebih dari sepuluh tahun, bagaimana bisa Fort tak menyayangi wanita ini.

"Ibu merindukanmu nak" Lirih ibu Peat, senyum tipis terukir dibibirnya.

"Fort juga bu, maaf baru mengunjungi"

"Siapa yang datang sayang?" Teriakan yang menggema berasal dari dalam rumah membuat ibu Peat segera melepaskan pelukannya dan menarik Fort kedalam.

Drap

Drap

"Sayang, lihat siapa yang datang" Ibu Peat berkata saat mereka masih berjalan menuju ruang makan. Dengan senyum sumringah ibu Peat membawa Fort yang tengah mengulum senyum. Fort sangat bahagia mengetahui ternyata ayah dan ibu Peat masih menyanyanginya seperti sebelumnya.

Ayah Peat yang sebelumnya sibuk dengan koran ditangannya, kini mulai melipat koran tersebut dan menoleh kesamping ketika merasakan seseorang disebelahnya. Wajah pria tua yang masih tampak gagah diumur senjanya terlihat begitu terkejut. Tubuhnya terpaku menatap sosok yang dibawa istrinya selama beberapa detik.

Perlahan wajah yang terkejut itu kembali normal cenderung datar. Ayah Peat berdiri dari posisinya dan menatap Fort lurus.

Bugh

"Sayang!" Pekik ibu Peat.

Layangan kepalan tinju mendarat dipipi kiri Fort. Membuat pria besar itu terhuyung kebelakang dan hampir jatuh jika saja ibu Peat tidak menahan tubuhnya.

"Itu untuk kau yang menyakiti putraku"

-----

Flashback off

"Kkk... Kau dipukul? Benar benar dipukul?" Peat dengan tawa lebarnya menatap Fort geli, hingga membuat bola matanya tenggelam dibalik kelopak.

Gambaran kejadian saat itu tiba tiba saja terlintas dibenak Peat, bagaimana terkejutnya pria besar ini setelah menerima pukulan dari ayahnya yang bahkan tak pernah memarahi Fort ketika Fort menjahili Peat. Peat tak menyangka jika ayahnya akan memukul pria ini saat pertama kali bertemu.

Dengusan dan anggukan secara bersamaan Fort perlihatkan. Tangannya tiba tiba terangkat memegang pipi kirinya yang pernah menjadi sasaran pukulan dari ayah Peat. Matanya menerawang kelangit langit mengingat kembali kejadian hari itu. Calon ayah mertuanya sangat menakutkan jika marah. Fort bersumpah tak akan berani lagi berbuat macam macam pada Peat.

"Pffttt.. Rasakan. Kau menyakiti putranya, jelas saja dia marah" Peat mencebikkan bibirnya mencemooh dan kemudian tersenyum tipis karena melihat wajah Fort yang tampak lucu.

"Baby, aku berjanji padamu tak akan pernah membuatmu menangis lagi. Bahkan aku bersumpah dengan nama dewa dan Tuhan atau apapun. Kau tau, pukulan ayahmu hampir membuat rahangku bergeser" Kini giliran Fort yang mencebikan bibirnya, tangannya masih memegangi pipi kiri dengan ekspresi yang dibuat sesedih mungkin.

"Ow.. Baby.. Sini sini aku obati. Kasihan sekali bayi besarku ini"

Fort mengulum senyumnya dan beringsut mendekatkan wajahnya kearah Peat. Dari ekor matanya Fort melihat Peat terkekeh kecil.

Cup

Tangan Fort kembali terangkat cepat menyentuh pipinya yang dikecup oleh Peat. Matanya melebar dengam bibir yang terbuka lebar. Fort jelas jelas membuat ekspresi seolah olah takjub akan sesuatu.

"Oh? Wow! Baby! Pipiku tak lagi sakit! Oh terimakasih Baby. Aku mencintaimu"

Hap

Fort memeluk Peat yang masih tergulung selimut dengan erat. Mengusakan hidungnya pada pipi putih itu dan menyesap aroma dari kulit itu gemas.

"Kkk.. Ya, aku juga mencintaimu. Ayo lanjutkan ceritamu"

-----

Flashback on

Srakkk

Srakkk

Bunyi gesekan antara tanah dan sekop terdengar bergantian bersamaan dengan tangan Fort yang mendorong dan menarik sekop yang ia pegang. Mata besar itu melirik ayah Peat yang sibuk mengangkat beberapa tanaman kearahnya.

Baru saja ibu mengobati luka disudut bibirnya kini ia harus mengambil hati ayah Peat atas saran dari ibu. Dengan ide cemerlang yang ibu Peat berikan, Fort bergegas menuju lapangan luas dengan sepertiga tanahnya yang sudah digemburkan.

Kini tangannya yang biasanya memegang ipad atau pulpen berganti memegang pacul dan sekop. Baju kemeja bersih yang semula ia gunakan kini tampak kotor dengan tempelan tanah dimana mana. Bahkan wajah dengan plester disudut bibir itu tak luput dari kotornya tanah.

"Ayah, apa semua tanaman ini harus diselesaikan hari ini juga?" Selidik Fort dengan senyum kaku. Tanaman yang dikeluarkan oleh ayah sangat banyak! Bahkan sekarang sudah lewat tengah hari dan Fort masih bekerja untuk menggemburkan tanah.

"Ya, kau tak sanggup? Tak apa, ayah bis-"

"Tidak! Aku sanggup. Ayah sebaiknya kembali kerumah dan bersantai. Serahkan semuanya padaku" Dengan tatapan yakin Fort menatap sang ayah. Tangannya menepuk dada beberapa kali. Ia tak akan kalah dari ribuan tanaman ini.

"Cih, kau tak akan sanggup. Kau akan membuat pekerjaanku lambat. Kerjakan saja tugasmu" Ayah Peat berlalu dari hadapan Fort menuju gudang penyimpanan tanaman miliknya.

Fort menghela napas. Sepertinya ayah Peat masih sakit hati dengannya. Apa lagi yang harus ia lakukan untuk meluluhkan hatinya?

-----

Flashback off

"Pasti kau sakit hati. Maafkan ayahku Fort" Peat melihat Fort iba. Namun ia terharu karena Fort berjuang untuknya.

Cup

Fort mengecup pipi Peat singkat dan mengambil baju bersih yang terletak diatas kasur, tepat disamping ia duduk. Memasangkannya pada tubuh Peat dan merapikannya.

"Bukan masalah. Lagian aku mendapatkanmu sebagai imbalannya." Fort mengedipkan sebelah matanya sambil ikut memakai bajunya yang tanpa lengan

Puk

Puk

Peat menepuk sisi kasur yang kosong disebelahnya, mengisyaratkan agar Fort berbaring disebelahnya.

Bugh

Fort melemparkan dirinya keatas kasur hingga membuat kasur tersebut berguncang hebat. Peat yang tak siap reflek memegangi erat kepala ranjang yang berada didekatnya. Peat mendelik kesal kearah Fort yang sedang tertawa lebar.

Tubuh besar itupun kemudian merangkak mendekati Peat yang berada didekat kepala ranjang. Menyeret tubuh kecil itu kedalam pelukannya dan memposisikan wajahnya didepan perut datar itu. Fort mengusakan hidungnya sambil menghirup aroma wangi dari baju yang Peat kenakan.

Tubuh kecil itupun menyamankan posisinya, menyandarkan tubuhnya kekepala ranjang dan mulai mengusap lembut rambut hitam milik Fort.

"Aku yakin usahamu tak sampai disitu. Apalagi?"

-----

Flashback on

Berhari hari sudah Fort tinggal dirumah ayah dan ibu Peat. Hari pertama ia tak diizinkan untuk tidur didalam rumah dan ayah Peat menyuruhnya untuk pulang. Fort akhirnya memilih tidur didalam mobilnya dan berencana kembali kerumah besok paginya. Saat dihari kedua pun terjadi hal yang sama, Fort tak diizinkan menginap, namun ibu Peat yang kasihan dan tak tega melihat Fort membujuk suaminya agar mengizinkan Fort untuk menginap, ibu Fort sangat mengenal watak keras kepala Fort dan ia yakin pria besar ini tak akan pulang karena diusir begitu saja. Seribu cara bujukan dilakukan ibu Peat dan termasuk Fort, hingga akhirnya membuat ayah Peat luluh.

Seperti rutinitas beberapa hari kebelakang, hari ini Fort juga melakukan cocok tanam diarea halaman luas milik ayah Peat yang lain. Fort sama sekali tak menyangka jika ayah Peat juga membeli sebidang tanah yang tak jauh dari rumahnya untuk menyalurkan hobi kesukaannya. Seorang pengusaha start up ternama yang memiliki cabang dimana mana terlihat lebih mempedulikan kebun dan tanaman miliknya dibandingkan bisnisnya sendiri. Bisnis start up yang dikelola ayah Peat sebanyak 70 persen bermodalkan keberuntungan dan 30 persen usaha, jadi bisnisman seperti ayah Peat hanya datang ke perusahaannya disaat hal hal genting terjadi.

Seperti sekarang, hari ini ayah Peat mendapat panggilan darurat dari sekretarisnya dan harus segera pergi ke perusahaan pusat yang berada di Bangkok. Jadi ayah menitipkan kebun dan area halaman kesayangannya pada Fort meskipun dengan nada tak percaya.

"Fort. Ayo pulang sayang, sudah waktunya makan" Ibu Peat yang baru saja sampai disisi lapangan luas itu bersorak sekuat mungkin karena posisi Fort yang terlalu jauh ketengah lapangan. Fort yang sayup mendengarnya menoleh dan mengangguk senang. Akhirnya malaikat penyelamatnya datang juga.

Kaki yang dibalut sepatu boots karet itu dengan susah payah Fort angkat bahkan dibantu dengan kedua tangannya. Perlahan Fort berjalan hingga akhirnya ia sampai disisi lapangan.

Ibu Peat menepuk beberapa bagian di pakaian Fort untuk membersihkan beberapa tanah basah yang sudah mengering. Tersenyum lebar dan kemudian menepuk pundak Fort untuk mengajaknya berjalan.

Jalanan sunyi hanya diisi oleh Fort dan ibu Peat, suasana nyaman dengan sinar jingga yang terbias langit senja membuat mata keduanya menatap keindahan langit.

"Bu" Panggil Fort disela aktivitasnya yang masih menikmati senja

"Hm"

"Maafkan aku"

Ckittt

Fort memberhentikan tubuhnya dan menatap punggung ibu Peat yang berada dihadapannya. Merasakan jika sang putra berhenti, ibu Peat ikut memberhentikan tubuhnya dan berbalik melihat putra besarnya itu.

"Maafkan aku bu, sudah menyakiti putramu" Raut wajah yang selalu menampakan senyum cerah itu berganti sedih. Tatapannya terlihat sedih dan penuh rasa bersalah.

Ibu Peat tersenyum. Kakinya ia bawa mendekat dan dengan cepat memeluk tubuh besar itu.

"Jangan bu! Pakaianku kotor. Sebaik-"

"Tak apa nak. Tak apa. Ibu ingin memelukmu" Ibu Peat kembali mengeratkan pelukannya setelah Fort sedikit menolak dengan menjauhkan tubuhnya.

Fort pum membalas pelukan tersebut. Dadanya bergemuruh, rasa bersalahnya semakin menjadi karena ibu Peat selalu baik kepadanya. Fort sudah menyakiti putranya sedemikiam rupa dan ibu Peat sama sekali tak menunjukkan kebencian.

"Awalnya ibu tak mengetahui apapun tentang permasalahan kalian. Peat sama sekali tak bercerita bahkan sampai detik ini. Waktu berlalu, ayah dan ibu selalu mencari cara untuk mengetahui apa yang terjadi padanya, tapi tentu tak menanyakan langsung, ibu tau Peat tak dalam kondisi stabil saat itu. Tak lama Noeul datang bersama Boss kesini. Cukup lama mereka datang bahkan setelah beberapa tahun. Mereka menceritakan semuanya dan meminta maaf karena terlambat menjelaskannya. Mereka pikir Peat sudah baik saat memilih berkunjung kesini, namun saat itu masih belum dan berujung seperti itu, mereka menceritakannya. Benar, ayah dan ibu marah padamu Fort, sangat marah. Tapi kami sadar, jika kau melakukannya karena terlalu mencintai Peat, namun kau harus tahu jika hal itu salah dan tak ada pembenaran untuk itu. Dan lagi Noeul dan Boss juga menceritakan kondisimu saat itu pada kami. Jujur saja, ibu ingin segera pergi ke Nonthaburi untuk melihatmu sayang. Tapi itu bukan hak ibu, ibu tak ingin melangkahi Peat untuk alasan apapun-" Setelah bercerita panjang, ibu Peat menarik tubuhnya dari pelukan Fort dan memegang kedua pundak lebar itu. Mata yang sudah dikelilingi keriput itu menatap dalam mata yang berkaca kaca itu dan kemudian tersenyum.

"-jadi kesimpulannya ibu sudah memaafkanmu jauh sebelum ini. Ibu percaya padamu nak."

"Huks.. Ibu, terimakasih" Dengan suara berat yang serak Fort menarik ibu Peat kembali kedalam pelukan. Fort menangis sejadi jadinya dibahu ibu Peat sore itu.

-----

Flashback off

"Baby" Peat memanggil Fort dengan mata yang menatap puncak kepala Fort yang ia usap. Fort bergumam menyahuti panggilan Peat.

"Kau harus berterimakasih pada pasangan gila itu. Kau bisa memberikan hadiah seperti tiket liburan atau undangan makan malam berdua untuk mereka. Kau berhutang budi pada mereka" Saran Peat setelah mendengar cerita Fort. Jika saja sepasang kekasih gila itu tak menemui ayah dan ibunya tentu saja Fort akan mengalami kendala lebih berat ketika kerumahnya. Asal kalian tahu saja, jika ibu Peat marah itu lebih mengerikan tiga kali lipat dibanding ayah. Apalagi jika ayah dan ibu mengetahui permasalahannya diakhir tanpa ada penjelasan yang baik, Peat jamin dihari pertama kedatangan Fort pintu akan dihempaskan tepat diujung hidungnya.

"Kau benar juga Baby. Atau bagaimana jika kita memberikan kado pertunangan untuk mereka? Kita siapkan semua keperluannya!" Fort merasa cerdas dengan ide gemilangnya, dengan cengiran lebar Fort mendongakan kepalanya keatas dan menatap Peat dengan bangga.

Tak

"Berpikirlah secara normal. Kau pikir pesta pertunangan itu murah? Aku tahu kau kaya tapi berpikirlah lebih panjang" Peat menyentil dahi lebar itu dan kemudian mendengus setelah mendengar ide tak masuk akal Fort. Otak pria ini harus diperbaiki.

Ggrrkk

"Oh, Baby! Kau punya bayi? Apa spermaku berhasil?"

Plakk

"Aw! Sakit Baby"

Peat memukul kuat belakang kepala Fort. Wajahnya terlihat kesal dengan perkataan yang Fort lontarkan barusan. Peat lagi lagi mendengus sebal dan menatap tajam Fort yang terlihat membujuknya dengan wajah sedih.

Kenapa pria besar ini semakin terlihat bodoh?! Arggghh

"Yang benar saja! Jangan sampai aku mengiris kepalamu dan mereparasi otakmu sekarang juga Fort"

"Sshhh.. Itu terdengar menyeramkan Baby" Peat memutar bola matanya malas mendengar jawaban Fort.

Gggrrkk

Lagi. Perut Peat berbunyi cukup keras. Membuat Peat segera beringsut untuk turun dari ranjang.

Grep

"Ikut aku" Peat memegangi tangan Fort dan menariknya. Membuat Fort membelalak dan berusaha menyingkirkan tangan Peat.

"Ke toilet? No! Aku tak mau"

"Ayolah Baby, ceritamu belum selesai. Aku ingin mendengar kelanjutannya" Peat merengek, rautnya ia buat seperti anak kucing yang menginginkan susu.

"Baby, Please. Kau itu bukan buang air kecil. Tapi buang air besar! Aku tak mau" Fort menggelengkan kepalanya kuat, ia benar benar menolak ide aneh Peat kali ini.

"Ayolah Baby, kumohon"

"No! "

"Kuberikan satu kecupan setelah itu, bagaimana? "

"No! "

"Dua?"

"No!"

"Tiga?"

"Eum... No!"

"French kiss"

"Errr- No?! Ck, berapa lama?"

" Tiga menit"

"Sepuluh menit atau tidak sama sekali"

"Setuju"

-----

Flashback on

Tak terasa habis dua minggu Fort berada dirumah Peat. Tubuhnya mulai terbiasa dengan berbagai perlengkapan berkebun. Baik itu mencangkul bahkan jarak antar tanaman, kedalaman tanah hingga teknik penggabungan tanaman. Dan Fort juga belajar membuat pupuk alami dari sisa makanan dan sampah serta kotoran sapi. Fort mengerti semua dan secara tak sadar memulai aktivitas lebih dulu dibandingkan ayah Peat.

Baru saja Fort akan memasang sepatu boots karetnya untuk pergi kerumah kaca yang berada dibelakang rumah, sebuah tepukan dipunggungnya membuat Fort menoleh dan mendapati ayah Peat dibelakangnya.

"Ayo bicara dulu." Ayah Peat bergerak maju melewati tubuh besar Fort menyamping. Pintu yang hanya dibuka satu daun tampak hampir tertutupi dengan tubuh besar Fort.

Jantung Fort terpompa lebih cepat. Darahnya mengalir deras layaknya air terjun. Suara degup jantungnya yang cepat bahkan terdengar hingga telinganya. Tiba tiba saja Fort menjadi gugup.

Krettt

Bunyi gesekan kaki kursi besi dengan lantai membuat Fort bergerak dari kursinya. Fort mengambil posisi disebelah ayah Peat yang sudah membukakan kursi untuknya sebelumnya.

Terlalu gugup, Fort tak mampu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Kedua tangannya dengan patuh terletak diatas lutut dengan kaki lurus tertutup rapat. Bahkan Fort tak berani menoleh dan memilih meluruskan pandangannya kearah pohon jambu yang berada didekat pagar.

"Fort. Aku tak akan memberikan ujian. Tak usah gugup"

Seketika Fort menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Tubuhnya mulai melemas malu karena ketahuan gugup.

"Katakan padaku. Apa tujuanmu kesini?" Ayah Peat menoleh menghadap Fort, menunggu jawaban dari pria bertubuh besar ini.

"Eum.. Aku- ingin meminta maaf" Cicit Fort pelan. Tubuhnya menghadap ayah Peat dengan kepala tertunduk.

"Tegakkan kepalamu. Kau itu laki laki"

"Yes sir!" Fort dengan cepat menegakan kepalanya termasuk tubuhnya untuk kembali memperlihatkan jika ia sangat siap.

"Ckck, bukan berlebihan juga" Ayah Peat menggelengkan kepalanya heran. Namun bibirnya sedikit mengukir senyum karena melihat tingkah lucu Fort.

"Kau yakin? Tapi kenapa aku mendengar jika kau ingin meminta putraku untuk dinikahi?" Sambung ayah Peat dengan tatapan menyelidik.

"Benar yah. Tapi sebelum itu aku harus memperoleh maafmu sebelum meminta Peat"

"Bagaimana jika aku tak akan memaafkanmu?"

"Aku akan berusaha lagi dan lagi sampai ayah memaafkanku."

"Bagaimana jika aku tak akan pernah sampai kapanpun memaafkanmu? Kau tetap akan menikahi putraku? "

"Aku akan tetap memilih Peat sampai kapanpun yah. Tapi aku bisa menunggu sampai ayah memaafkanku. Pernikahan bukan hanya tentangku dan Peat saja. Ini juga menyangkut keluarga"

Ayah Peat mengangguk angguk mengerti. Kemudian dahinya kembali berkerut seperti berpikir.

"Bagaimana jika aku lebih menyetujuinya bersama Joss dibandingkan dirimu?"

"Aku akan mempertahankan Peat sekuat tenaga. Aku tak akan membiarkannya bersama orang lain dan terus meyakinkan ayah"

"Kau mencintai putraku?"

"Sangat! Sangat sangat mencintai." Fort menjawab dengan tegas dan lugas. Mata bulatnya menatap ayah Peat dengan mantap, tak ada keraguan disana.

Sudut bibir dari pria paruh baya itupun terangkat. Matanya menatap Fort berbinar.

"Baiklah, aku mengerti. Pergilah menemui Peat. Aku merestui kalian"

-----

Flashback off

Srasshhh

Bunyi flush toilet serempak dengan akhir cerita yang Fort lontarkan. Peat kemudian mengambil beberapa tisu toilet dan mulai membersihkan bagian bawahnya. Membuangnya kedalam tong sampah dan berjalan menuju wastafel untuk mencuci tangan.

"How sweet. Mendengar seseorang berjuang begitu keras untukku benar benar mengharukan"

Grep

Srettt

Hap

Fort segera memegang pinggang ramping Peat dan memutarnya hingga berhadapan. Tangan itu kemudian mengangkat tubuh Peat dan mendudukannya keatas wastafel. Fort mendekatkan tubuhnya hingga kini ia berada diantara kaki Peat, tangan Peat terulur mengalung pada leher Fort.

"Aku. Tak akan pernah menyerah padamu Baby. Kau adalah seluruh hatiku, kau adalah sumber napasku dan hidupku. Dan aku tergila gila padamu"

Cup

Fort menyatukan bibir mereka cepat. Melahap rakus kedua bibir tersebut dengan panas. Tangannya yang semula bertahan disisi wastafel kini mendekap erat tubuh kecil disampingnya. Membuat tubuh mereka semakin rapat dan dekat.

Bunyi kecipak peraduan dua bibir pun mulai menggema. Peat membalas ciuman Fort tak kalah ganas. Keduanya saling bertarung hebat dengan lumatan dan hisapan.

Ciuman itu semakin panas ketika dua lidah saling bertemu dan bertarung. Menyesap dan bergumul didalam goa hangat masing masing secara bergantian. Lelehan saliva disudut bibir Peat yang tak tahu milik siapa tampak memberikan kesan lebih panas dan erotis. Belum lagi dengan tangan Peat yang menekan lebih dalam tengkuk Fort untuk memperdalam ciuman.

Tangan Fort mulai menelusup kecelah baju yang Peat kenakan. Tangan besar itu mulai merayap keatas dan hampir menyentuh puting kemerahan Peat jika saja suara bel tak menginterupsi kegiatan mereka.

Sedikit memberi jeda diantara ciuman. Keduanya berpandangan dan tersenyum untuk kembali melanjutkan ciuman panas mereka. Memilih mengabaikan bunyi bel yang terdengar.

Ting

Tong

Tok

Tok

Tok

Suara bel dan gedoran pintu yang cukup kuat membuat ciuman mereka kembali terganggu dan memilih menjedanya. Gedoran dipintu apartemen Peat semakin kuat karena tak satupun dari mereka berniat untuk membuka.

Tok

Tok

Tok

"Hah.. Sepertinya aku harus melihat siapa yang datang Baby"

Buk

Peat meloncat dari wastafel dan merapikan sedikit tampilannya sebelum berjalan menuju pintu keluar apartemen.

Cklek

"Aw! Joss!" Pekik Peat girang. Tubuh kecil itu menghambur kepelukan Joss dan kemudian memeluknya erat. Peat tersenyum lebar melihat kehadiran Joss yang sudah seminggu tak ia lihat. Joss berada diluar kota untuk pekerjaannya selama seminggu hingga membuat Peat merindukannya seperti ini.

Drap

Drap

"Hei Baby. Aku disini, bukan disana"

Srettt

Baru saja tubuhnya berdiri disamping dua orang yang tengah berpelukan, Fort segera menarik tubuh calon istrinya agar terpisah dari Joss. Fort tak suka, apalagi Fort tau jika Joss adalah saingan terberatnya untuk mendapatkan Peat.

"Tsk! Kau masih cemburu padaku Fort? Ayolah, aku tak akan mengambil Peat darimu ketika semua persiapan pernikahan kalian sudah 50 persen. Kecuali jika kau lengah tentunya"

"Joss!"

Peat memutar bola matanya malas, memilih berjalan menjauh kearah sofa sendirian. Tubuhnya tiba tiba menjadi lemas karena melihat dua pria itu kembali beradu mulut.

"Tenang dude, aku berkunjung karena tau kalian akan berangkat besok ke Thailand" Joss melangkah masuk dan segera berjalan menuju sofa yang sudah Peat tempati.

"Bagaimana kau bisa tahu?" Selidik Fort dengan mengikuti Joss dibelakang, kakinya sedikit berputar untuk mencapai ruang kosong yang berada disamping Peat.

"Tentu saja Peat"

"Oh! Astaga, Baby!"

END Of EPILOG 2


Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞