FORTPEAT - JINX - EPILOG 1
Butiran salju tampak turun cukup lebat. Tebalnya lapisan salju dijalanan menyurutkan niat orang orang yang berencana untuk menghabiskan tahun baru diluar rumah.
Berbeda dengan sepasang kekasih yang kini berjalan santai dibawah payung besar lengkap dengan padding tebal, pelindung telinga, sarung tangan, scarf dan sepatu boots yang digunakan. Bahkan tubuh yang lebih kecil hanya menampakan mata rusanya karena separuh wajahnya yang tertutup scarf.
Tangan keduanya saling bertaut dan tak lepas. Bahkan Fort berinisiatif memasukan tautan tangan mereka kedalam saku padding yang ia kenakan. Tak mau Peat merasa kedinginan
Setapak demi setapak kaki mereka melangkah menuju sungai Han yang berada cukup jauh dari apartemen Peat, 30 menit lamanya jika berjalan kaki. Hari ini bertepatan dengan penghujung tahun. Jika biasanya orang orang akan memilih pergi ke Jongno untuk menikmati malam tahun baru. Fort dan Peat lebih memilih menikmatinya dari sungai Han. Selain karena tempatnya cukup tenang, kembang api perayaan dari segala penjuru Seoul dapat dinikmati dari sungai Han. Namun hari ini mereka tak tau apakah acara kembang api akan tetap dilaksanakan atau tidak, pasalnya hujan salju tampak tak akan surut hingga beberapa jam kedepan.
"Baby, kau mau kopi?" Fort sedikit menundukan kepalanya berusaha menatap mata yang selalu ia sanjung. Tangannya yang terbalut sarung tangan bergerak menyampirkan poni yang tampak mengganggu mata kekasihnya.
Ya, kekasih. Dan sebentar lagi akan berubah menjadi suami. Mengingat jika tak lama lagi ia akan hidup bersama pria didepan ini, tak bisa untuk tak membuatnya tersenyum lebar. Pusat dari segala kehidupannya akhirnya menjadi miliknya seutuhnya, dan juga untuk selamanya.
Kadang Fort bertanya, kenapa ia terlalu mencintai pria kecil ini? Bahkan tak bertemu untuk satu hari saja membuatnya stres dan perlu mendengar suara pria ini. Tapi tetap saja tak ada jawaban pasti.
Matanya? Kristal itu sangat indah dan selalu menjadi bagian favoritnya.
Hidungnya? Setiap saat ia akan siap menggigiti bagian itu karena terlalu menggemaskan.
Pipinya? Jangan ditanya, jika bisa ia akan mengecup, menghisap dan menggigit pipi itu tanpa melepaskannya. Bahkan jika boleh tangannya akan selalu bersarang untuk mencubiti daging putih itu.
Bibirnya? Oh! Terlalu menggiurkan. Dan ditambah senyumannya yang terlalu memabukan.
Alisnya? Rapi dan bagus, membuat wajahnya semakin menarik dan tampan.
Bulu matanya? Lentik meskipun tak selentik miliknya, hahaha. Oke, Fort cukup percaya diri dengan bulu matanya.
Dahinya? Bersih dan terlihat bagus untuk diberikan kecupan setiap detik.
Dagunya? Oh, Fort rasa ia cukup sering menjilati area itu. Hahaha
Tangannya? Tunggu! Kalian harus tau jika tangannya adalah bagian tergila! Oh, Fort baru menyadari setelah mereka kembali menjadi sepasang kekasih dan kembali melakukan- ekhem, hubungan badan. Oh! Fort benar benar dibuat gila dengan tangan putih itu, dirinya benar benar dimanjakan hingga langit ketujuh. Peat benar benar tau caranya menyentuh. Bahkan saat tangan itu menarik rambutnya saat mendesah pun membuat libidonya semakin naik. Dan belum lagi jemarinya yang terlihat begitu lentik, bahkan jauh lebih lentik dibandingkan milik wanita manapun.
Bahunya? Itu juga sama gilanya! Dan bahkan terlalu menggoda sampai sampai Fort tak rela melihat kekasihnya menggunakan baju dengan leher yang cukup lebar. Kalian tau bukan jika baju seperti itu biasanya tanpa sengaja akan sedikit bergeser dan membuat salah satu bahu terekspos? Dan Fort benar benar tak mau membaginya!
Leher? Itu adalah kanvas terbaik! Putih bersih-
Tunggu! apa kita akan membicarakan seluruh tubuh Peat? Tak akan cukup satu lusin buku untuk menggambarkan betapa sempurnanya Peat bagi Fort.
Bagaimana dengan kepribadiannya? Cukup menarik untuk dibicarakan, hahaha. Ada kabar baik untuk dikatakan tentang hal ini. Prianya, Peatnya, kekasihnya kini telah kembali memiliki sifat manis seperti sebelumnya! Yay!!
Meskipun tidak sepenuhnya berubah, Peat terkadang masih bersikap dingin dan keras. Tapi itu sungguh tak apa, mendapatkan penolakan sesekali cukup membuatnya semakin semangat untuk menggoda atau memperjuangkan pria ini. Bukankah manusia tak ada yang sempurna? Bagaimana pun sikap kekasihnya Fort akan selalu mencintainya.
Jadi, apa alasan sebenarnya dari Fort yang terlalu menggilai seorang Wasuthorn? Tak ada! Tak ada alasan karena semua yang ada pada pria ini Fort menyukainya, Fort mendambanya dan Fort menginginkannya. Seberapa keras pun Fort mencoba mencari alasannya, jawabannya akan tetap sama. Tak ada. Kenyataannya ia hanya sangat mencintai pria ini dan begitu selamanya.
Flip
Flip
"-by? Baby? Fort?" Jentikan jemari didepan wajah Fort disertai suara lembut yang memanggilnya membuyarkan lamunannya. Membuat Fort kembali sadar dan kembali menatap mata rusa yang menatapnya.
"Ayo minum kopi"
-----
Cuaca malam kota Seoul membaik. Hujan salju tak lagi lebat. Hanya ada beberapa butiran salju yang turun.
Dua kopi panas ditangan Fort tampak masih mengepul karena ini adalah gelas kedua yang mereka beli setelah menghabiskan satu gelas kopi masing masing, diikuti dengan semangkuk ramyun rasa pedas. Fort memberikan segelas kopi kepada Peat yang telah lebih dulu duduk diatas kursi taman yang sudah dibersihkan dari salju. Peat menerima gelas kopi itu dengan kedua tangannya dan mulai menghirup aroma khas tersebut, uap yang ikut menguar pun menjadi penghangat wajah Peat yang kini menjadi sedikit dingin.
Fort kemudian mengambil posisi disamping Peat. Tangannya terangkat untuk menyesap kopi itu dan menaruhnya kesisi kosong disampingnya. Tangan besar itu lalu mengambil kedua kaki Peat yang menggantung dibawah dan menaruhnya diatas paha miliknya. Meringsutkan tubuh besarnya untuk lebih menempel pada tubuh sang kekasih. Tak lupa tangannya yang kini melingkar melilit tubuh kecil itu dengan bertumpukan pada sandaran kursi.
Dengan kedua tangannya yang sudah terasa hangat, Peat mengangkat gelas kopinya dan ikut meminumnya hingga menyisakan separuh dari tinggi gelas.
Fort kemudian mengambil gelas kopi Peat dan menaruhnya kesisi kosong disampingnya. Memperhatikan wajah kekasihnya, lalu menyeka sudut bibir Peat bekas jejak kopi yang baru saja diminum.
"Terimakasih" Peat tersenyum manis, membuat Fort juga ikut menyunggingkan senyum manis pada kekasihnya.
Kedua tubuh itu saling merapatkan diri dengan kedua lengan Peat yang kini melingkar dipinggang Fort serta kepala yang disandarkan sepenuhnya pada dada bidang itu. Tangan Fort yang lain pun tampak menutupi tubuh Peat, sehingga Peat terlihat seperti seorang anak yang berada dalam dekapan ayahnya.
Keduanya terlihat begitu damai dengan kehangatan satu sama lain. Mata mereka tampak menikmati langit kelam yang dalam hitungan menit akan dihiasi oleh beberapa kembang api.
"Baby"
"Hm" Peat bergumam menjawab panggilan dari kekasihnya. Fort sangat hangat dan nyaman, bisa bisa ia tertidur dengan posisi seperti ini.
"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?"
"Melelahkan seperti biasa"
"Kau sudah menyerahkan surat pengunduran dirimu? " Peat mengangguk, kepalanya semakin masuk kedalam tubuh Fort. Matanya tiba tiba mengantuk.
"Apa katanya?" Fort memindahkan tangannya yang berada dibelakang tubuh Peat untuk mengusap surai brunette itu, menumpukan pipinya diatas kepala Peat dan menatap riak tenang dihadapannya.
"Boleh, tapi aku harus bekerja seminggu penuh untuk menyelesaikan tanggung jawab yang tak bisa diwakilkan oleh orang lain"
"Aku bisa berbicara pada Presdir Choi agar kau tak perlu bekerja untuk seminggu itu"
"Tak usah, memanfaatkan koneksi itu tidak baik"
"Kalau begitu aku akan menunggumu selama seminggu disini"
Peat menarik kepalanya menjauh, menatap sosok yang lebih besar darinya.
"Jangan, kau pun harus mengambil banyak cuti setelah ini. Kau harus menyelesaikan pekerjaanmu dengan cepat Baby"
"Aku tak mau meninggalkanmu disini. Cukup satu bulan ini kita berkomunikasi hanya melalui ponsel. Aku tak tahan jika rindu"
"Lalu bagaimana pekerjaanmu?"
"Aku meminta bantuan Prigkhing."
Peat menghela napas dan kemudian tersenyum. Meraih kedua pipi Fort dan menariknya untuk maju.
Cup
Peat mengecup bibir penuh pria itu dan kembali menatap matanya dengan ujung hidung yang bersentuhan. Ia benar benar akan selalu menjadi yang mengalah jika berurusan dengan Fort. Benar benar manusia keras kepala. Untung cinta. Kkk...
"Yasudah, berjanji tak akan bosan seharian karena sendirian?"
"Eum- Bolehkah aku pergi bekerja bersamamu?"
"Fort.. " Peat mengeluarkan nada mengeluh dan disambut kekehan geli dari Fort. Keduanya akhirnya tertawa karena merasa lucu dengan situasi yang ada.
"Aku mencintaimu"
"Aku juga mencintaimu"
Perlahan kedua bilah bibir itu kembali bertemu. Menyesap dan mencumbu satu sama lain. Tak menuntut juga tak memaksa. Begitu lembut dan penuh sarat cinta. Kedua mata mereka terpejam, merasakan tubuh mereka yang tersirami oleh luapan perasaan.
Kembang api pun menyala. Terbang jauh menghiasi langit dengan indahnya. Membuat suasana semakin romantis dengan percikan kembang api dilatar belakang ciuman mereka.
-----
"Baby, kau sudah selesai? Keluarlah dan makan." Suara berat menggema disalah satu unit apartemen mewah. Sebuah siluet akhirnya mengintip dibalik pintu kamar yang tak tertutup.
"Sebentar, aku harus bercukur" Peat kembali masuk kedalam kamar mandi dan mulai mengolesi separuh wajahnya dengan krim cukur.
Baru saja tangannya ingin mengambil mesin cukur, sebuah tangan besar lebih dulu mengambilnya. Membuat Peat menoleh dan menatap tersenyum pada pria besar didepannya.
"Eum! Baiklah, silakan kerjakan" Peat memutar tubuhnya sepenuhnya dengan mata terpejam. Sangat paham jika Fort ingin membantunya disetiap ada kesempatan.
Fort tersenyum lebar, kekasihnya yang penurut memang terbaik dari yang terbaik. Satu tangan Fort kini berada dbawah dagu dalam Peat. Menopang wajah itu agar disinari dengan baik oleh cahaya lampu.
Mata besar itu tak sengaja menangkap bilah bibir kemerahan yang berada ditengah tengah krim cukur. Terlihat kenyal dan menggiurkan. Ah, bolehkah? Hanya satu kecupan, tak lebih.
"Jika kau menciumku sekarang aku tak akan pernah mengizinkanmu membantuku lagi"
Seperti tau dengan pikiran Fort, suara Peat akhirnya menurunkan semangat Fort. Dia ditolak sebelum bertanya. Hah..
"Tapi jika hasilnya bagus aku akan memberikan satu kecupan setelah ini"
"Oke!"
Fort segera melakukan pekerjaannya setelah mendengar hadiah yang ditawarkan oleh sang kekasih. Dengan penuh kehati hatian Fort menggerakkan mesin cukurnya untuk tak melukai sang kekasih dan menginginkan hasil yang bagus.
Setelah menghabiskan seluruh krim yang berada diwajah Peat, tangan Fort kemudian merabanya untuk merasakan apakah pekerjaan sudah baik atau belum. Senyum lebar terpampang saat menyadari jika pekerjaannya sungguh sempurna. Kulit kekasihnya menjadi sangat halus dan lembut.
"Ayo periksa" Fort berkata dengan girang, tangannya dengan cepat mengambil tangan Peat untuk menyentuh wajahnya sendiri. Fort pun kemudian memutar tubuh Peat untuk menghadap cermin.
Peat tersenyum sambil menggelengkan kepalanya ringan. Jemarinya bergerak meraba setiap permukaan kulitnya.
Oh! Not bad.
Sesungguhnya Peat memang jarang bercukur karena bulu wajahnya tumbuh sangat lama. Hari ini pun begitu, sebelum bercukur wajahnya cukup terlihat bersih. Namun entah kenapa ia ingin terlihat lebih bersih, jadi sebenarnya Fort tak memerlukan usaha besar untuk membuat kulitnya bersih. Tapi pria besar ini terlalu bersemangat untuk sebuah kecupan. Tak ada salahnya memberi hadiah.
Peat kemudian menyalakan keran wastafel dan membersihkan sisa krim yang masih menempel. Mengambil handuk kecil disampingnya dan menyeka air yang membasahi wajahnya. Kemudian ia beralih menatap Fort yang menatapnya penuh harap.
Cup
"Terimakasih" Setelah mengecup bibir penuh itu singkat, Peat segera berlalu sebelum..
"Harusnya kau memberi aba aba, Baby! Aku belum merasakannya!"
Ya, sebelum bayi besar itu protes. Kkk..
-----
Jemari lentik itu bergerak santai diatas keyboard. Pekerjaannya semakin menipis setelah menghabiskan tiga hari sebelumnya dengan pekerjaan berat. Satu jarinya menaikan tulang kacamatanya karena sedikit turun.
"Baby, aku tak menemukan remot TV"
Peat melirik layar ponselnya dan mendapati Fort yang tengah berkeliling disekitar sofa ruang tengah. Mata rusa itu menyipit ketika melihat benda hitam persegi yang tertimbun oleh majalah yang sebelumnya Fort pegang.
"Angkat majalahmu dan kau bisa mendapatkannya" Peat kembali fokus pada pekerjaannya setelah mengucapkan hal tersebut.
Fort yang berada didalam layar itu tampak berlari keposisi awalnya dan mengangkat majalah yang ia baca sebelumnya.
Gotcha!
"Terimakasih Baby"
"Peat"
Suara lain dari arah pintu masuk membuat Peat memberhentikan pekerjaannya. Disana seorang pria besar berdiri dengan kedua tangan didalam sakunya.
"Ah, Hyunsik. Wae?"
"Hyunsik?" Peat mengacuhkan suara Fort yang bertanya padanya lewat earbud yang ia gunakan.
"Kau mengundurkan diri?" Hyunsik bertanya sambil berjalan mendekati Peat. Pria besar itu kemudian berhenti disisi meja Peat, cukup untuk Fort melihatnya dari sebrang lain.
"Ya, benar. Minggu ini terakhir aku bekerja"
"Kenapa? Apa ada tawaran lain?"
"Bukan, aku- akan segera menikah. Aku akan kembali ke Thailand" Wajah Hyunsik yang semula biasa berubah menjadi terkejut. Sedikit ada rasa tak rela mendengar pujaan hatinya akan menikah dengan orang lain selain dirinya.
"Wanita? Pria? "
"Pria" Fort tersenyum lebar melihat pria besar yang berada disamping Peat berubah menjadi sendu.
Hei! Apa dia benar benar bermimpi Peat menikahinya? Pria malang
"Siapa dia? Apa dia jauh lebih baik dariku Peat?
"Hmm, dia temanku sedari kecil. Kami tumbuh bersama dan saling jatuh cinta. Aku tak bisa membandingkan kalian, karena kalian berbeda" Peat memaksakan senyuman tipis agar Hyunsik tak semakin terpuruk.
Peat tahu pria didepannya ini mencintainya. Tapi hatinya ternyata tak bisa lagi menerima orang lain. Satu satunya yang bisa memutar kunci dan masuk kedalam tempat gelap itu hanyalah Fort. Dan akan begitu seterusnya.
"Baiklah, semoga kau bahagia dengan pilihanmu. Jaga dirimu baik baik. Jika kau membutuhkanku kau tinggal meneleponku atau datang keapartemenku. Jika kau disakiti datanglah padaku. Bolehkah aku memelukmu untuk yang terakhir? "
Peat kemudian berdiri dari posisinya dan meraih tubuh Hyunsik untuk dipeluk. Hyunsik pun melakukan hal yang sama, melilit tubuh kecil didepannya dengan lengan besar miliknya.
"Terimakasih"
Peat menarik tubuhnya menjauh, tersenyum tipis dan mengangguk menanggapi Hyunsik yang berniat meninggalkan ruangan. Peat menghembuskan napas panjang dan menjatuhkan tubuhnya kembali keatas kursi.
"Aku butuh penjelasan"
Astaga! Peat benar benar melupakan Fort. Tamat sudah riwayatnya malam ini
-----
Setelah pertempuran habis habisan semalam, sekujur tubuh Peat terasa sangat remuk. Fort benar benar tak memberinya ampun walaupun ia sudah menjelaskan hubungannya dengan Hyunsik secara mendetail.
Peat tak tahu berapa ronde yang mereka lakukan semalam, Peat hanya ingat Fort membuka tiga kotak kondom malam tadi. Peat sedikit curiga, ini sepertinya hanya akal akalan raksasa itu untuk menggempurnya karena mereka tak melakukannya selama sebulan penuh. Suruh siapa memiliki perusahaan dan harus mengurusnya ke Thailand? Oh! Fort memang pria licik!
Cklek
Bunyi pintu yang terbuka membuat Peat mengalihkan pandangannya kearah pintu. Fort dengan apron putih dan celana pendek milik Peat terlihat memegangi spatula ditangannya.
"Kau sudah bangun?"
"Menurutmu? Apa mataku masih tertutup?" Peat memajukan bibirnya karena kesal pada Fort, pikirannya barusan terlihat sangat masuk akal setelah melihat wajah bahagia itu.
"Kkk.. Sebentar"
Fort berlari meninggalkan pintu yang terbuka lebar. Menaruh spatula yang ia pegang serta melepaskan apron putih yang ia kenakan. Pria besar itu kembali berlari menuju kamar tidur yang Peat diami.
"Ayo makan. Sarapan sudah siap" Fort berkata sambil membentangkan selimut yang terlihat acak acakan diatas kasur. Dengan hati hati ia mengangkat tubuh Peat dan kembali merebahkannya diatas selimut. Fort kemudian membelit tubuh itu dengan selimut lalu membawanya keluar kamar ala bridal style.
Peat hanya diam dan pasrah. Membiarkan pria besar ini mengurusnya karena ini memang disebabkan oleh perbuatannya.
Tubuh kecil yang berlilit selimut itu kemudian didudukan diatas sofa ruang tengah. Fort menundukkan kepalanya dan mengusak poni Peat sebelum mengecupnya cukup lama.
"Aku akan mengambilkan sarapan kita. Sebentar oke?" Peat mengangguk ringan menjawab perintah Fort. Wajahnya semakin terbenam kedalam selimut karena tiba tiba saja Peat merasa malu.
Tak tahu kenapa tapi pagi ini Fort terlihat sangat manis dan tampan. Fort yang biasanya juga akan memperlakukannya semanis ini namun hari ini Peat merasa tersipu berlebihan. Apa jangan jangan karena mereka bercinta semalam? Peat merasa banyak kupu kupu berterbangan didalam perutnya sekarang.
Tak butuh waktu lama sampai Fort datang dengan sepiring omelet yang disampingnya diisi dengan beberapa tumpukan sosis dan salad. Di nampan yang Fort bawa juga terdapat segelas susu dan cangkir berisikan kopi.
"Apa masih sakit?" Fort mengambil sepotong sosis dengan garpu dan menggantungkannya didepan mulut Peat. Peat mengangguk ringan dan kemudian menggigit sosis yang ditawarkan padanya. Pria kecil itu kemudian mengunyah makanannya dengan pelan, sedikit malu karena Fort menatapnya terlalu dalam.
"Eum, bisakah kau melihat kearah lain Baby? Aku malu" Peat kembali membenamkan wajahnya kedalam selimut, matanya yang terlihat melirik Fort dengan lucu.
"Kkk... Kenapa kau menjadi semenggemaskan ini Baby? Ugh!" Fort menaruh piring ditangannya dengan cepat dan meraih wajah Peat. Fort mencium pipi putih itu cukup lama dengan mengeluarkan suara mendesis karena menahan gemas.
Nyutt
"Aww! Jangan digigit" Sebelah mata Peat terpejam, pipinya yang berada dalam sisi yang sama dengan mata terpejamnya digigit kuat oleh Fort. Kepalanya ia mundurkan lebih jauh karena merasa Fort membahayakan.
"Siapa suruh kau semenggemaskan ini hm?!" Fort mengepalkan kedua tangannya didepan wajah dan menggetarkannya cukup kuat. Peat benat benar-benar manusia paling menggemaskan sedunia!
"Tapi sakit" Keluh Peat dengan suara kecil.
"Ah ah ah, sini aku obati. Kabarnya ciumanku manjur untuk mengobati rasa sakit" Fort kembali mendekat namun Peat mengelak dengan merebahkan tubuhnya cepat. Pria besar ini terlalu agresif padanya!
"Kkk.. Oh Tuhan! Kenapa kekasihku terlalu menggemaskan?! Apa aku boleh memakannya lagi? " Keluh Fort dengan suara setengah berteriak. Ia benar benar ingin melahap setiap inci tubuh Peat sekarang.
"No! Stop! Tak ada lagi makan memakan atau apapun itu. Baby, kita harus segera pulang. Jika aku mengambil libur kerja mendadak seperti hari ini, kita akan terhambat. Aku terpaksa menggantinya dihari lain" Peat menciutkan tubuhnya dengan melipat dirinya ketika Fort mencoba mendekat. Namun tak seperti yang dipikirkan Peat, Fort kembali membawa tubuhnya keposisi semula. Mendudukannya dengan baik dan kemudian mengecup kepalanya singkat. Namun tetap saja mengambil kesempatan, hah..
"Oh, jangan khawatir. Aku sudah menelepon Presdir Choi pagi ini dan memintanya untuk mengizinkanku membawamu pulang ke Thailand besok. Dan permintaanku diterima"
"Apa? Ugh! Fort! Bukan seperti ini caranya! Memanfaatkan koneksi seperti itu tidak baik dan tidak profesional! Dan lagi aku belum berpamitan pada rekan kerjaku. Aku tak mau pergi sebelum berpamitan dengan mereka!" Peat menatap Fort kesal, kenapa akhirnya jadi begini?
"Bukan begitu, ayah dan ibumu memintaku untuk membawamu pulang besok. Mereka sudah menetapkan tanggal fitting baju pernikahan kita, aku tak bisa menolak mereka Baby. Dan lagi pun tenang saja, semua orang di bagian RnD akan datang dihari pernikahan kita. Kau bisa berpamitan disana. Bagaimana?"
"Tsk! Selalu saja seperti ini. Kenapa kau selalu punya jawaban setiap kali aku kesal huh? Yasudah! Mau bagaimana lagi" Peat menekuk wajahnya dan bersandar penuh ke sandaran sofa. Ya Tuhan, kenapa ia tak pernah menang dari Fort?! Dasar pria menyebalkan!
"Baby!"
"Ya?" Fort yang tengah menyuap sosis kedalam mulutnya melirik Peat yang tiba tiba memanggilnya.
"Aku penasaran, bagaimana caramu membujuk ayah dan ibu agar boleh menikahiku"
Fort terdiam dan kemudian menghela napas berat. Matanya menerawang keluar jendela.
"Itu cukup berat Baby"
"Benarkah? Ayo ceritakan!"
END of Epilog 1
Komentar
Posting Komentar