FORTPEAT - JINX - 6

Mata belo itu terlihat menyusuri jalan gelap yang dilintasi oleh mobil yang ia tumpangi. Sesekali senda gurau saling terlempar antara dua orang sahabat yang berada diatas mobil itu. Bibir dari salah satu kadang menampilkan tawa lebar atau gerakan mencemooh saat yang lainnya membicarakan sesuatu. Sambil menunggu hingga sampai tujuan, gadis dengan dress hitam terlihat mengganti pakaiannya dengan yang lebih casual namun lebih seksi.

Tujuan mereka kali ini adalah club malam, jadi berpakaianlah sesuai tempat. Pada awalnya sama sekali tak ada rencana untuk mengunjungi club, jadi ia terpaksa meminjam baju sahabatnya agar ia tak dicap aneh ketika sampai disana.

Getaran ponsel dari dalam clutch yang berwarna keemasan itu membuat Davikah tergesa mengambilnya dan mengeluarkan benda tipis tersebut. Wajahnya seketika dihiasi senyum tipis saat melihat pop-up pesan dari orang diseberang sana.

Mari bertemu dalam waktu dekat

-----

Sepanjang perjalanan dari parkir hingga kelas. Mata dan tangan Peat tak lepas dari ponselnya. Air wajahnya kadang kala berubah menyesuaikan dengan percakapan yang ia lakukan dengan kekasihnya. Sejak perayaan terakhir mereka beberapa hari yang lalu, mereka sangat sulit untuk bertemu. Baik dari Davikah ataupun Peat, mereka tak menemukan persamaan jadwal kosong lagi akhir akhir ini. Peat memaklumi jika tugas Davikah cukup menguras waktu, jadi ia tak bisa memaksanya untuk bertemu. Jadilah mereka hanya bisa berbalas pesan untuk mengobati rindu masing masing.

"Phi! Aku tak mau!" Peat yang baru saja menginjakkan kakinya diatas marmer teras kelas kini dihadapkan dengan dua orang yang tengah saling berseteru satu sama lain. Dengan langkah pelan ia mencoba menyelinap memasuki kelas tanpa niatan ingin mengganggu dua orang yang berada didepannya.

"Peat! Ayo masuk bersama" Noeul meraih lengan Peat dan berniat ikut masuk bersama kedalam kelas, suasana hatinya siang ini menjadi sangat buruk karena permintaan tidak jelas dari senior gila dibelakangnya.

"Tunggu, kita belum selesai" sebuah tangan besar meraih salah satu pegangan tas punggung milik Noeul. Tangan itu menarik tas Noeul layaknya seekor kucing dengan mengangkatnya keatas. Noeul yang masih berpegangan erat pada Peat, membuat Peat mau tak mau juga ikut terseret kebelakang.

"Aku mohon, bantu aku kali ini. Aku hanya membutuhkan satu orang lagi untuk masuk kedalam timku." Boss berusaha berbicara sebaik mungkin. Membujuk Noeul hampir sama dengan membujuk balita berumur tiga tahun.

"Tapi kenapa harus aku? Phi bisa meminta teman phi yang lain" sungut Noeul tak setuju. Ia tak mau ikut dalam tim penelitian, apalagi bersama senior seperti Boss. Pasti ia hanya akan diseret kesana kemari dan disuruh ini itu. Noeul tidak mau!

"Tapi syaratnya harus terdiri dari dua angkatan yang berbeda. Aku, temanku dan kau. Baru proposalku dapat disetujui"

Noeul kemudian menarik tangan Peat maju dan memposisikannya diantara dirinya dan Boss. Membuat Peat dan Boss berhadapan sangat dekat. Peat yang sedikit terkejut hanya bisa melambaikan tangannya dan tersenyum canggung. Harusnya ia menjauh saja tadi, menunggu hingga dua orang ini selesai berdebat.

"Kau mau Peat?"

"Tidak"

Grep

Suara berat lain menginterupsi pertanyaan Boss. Tangannya pun langsung menarik Peat menjauh memasuki kelas yang terlebih dahulu membahu tubuh Boss yang ia lewati, membuat tubuh Boss sedikit terhuyung kebelakang karena dorongan mendadak dari Fort.

Peat sangat bersyukur Fort datang dan menariknya dari situasi tak mengenakkan itu. Berada ditengah tengah Boss dan Noeul sama saja dengan mendengarkan kaset rusak. Tidak jelas dan tak mau berhenti. Melelahkan.

Fort dan Peat kemudian duduk pada kursi yang terletak dibagian belakang. Tak berbeda dengan mahasiswa lain, kursi bagian belakang merupakan kursi paling dicari dan dinanti karena dapat melakukan aktivitas yang lebih bebas dari kursi lainnya.

Setelah menaruh tas mereka disamping kursi. Peat kembali fokus pada ponselnya yang sempat ia abaikan beberapa saat. Jarinya kembali mengetik untuk membalas pesan Davikah.

"Fort-" ucapan Peat terhenti saat ia melihat Fort dengan raut wajah yang tampak menakutkan. Alis tebalnya menukik tajam dengan rahang yang mengeras.

Puk

Peat menepuk punggung Fort sekilas. Fort terlihat sangat marah. Jadi Peat memilih berhati hati. Jika Fort tak menoleh setelah tepukannya, Peat akan diam. Dia tak mau mengganggu Fort.

"Apa?" suara rendahnya tampak tak senang. Membuat Peat meneguk paksa kembali ludahnya. Kenapa Fort tiba tiba menjadi seperti ini?

"Kau.. tak apa?" cicit Peat pelan, takut akan membuat Fort semakin marah.

"Kenapa kau berdiri sangat dekat dengan phi Boss? Bahkan wajah kalian sangat dekat seperti ingin berciuman!" Fort menoleh kearah Peat dengan wajah sangarnya. Membuat Peat terkesiap dan memundurkan wajahnya kebelakang.

"Itu.. Noeul. Dia menarikku paksa, jadi tanpa sengaja aku berhadapan dengan phi Boss" Peat tersenyum kaku. Ia mencoba mencairkan amarah Fort tapi ia masih takut.

"Benarkah? Kau tidak menyukai phi Boss kan?" selidik Fort sambil terus memajukan wajahnya kearah Peat, membuat Peat lagi lagi harus memundurkan wajahnya kebelakang.

"Tidak, aku tak menyukainya" Peat menahan napasnya ketika melihat wajah Fort yang kini hanya berjarak sejengkal darinya.

"Baiklah. Aku mempercayaimu" seketika wajah marah Fort berubah menjadi senyum lebar dengan mata yang jenaka. Peat yang tak tahan dengan posisi mereka saat ini, meletakkan telapak tangannya diwajah Fort dan mendorongnya menjauh.

Cup

"Oih!"

Fort mengecup telapak tangan Peat yang berada didepannya dan sukses membuat Peat protes sambil menarik tangannya dengan cepat.

"Lain kali jangan seperti itu lagi. Aku cemburu" Fort menatap wajah Peat yang kini tampak kesal pasca Fort yang mencium telapak tangannya.

"Kau tak perlu cemburu. Aku memiliki pacar yang bisa mencemburuiku" Peat mendengus kesal dan kini memilih kembali mengecek kotak pesannya apakah sudah ada balasan dari Davikah atau belum

"..."

Tak ada lagi sahutan setelah ucapan Peat, membuat Peat penasaran dan akhirnya melirik Fort yang berada disebelahnya. Namun tindakan yang ia lakukan tersebut membuatnya menyesal, kini ia melihat Fort yang tengah berpangku dagu dan menatap Peat dengan senyum lebarnya yang bodoh menurut Peat.

-----

Hari ini beberapa mahasiswa tampak pulang lebih lama dari biasanya. Banyaknya agenda ekstrakurikuler membuat mereka harus menunda untuk sampai di kondominium mereka.

Rapat organisasi eksekutif mahasiswa fakultas pun baru selesai dua puluh menit yang lalu. Peat dan Noeul yang merupakan anggota dari organisasi eksekutif itu pun baru tampak keluar dari ruang rapat. Setelah menyelesaikan beberapa ide yang belum sepenuhnya selesai saat rapat, akhirnya mereka kini dapat berjalan untuk menuju parkiran.

"Hah.. Andai saja aku memiliki waktu lebih luang. Aku pasti akan bergerak lebih maju mendekati Fort" keluh Noeul begitu mereka berada didepan lift. Tubuhnya tampak membungkuk karena lesu.

"Kau menerima tawaran phi Boss?"

"Eum, dia keras kepala dan aku kasihan padanya"

Peat mengangguk menanggapi ucapan Noeul. Mereka pun memasuki lift sesaat pintunya terbuka.

Sebenarnya Peat ingin menanyai sesuatu pada Noeul. Raut wajahnya menunjukan ia tengah berpikir keras, menimang apakah harus bertanya atau tidak. Peat melirik Noeul dari ekor matanya, dan mencoba menata bahasanya agar tak membuat Noeul menjadi salah paham.

"Noeul" Noeul hanya bergumam. Ia sibuk menatapi lantai kosong dengan pikiran beratnya. Pembagian tugas dalam tim peneletian terlalu banyak untuk mahasiswa semester 4 sepertinya. Dan lagi malam ini ia harus pergi kesuatu daerah untuk mengambil sampel yang akan diuji bersama Boss. Mengingat ia akan menemui Boss dalam hitungan menit membuat tubuhnya semakin berat dan lesu.

"Hmm.. Kalau misalnya.. Ingat, ini hanya pemisalan, perandaian. Bukan kejadian sesungguhnya. Hm.. Kalau misalnya.. Itu.. Hm-"

Peat menahan napasnya saat melihat tatapan malas Noeul kearahnya. Membuat bibirnya terkatup mengurungkan niatnya untuk bertanya.

"Kau tak jadi bertanya?"

"Tidak. Lain kali saja" Peat tersenyum tipis sambil menggaruk tengkuknya. Ia akan menanyakan ini lain kali saja. Jika ia memaksakan sekarang, bisa berbahaya nyawanya.

-----

Peat menatap nanar mobilnya. Ia seharusnya mengecek mobilnya dulu baru melepas Noeul pergi. Lihatlah sekarang mobilnya mogok dan sama sekali tak bisa dihidupkan.

Berkali kali ia berusaha menelpon montir langganannya untuk datang ke fakultasnya, namun tetap saja belum diangkat sedari tadi. Peat beralih menuju bangku kayu yang terletak disudut parkiran. Ia berencana menunggu lima menit lagi dan kembali menghubungi montir langganannya. Kini ia beralih melihat kotak masuk line, ia melihat ruang chat antara dirinya dan Davikah yang masih sunyi. Sudah hampir setengah hari tapi Davikah belum juga membalas pesan terakhirnya. Sepertinya tugas terlalu banyak hingga tak sempat melihat ponselnya.

Lima menit pun berlalu dan Peat kembali menelpon montir, namun tetap saja tak diangkat. Peat menyerah. Ia akan memesan taksi online saja dan mengurus mobilnya besok. Peat mengerang ketika teringat ia harus membuang pagi liburnya untuk mengurus mobil.

-----

Fort menuruni tangga fakultas menuju basement parkiran. Setelah selesai rapat dengan organisasi sport, ia berniat bergegas pulang dan mengganggu Peat semalaman. Malam ini ia berniat menerobos kamar Peat dan tidur disana. Sudah banyak cara ia coba untuk merayu Peat agar kembali tidur bersama seperti biasa namun selalu saja ditolak. Ia tak lagi memiliki teman tidur selain guling setelah memutuskan kekasihnya saat itu. Fort sudah terbiasa ditemani Peat saat tidur jika dia sendirian, tapi semenjak ia menyatakan perasaannya tali pegangannya menjadi sedikit longgar dan menjauh dari sebelumnya. Membuat ia harus memberikan usaha lebih untuk menarik tali tersebut lebih dekat.

Gotcha!

Fort menjentikkan jarinya dan menyeringai saat melihat Peat yang sedang sibuk menelpon. Diam diam Fort berjalan menuju motornya yang terparkir disalah satu sisi basement yang khusus diperuntukkan bagi kendaraan beroda dua, tangannya kemudian mendorong motor tersebut dan menyembunyikannya dibawah tangga.

Setelah melihat kembali apakah motornya sudah tersimpan dengan baik dan sempurna, Fort melangkah mendekati Peat yang kini tampak sibuk mengotak atik ponselnya. Fort berjalan sangat pelan agar tak menimbulkan suara. Sesaat setelah ia sampai dibelakang tubuh Peat, Fort mencondongkan kepalanya kedepan melewati bahu Peat dan melihat layar ponsel yang dipegang Peat.

"Kenapa mencari taksi online?"

"Aaa!!!" Peat tersentak dan berteriak hingga hampir menjatuhkan ponselnya. Pasalnya ia tengah fokus mencari taksi online yang masih available saat ini, tapi Fort tiba tiba bersuara disamping telinganya dengan kepala yang di jatuhkan tiba tiba diatas pundaknya.

"Kau!" Peat mencubit keras lengan Fort untuk melampiaskan rasa kesalnya. Membuat Fort mengaduh kesakitan dan memohon untuk melepaskan cubitan dilengannya.

Fort memutar lengannya untuk melihat hasil cubitan Peat yang memerah. Ia mengusap lengan tersebut dan meniupnya sesekali untuk mengurangi rasa perih disana.

"Sakit Peat.." rengek Fort sambil menunjukkan lengannya pada Peat, namun segera ia jauhkan saat melihat tangan Peat kembali terangkat untuk kembali mencubitnya. Wajah Peat tampak kesal dengan bibir yang berkedut ingin menyumpahi Fort.

"Kkkk.. Okey, maafkan aku. Tapi kenapa kau memesan taksi online? Bukankah ini mobilmu?" Fort menepuk bagian depan mobil Peat sambil menatap Peat dengan bingung.

"Mobilku rusak, aku sudah menelpon montirku tapi tidak diangkat. Jadi aku memesan taksi online" ujar Peat dan kembali mengotak atik ponselnya untuk memesan taksi online

"Kalau begitu ayo pulang denganku saja, jalan kaki" Fort mengambil ponsel Peat cepat dan memasukkannya kedalam saku celana Peat. Kemudian menarik Peat keluar dari parkiran

"Tunggu, kau tak bawa motor?" Peat menarik tangan Fort yang memeganginya agar berhenti.

"Hm, tidak. Aku memang berniat berjalan kaki hari ini. Sebenarnya aku berniat menumpang dimobilmu saat melihatmu, tapi ternyata mobilmu mogok. Jadi kau saja yang temani aku jalan kaki" Fort mengubah pegangannya menjadi menautkan jari jari mereka dan menarik Peat kembali berjalan.

Peat mengerutkan dahinya bingung, rasanya saat ia memarkirkan mobilnya siang ini ia melihat motor merah Fort disini. Peat pun menoleh kearah parkiran roda dua yang kini sudah kosong. Peat pun mengangguk, sepertinya ia salah lihat dan mengira itu motor Fort.

Jarak antara kampus dan kondominium mereka tidak terlalu jauh. Jika menggunakan motor akan sampai dalam hitungan menit dan jika menggunakan mobil akan sampai dalam 7 menit. Tapi untuk berjalan kaki tak satupun dari mereka yang pernah mencobanya. Jadi tak ada estimasi khusus jam berapa mereka akan sampai dikondominium jika sekarang sudah menunjukan pukul setengah sembilan malam.

Tak ada yang bersuara satupun diantara mereka. Hanya ada bunyi gesekan angin dengan daun daun yang gugur berjatuhan, diiringi dengan suara tapak sepatu yang mereka gunakan. Keduanya sibuk dalam pikiran mereka masing masing tanpa melepaskan tautan jari mereka.

Angin perlahan berhembus semakin kencang. Membuat beberapa dahan mulai bergoyang dengan kuat. Menjatuhkan daun daun segar keatas tanah dan aspal jalanan. Peat memasukkan tangannya yang bebas kedalam saku celananya dan merapatkan seluruh anggota geraknya karena kedinginan.

Kepala Peat berputar menoleh kearah tangannya yang dibawa masuk kedalam saku jaket milik Fort. Kakinya masih membawa Peat berjalan namun pandangannya jatuh pada wajah Fort yang kini juga sudah memerah kedinginan sama sepertinya. Fort selangkah lebih maju dibanding Peat, sehingga Peat hanya bisa melihat sebagian kecil dari bagian wajah Fort yang sepertinya sedang tersenyum, namun Peat tak yakin apa itu memang senyuman atau hanya halusinasinya saja.

Mata Peat kembali melirik tangannya yang berada didalam saku jaket Fort. Didalam sana jari mereka masih bertaut. Peat akhir akhir ini merasa heran dengan dirinya sendiri. Ia yakin bahwa sampai saat ini ia belum menyukai Fort lebih dari seorang teman. Selama ini ia hanya merasa nyaman ketika Fort berada didekatnya. Namun Peat tak mengerti jika beberapa hari belakangan ini hatinya seolah tak lagi menolak pendekatan yang dilakukan oleh Fort. Peat tak lagi menghindari Fort. Ia mulai membiarkan Fort menariknya setiap hari dari kondominiumnya untuk berangkat bersama ke kampus. Ia mulai membiarkan Fort membawakan makanan untuknya dan mengiyakan jika Fort meminta untuk makan bersama. Ia mulai membiarkan Fort mengganggunya sepanjang hari tanpa mengeluh.

Peat tak tau apa yang salah pada dirinya, ia merasa semakin nyaman dengan Fort. Apalagi akhir akhir ini intensitasnya bertemu dengan Davikah juga sudah jauh berkurang. Peat merasa sekarang Fort mulai menggantikan posisi Davikah dalam memperhatikannya.

Peat menghela napasnya berat. Dia tak ingin seperti ini. Dia tak mau terbiasa dengan seluruh tingkah Fort padanya. Peat takut akan terjadi hal yang serupa di masa lalu. Kejadian yang membuat Peat trauma akan darah hingga sekarang.

Kurang lebih tiga tahun yang lalu Peat mengalami kejadian yang tak ia inginkan. Teman baiknya meninggal bunuh diri dengan menabrakan tubuhnya pada mobil ditengah jalan raya. Dan itu semua karena dirinya. Dia yang menyebabkan temannya memilih mengakhiri hidupnya sendiri. Jika saja Peat menolak tawaran temannya hari itu, jika saja Peat dapat tegas dengan dirinya sendiri, jika saja Peat tidak bodoh saat itu. Pasti semua akan baik baik saja sampai saat ini. Pasti temannya masih bisa hidup dan bernapas hingga detik ini.

Peat masih mengingat jelas bagaimana temannya tergeletak dengan segenangan darah dibawah kepala dan tubuhnya. Bagaimana ia juga ikut bersimpuh dan merangkak menuju temannya. Bagaimana seluruh tubuhnya ikut diselubungi oleh darah. Bagaimana ia meronta, menangis hingga meraung saat jenazah temannya dibawa oleh petugas rumah sakit. Hari itu juga Peat pingsan hingga tak sadarkan diri selama tiga hari. Hari itu benar benar hari terburuk dihidupnya dan ia tak ingin mengulanginya kembali.

Peat kembali memfokuskan matanya pada tautan tangan mereka disaku jaket Fort. Ia tak seharusnya begini, ia harus menyelesaikan ini sebelum semuanya terlambat.

"Biarkan saja. Jangan dilepas" Fort menatap Peat teduh saat ia merasakan tangan Peat yang berusaha lepas dan keluar dari sakunya.

"Kita tidak bisa seperti ini Fort. Aku sudah memiliki kekasih" Peat kembali berusaha melepaskan tangannya yang sebelumnya dieratkan kembali oleh Fort.

"Kekasihmu tidak disini sekarang, berpegangan tangan bukan masalah besar Peat"

Srett

"Itu masalah besar karena kau memiliki perasaan padaku" balas Peat setelah berhasil melepaskan tangannya dari pegangan Fort.

Sesaat kemudian angin kembali bertiup dengan kencang, membuat Peat mau tak mau kembali merapatkan tubuhnya dan memasukkan tangannya kesaku celana miliknya. Ia menyesal tak membawa jaketnya hari ini.

Grep

"Anggap saja kali ini pengecualian, kau kedinginan dan hanya aku yang bisa membantu" ucap Fort saat tangannya kembali mengambil tangan Peat dengan cepat lalu memasukkannya kembali kedalam saku jaketnya.

"Atau kau mau memakai jaket ini berdua denganku. Aku sama sekali tak masalah" Fort merentangkan kedua sisi jaketnya seperti kelelawar yang merentangkan sayapnya. Ia menampilkan senyum lebar khas miliknya pada Peat.

Peat memutar bola matanya malas mendengar ucapan Fort. Benar benar memanfaatkan setiap celah dengan baik. Peat pun kini membiarkan tangannya berada didalam jaket Fort. Malam ini benar benar dingin, jadi ia membiarkan Fort karena tangannya hampir membeku. Harusnya hal seperti ini bukanlah masalah besar. Semoga

-----

"Oh iya, aku barusan menelpon montirku untuk memperbaiki mobilmu yang ada difakultas. Katanya besok pagi dia akan membawanya ke bengkel" Fort berjalan bersisian dengan Peat setelah memasuki gedung kondominium mereka.

Setelah berjalan selama 45 menit, akhirnya mereka sampai di gedung yang mereka tuju.

"Hm, terimakasih Fort"

Peat berlari kecil menuju lift yang berada di lobi apartemen. Tangannya segera memencet tombol agar pintu lift terbuka. Ia sudah tak sabar sampai di kamar dan memasak mie ramen. Cuaca sangat dingin dan sangat sempurna jika ditemani semangkuk ramen dengan kuah pedas. Membayangkannya saja membuat Peat tersenyum lebar.

Ting

Pintu lift terbuka. Menampilkan kotak kosong tanpa ada yang mengisi. Peat bergegas masuk dan diikuti oleh Fort dibelakangnya.

"Kenapa kau tersenyum lebar seperti itu? Kau suka jalan berdua denganku?" goda Fort saat melihat senyum lebar Peat yang tak kunjung hilang.

"Huh, percaya diri sekali. Bukan itu, aku hanya membayangkan setelah sampai dikamar, aku akan makan ramen dengan kuah sangat pedas" Ouh! Peat semakin lapar, mulutnya sudah berair hanya dengan membayangkan.

"Kalau begitu buatkan juga untukku. Aku juga mau" Fort menaik turunkan alisnya membujuk Peat yang diiringi dengan sebuah senyuman.

"Tidak, buat saja sendiri dikamarmu." Peat menggeleng. Ide memasukkan Fort kedalam kamarnya sekarang adalah ide buruk. Ia tak akan mau pulang sekali diizinkan. Apalagi besok jadwal kelas mereka kebetulan kosong karena dosen yang mengajar ada keperluan lain, pasti Fort akan bertahan dikamarnya lebih dari 24 jam.

Ting

Pintu lift kembali terbuka. Peat dengan cepat bergegas menuju pintu kamarnya dan memasukkan passwordnya. Ia sudah sangat tak sabar.

"Sampai jumpa Fort" Peat membuka pintu dan melesat masuk. Namun Fort seperti belut, ia gesit dan licin meskipun dengan tubuh sebesar itu. Kini Fort juga sudah berada didalam kamarnya.

"Kau keluar"

"Tidak"

"Keluar Fort!"

"Tidak"

"Keluar!!!" Peat menarik paksa tangan Fort agar keluar dari kamarnya. Dengan sekuat tenaga ia menarik Fort hingga kini sebagian tubuh Peat sudah menyembul dilorong lantai 4.

Fort sangat kuat, bahkan setelah beberapa menit tubuhnya tak bergeming lagi meskipun Peat sudah berusaha sekuat tenaga dan sekarang mulai kelelahan.

"Tsk! Terserah, kau silahkan tinggal dikamarku dan aku akan tinggal dikamarmu" Peat menyentak pegangannya pada tangan Fort, melepaskan tangannya dan berjalan menuju kamar Fort.

Namun seketika tubuhnya membeku. Matanya membesar. Ia melihat seseorang yang tak ingin lagi ia lihat, dan orang itu kini juga menatapnya dalam posisi bersandar pada pintu kamar kosong yang berada disebelah kamarnya, tangannya menyilang dengan satu kaki tertekuk dan menghadap kearahnya.

"Joss"

"Hai Peat, lama tidak jumpa"

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞