FORTPEAT - JINX - 28
Mata rusa itu bergerak searah meneliti satu persatu staffnya. Tangannya bergerak menepuk bahu masing masing staff dengan raut wajah yang dibuat untuk menyemangati mereka. Peat kembali berdiri diposisi awalnya, menggerakan kedua tangannya yang terbuka naik sambil menghirup napas dengan dalam dan kemudian menurunkan tangannya pelan seiring buangan napas.
"Good luck all. Kita bisa!" seru Peat dengan mengepalkan tangannya didepan dada, mencoba memupuk semangat staffnya yang tampak gugup untuk rapat hari ini.
"Ya! Kita bisa!" balas sorak dari staff RnD, mereka ikut mengepalkan tangan didepan dada dan mulai berjalan mengikuti Peat yang sudah mulai melangkah lebih dulu.
Dengan penuh percaya diri akan hasil yang didapatkan, para staff bergerak maju menuju ruang rapat yang nantinya akan dihadiri oleh banyak pimpinan perusahaan.
-----
Para staff RnD akhirnya mencapai ruang meeting setengah jam lebih awal. Mereka segera membagi tugas dan melakukan briefing sederhana sebelum dilakukannya presentasi. Begitu juga dengan Peat yang bertanggung jawab mempresentasikan hasil kerja keras mereka yang hampir sebulan lamanya. Bibir tipisnya terus saja bergerak dengan jemari yang menggulir ipad ditangannya. Beberapa staff juga ikut sibuk memasang infokus serta layar lebar, ada juga yang menaruh hardcopy dari materi yang mereka bawa dimasing masing meja rapat.
Selang lima belas menit kemudian beberapa petinggi mulai masuk. Para staff yang diposisikan disisi ruangan tampak menyambut ramah tiap petinggi yang masuk.
Peat sedikit gugup. Ini pertama kalinya ia melakukan presentasi dihadapan orang baru. Ia belum mengetahui bagaimana lapangan dan kondisi dari petinggi diperusahaan ini. Peat memilih berdiam diri diluar ruangan, mengambil posisi paling ujung yang langsung berhadapan dengan jendela kecil yang dilengkapi ventilasi diatasnya. Tangannya masih tampak bergerak diiringi suaranya, sebagai bentuk metode dalam mengingat bahan presentasinya. Peat tak mau ada kesalahan, ia ingin tampil dengan maksimal.
Puk
Sebuah tepukan dari arah belakang Peat, membuyarkan semua isi kepalanya. Dengan malas ia menoleh kesamping dan mendapati Fort yang sedang tersenyum padanya.
"Jangan tegang, ini bukan seperti sidang kelulusan. Jika formulasi ini ditolak kau hanya perlu mengulang Peat. Aku tak masalah kau berada disini lebih lama" ujar Fort sambil memijit bahu tegang milik Peat, mencoba menurunkan ketegangan dari pria kecil didepannya.
Peat menghembuskan napasnya pelan, matanya terpejam mencoba menikmati pijatan dari Fort dipundaknya.
"Tapi aku yang tak mau disini lebih lama" balas Peat setelah mulai merasa nyaman dengan pijatan Fort.
"Kenapa? Ada aku disini, tentu disini lebih menyenangkan dibanding Korea Selatan"
"Ck, justru karena kau ada disini aku ingin cepat cepat pergi"
Plakk
Fort memukul kepala Peat ringan, menatap Peat dengan wajah kesal yang dibuat buat. Peat terkekeh, entah kenapa hadir Fort membuatnya lebih relaks dan nyaman. Rasa gundah dan khawatirnya akan presentasi yang akan dilakulan lima menit lagi sirna begitu saja. Fort pun tersenyum, melihat Peat yang mulai relaks membuatnya tanpa sadar juga ikut lega.
Peat kemudian mengecek kembali jam yang terpampang disudut layar ipad miliknya. Rapat akan dimulai lima menit lagi dan ia harus segera bersiap.
Peat memutar tubuhnya dan mendapati Fort yang berdiri menghadapnya. Matanya tanpa sengaja melihat dasi Fort yang sedikit miring dengan kerah baju yang masih tersembunyi dibalik jas.
"Kau itu pemimpin. Perhatikan penampilanmu lebih baik Fort, penampilan seperti ini tidak baik untuk citra perusahaan" ujar Peat sambil memperbaiki kembali dasi Fort agar menggantung tepat ditengah, kemudian tangannya beralih mengeluarkan kerah baju Fort dan mengamatinya kembali. Peat mengangguk kecil ketika melihat Fort sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya.
"Kau membuatku kembali menginginkanmu Peat. Hah... Kau membuatku sulit" Fort mendesah dengan memijit pangkal hidungnya, tersenyum miring sambil menatap Peat jenaka, Fort membuat ekspresi berpura pura.
Peat menggeleng heran sambil menyunggingkan senyum mengejeknya. Fort bercanda dan Peat tau itu. Peat pun mulai melangkah menjauh menuju ruang rapat.
"Sepulang kerja nanti ayo menonton!"
Peat mengangkat tangannya keudara dengan jari yang membentuk tanda oke, membuat Fort mengayunkan kecil kepalan tangannya karena sore nanti ia akan berkencan dengan Peat.
-----
Riuh tepuk tangan terdengar meriah setelah rapat mengenai produk baru disepakati. Dengan segala keperluan dan modifikasi tampaknya usaha dari tim RnD cukup memuaskan para petinggi.
Para peserta rapat pun mulai keluar satu persatu. Tak lupa para staff memberi penghormatan sebelum mereka benar benar keluar dari ruangan. Adapun tiga perempat dari peserta turut menyalami Peat yang juga berdiri disisi ruangan setelah rapat. Banyak alasan, beberapa ada yang tulus mengucapkan selamat namun beberapa menyelipkan unsur pribadi sekedar untuk mencoba meraih tangan halus itu. Tapi itu bukan masalah besar, rasa membuncah dihatinya telah menutupi pikiran jelek pada manusia yang mencoba mengambil kesempatam padanya.
Contohnya saja pria dengan tubuh gempal yang kini mengantri dibelakang kepala produksi. Dengan tak sabar ia membersihkan tangannya dan segera menjabat tangan Peat begitu tiba gilirannya. Tak hanya sampai disitu, pria ini cukup berani menarik Peat keadalam pelukannya. Sedikit lama sampai Peat sendiri yang terlebih dahulu berinisiatif untuk melepaskannya. Peat kira pria gempal ini lebih lemah dari dirinya, namun siapa sangka dengan cepat ia kembali ditarik kuat untuk berpelukan. Kata demi kata selamat yang terlalu panjang diucapkan pria ini membuat kuping Peat terasa sakit, namun Peat tak bisa menolak, ini masih didepan umum dan Peat tau bagaimana menjaga etika.
Dari kejauhan sepasang mata besar menatap tak suka kearah Peat dan pria gempal itu. Alisnya menukik tajam dan aura gelap mulai memenuhi sekelilingnya.
"Anda baik baik saja Khun?" tanya salah seorang direktur bagian. Membuat Fort kembali menoleh menatap wanita muda didepannya yang sejak tadi mengajaknya berbicara.
"Ah, maaf. Tadi sampai dimana?"
"Ya, saya menerima beberapa keluhan dari partner kerja sama yang berada di Jepang. Beberapa surat yang memerlukan persetujuan anda sudah saya teruskan ke email anda, mohon segera ditindak lanjuti Khun"
"Ah, baiklah. Hanya itu?"
"Ya, hanya itu"
"Baiklah, saya permisi" Fort segera berlalu dari hadapan wanita muda itu, kakinya mengambil langkah seribu untuk mencapai posisi Peat.
Grep
Srettt
Tangan besar Fort segera memegang tubuh Peat dan menariknya paksa dari pria gempal tersebut. Menatap tajam kearah pria gempal itu sambil membawa Peat kebelakang tubuhnya.
"Hei Fort. Aku tak apa. Kau tak perlu sampai seperti ini" lirih Peat dari belakang tubuh Fort, tangannya mencoba menarik jas belakang Fort agar tidak macam macam dengan pria gempal itu.
Fort mengacuhkan Peat, dengan tangan yang sudah bersilang didepan dada Fort menatap lurus kearah pria gempal yang kini terpaku ditempatnya. Pria dengan jabatan tertinggi di perusahaan kini menatapnya penuh intimidasi, siapa yang tidak takut?
"Bukankah sudah aku peringatkan jauh hari?" suara rendah penuh penekanan dari Fort membuat orang orang yang masih berada didalam ruangan memusatkan perhatian kearahnya.
"Ma-maaf Khun"
"Kau tak melihat dia tak nyaman?"
"Maaf Khun, saya salah" pria gempal itu tampak semakin menundukan kepalanya, tak berani memandang sang atasan yang tengah marah.
"Fort, hentikan" bisik Peat lagi dari belakang, mata rusa itu berpendar menatap sekelilingnya. Sedikit malu karena dirinya menjadi pusat perhatian disini. Ugh! Peat tak ingin ada masalah.
"Kau inginku pecat?"
"Fort!" suara Peat sedikit meninggi mendengar ucapan Fort.
"Tidak Khun, maafkan saya" pria gempal itu bersimpuh didepan kaki Fort, memohon untuk tidak dipecat dari pekerjaannya.
"Jika kau terus seperti ini aku tak akan berbicara denganmu lagi!" tegas Peat sebelum beranjak keluar dari ruangan rapat. Fort benar benar menguji kesabarannya!
"Peat!" suara Fort yang berada dibelakang Peat acuhkan. Peat terus saja berjalan menjauhi ruangan.
Grep
Tangan Peat segera diambil dan diputar oleh Fort. Tangan besar itu kemudian berpindah memegangi pundak sempit itu. Menatap wajah marah Peat dengan kedua mata besarnya.
Peat menarik napas dalam dan menghembuskannya. Menelan kembali emosinya dengan mata terpejam sebelum menatap Fort yang diam didepannya.
"Fort, berapa kali lagi aku harus mengatakannya?-
-kita bukan sepasang kekasih dan kita adalah teman/kita bukan sepasang kekasih dan kita adalah teman" Fort menyamai ucapan Peat diakhir kalimat. Peat mendengus kesal, lihatlah seberapa sering dia mengatakan hal ini sampai sampai Fort hapal dengan kalimatnya.
"Aku tau dan aku paham. Aku hanya tidak ingin kau tidak nyaman Peat. Dan lagi apa seorang teman tidak boleh memperhatikan temannya?" tanya Fort lembut, tak ingin pria kecil didepannya lebih marah.
"Tapi yang baru saja kau lakukan itu berlebihan Fort. Memecat seseorang hanya karena pelukan itu terlalu berlebihan. Dan lagi aku seorang pria dewasa, aku bisa menjaga diriku sendiri" jelas Peat dengan nada lebih tenang, Fort yang keras kepala tak akan mengerti jika kau menjelaskannya dengan keras. Memberi pengertian dengan tenang lebih berguna dibanding metode apapun. Ah, tidak! Ada satu lagi metode sukses menundukkan pria besar ini. Ancaman.
"Jika kau bertindak berlebihan lagi maka pegang kata kataku untuk tidak akan berbicara denganmu lagi"
"Okey okey! Aku tak akan melakukannya lagi. Jangan marah dan terus berbicara padaku, okey?" Fort menawarkan kelingkingnya didepan wajah Peat, meminta pria kecil itu menautkan janji dengannya.
Peat memutar matanya malas. Kenapa ia merasa seperti anak kecil yang tengah dibujuk?
Tiba tiba saja sebuah tangan mengangkat tangannya dan melipat jarinya hingga menyisakan kelingking saja. Fort menautkan kelingkingnya disana dan menggoyangkannya ringan. Bibir penuh itu tersenyum, membuat Peat yang menatapnya juga ikut tersenyum. Fort seperti bocah berumur lima tahun yang medapatkan permen kesukaannya.
"Kita pergi sekarang?"
"Tunggu, aku harus membereskan beberapa barang diruanganku dulu. Beri aku sepuluh menit, aku akan keruanganmu setelah itu"
Fort dengan sigap membentuk sudut 45 derajat dengan lengannya dan menaruh tangannya yang berada dalam posisi vertikal disisi alis kanannya, membuat mimik layaknya perwira yang memberi hormat pada atasannya. Peat kemudian tertawa, melihat tingkah lucu dari Fort benar benar membawa suasana hatinya menjadi sangat baik. Dan Fort pun ikut tertawa melihat gelak tawa yang Peat keluarkan.
Hati Fort tergelitik, melihat wajah cerah Peat membuatnya menumbuhkan satu harapan baru. Berharap semoga tawa ini tak akan pernah terenggut lagi olehnya.
-----
Tok
Tok
Cklek
"Kau sudah siap?" tanya Peat dengan hanya memasukkan kepalanya diambang pintu, menengok kearah meja kerja Fort yang sekarang tampak bersih. Sedangkan sang empunya tengah mengambil jas yang tergantung disalah satu sudut ruangan.
Dengan senyum lebar Fort mengangguk. Ia berjalan menuju Peat yang sudah berdiri tegap didepan pintu yang terbuka.
"Ayo" Peat mengangguk dan mengikuti jalan Fort berdampingan.
"Kau sudah membeli tiket?" tanya Peat, kepalanya ia tolehkan kesamping melihat Fort.
"Belum, aku tak tau akan menonton apa"
"Jjinjja?! Kau mengajakku menonton bahkan ketika kau tak tau ingin menonton apa? Ugh! Cara kencanmu benar benar harus diperbaiki Fort!" keluh Peat dengan tatapan mengejek, tak menyangka jika sang master dari asmara berubah menjadi bodoh seperti ini.
"Aku ingin kau memilihnya sendiri dan ingin membeli beberapa cemilan disana. Oh, tunggu! Kau bilang apa? Kencan? Kau menganggap kita sedang berkencan?" tanya Fort dengan mata berbinar, ia baru menyadari ucapan yang dilontarkan Peat.
"Lalu kau sebut ini apa? Kau pikir aku tak tau akal bulusmu heh? Aku mengiyakan tawaranmu karena aku juga ingin menonton. Aku ingin menikmati waktu senggangku sebelum kembali ke Korea Selatan"
Mendengar jawaban Peat membuat senyuman Fort hilang. Ia merasa dipukul kenyataan jika pria kecil ini cepat atau lambat akan kembali ke negara domisilinya sekarang.
"Kapan kau akan pergi?"
"Kkk.. Kenapa nadamu seperti itu? Hei, bukankah normal jika aku pulang ke Korea Selatan? Aku harus bekerja Fort"
"Tak bisakah kau bekerja disini? Aku tak mau kau pergi" suara Fort mengecil diujung, tak rela Peat kembali kesana.
"Tak bisa. Kontrakku disana masih lama, dan jika aku mengundurkan diri akan ada banyak masalah. Kau tau aku ini termasuk orang berpengaruh disana" Peat menaik turunkan alisnya jenaka, berniat membuat Fort tersenyum dengan aksinya. Tapi gagal, Fort hanya menatapnya sedih.
"Hah.. Fort, jangan seperti ini. Aku akan sering menghubungimu jika sampai disana" Peat menjadi merasa bersalah melihat pria besar didepannya menjadi sedih.
"Peat, kuberikan gaji dua kali lipat dari gajimu sekarang. Bagaimana? Kau tertarik?"
"Fort, ini bukan masalah uang"
"Lalu apa?"
Peat terdiam. Ia tak mungkin jujur mengenai alasannya.
Alasan terbesarnya ingin segera pergi adalah Fort. Ia tak mau perasaannya mengacaukan segala sesuatu yang telah disusun sedemikian rupa disini. Fort terlihat masih sangat mencintainya dan itu berbahaya. Peat tak mau melukai siapapun kali ini.
"Apa aku?" Peat kembali tersadar dari lamunannya, menatap Fort yang kini menunggu jawaban darinya.
"Cih, percaya diri sekali. Bukan, banyak alasan dan aku benar benar harus kembali. Mungkin aku akan pergi setelah pesta pertunanganmu minggu depan. Aku dan Joss sudah menyediakan waktu untuk itu" Peat memencet tombol lift yang berada dihadapannya. Kini ia memilih menatap monitor layar angka lantai dibanding menatap Fort yang tampak kecewa dengan keputusannya.
Ting
"Sayang? Peat?" sebuah suara familiar terdengar ketika pintu lift terbuka. Pearwah yang berada didalam melangkah keluar dan menatap heran kedua pria yang berada didepannya.
"Hai Pearwah" sapa Peat tersenyum tipis, lagi lagi ia merasa canggung karena berada ditengah tengah pasangan ini.
"Oh hai. Kau ada perlu apa?" tanya Fort dengan menatap kearah Pearwah.
"Ah ya, aku ingin mengajakmu menonton, aku sudah membeli dua tiket" ujar Pearwah dengan senyum lebarnya, tangannya yang berisi tiket ia pamerkan dihadapan Fort.
"Oh iya, kalian mau kemana?" tanya Pearwah lagi sambil menatap Fort dan Peat bergantian.
"Ah, itu. Aku mau pulang. Aku baru saja mengantar berkas keruangannya dan kami memilih berjalan bersama. Kalau begitu aku duluan, Joss akan merengek jika aku tak membawa makan malam untuknya. Selamat bersenang senang" Peat segera berjalan menjauh sebelum mendengar pembelaan dari Fort. Bibir pria besar itu terlihat akan menyela dan Peat harus mencegahnya. Peat melambaikan tangannya cepat dan segera menuruni tangga darurat yang pintunya terletak dekat dengan lift.
-----
Peat menatap datar jalanan didepannya. Setelah ia menepikan mobilnya disalah satu mini market, Peat membeli sebuah rokok dan duduk dikursi yang sengaja disediakan oleh pihak mini market.
Helaan napas kecewa terdengar. Bukan pertama kali setiap agendanya dengan Fort harus batal karena Pearwah. Peat tak tau kenapa tapi hatinya terus terusan merasa sakit. Padahal sudah seharusnya begitu, ia mengalah dan membiarkan Fort dan Pearwah berkencan. Bukankah ia sudah bertekad mendukung hubungan keduanya? Ia tak boleh merasa kecewa seperti ini.
Tangan kurus itu pun mengusap wajahnya kasar. Hatinya selalu dibolak balik secara paksa oleh keadaan. Sepertinya ia benar benar harus segera pulang ke Korea Selatan
-----
Disebuah restoran cepat saji yang cukup ramai, tampak sebuah meja yang terisi oleh sepasang kekasih. Anehnya tak ada obrolan diantara mereka, hanya sibuk menelan makanan yang disajikan.
Pearwah yang sedari tadi diam berencana menanyai Fort mengenai suatu hal. Sungguh, ini sangat mengganggunya hingga detik ini.
"Sayang"
Fort mengangkat kepalanya dan menatap Pearwah. Memiringkan sedikit kepalanya seolah bertanya.
"Menurutmu bagaimana hubungan kita?"
"Bagaimana? Kurasa hubungan kita baik"
"Apa kau mencintaiku?" mulut Fort yang bergerak terisi makanan berhenti seketika. Pertama kali ditanyai seperti ini oleh Pearwah membuatnya cukup terkejut.
"Kau tak mencintaiku?" tanya Pearwah sekali lagi, matanya menatap Fort cemas, berharap mendengar jawaban yang ia inginkan.
"Aku memilihmu. Apa itu tak cukup?" Fort balik bertanya, menghindari jawaban sebisa mungkin.
"Jika tak ada cinta dihubungan ini aku juga tak mau Fort."
"Kau mencintaiku?"
"Ya"
"Kalau begitu hubungan ini dibangun atas cinta Pearwah. Tidak ada yang salah kurasa"
Pearwah menahan napasnya, menahan rasa sesak yang tiba tiba mengerumuni dadanya.
"Jadi kau tak mencintaiku?"
Fort hanya diam, bibirnya seolah tertutup rapat untuk menjawab pertanyaan Pearwah.
"Kau mencintai Peat, Fort?" mata cantik itu mulai berkaca kaca, sikap Fort menunjukkan jawaban padanya. Hatinya teriris, sangat. Bahkan sangat dalam hingga terlalu perih.
"Jangan bawa dia kedalam hubungan kita Pearwah"
Fort menatap tak suka kearah wanita didepannya, namun raut itu cepat berganti dengan wajah rasa bersalah. Ia lagi lagi membuat seseorang menangis.
"Maaf, bukan begitu maksudku" ujar Fort sambil mengangkat tangannya kearah Pearwah, mengusap air mata yang baru saja menetes dari pelupuk mata itu.
"Kau ingin kembali padanya?" lagi lagi Pearwah memburu Fort dengan pertanyaan, menghiraukan ucapan Fort sebelumnya.
Fort pun lagi lagi diam. Bibirnya hanya terkunci rapat.
"Aku adalah wanita egois Fort. Sebuah kerugian bagimu karena harus bertemu denganku" Pearwah berdiri dari duduknya, segera mengambil tas kecilnya dan berjalan keluar dari restoran cepat saji itu. Aliran air mata dipipinya terus mengalir, tangannya pun terus mengusap pipinya yang basah. Rasanya ia tak sanggup untuk berbicara lebih lanjut dengan Fort. Sikap buruk pria itu sukses mencabik perasaannya.
TBC
Komentar
Posting Komentar