FORTPEAT - JINX - 27

Jam sudah menunjukkan pukul dua belas tengah hari. Namun tak seperti siang biasanya, hari ini hujan turun cukup deras mengguyur kota metropolitan tersebut. Langit yang seharusnya cerah disertai sinar terik saat tengah hari kini terlihat jauh berbeda, awan hitam dengan sinar redup disertai angin kencang yang berhembus membuat orang orang memilih untuk berdiam diri dirumah dibandingkan harus keluar rumah.

Begitu juga yang terjadi disebuah apartemen kawasan elit yang berada dipusat kota. Bak apartemen kosong, tak ada satupun suara dari dalam apartemen tersebut. Lima pria yang berencana menghabiskan waktu bersama semalam kini terpencar menjadi tiga bagian.

Sepasang kekasih yang berpelukan dan ditutupi selimut hingga leher tampak pulas dalam lelapnya, mendiami satu kamar luas dengan lampu remang membuat mereka tak berniat untuk bangun. Alkohol yang ditenggak semalam membuat kepala berat mereka menjadi ringan ketika masih tertidur. Apalagi setelah melakukan aktivitas malam yang cukup melelahkan dan baru memejamkan mata dini hari, tentu membuat tidur mereka semakin nyenyak.

Berbeda dengan kamar lain yang hanya berisikan seorang pria besar dengan kulit tannya. Tubuh besar itu telentang dengan tangan serta kaki yang terbuka lebar, membuat tubuhnya hampir memenuhi kasur berukuran king size tersebut. Berpesta bersama dua orang tersisa membuatnya habis habisan meminum alkohol. Belum lagi pertandingan yang ia lakukan dengan pria berbadan besar lainnya demi taruhan mobil yang ditawarkan, alkohol semalam benar benar mengambil alih kesadarannya hingga saat ini.

Tersisa dua orang yang tak mengisi kamar manapun. Jika ditelisik lebih baik, tampak dua orang yang saling bergumul dengan saling berbagi kehangatan tubuh diatas sofa besar. Saling melingkari lengan dan menindihkan kaki membuat sedikit banyaknya tubuh mereka terjaga tetap hangat. Pria dengan tubuh yang lebih kecil tampak sesekali mengusakkan kepalanya lebih dalam kedada pria bertubuh besar dihadapannya, menyamankan posisi kepalanya yang berbantalkan lengan dan dada pria besar didepannya. Sang pria besar pun tak mau kalah, kepalanya bergerak lebih maju hingga bawah dagunya terasa pas untuk beririsan dengan puncak kepala pria kecil dipelukannya, belum lagi lengannya yang bergerak lebih erat agar dingin tak mengenai pria kecil didalam dekapannya.

Sedikit mulai terusik dengan tubuhnya yang semakin menempel pada tubuh lainnya dan disertai rasa  sesak disekitarnya. Mata rusa itu akhirnya terbuka perlahan, awalnya mata kirinya terbuka sedikit dan mendapati sebuah kemeja familiar didepan matanya, semakin lama kedua matanya terbuka lebar dan mengerjap cepat untuk menyingkirkan kabut yang menghalangi penglihatannya.

Degg

Reflek tubuhnya ia bawa kebelakang saat menyadari bahwa ia tidur didalam pelukan orang lain, mata besar itu terbelalak terkejut, seketika rasa kantuk yang masih menderanya hilang seketika.

Grep

Namun seperti menghiraukan keterkejutan pria kecil dalam pelukannya, pria besar itu kembali menarik pria kecil itu lebih dalam kearah dadanya.

"Fort.. Bangunlah.." Peat dengan cepat memasukkan tangannya diantara tubuh mereka dan memposisikan tangannya diatas dada Fort. Mendorong kuat dada itu sambil ikut menarik tubuhnya kebelakang.

"Lima menit lagi Peat, bangunkan aku lima menit lagi"

Degg

Bagaikan dejavu, tubuh Peat seketika menegang ditempat. Sekilas memori saat mereka duduk dibangku kuliah kembali terlintas. Posisi ini dan perkataan yang dilontarkan pun hampir sama persis dengan saat itu. Tanpa sadar Peat melemaskan tangannya dan menurunkan pertahanannya, membiarkan tubuhnya kembali ditarik oleh Fort kedalam pelukan.

Dengan mata yang tak lepas dari wajah Fort, Peat membiarkan posisi mereka semakin dekat. Perlahan wajah tegang itu berubah, digantikan dengan senyum tipis dan mata yang berkaca kaca. Saat ini jantungnya berdetak lebih cepat, dadanya menghangat. Peat baru sadar, ternyata ia merindukan hal yang seperti ini. Ia merindukan rutinitas yang pernah ia lakukan dengan Fort.

Seperti pie yang baru saja keluar dari oven, ingatan saat itu terasa masih sangat hangat diingatannya. Bagaimana rasa pelukan hangat Fort yang masih sama seperti biasa. Posisi tangan, posisi kaki hingga erat yang ia rasakan terasa sama persis seperti saat itu.

Namun dalam sekejap dadanya seperti ditusuk dan dihujam. Seharusnya pria didepannya ini tak boleh melakukan hal seperti ini lagi padanya. Mereka sudah dewasa dan harus tau batasan seorang teman.

Ya, semalam mereka berbaikan. Tak butuh banyak usaha untuk mendapatkan persetujuan dari Fort memang, namun hal itu sukses membuat Fort enggan berbicara padanya hingga satu jam lamanya, dan kemudian ia pergi meninggalkan Peat sendirian diatas balkon. Namun beberapa saat kemudian ketika Peat kembali masuk kedalam, ia menemukan Joss dan Fort yang tampak akrab bersama alkohol ditangan mereka. Bahkan Fort tak lagi mengacuhkannya, Fort tertawa dan mengajaknya untuk bergabung.

Peat tak tahu bagaimana akhirnya ia dan Fort tidur diruang tengah, mereka sangat kacau dengan alkohol mereka semalam, belum lagi Fort yang harus memberikan mobilnya pada Joss karena ia kalah dengan taruhannya. Bayangkan kau kehilangan mobil hanya karena alkohol semata. Mereka benar benar gila.

Peat menarik napasnya dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia harus bisa mengontrol ekspresi dan perasaannya sekarang. Bagaimanapun juga ini keputusannya.

"Sudah lima menit Fort, ayo bangun" Peat kembali berusaha mendorong dada itu menjauh, namun lagi lagi Fort menariknya untuk mendekat. Seriously! Kapan ia bisa mengalahkan tubuh besar ini? Dia terlalu kuat.

"Joss!!" Peat berteriak sekeras mungkin membangunkan Joss yang entah dimana. Satu satunya yang bisa mengadu kekuatan Fort hanya titan lainnya, Joss.

Fort berdecih tak suka, ia tak tidur sejak satu jam yang lalu sebenarnya. Tapi untuk melepaskan pelukannya pada Peat benar benar bukan daftar keinginannya untuk saat ini. Ia masih sangat mau untuk mendekap tubuh kecil ini seharian penuh bahkan hingga besok pagi, tak masalah jika ia harus mengorbankan lengannya yang berfungsi sebagai alas kepala Peat.

Oh ayolah! Sepuluh tahun sudah ia tak lagi merasakan hal seperti ini dengan pria kecil ini dan ia akan melepasnya begitu saja? Tentu tidak! Peat berhutang pelukan dengannya dan seharusnya ia membayarnya sekarang walaupun tak sampai seperempat ia membayarnya.

Namun mendengar bibir tipis itu memanggil nama pria lain benar benar membuat suasana hatinya buruk. Sial! Apalagi Joss!

Fort dengan berat hati akhirnya melepaskan pelukannya pada tubuh Peat dan menelentangkan tubuh besarnya yang hanya dialasi setengah lebar sofa. Peat buru buru duduk dan memberi ruang pada Fort untuk berbaring lebih nyaman. Dalam sekali loncatan Peat turun dari sofa. Ia berniat untuk ke dapur mengambil beberapa botol air minum, kerongkongannya sangat kering karena ulah alkohol semalam.

Grep

Tangan Peat yang terayun kebelakang digenggam oleh Fort, membuat Peat menoleh dan mendapati Fort yang menatapnya.

"Jangan menjadi pria yang tak bertanggung jawab" dengan mata terpejam, bibir penuh Fort bergerak mengeluarkan suara. Peat yang mendengar itu hanya mampu mengerutkan dahi tak mengerti.

"Aku meminjamkan lenganku sebagai bantal, tapi kau malah meninggalkanku dengan lengan keramku, Peat" mata besar itu pun mulai terbuka, menatap Peat dengan tatapan kecewa yang dibuat buat.

Peat mendesah, memutar bola matanya malas mendengar alasan ketidak bertanggungjawabannya.

"Aku hanya mau mengambil minum sebentar Fort, memang aku mau kemana dengan tampilan seperti ini?" Peat menyingkirkan tangan Fort yang menggenggam tangannya. Menggelengkan kepalanya heran sambil terus berjalan menuju dapur.

"Lebihkan untukku!"

"Hm" Peat berdengung menanggapi permintaan Fort, tangannya yang sudah membuka pintu kulkas dengan cepat mengambil dua botol air mineral dari dalam. Peat kemudian kembali keruang tengah dengan dua botol air mineral ditangannya. Menyerahkannya satu kepada Fort namun tak kunjung diterima oleh pria yang masih berbaring itu.

"Kau mau atau tidak?" tanya Peat kesal, ada apa lagi dengan pria besar ini?

"Lenganku sakit dan tak bisa membuka tutup bot-"

Krekkk

"Hm" Peat kembali menyodorkan botol air mineral yang sudah ia buka tutup botolnya. Kenapa pria ini berubah menjadi manja?!

"Peat, tanganku masih sakit dan aku tak bisa minum dalam posisi berbaring"

"Aish! Jjinjja!" Peat menatap Fort sengit, bibirnya berkedut ingin menyumpahi Fort namun ia tahan karena pasti Fort akan membela diri. Oke baik, lengan itu sakit memang karena ulahnya, tapi apa mungkin tak bisa bangun hanya karena itu?

Peat menaruh dua botol ditangannya dengan kesal keatas meja, mengambil lengan Fort lain dan ia bawa mengelilingi pundaknya. Satu tangan ia selipkan kesisi badan terjauh Fort dan satu tangan lagi memegangi tangan Fort yang mengelilingi pundaknya. Peat kemudian mendorong tubuh itu keatas agar bisa bangun. Namun tetap saja yang namanya besar pasti berat, Peat bukannya tidak kuat tapi Fort benar benar menumpukan seluruh bobot tubuhnya hanya pada Peat saja, jadilah tubuh itu tak bergerak seinci pun sekarang.

"Setidaknya gunakan otot lainmu untuk membantuku Fort! Kau pikir kau itu ringan?!" Peat berteriak kesal disamping Fort, mata rusa itu menipis tajam kearah pria disampingnya. Dan Peat semakin kesal ketika Fort hanya membalasnya dengan kekehan ringan.

Sialan!

Brukk

"Hei! Bantu aku!"

"Terserah! Kau menyebalkan!"

Peat kemudian berlalu kearah dapur setelah mengambil botol mineral miliknya. Dengan kaki menghentak kesal ia meninggalkan Fort yang kini tengah tertawa dengan keras.

-----

"Aku pasti akan merindukanmu" dengan wajah datar Peat menepuk punggung Noeul beberapa kali. Temannya satu ini benar benar gila, membuat alasan untuk membantunya namun malah bercinta dikamarnya.

Peat benar benar terkejut saat ia masuk kedalam kamar untuk menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan setelah mandi. Bagaimana tidak jika baru saja kakinya menapaki lantai kamar, sebuah plastik elastis berwarna merah mudah terinjak oleh kakinya, belum lagi kakinya yang tanpa sengaja menjadi lengket karena cairan yang cukup banyak menyembur dari dalam plastik elastis itu. Peat sontak berteriak dan membuat semua orang berlari kearahnya.

Kakinya dipenuhi sperma! Shit!

Belum lagi melihat kasurnya yang sangat acak acakan dan spreinya dipenuhi bercak kering disana. Ugh! Orang orang benar menguji kesabarannya hari ini.

"Lain kali bercintalah ditempat lain okey?" Peat berkata pelan hampir berbisik ditelinga Noeul, tersenyum tipis dengan gigi bergemelatuk disertai tatapan tajam kearah Boss yang tampak pura pura tak melihat wajah kesal Peat.

Peat kemudian mengeratkan pelukannya pada Noeul. Seketika rasa kesalnya berubah menjadi sedih karena sahabatnya akan kembali pada rutinitasnya di Bangkok. Setelah keputusannya kembali membuka diri, rasa sayang yang mendalam kembali Peat rasakan pada sahabatnya ini. Rasanya begitu tak rela melepaskan Noeul begitu saja untuk kembali ke Bangkok, namun ia juga tak bisa menahannya. Noeul memiliki kehidupannya sendiri dan ia tak boleh egois dengan kehendaknya.

Cukup lama sampai akhirnya kedua sahabat itu melepaskan pelukan mereka. Mengalihkan tangan menjadi menggenggam satu sama lain dengan wajah mencebik sedih.

"Aku juga akan merindukanmu" cicit Peat sedih, kembali ia tarik Noeul untuk dipeluk namun segera dicegat oleh Boss.

Sungguh! Berapa lama lagi Boss harus menunggu dua bocah ini untuk berpelukan?!

"Kalian masih bisa saling mengunjungi, ini bukan seperti kalian akan berpisah dalam waktu lama" Boss memutar bola matanya jengah.

"Hah.. Baiklah, hati hati dijalan Noeul" sahut Peat dengan nada sedih, mengangkat tangannya sepinggang dan melambai sedih kearah Noeul.

"Hm, selamat tinggal Peat" Noeul juga melakukan hal yang sama, mengangkat tangan sepinggang dan melambai sedih kearah Peat.

Boss mendengus, dengan cepat ia menarik Noeul kearah lift untuk menghentikan drama yang tak kunjung selesai. Dua sahabat ini terlalu berlebihan!

"Kalau begitu aku juga pamit. Jangan lupa akhir minggu kita pergi kerumahku. Sampai jumpa" Fort tersenyum dan mengusak rambut Peat sebelum menyusul Boss dan Noeul yang menunggunya didalam lift.

Peat mengangguk ringan, melambaikan tangannya kearah mereka hingga tubuh mereka hilang bersamaan dengan pintu lift yang tertutup.

-----

Wafer panjang yang berada dimulut Peat menggantung begitu saja ketika sang empu terlalu fokus dengan laptopnya. Setelah kemarin berhasil menemukan formulasi yang dirasa cocok, sekarang ia sibuk berkutat dengan laptopnya untuk mempersiapkan laporan.

Ruangan laboratorium pun terlihat cukup sibuk, bukan lagi dengan percobaan melainkan para staff kembali melakukan validasi terakhir sebelum melakukan presentasi besok pada jajaran perusahaan. Produk baru yang mereka dapatkan diharapkan dapat menjadi penggebrak untuk perusahaan, jadi ini bukan hal main main dan harus dipastikan secara benar.

Beberapa staff yang sibuk dengan urusannya tak mengacuhkan seseorang yang menyelinap masuk dari arah luar. Pria bertubuh besar itu diam diam mulai masuk kedalam sebuah ruang kerja yang hanya diisi oleh pria bermata rusa.

Suara derap langkah yang sebisa mungkin ia redam sukses membuat pria yang sedang fokus dengan laptopnya tak mengetahui keberadaannya. Seringaian tercetak jelas dibibir penuh itu kala melihat wafer panjang yang masih menggantung dibibir tipis Peat.

Grep

Kraukk

Fort dengan berani memegang kedua pipi Peat dan memakan wafer yang menggantung hampir separuh panjangnya. Membuat Peat terkejut dan tanpa sengaja menjatuhkan wafer yang ada dimulutnya. Mata rusa yang berlindung dari balik kaca mata itu membulat besar, menatap tak percaya kearah Fort yang tersenyum kearahnya.

Bugh

Tangan Peat dengan cepat mengambil buku tebal yang berada didekat tangan kanannya dan kemudian segera memukul kepala Fort kuat.

"Akk!!" Fort berteriak kesakitan saat kepalanya dihantam kuat dengan sebuah buku yang dipastikan berjumlah lebih dari lima ribu halaman.

Dengusan kesal terdengar dari Peat, matanya masih menatap kesal kearah Fort. Demi Tuhan! Bisa bisanya pria besar ini melakukan hal seperti itu ketika ia sedang bekerja. Hei! Dia disini bekerja untuk perusahaan dan bisa bisanya pria ini mengacau!

"Siapa suruh membiarkan wafer itu menggantung seperti itu." cicit Fort dengan tangan yang masih mengusap kepalanya. Sepertinya pukulan itu benar benar sakit, terlihat dari tangan Fort yang beralih mengusap telinganya sekarang. Apa itu berdenging?

"Itu untuk diriku! Bukan kau! Aku butuh gula untuk laporan ini!" sorak Peat tak kalah kuat, kini matanya beralih kearah pintu yang masih terbuka. Mencari para staff yang harusnya melarang Fort untuk masuk. Peat tak suka diganggu saat bekerja. Semenjak insiden masuknya sekretaris Fort kedalam ruangannya saat bekerja, Peat mewanti wanti seluruh staffnya untuk tak membiarkan siapapun masuk kecuali untuk kebutuhan pekerjaan.

"Aku sudah menghubungimu, aku mengirimkan pesan tapi kau tak membalas, aku meneleponmu dan tak juga diangkat. Makanya aku kesini" bela Fort tak terima dimarahi, wajah tegas itu kini merungut, bibirnya mencebik maju.

"Fort, kau tidak bekerja? Bisakah kau keluar sekarang?" Peat menatap jengah wajah merungut itu, kenapa pria ini tiba tiba berubah menjadi bayi seperti ini?

"Ayo makan siang bersama"

"Tidak, pekerjaanku menumpuk"

"Ayolah Peat, aku ingin makan siang bersamamu"

"Tidak bisa, laporan ini harus selesai hari ini Fort, aku tidak bisa"

"Peat, ayolah, kumohon"

"Fort, aku benar benar tidak bisa"

"Sekali ini saja Peat, please..."

"Bagaimana dengan Pearwah? Bukankah kau makan siang dengannya?"

"Dia tak bisa hari ini, kumohon" Fort menangkupkan kedua tangannya hingga membentuk kepalan, membawanya kedepan dada dan membuat ekspresi memohon.

Peat menghela napas. Memijit pelipisnya yang mulai berdenyut sakit. Kenapa keras kepala pria besar ini tak ikut berubah? Ugh! Benar benar menyebalkan!

"Baiklah" Peat mengangguk pasrah, Fort tak akan berhenti memohon sampai keinginannya terkabul. Lebih cepat pria ini pergi maka lebih cepat pula ia kembali bekerja.

"Kau yang terbaik Peat! Aku pergi"

Blam

"Oh Tuhan! Tolong beri aku kekuatan lebih!" gumam Peat begitu melihat pintu ruang kerjanya tertutup

-----

Ketukan sepatu dan lantai mulai terdengar memenuhi lorong menuju lift yang berada diujung. Peat yang sibuk dengan ponselnya tampak mengacuhkan Fort yang berjalan  sambil mengamatinya dibelakang. Entah apa yang ada dipikiran pria besar itu namun bibirnya tak berhenti menyunggingkan senyum.

Peat kembali memasukkan ponselnya kedalam saku celana miliknya dan kemudian berhenti tepat didepan lift. Memencet tombol yang terdapat disamping pintu lift dan menunggu pintu itu terbuka.

Grep

Sebuah tangan tiba tiba saja menyusup dicelah jari Peat, dengan cepat tangan tersebut mengeratkan kaitannya dengan wajah yang ia buang kelain arah. Peat menatap tangannya dan Fort yang memalingkan wajah.

"Kau akan terus seperti ini Fort?" tanya Peat lelah. Sudah berkali kali Peat menegaskan jika mereka saat ini hanyalah teman dan bukan kekasih. Peat juga menjelaskan tujuan percakapan malam itu murni karena dirinya merasa bersalah pada Fort. Sudah dua hari berlalu dari saat itu tapi Fort terlalu sering memperlakukannya bak seorang kekasih.

"Peat. Aku-"

Srettt

"Jika kau terus seperti ini sebaiknya kita kembali saja seperti sebelumnya. Tidak berbicara dan tak bertegur sapa lebih baik rasanya" Peat beranjak dari posisinya dan kembali menuju ruang kerjanya yang berada diujung lorong. Namun Fort segera menahan tangan Peat dan memutar tubuh kecil itu kembali menghadapnya.

"Baiklah. Maafkan aku, aku tak akan seperti ini lagi"

"Kau berjanji?"

"Ya"

-----

Decitan antara sepatu dan lantai berbunyi nyaring. Peat tak sengaja meninggalkan dompetnya diruang kerja dan terpaksa kembali kesana. Kini ia harus berlari menuruni tangga darurat karena Fort sudah menunggunya di lobi.

Ckittt

Mendadak kaki Peat berhenti begitu melihat pemandangan didepannya. Dibalik pintu lobi, Peat melihat dengan mata kepalanya sendiri jika Pearwah tengah mencium pipi Fort dan kemudian mereka bertukar tawa setelahnya. Detik itu juga hatinya tiba tiba menjadi ngilu, udara disekitarnya perlahan menipis hingga membuat dadanya sedikit sesak.

"Peat?" baru saja ia berniat membalikan badan untuk menjauh, sebuah suara halus menyapa gendang telinganya. Membuatnya terpaksa berhenti dan melambaikan tangannya ringan kearah Pearwah yang berjalan masuk kedalam.

"Ah, hai"

"Ya, hai. Kau mau kemana? Sudah makan siang?" tanya Pearwah begitu masuk kedalam lobi, melangkahkan kakinya lebih dekat kearah Peat.

"Hm.. Sud-"

"Belum sayang, aku berencana mengajaknya makan bersama kita siang ini. Bagaimana?" potong Fort yang kini muncul dari balik tubuh Pearwah.

Peat tersenyum kaku, tangannya ia bawa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sedikit malu karena ia kedapatan ingin berbohong pada Pearwah.

"Tak apa Peat. Fort sudah mengatakan padaku jika kalian sudah baik dan kembali berteman. Aku sama sekali tak masalah untuk itu" Pearwah tersenyum dan sedikit memundurkan tubuhnya. Tangannya kemudian bergerak mengaitkan lengannya pada lengan Fort saat mencapai sisi samping pria besar itu.

"Tak usah, Joss bilang dia akan menjemputku untuk makan siang. Kalian tak usah khawatir, silakan nikmati makan siang kalian" Peat tersenyum tipis, matanya sedikit melirik kaitan lengan yang berada didepannya dan kembali tersenyum. Dada Peat kembali terasa ngilu, entah kenapa tapi sepertinya Pearwah sedang menegaskan padanya jika Fort miliknya sekarang.

Fort menatap aneh pada Peat. Sebelah alisnya terangkat seolah bertanya maksud dari perkataan yang Peat lontarkan barusan.

"Joss?"

"Ya, aku akan makan siang dengan Joss. Kalian duluan saja, aku harus menunggu Joss disini"

"Kalau begitu ayo makan siang bersama-

-dengan Joss tentunya"

-----

Mata besar itu memandang bergantian dua orang yang kini duduk bersisian didepannya. Ia heran dengan yang terjadi kali ini, bukankah rencana awal Peat makan siang bersamanya? Kenapa Joss ikut terlibat disini? Fort pikir awalnya itu hanyalah akal akalan Peat untuk menghindari makan siang bersamanya dan Pearwah. Tapi kenapa akhirnya mereka benar benar makan bersama seperti sekarang?

"Sayang, kau tidak apa? Kau hampir membuat pastamu menjadi bubur sayang" suara Pearwah tiba tiba menginterupsi pikiran Fort, membuatnya menoleh sebentar kearah Pearwah dan beralih menatap pasta dihadapannya.

Benar. Pastanya sudah berada dalam potongan kecil dan hampir menjadi bubur. Fort tak tahu apa yang ia lakukan hingga pasta yang berada dihadapannya sampai menjadi seperti ini. Ia hanya sibuk berkutat dengan pikirannya saja sejak kedatangan Joss beberapa menit lalu.

"Kau tidak bekerja Joss?" tanya Fort tiba tiba. Ia menyandarkan tubuhnya kebelakang dan mulai menyilangkan tangan didepan dada. Mata besarnya tampak menatap tak suka kearah Joss.

"Ya, bahkan sekarang aku sedang bekerja" Joss tak mengalihkan pandangannya dari ipad miliknya. Dengan wajah serius ia sibuk menggulir layar didepannya.

"Kau sibuk, lalu kenapa mengajak Peat untuk makan siang bersama?"

"Fort" Peat menatap Fort dengan kepala yang menggeleng samar. Berusaha mengakhiri pertanyaan tak berdasar pria didepannya.

Tak

Joss menaruh ipad miliknya diatas meja setelah mematikannya. Tersenyum miring kearah Fort dan menyampirkan lengannya dibahu Peat.

"Aku ingin makan bersama dengannya. Kenapa? Tidak boleh?" Joss kemudian menarik tubuh Peat kearahnya hingga tubuh mereka saling menempel.

Kedua pria besar itu kemudian saling bertukar pandang, menatap sengit mata masing masing, menghiraukan orang yang berada disamping mereka. Peat menatap bergantian kedua pria itu dengan gusar. Kenapa makan siang menjadi rumit seperti ini?

"J-Joss, bisa bantu aku?" cicit Peat pelan sambil menurunkan tangan Joss yang menggantung dibahunya.

Joss segera menoleh melihat Peat dan mengangkat kedua alisnya seolah bertanya apa yang harus ia bantu.

"Sepertinya kita kekurangan tisu. Bisa tolong tanyakan pada pelayannya?"

Joss mengangguk, ia kemudian beranjak dari posisinya dan berjalan mencari pelayan yang cukup jauh dari posisi mereka. Peat menghela napas, tangannya meraih gelas yang berisikan air putih dan menengguknya. Kerongkongannya terasa kering karena suasana tegang yang baru saja terjadi.

Dengan gelas yang masih menggantung dibibirnya, Peat melirik Pearwah yang berada diseberangnya. Wajah cantik itu terlihat datar dan tak menampakan ekspresi apapun. Tak tau harus lega atau bagaimana, tapi Peat merasa canggung luar biasa sekarang.

Dasar Fort sialan! Kenapa juga ia harus bertanya seperti itu tadi? Benar benar menyebalkan!

"Ini" setumpuk tisu putih terjulur didepan Peat. Suara tarikan kursi disebelahnya juga terdengar bersamaan dengan duduknya Joss disana.

"Terimakasih Joss" Peat tersenyum dan dibalas sama oleh Joss.

Keadaan pun hening, kini semua fokus melahap hidangan didepannya kecuali Fort yang tak berminat melihat bubur pasta dihadapannya. Ia hanya menengguk air putih sambil memainkan ponselnya.

"Ah! Joss, Peat" pemilik dua nama yang disebutkan itu seketika menoleh kearah Pearwah yang memanggil nama mereka. Melihat wanita cantik itu dengan wajah penasaran.

"Dua minggu lagi pertunanganku dan Fort akan diselenggarakan. Datanglah, kami mengundang kalian" Pearwah berucap dengan senyum manis dibibirnya, tangannya ia bawa keatas tangan Fort yang terletak diatas meja, mengelusnya pelan sambil menolehkan kepalanya dan melemparkan senyum manisnya kearah Fort.

"Pasti, kami usahakan datang"

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞