FORTPEAT - JINX - 23

Mata yang terhalangi kaca mata hitam itu menatap matahari yang sudah berada di ufuk barat, tak terik dan juga tak panas. Terlihat anak rambutnya yang menggantung didepan dahinya sedikit bergoyang karena tiupan angin sepoi sepoi yang melewati tubuh besarnya.

Pria dengan rambut cepak dan kulit tan itu tampak mulai menggulir ponselnya dan menelpon seseorang. Senyum lebar bodoh terukir tatkala mengingat dirinya yang rela terbang dari Korea Selatan menuju Thailand demi seorang pria kecil yang belakangan ini sangat ia khawatirkan. Padahal setelah keluar dari jeruji besi beberapa tahun yang lalu ia bertekad untuk tak akan menginjakkan kakinya dinegara ini lagi. Namum tekadnya dipatahkan seketika karena rasa khawatirnya yang kian memuncak.

Pip

"Oi kiddo! Dimana kau?" dengan nada riang Joss menyahuti panggilannya yang sudah diangkat disebrang sana.

"Ma-maaf, apa kau teman atau keluarga Khun Peat?"

Suara perempuan disebrang sana terdengar sedikit gugup dan hati hati. Membuat Joss sontak mengernyitkan dahinya bingung. Bukan perkara ia mendengar suara perempuan, tapi karena nada yang tak biasa dari suara itu yang membuatnya heran.

"Ya aku temannya. Dimana Peat?"

"A-anu, Khun Peat sekarang berada dirumah sakit Khun"

-----

Bunyi gesekan sepatu dan lantai putih rumah sakit terdengar nyaring dan tergesa. Langkah terburu buru terlihat dari seorang pria dengan tubuh besar berkulit tan. Air wajahnya mengeras setelah mendengar kabar jika Peat masuk rumah sakit dan saat ini belum sadarkan diri.

Matanya bergerak cepat mencari ruang roselyn 1 yang kebetulan berada dilantai satu. Dengan tak sabar ia menelusuri lorong lantai satu yang sedikit terlihat sepi.

Brakkk

Bunyi pintu yang dibuka paksa menggema ditiap sudut ruangan. Membuat sepasang mata segera menoleh kearah pintu.

"Malam Khun" Pearwah yang tengah duduk disamping ranjang besar menangkupkan kedua telapak tangannya untuk menyapa Joss yang baru saja masuk.

Joss pun membalas salam itu dengan menganggukan kepalanya dan menangkupkan kedua telapak tangannya cepat.

"Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Joss saat dirinya sudah berada disisi ranjang yang ditiduri oleh Peat.

Matanya menatap pria putih itu khawatir. Bibirnya yang biasa kemerahan tampak memutih pucat. Tangan besar miliknya mencoba meraih dahi Peat dan menyisir poni yang menghalangi kebelakang.

"Dokter mengatakan jika Khun Peat mengalami stres berat dan kelelahan. Beberapa obat sudah disuntikkan dan sekarang hanya menunggunya bangun Khun. Setelah itu Khun Peat diizinkan untuk pulang" jelas Pearwah sambil berdiri dari posisinya. Merasa tak enak jika harus duduk sedangkan kenalan pasien harus berdiri disampingnya.

Joss menyisir rambut Peat sekali lagi sambil mengangguk beberapa kali untuk merespon jawaban Pearwah. Kini tubuh besar itu berdiri dan berbalik menatap Pearwah. Membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat kearah wanita mungil itu hingga Pearwah hanya melihat puncak ubun ubun Joss.

"Terimakasih sudah menjaganya"

"Y-ya. Tidak usah sampai seperti itu, saya hanya tak sengaja menemukannya tergeletak di kantor dan membantu membawanya kemari" Pearwah dengan cepat mendorong bahu Joss untuk kembali tegak, ia tak nyaman dengan Joss yang sangat berterima kasih padanya.

"Saya benar benar mengucapkan terimakasih. Saya Joss" Joss mengulurkan tangannya kehadapan Pearwah.

"Pearwah, senang berkenalan" Pearwah tersenyum lembut sambil menyambut uluran tangan tersebut.

Cklek

Blam

"Siapa kau?" sebuah suara berat lain terdengar dari arah kamar mandi. Membuat Joss memutar tubuhnya dan menatap sosok yang baru saja keluar dari sana.

"Joss?/Fort?" kedua suara itu saling berseru bersahutan. Dengan wajah yang sama sama terkejut dan jari yang sama sama menunjuk satu sama lain.

Drap

Drap

Grep

Fort dengan langkah cepatnya segera menerjang tubuh Joss dan mencengkram kerah baju milik Joss. Mata besar itu menatap nyalang kearah wajah didepannya.

Grep

Joss tak mengalah, ia ikut mencengkram kerah Fort. Matanya ikut menatap tajam kearah wajah Fort.

Tiba tiba suasana berubah menjadi tegang. Pearwah yang berada disamping kedua pria bertubuh besar itu hanya menutup mulutnya yang terbuka lebar karena terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.

"Untuk apa kau kesini hah?! Sialan!" Fort meneriaki Joss kuat, wajah bengisnya terlihat penuh amarah dan benci.

Jelas saja, ia melihat sosok penguntit berada diruangan yang sama dengan Peat, meskipun Peat pernah mengatakan itu hanya kesalah pahaman, tapi tetap saja Joss adalah seorang penguntit! Ia tak mungkin lepas begitu saja hanya karena disadarkan dalam semalam!

Apalagi Joss juga pernah mencoba membunuhnya, meskipun pada akhirnya pria didepannya ini menerima ganjarannya, tapi Fort demi apapun masih sangat membenci pria ini!

"Seharusnya aku yang bertanya begitu bajingan! Kenapa kau disini hah?! Tak cukup kau menghancurkan hidup seseorang?!"

Bugh

Sebuah pukulan telak menghampiri sisi kiri pipi Fort, membuat tubuh Fort terpaksa terpukul mundur.

"Sialan!"

Bugh

Fort kini membalas pukulan yang ia terima dengan memukul pipi kiri Joss.

Keduanya mulai melayangkan pukulan bertubi tubi satu sama lain. Menghiraukan teriakan dari Pearwah yang menyuruh mereka untuk berhenti.

Bugh

Bugh

Wajah masing masing sudah mulai dipenuhi darah dan memar. Mata mereka memerah dengan urat yang timbul dipelipis masing masing.

Prangg

Bunyi nyaring pecahan vas bunga membuat dua laki laki bertubuh besar itu menoleh kearah sumber suara. Disana terlihat Peat yang sudah bangun dengan tangan yang terpasang infus masih berada diatas meja nakas disamping tempat tidurnya, disertai pecahan kaca vas bunga dilantai tepat dibawah meja. Tampak Peat yang menatap tajam kearah kedua pria yang masih melayangkan kepalan tangannya diudara.

Joss yang berada dibawah karena tubuhnya diduduki oleh Fort mulai mendorong paksa tubuh Fort. Menyebabkan Fort yang kehilangan pegangannya karena terkejut terjatuh kesisi samping.

Tangan besar Joss yang dihiasi bercak darah itu tampak ia seka menggunakan baju cokelatnya sebelum menggenggam tangan Peat. Mengusap kepala Peat untuk menenangkannya karena wajah cantik itu meringis kesakitan.

"Bagaimana keadaanmu?"

"Aku baik-" Peat dengan susah payah mendudukan tubuhnya diatas ranjang. Rasa sakit dikepalanya masih sangat kentara, jadilah bibirnya terus mengiris kesakitan hingga mengundang dua pria lain dalam kamar tersebut menatapnya khawatir.

"-Joss, bisa antar aku pulang?"

Anggukan dari kepala Joss seperti lampu hijau bagi Peat. Tangannya menggapai jarum infus yang terpasang dipunggung tangan lainnya. Menariknya hati hati dan menekan bekas suntikan yang sedikit mengeluarkan darah.

Perlahan kaki putih pucat itu beringsut, membawa tubuhnya turun dari ranjang rumah sakit dengan bertumpu pada pundak Joss yang ia pegang. Dengan hati hati Joss memegangi tubuh Peat, menghalanginya dari jatuh karena kondisinya yang sepertinya belum stabil.

"Ah, terimakasih Pearwah. Aku akan membawa Peat pulang, hubungi aku untuk tagihan hari ini" sebuah kartu nama berwarna hitam ditaruh diatas ranjang, tanpa mengalihkan pandangannya dari Peat, Joss terus memapah Peat untuk berjalan menuju pintu keluar.

"Sebentar Joss. Ada yang ingin kukatakan pada wanita itu" lirih Peat, mata sayunya menatap Joss memohon. Joss terpaksa membantu tubuh Peat untuk berputar kembali menghadap Pearwah yang sudah memegang kartu nama miliknya.

"Nona, terimakasih, sepertinya kau membantuku hari ini." Peat menundukkan kepalanya sesaat dan kembali menatap Pearwah.

"Tapi lain kali sebaiknya kau menjaga kekasihmu. Aku bukan orang yang suka diganggu, kuharap kalian mengerti" Peat tersenyum tipis, mata rusa itu kembali menatap Joss dan mengangguk, mengisyaratkan agar mereka kembali melanjutkan jalan pulang yang tertunda.

-----

Joss membaringkan tubuh Peat diatas ranjang kamar apartemennya dengan hati hati. Menaruh kepala itu terakhir sebelum menyelimuti tubuh kecil itu. Mengatur pendingin ruangan pada suhu kamar agar membuat tubuh yang terbalut selimut merasa lebih nyaman.

Kaki panjang Joss mulai melangkah. Memasuki bagian dapur dan membuka pintu kulkas. Cukup banyak bahan makanan yang mengisi kulkas tersebut. Sedikit berpikir, Joss akhirnya memutuskan untuk memasak beberapa makanan dan menanak nasi.

Setidaknya perut mereka harus terisi besok pagi, apalagi Peat yang membutuhkan makanan untuk menemaninya dalam meminum obat.

-----

Didalam sebuah mobil suv yang melaju dalam kecepatan sedang, dua manusia yang berada didalamnya tampak tenang tanpa ada yang berniat memulai pembicaraan. Keduanya hanyut begitu saja dengan pikiran masing masing.

Pearwah dengan pikirannya yang melayang mengingat kejadian tadi. Dimana saat dirinya yang sengaja kembali ke perusahaan Fort untuk mengambil berkasnya yang tertinggal diruang tamu. Ketika dirinya baru saja sampai dilantai atas, ia mendapati tubuh pria yang terbaring diatas lantai.

Dengan sigap ia mendekati pria itu dan mulai mengguncang pundak itu dengan tangannya. Namun pria yang tergeletak itu tak kunjung bangun. Tak lama langkah tergesa terdengar, membuat Pearwah menegakkan kepalanya dan mendapati Fort dengan wajah tertekuk baru saja sampai didepannya. Namun seketika wajah tertekuk itu berubah menjadi terkejut. Fort mengacuhkannya yang berjongkok disamping pria pingsan itu dan memilih menggendong pria yang tergeletak itu bak pengantin.

Pikiran lainnya beralih ketika mereka sudah berada dirumah sakit. Pearwah mengerti jika pria yang pingsan barusan dan kini tengah ditangani dokter adalah pegawai dari perusahaannya. Tapi apa benar seorang atasan mengkhawatirkan pegawainya sampai seperti itu? Wajah Fort terlihat sangat frustasi dan kacau, ia terlihat seperti menunggui istrinya yang akan menjalani operasi besar.

Dan bagaimana juga Fort bisa mengenal teman dari pria kecil yang baru Pearwah ketahui bernama Joss. Apa sebenarnya yang terjadi dengan calon tunangannya ini?

Pearwah kemudian melirik Fort yang menyetir disampingnya. Wajahnya tak terlihat baik, alisnya menekuk tajam dengan rahang yang mengeras, bahkan sampai sekarang Pearwah masih mendengar bunyi gigi yang bergemelatuk. Fort terlihat berada dipuncak emosinya.

"Maaf membuatmu tidak nyaman hari ini"

Tiba tiba saja suara Fort memecah sunyi. Dengan mata marah yang masih menatap jalan, Fort berucap setenang mungkin agar tak menyakiti perasaan Pearwah.

"Tak apa. Aku baik" balas Pearwah dengan senyum canggungnya.

"Eum.. Fort"

Fort bergumam menyahuti penggilan dari Pearwah. Dengan raut wajah yang sedikit lebih santai ia menoleh kearah Pearwah sebelum kembali menatap jalan didepannya.

"Eum.. Boleh aku bertanya sesuatu?" jemari lentik itu bergerak memainkan tepian seatbelt miliknya. Sesekali melirik pada Fort yang fokus pada jalanan.

"Ya, silahkan"

"Hm.. Anu- Khun Peat. Kau mengenalnya?" cicit Pearwah sangat pelan. Membuat Fort mengernyitkam dahinya bingung. Jalanan malam yang ramai tak membantunya sama sekali untuk mendengar perkataan Pearwah.

"Bisakah kau mengulangnya? Suaramu terlalu pelan"

"Hm.. Apa kau dekat dengan Khun Peat?" dengan suara yang lebih lantang dan posisi yang lebih tegap, Pearwah kini melihat Fort sepenuhnya. Matanya menangkap raut keterkejutan dari Fort.

Ckittt

Fort mendadak menghentikan mobilnya disalah satu pinggir jalan. Menatap setir mobilnya beberapa detik sebelum mengalihkan wajahnya kearah Pearwah.

"Peat.. Dia mantan kekasihku-"

Degg

Napas Pearwah tercekat. Jantungnya berhenti berdetak. Tubuhnya seperti tersambar petir disiang bolong. Tegang dan kaku.

Napas Pearwah kembali normal ketika merasakan sebuah sentuhan ditangannya. Tangan dengan ukuran yang jauh lebih besar dari tangannya kini mengukung kedua tangannya yang terletak dipangkuannya.

"Hei hei, dengarkan aku. Aku berjanji, aku akan menyelesaikan urusanku dengannya secepatnya. Aku melakukan sebuah kesalahan besar padanya terakhir kali dan aku hanya ingin memperbaiki itu" Fort menatap mata Pearwah lekat, berusaha menyampaikan jika ia bersungguh sungguh dengan perkataannya.

"Tapi-"

"Aku berjanji, ini tidak akan lama"

Namun mata Fort terlihat ambigu. Pearwah tak bisa memastikannya tapi mata itu terlihat ragu.

Bagaimana ini?

Apa ia harus percaya?

-----

Tepukan dipipi halus itu mulai mengusik sang penidur dari mimpinya. Membuat mata rusa itu perlahan membuka matanya dan mengerjap beberapa kali. Kepalan tangannya kemudian terangkat, menggosok kedua kelopak matanya karena penglihatannya yang masih sedikit kabur.

"Bangunlah Peat, kau harus minum obat" ujar Joss pelan, tangannya meraih bahu Peat dan membantunya duduk diatas ranjang besar miliknya.

Joss kemudian menegakkan bantal dibelakang punggung Peat dan menyenderkan tubuh kecil itu pada bantal tersebut.

"Tunggu sebentar" Joss kemudian berjalan menuju dapur. Mengambil mangkuk bubur dan mulai menyendok makanan putih itu kedalam mangkuk. Tangannya kemudian mengambil sebuah sendok dan sebotol air minum yang terletak di rak penyimpanan.

Joss kembali berjalan mendekati Peat, mendudukan tubuhnya disisi ranjang dan menaruh botol air minum dimeja sebelah ranjang. Tangannya mulai menyendok bubur tersebut, mengisinya separuh sendok dan mulai menyodorkannya kehadapan Peat.

"Bisakah aku mendapatkan makanan layak Joss? Sakitku tidak separah itu"

"Kau tak makan sejak kemarin malam. Ususmu akan lebih siap mencerna bubur dibanding nasi Peat. Buka mulutmu" Joss menggoyangkan sendok yang melayang didepan wajah Peat, menyuruh Peat untuk segara membuka mulut dan memakan bubur yang ia suapi.

Dengan pasrah Peat melahap bubur tersebut. Mengecapnya beberapa kali sebelum menelan bubur tersebut.

Peat menelan bubur itu hingga beberapa sendok. Tak habis memang tapi cukup mengganjal perutnya yang lapar. Nafsu makannya menurun karena lidahnya yang kurang berfungsi, pahit begitu kentara saat makanan masuk melewati lidahnya.

Tangan Joss mulai menjangkau gagang laci meja dan menariknya kearah luar. Mengambil sebuah kantong plastik yang berisikan beberapa macam obat didalamnya.

"Minumlah." Joss menyerahkan kantong plastik itu dan kemudian diikuti dengan botol minum.

Peat mengeluarkan semua obat obatan yang ia peroleh. Mengecek satu persatu obatnya baik itu kandungan hingga tanggal kadaluarsanya. Tangannya dengan lihai mengambil dua jenis obat dari sekian macam obat yang berada didalam kantong plastik tersebut.

"Setidaknya kali ini minumlah semuanya. Itu tak akan berbahaya jika kau meminumnya sesuai resep sesekali" keluh Joss saat melihat sikap Peat yang lagi lagi menyortir obat yang diberikan dokter.

"Aku tak suka obat. Analgetik dan vitamin sudah cukup untukku Joss. Aku tak ingin muntah jika memaksakan semuanya"

Peat kemudian merobek strip obat tersebut dan menaruhnya diatas telapak tangannya. Melemparkannya kedalam mulutnya dan segera meminum air dari botol minum yang diberikan Joss padanya.

"Kenapa kau kesini?" tanya Peat dengan menatap Joss yang membantunya membereskan kantong obat dan botol minumnya. Menggeser sedikit tubuhnya untuk menyamankan posisinya dengan bantal empuk yang bersandar dibelakang punggungnya.

"Karena kau"

"Aku? Ada apa denganku?"

Joss memutar bola matanya malas. Tangannya segera menyambar ponselnya yang berada diatas meja dan melompat ke sisi kosong ranjang. Tubuh besar itu rebah dengan tangan yang menarik bantal lain untuk mengalasi kepalanya.

"Kau menyukaiku ya?" selidik Peat tak percaya, matanya memicing menatap Joss.

"Sepertinya kau harus dirawat lebih lama dirumah sakit. Kepalamu sangat bermasalah sepertinya" Joss meringis sambil memutar telunjuknya disamping kepala.

"Lalu kenapa? Seharusnya kau bisa memberitahuku pada pertanyaan pertama dan kita bisa istirahat sekarang" Peat menggerutu kesal. Apa pertanyaannya begitu sulit untuk dijawab?

"Tsk. Aku kesini karena khawatir denganmu. Aku dengar jika kau dikirim ke perusahaan miliknya. Aku takut kau kenapa-napa."

"Benarkah? Bukan karena kau merindukanku eoh?"

"Ini tidak bisa dibiarkan! Sepertinya aku benar benar harus membawamu kembali ke rumah sakit Peat" Joss yang tampak ingin melompat turun dari ranjang segera ditahan oleh Peat.

Peat tertawa kecil dan menepuk sisi kosong yang sebelumnya diisi oleh Joss. Membuat Joss kembali memutar bola matanya malas dan kembali telentang diatas ranjang.

"Hah.. Kemarin aku pingsan karena kepalaku terlalu sakit saat bekerja. Kau tau, sepertinya traumaku sedikit kembali. Setelah seminggu bekerja disini aku akhirnya bertemu dan berbicara dengannya. Namun hal itu membawa dampak besar padaku, membuat sakit kepala yang kuderita sebelumnya semakin menjadi dan membuatku pingsan"

Peat mulai berbicara, menyampaikan sedikit kejadian yang menimpanya hingga masuk rumah sakit. Joss tau jika Peat memiliki trauma, tapi Joss tak tau jika Peat memiliki mimpi buruk berulang setiap kali mengingat Fort. Jadi ia hanya mengubah sedikit ceritanya untuk disampaikan pada Joss, karena Peat tau Joss akan segera menagih ceritanya.

"Jika terlalu menyiksa sebaiknya kau berhenti. Toh dengan kemampuanmu banyak perusahaan lain yang menginginkanmu"

"Tidak Joss. Sepertinya aku memang harus menghadapi ini. Aku tak ingin hal ini masih menggangguku dan aku ingin berjuang untuk bangkit. Kau tau, katanya jika kita terus dipapari dengan penyebab trauma yang kita alami, kita akan mudah menerima dan berdamai dengan itu. Aku ingin mencobanya"

"Terserah. Beritahu aku jika kau membutuhkan bantuan"

-----

Beberapa hari setelah kejadian tak sadarkan diri waktu itu Peat mengambil waktu libur. Menenangkan dirinya dan tubuhnya agar kembali fit untuk bekerja.

Entah kenapa sejak kejadian hari itu tubuh Peat terasa lebih ringan, apa mungkin karena akhirnya ia bertemu dengan Fort dan segala atensinya berakhir saat itu. Memang benar kata orang, satu satunya penyembuh luka adalah penyebabnya. Kau harus terbiasa dan membiasakan diri agar tubuh menjadi kebal. Terbukti dengan dirinya yang tanpa sengaja terhubung lagi dengan Fort saat kejadian pantri. Peat akui fisik dan mentalnya menjadi sangat lemah sejak saat itu, hingga kejadian terparah saat dirinya tak sadarkan diri setelah bertemu Fort.

Bak kebal, tubuhnya kini mulai terasa ringan. Sebanyak apapun Joss membicarakan Fort dengannya tak ada lagi mimpi buruk ditidurnya. Bahkan saat Joss menceritakan mengenai hubungan Fort dan Pearwah yang ternyata adalah sepasang calon tunangan, Peat tak mengalami masalah dengan itu.

Apa sebutan yang tepat? Mati rasa? Tidak! Ini lebih dari itu. Hmm- hati batu? Sepertinya ini sebutan yang tepat.

Peat benar benar tak merasakan apapun sekarang. Seperti rumah kosong yang baru dibangun dan belum ditempati sama sekali, otaknya sekarang terasa seperti itu. Kosong dan tenang. Tak ada lagi rasa takut, sedih dan marah.

Kini Peat sudah kembali bersenang senang dengan laboratoriumnya. Tangannya sibuk memegangi alat alat laboratorium serta dokumen dokumen penting. Tubuhnya yang terasa ringan benar benar membantu suasana hatinya menjadi lebih baik.

"Phi, kau terlihat ceria. Apa kau mendapatkan pacar baru?" Earth, pemuda bertubuh lebih kecil dari Peat mendudukan bokongnya diatas kursi kayu yang tepat berada disebelah Peat. Tangan lentiknya kini bermain dengan alat pengukur pH sambil membantu Peat.

"Benarkah? Aku juga merasa begitu. Tapi yang pasti bukan karena pacar baru" sahut Peat tersenyum. Menurunkan pena ditangannya dan memangku kepalanya dengan tangan tersebut. Kini ia menatap Earth yang serius membaca pengukur pH.

"Lalu?"

"Aku pun tidak tau." Peat terkekeh melihat Earth yang salah memasukkan urutan pengukur pH kedalam buffer yang digunakan. Dengan telaten Peat kembali mengajari Earth mengenai cara menggunakan pH meter yang benar.

"Phi, aku bertengkar dengan kekasihku"

"Karena apa?"

"Salah paham"

"Salah paham karena apa?"

Earth kemudiam menghembuskan napas berat. Mahasiswa magang cantik itu terlihat murung dan tak bersemangat.

"Dia menuduhku berselingkuh dan sekarang dia tak mau mendengarkanku"

"Kau sudah mencoba mendekatinya lagi?"

"Aku bahkan setiap malam menunggunya didepan kamar kondominiumnya phi! Padahal aku hanya ingin menjelaskan situasinya, aku tak mau salah paham ini berlanjut."

"Kenapa dia sampai menuduhmu berselingkuh?" Peat yang sedari tadi sibuk membersihkan ujung dari pH meter mulai duduk dan fokus mendengarkan keluhan Earth.

"Sebelum aku bersamanya aku sering bermain dengan banyak orang. Aku sering menghabiskan waktuku di club malam dan berpesta. Tapi aku berhenti melakukannya saat mulai berpacaran dengannya. Dan aku benar benar menghabiskan waktuku hanya bersamanya. Tapi dua minggu yang lalu mantan kekasihku datang dan membujukku, dia salah paham dan menganggapku berselingkuh darinya. Ugh! Kenapa harus ada yang namanya salah paham didunia ini?! Menyebalkan!"

Peat yang mendengar itu terdiam. Peat merasa ada yang mengusik pintu hatinya. Tapi itu benar benar sedikit dan Peat memilih menghiraukannya.

"Berjuanglah Earth. Jika kau benar benar mencintainya kau pasti tak akan berhenti hanya karena salah paham bukan? Setidaknya dengan kejadian ini kau tau jika kau sangat mencintainya. Buktinya kau rela menunggu didepan kamarnya. Phi yakin suatu saat ia akan melihat usahamu dan luluh. Lanjutkan apa yang kau lakukan sekarang, su su na!" Peat menepuk pundak sempit itu beberapa kali untuk memberikan kekuatan. Memberikan senyum terbaiknya agar dapat menenangkan mahasiswa magang didepannya.

"Terimakasih phi. Hatiku jadi lebih ringan karena berbicara denganmu" lengan kurus Earth memeluk Peat erat, menggoyangkan tubuh mereka kekanan dan kekiri untuk menikmati rasa hangat dari pelukan.

-----

Ketukan ringan didaun pintu dari tangan kurus itu membuat si pemilik ruangan bergumam. Bunyi pintu terbuka dan langkah ringan mengalihkan atensi dari pemilik ruangan untuk menatap kearah pintu yang terbuka.

"Peat" gumam Fort pelan, wajah terkejutnya terlihat karena tak menyangka Peat datang dengan kakinya sendiri keruangannya.

Sesaat setelah dirinya sampai didepan meja sang atasan, Peat dengan hati hati menaruh dokumen yang ia bawa kesisi kosong meja tersebut. Membungkukkan kepalanya sesaat dan kembali menatap atasannya.

"Sore Khun. Saya ingin menyerahkan dokumen mengenai perkembangan sediaan sitotoksik. Berdasarkan formulasi yang kami kerjakan, ada beberapa hal yang perlu kita rundingkan untuk formulasi yang dikerjakan. Beberapa bahan pendukung yang biasanya saya gunakan di perusahaan saya tidak dapat saya temukan disini. Oleh karena itu saya ingin mengajukan beberapa hal untuk ditinjau ulang mengenai hal tersebut. Saya sebenarnya berniat untuk meninggalkan ini pada sekretaris anda namun sepertinya beliau sedang keluar dan tak ada ditempat. Bagaimana Khun?" suara Peat terdengar lancar dan rapi. Sang empu pun menyampaikan dengan senyum diwajahnya. Tak ada sirat tak nyaman atau benci dari paras cantik itu. Sangat terlihat profesional.

"Ya, kalau begitu akan kita adakan rapat diskusi mengenai hal ini besok. Bagaimana?" Fort membalas tak kalah profesional, suaranya terdengar tenang dan penuh wibawa. Tangannya pun asik membolak balik dokumen yang dibawa Peat dan menelaahnya satu persatu. Mengangguk ngangguk ringan melihat pekerjaan Peat yang sangat efektif dan cepat.

"Baiklah Khun. Kalau begitu saya permisi" Peat kembali membungkukkan kepalanya sesaat dan berbalik kearah pintu keluar.

"Peat"

"Ya?" Peat kembali membalikkan tubuhnya menghadap Fort. Kini ia berdiri cukup jauh karena sudah berjalan menuju pintu keluar.

"Bisakah kita berbicara sepulang kerja nanti? Aku harus menjelaskan sesuatu" ujar Fort dengan wajah memohon. Rautnya seolah menyatakan jika ia benar benar sangat butuh berbincang dengan Peat.

Tap

Tap

Tap

"Say- ah, maaf. Pintunya terbuka, jadi-" Pearwah yang baru saja masuk menghentikan langkahnya seketika saat melihat Peat yang juga berada disana.

Peat menbungkukkan sedikit tubuhnya untuk memberi salam dan dibalas sama oleh Pearwah. Senyum yang dilayangkan Peat pun dibalas senyum canggung dari wanita cantik itu.

"Maaf, aku tak bisa. Pekerjaanku cukup banyak dan sepertinya aku akan pulang sangat malam. Permisi" Peat kembali membungkukkan tubuhnya memberi salam perpisahan dan kemudian melangkah meninggalkan ruangan.

Fort memijat pelipisnya yang terasa sakit. Ia benar benar buntu saat ini.

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞