FORTPEAT - JINX - 11

Kepulan asap dari panci dan penggorengan terlihat mengepul menerpa wajah Peat. Tangannya bergerak memutar disamping asap, mempersilahkan aroma masakan untuk masuk kedalam indra penciumannya. Aroma harum yang tercium merangsang perutnya bergemuruh hingga membuat senyumnya semakin lebar.

Tangan kurus putihnya kemudian memegang gagang spatula untuk mengaduk saus yang ia masak dipanci, memutarnya dalam kecepatan konstan agar semua bagian termasak dengan sempurna.

Tak lama tangannya beralih mengangkat gagang penggorengan yang berisikan potongan kentang memanjang didalamnya, beberapa kali tangannya menghentakkan penggorengan tersebut untuk meniriskan minyak yang menggantung dipenggorengan. Kemudian ia mematikan kompor penggorengan dan menyampirkan gantungan penggorengan dipengait kompor agar minyak yang belum turun dapat menetes dengan sendirinya.

Peat kembali beralih pada panci yang berisi saus, mengaduknya sekitar tiga kali putaran, lalu mematikan kompor panci tersebut.

Kali ini Peat mengambil daging dari kulkas yang sebelumnya sudah ia bumbui dengan baik. Tangannya mengambil wajan datar dan menghidupkan salah satu kompor sebelum meletakan wajan datar tersebut diatasnya. Tangan Peat dengan lihai mengoleskan beberapa butter diatas wajan datar dan menunggu hingga wajan tersebut panas.

"Apa ada kabar bahagia? Wajahmu terlihat berseri" Fort dengan rambut yang setengah kering mendatangi dapurnya yang sedang berperang melawan Peat. Semua peralatan didapurnya tampak kotor dan kini tertumpuk di bak cuci piring, bahkan beberapa bahan tampak berserakan dimana mana hingga cipratan minyak diatas meja dapur.

Peat menaruh daging yang sebelumnya ia ambil dari kulkas keatas wajan datar yang sudah panas. Desisan daging yang bertemu permukaan panas terlihat sangat memanjakan telinga pendengarnya. Peat melemparkan senyum lebarnya pada Fort, menyebabkan matanya kini tenggelam dibalik kelopak mata.

"Tidak. Aku hanya bahagia saja, hehe" Fort terkekeh mendengar jawaban Peat sambil menggelengkan kepalanya pelan. Ia kemudian berjalan menuju kulkas dan mengambil satu botol air mineral. Tangannya membuka tutup botol tersebut dan meneguknya hingga tersisa setengah.

Fort kembali melangkah menuju meja dapur, tepat dimana Peat sedang berdiri dan membolak balik daging yang ia panggang. Perlahan ia mulai menaruh tangannya disisi meja dapur dengan posisi mengukung Peat dari belakang. Ia kemudian menyimpan dagunya diatas pundak kanan Peat dengan pelan agar tak mengejutkan si pemilik pundak, sedikit mencuri kesempatan saat seperti ini tak masalah bukan?

"Hmm.. Sangat harum, aku menyukainya" Fort memejamkan matanya ketika aroma berry kesukaan Peat menusuk hidungnya. Wajahnya semakin ia dekatkan ke ceruk leher Peat untuk mengambil wangi tubuh itu lebih banyak.

"Benarkah? Eum! Aku tak sabar memakannya!" balas Peat girang, mengira jika Fort tengah membicarakan aroma daging yang sedang ia panggang. Matanya berbinar menatap daging yang tengah dikelilingi gelembung minyak disekitarnya.

"Hm, sangat harum"

Cup

Fort mengecup ceruk leher Peat sekilas dan dengan cepat berjalan menjauh sambil terkikik geli. Menjauh untuk menyelematkan dirinya dari lemparan capit karena kini wajah Peat yang mulai berubah garang.

"Ai Fort!!!"

-----

Dentingan pisau dan piring saat memotong daging mulai terdengar diruang makan kamar kondominium Fort. Pria dengan kulit pucat tampak sangat bersemangat untuk mengiris daging, senyum lebarnya tak pernah lepas dari bibirnya sejak memulai harinya pagi ini.

Perasaannya menjadi sangat ringan setelah percakapannya dengan Noeul kemarin. Peat menumpahkan segala bebannya pada Noeul, tak terkecuali tentang perasaan Fort padanya. Peat juga menceritakan mengenai kejadian yang baru baru ini ia alami dan mengaitkannya dengan foto yang diterima Noeul pagi itu. Peat sangat senang ketika mengetahui fakta bahwa Noeul tak akan meninggalkannya. Seketika membuat dirinya dapat melepaskan separuh beban berat di dadanya.

Peat tahu tak semua masalahnya terselesaikan. Setiap hari ia masih menemukan buket yang sama yang kali ini ditaruh didepan kamar Fort, namun tak ada foto mengerikan seperti sebelumnya, hanya ada foto dirinya yang diambil setiap pagi. Sesungguhnya hal ini masih membuat perasaannya tak nyaman, selain fakta bahwa ia memilili seorang penguntit, Peat juga kasihan pada Fort yang harus mengundur kepulangannya karena menemani dirinya disini.

Peat juga masih harus menghindari Joss yang selalu mencoba mendekatinya setiap kali bertemu, anak itu benar benar keras kepala, Peat tak mengerti kenapa Joss begitu terobsesi padanya seperti ini, dan itu cukup mengganggu Peat karena semakin hari intensitasnya bertemu dengan Joss menjadi meningkat. Peat pun tak mengerti kenapa ia sangat mudah berpapasan dengan Joss padahal Peat lebih banyak menghabiskan waktu difakultas dan kamar Fort, namun setiap kali ia melangkahkan kakinya keluar kamar, ia pasti akan menemukan Joss yang juga sepertinya baru keluar dari kamarnya. Untung saja Peat selalu keluar dengan Fort, jadi ia bisa menjadikan Fort sebagai tameng ketika Joss mencoba mendekatinya.

"Fort, pulanglah hari ini, kemarin ibu menanyakan kapan kau pulang padaku" Peat menatap Fort yang tengah memainkan ponselnya dan kembali melihat irisan daging yang baru saja lepas dari bagian utamanya.

Peat kemudian memasukkan irisan daging tersebut kedalam mulutnya. Daging itu begitu enak, bahkan daging itu langsung meleleh begitu bersentuhan dengan lidahnya. Membuat mood Peat kembali naik dengan cepat.

"Aku akan pulang bersamamu. Peat, berapa umurmu hm? Lihatlah saus steak yang menempel disini" Fort memutar wajah Peat yang masih menguyah irisan daging dimulutnya, menyeka saus yang tertempel dengan ibu jarinya lalu menyesapnya kedalam mulut.

"Wah! Kenapa rasanya sangat lezat? Aku jadi lapar" Fort bersorak sesaat setelah merasakan saus yang ia ambil dari sudut bibir Peat, matanya terbuka lebar seolah olah terkejut dengan rasa yang berada dimulutnya.

"Kau sudah menghabiskan dua potong steak dan masih lapar? Tunggu, aku ambilkan satu lagi" Peat kemudian berdiri dari kursinya dan berniat menuju dapur. Namun tangannya ditahan oleh Fort hingga dia kembali duduk diposisinya. Fort menggeser kursi Peat mendekat kearahnya dan mengalungkan tangannya melintasi sandaran kursi untuk mencapai bahu Peat yang lain.

"Aku tidak ingin yang baru, aku ingin yang ada didalam mulutmu" Fort menaik turunkan alisnya menggoda Peat sambil memamerkan senyum lebarnya.

"Begitu ya?" Peat menatap Fort dengan seringaiannya. Tangannya kemudian mengambil garpu dan pisau yang berada diatas piringnya dan menggesekan kedua alat itu berulang dengan terus menatap kearah Fort.

"Kau mau aku potong dibagian mana hm?" Peat melemparkan senyum manis kearah Fort. Seketika Fort segera menjauhkan dirinya dari Peat dan melempatkan V-sign tanda menyerah. Peat kemudian mengangguk pelan sambil tersenyum tipis menyetujui tindakan Fort.

Peat kembali melanjutkan makannya, mengiris kembali daging dipiringnya untuk dimakan. Lalu Peat melirik Fort sekilas dan tertawa kecil, ia merasa lucu dengan kejadian yang baru saja terjadi, melihat Fort yang mudah mengalah padanya benar benar terlihat lucu.

"Eum, ayo pulang besok. Hari ini hari terakhirku mengerjakan program kerja" ucap Peat tanpa mengalihkan pandangannya dari makanan diatas piringnya.

"Baiklah, aku akan bersiap dulu, jangan kemana mana, tunggu aku disini okey?" Fort berdiri dari posisinya dan berjalan mendekati Peat, ia mengusak kepala Peat dan mengecupnya sekilas sebelum berlalu menuju kamar tidurnya.

Peat bergumam menanggapi perintah Fort, tak sadar tangannya menyentuh bagian atas kepalanya, merasakan sisa kecupan Fort yang bersarang diatas kepalanya dengan sebuah senyum tipis dibibirnya.

-----

"Boleh aku pinjam Noeul sebentar?" Boss yang baru saja membuka pintu langsung menanyai dua orang- tidak, tepatnya pada Peat yang duduk disebelah Noeul. Membuat Noeul dan Peat yang sedang membahas sesuatu harus terputus karena pertanyaan Boss.

Boss menjulurkan tangannya kearah Noeul, meminta untuk disambut. Noeul yang melihat tangan Boss didepannya, meraih tangan tersebut malu malu. Senyum tertahan terlihat dibibir Noeul saat tangan mereka bersentuhan. Berbanding terbalik dengan Boss yang tersenyum lebar hingga menampakan hampir seluruh giginya.

Mata Peat bergerak antara Boss, tangan yang bertaut dan Noeul. Senyum cemooh ia lemparkan kearah Noeul yang masih tampak malu malu.

"Silahkan phi. Kami sudah selesai" balas Peat, mengedipkan sebelah matanya pada Noeul untuk menggoda temannya.

"Baiklah, kami pergi dulu Nong" Boss menarik Noeul untuk keluar dari ruangan organisasi, menyisakan Peat yang tersenyum lebar sambil sesekali menggelengkan kepalanya, tak percaya jika temannya itu kini sudah memiliki objek baru untuk disukai.

Tok

Tok

Ketukan pintu mengalihkan pandangan Peat dari ponsel yang ia mainkan. Matanya menyipit mencoba memfokuskan pandangannya untuk menerka siapa yang mengetuk pintu ruangan organisasinya.

Tok

Tok

Kembali, suara ketukan terdengar dari pintu ruangan. Peat mengerutkan dahinya heran, kembali menerka kira kira siapa yang akan berkunjung keruangan ini.

Flip

Peat menjentikkan jarinya saat teringat sesuatu. Pikirannya mengarah pada Fort yang mungkin saja sudah sampai difakultasnya. Sepertinya Fort menipunya jika ia masih berada dilapangan basket.

Kakinya pun ia langkahkan menuju pintu perlahan, mengurangi suara yang akan membuatnya ketahuan dari orang yang mengetuk pintu.

Cklek

"Tada!! - Aw?!" teriakan yang ia tujukan untuk mengejutkan Fort malah berganti menjadi keterkejutannya. Kepalanya ia sembulkan melewati tepian pintu lalu menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mengecek keadaan sekitar.

Kosong.

Tak ada siapapun didepan pintu ruangannya. Peat kembali melangkahkan kakinya keluar dan tanpa sengaja kakinya menendang sesuatu diatas lantai. Seketika Peat menurunkan pandangannya dan mendapati sebuket bunga.

Degg

Tanpa sadar kakinya terhuyung kebelakang dan tangannya reflek berpegangan pada tepian pintu karena terkejut melihat sebuket bunga anyelir putih yang tampak dipenuhi bercak merah.

Napas Peat tertahan dan jantungnya berpacu cepat. Peat merasakan seluruh tubuhnya mendingin.

Bagaimana bisa kini buket itu sampai disini? Bagaimana mungkin dia mengetahui jika Peat berada disini? Dan apa maksud dari bercak merah diatas bunga putih itu?

Peat memejamkan matanya, menghirup oksigen yang berada disekitarnya dan menghembuskannya perlahan, mencoba untuk menetralkan napas dan detak jantungnya.

Saat ia mulai menguasai tubuhnya dengan baik, Peat kembali menatap buket tersebut. Disana terdapat sebuah amplop putih yang biasa memang terselip di buket anyelir putih yang ia dapatkan. Tangan Peat kemudian terulur meraih amplop tersebut dan membukanya.

"Hah.." Peat bernapas lega saat hanya melihat tulisan semoga bahagia seperti kartu ucapan yang terselip di buket anyelir lain. Untung saja bukan suatu hal yang berada dipikiran buruknya.

"Peat?"

"Fort.."

"Kau kenapa disini? Apa ini?" tangan Fort segera meraih amplop putih yang berada ditangan Peat dan membukanya. Fort kemudian menutup kembali amplop tersebut dan menatap Peat heran.

"Lagi? Disini?" gumaman yang dikeluarkan oleh Peat seakan mengiyakan pertanyaan dari Fort.

"Kau tak apa? Kau terluka? Apa dia menyerangmu?" Tangan Fort segera beralih menangkup wajah Peat, memutarnya ke kanan kekiri, keatas dan kebawah. Kemudian ia memutar tubuh Peat cepat untuk mengecek keadaan Peat.

"Hah.. Syukurlah" wajah panik yang terlihat sebelumnya pada Fort kini berubah menjadi lega, ia memeluk tubuh Peat erat, merasa bersyukur jika Peat dalam keadaan baik baik saja.

"Tapi kau sungguh tak apa kan?" Fort kembali menjauhkan kepalanya dan menangkup wajah Peat, mengaitkan mata mereka untuk saling bertatapan. Fort harus benar benar memastikan Peat baik baik saja.

Peat tersenyum dan mengangguk, sangat menyenangkan melihat wajah khawatir Fort untuknya. Sudah lama rasanya ia tak merasakan dikhawatiri oleh seseorang. Jika biasanya dirinya yang selalu mengkhawatirkan kekasihnya, kini ia dapat merasakan hal itu. Dan rasanya sangat menyenangkan. Tunggu! Kekasih? Seharusnya ia belum boleh membandingkan Fort dengan mantan kekasihnya. Hubungannya dengan Fort masih sebatas teman, tak ada yang spesial.

"Fort.. " panggil Peat sambil memainkan ujung kemeja yang ia gunakan, matanya ia turunkan untuk memutus pandangannya dari Fort. Fort kemudian bergumam merespon panggilan Peat sambil mengusap kepala Peat lembut, membuat mata Peat kembali terangkat menatap Fort.

"Bisakah kita pulang sore ini? Aku tak mau mendapatkan buket bunga lagi" cicit Peat pelan. Jujur saja ia sudah sangat tidak nyaman dengan kiriman penguntit yang selalu ia peroleh.

"Baiklah, kita pulang sore ini" Fort tersenyum hangat, kepalanya mengangguk menyebabkan poninya yang menggantung didepan mata ikut bergoyang searah anggukannya.

"Terimakasih"

-----

Fort meregangkan tubuhnya yang terasa kaku karena mengangkat dua tas jinjing besar dari kamarnya menuju parkiran. Ia memutar pinggangnya ke arah berbeda agar dapat melemaskan ototnya kembali.

"Kau seharusnya membiarkanku membawa punyaku" sebuah pijatan tiba tiba bersarang dibahu Fort, membuat matanya terpejam dan mendesah keenakan. Pijatan dari Peat memang selalu menjadi yang terbaik, tidak keras dan tidak pelan, bahkan tidak membuat tubuhnya terasa sakit. Sangat sempurna.

"Peat, jadilah istriku, ini sangat enak. Mhh" desah Fort saat merasakan tubuhnya yang menjadi ringan karena pijatan Peat.

Nyutt

Peat menarik rambut Fort yang bisa ia raih sambil mendengus. Peat berjalan mendahului Fort menuju pintu kemudi mobil dan kemudian melirik tajam kearah Fort yang terkekeh sambil mengusap rambutnya yang ditarik.

"Aku serius. Ayo jadi istriku Peat" ucap Fort mengekori Peat dibelakang.  Kini kedua tangannya ia masukkan kedalam saku jeans dengan memperlihatkan senyum jenaka miliknya.

"Aku tak mau menjadi tukang pijat pribadimu. Silahkan cari orang lain" Peat membuka pintu kemudi mobil dan duduk dikursi kemudi. Baru saja tangannya bergerak untuk menutup pintu kemudi, sebuah tangan terlihat menahan pintu tersebut agar tetap terbuka lebar. Fort kemudian menyelipkan tubuhnya diantara pintu dan badan mobil lalu menundukkan kepalanya untuk dapat masuk hingga wajah mereka berhadapan.

"Kalau begitu jadilah ibu dari anak anakku"

Plakk

"Aku laki laki dan aku tak mengandung" Peat memukul kepala Fort kuat dan menatap malas kearahnya. Begini jika otak hanya diisi dengan video porno, tak ada yang beres satupun.

"O oih! Sakit Peat.." keluh Fort mengusap bagian kepalanya yang dipukul. Bisa bisa tubuhnya berubah menjadi samsak tinju jika dipukul seperti ini terus. Tapi tak apa, ia akan berubah menjadi samsak tinju kapanpun jika Peat yang akan memukulnya.

"Makanya jangan bodoh"

"Tapi jika kau menjadi istriku, kita akan melakukannya setiap hari sampai kau mengandung. Bagaimana?"

"Baiklah. Sebelum itu kau harus pilih dulu, mau masuk kedalam peti atau ku kremasi?" Peat tersenyum manis kearah Fort, menepuk pipi Fort tiga kali dan merubah raut wajahnya menjadi datar.

"Haha, kau terlalu sadis, Peat. Kau membuatku semakin mencintaimu" Fort memegang dadanya dan membuat gerakan terjatuh, seolah menandakan jika ia semakin jatuh cinta pada Peat. Kemudian ia terkekeh dan mengedipkan sebelah matanya pada Peat yang hanya dibalas dengan putaran mata malas dari Peat.

"Ck, minggir! Aku mau menyetir" Peat mendorong kepala Fort untuk menyingkir dari hadapannya. Bisa saja mereka batal pulang hari ini jika Fort terus menggodanya seperti ini. Namun Fort memegang tangan Peat dan kembali memasukkan kepalanya kedalam mobil.

"Aku saja yang menyetir"

"Tidak, biar aku saja"

"Kau pindah atau ku cium?"

"Hey! Mana bis-"

Cup

"Fort!" seru Peat, ia tak menyangka jika Fort benar benar akan menciumnya, dan itu tepat dibibir!

"Kau mau pindah atau kucium?"

"Kau sudah membantuku mengang-"

Cup

"Fort! Jang-"

Cup

"Kau!"

Cup

"Argghh!!!" Peat segera menutup bibirnya dengan punggung tangan saat melihat Fort yang kembali mendekat untuk menciumnya.

"Minggir! Aku mau keluar!" seru Peat dengan bibir yang masih ia tutup. Tangan lainnya mendorong tubuh Fort agar menjauh darinya. Peat buru buru keluar ketika Fort memberikan akses jalan untuknya.

Bugh

"Bayaran karena kau menciumku sembarangan" Peat menendang bokong Fort saat tubuhnya membelakanginya untuk memasuki mobil, menyebabkan Fort mengaduh kesakitan karena tendangan Peat yang cukup kuat.

Blam

"Baiklah, ayo berangkat" ucap Peat sesaat setelah duduk dikursi penumpang yang kemudian diangguki oleh Fort.

-----

"Tunggu! Berhenti Fort" Peat memegangi bahu Fort agar Fort mendengarnya untuk menepikan mobil.

"Tunggu disini, aku rasa aku meninggalkan dompetku dikamarmu" ucap Peat sesaat setelah Fort menepikan mobilnya. Peat segera melepas seat beltnya, untung saja mobil mereka masih berada didepan kondominium, jadi ia tak perlu berjalan jauh untuk kembali ke kamar kondominium.

"Aku temani" Fort ikut melepaskan seat beltnya namun segera ditahan oleh Peat.

"Aku sendiri saja, aku takkan lama" Peat tersenyum meyakinkan Fort, ia kemudian turun dari mobil dan berlalu menuju kondominium mereka.

-----

Langkah cepat dan terburu buru terus memenuhi kamar yang dipenuhi nuansa abu abu itu. Sebuah tangan dengan cekatan mengecek satu persatu celah yang ada pada kamar itu. Sudah beberapa menit ia menggeledah kamar Fort tapi masih belum menemukan dompetnya.

"Kau mencari ini?" sebuah suara tiba tiba terdengar dari arah belakang tubuh Peat. Dompetnya secara perlahan turun didepan wajahnya dan bergerak berayun.

Peat meneguk ludahnya kasar, tiba tiba saja tubuhnya menjadi kaku tak mau bergerak. Ia hanya bisa menatap dompet yang masih berada didepan matanya.

"Tenang Peat, aku akan memberikanmu ini jika-" suara itu berhenti, digantikan dengan sentuhan yang menjalar dari pipi kanannya lalu menurun hingga ujung jari tangan kanannya. Tangan besar itu kemudian mengaitkan jari mereka dan menggenggamnya dengan erat.

Hap

Dalam satu kali tarikan, tangan tersebut membawa tubuh Peat berputar untuk berhadapan dengannya. Dengan sigap tangan itu merengkuh pinggang Peat hingga tubuh mereka saling menempel.

"-kau ikut denganku" seringaian lebar milik pria itu membuat tubuh Peat menjadi lemas, tenaganya seperti tertarik keluar meninggalkan tubuhnya.

"J-Joss.. Lepaskan aku.." lirih Peat, suaranya tiba tiba saja hilang, ia sangat terkejut dengan apa yang terjadi. Aura Joss berubah total, menjadi kuat dan menyeramkan. Membuat Peat tertekan hanya dengan merasakan Joss didekatnya.

"Tak semudah itu Peat. Setelah semua perjuanganku kau pikir aku akan melepaskanmu? Hahaha, jangan bermimpi sayang" Joss membelai pipi Peat dengan lembut, berniat menyalurkan rasa sayang dan cintanya melalui sentuhan yang ia berikan, namun sentuhannya malah membuatnya semakin menakutkan dimata Peat.

"Kumohon.. Kau boleh ambil apa saja Joss.. Apa saja, tapi kumohon lepaskan aku.." mata rusa itu mulai berair, mengaburkan pandangannya yang mencoba berani untuk menatap kearah Joss. Memohon pengampunan pada Joss agar melepaskannya sekarang juga. Peat merasa Joss sangat berbahaya sekarang, hingga menyebabkannya begitu ketakutan bahkan hanya dari suaranya saja.

"Oh.. Sayang, jangan menangis. Apa kau begitu bahagia melihatku hm? It's okey, it's okey, aku disini" Joss menarik Peat kedalam pelukannya, mengusap surai Peat dengan lembut dan mengecupi telinga Peat berkali kali.

Peat merasa tubuhnya saat ini bergetar hebat, isakan tangisannya perlahan mulai terdengar. Namun Joss sama sekali tak menghiraukan keadaan Peat, diwajahnya tercetak jelas raut kemenangan, karena kini miliknya sudah berada didalam genggamannya.

-----

"Argghhh!!! Lepaskan Joss!!! Aku tidak mau!" tubuh yang diangkat layaknya karung beras diatas pundak lebar pria berbadan besar terus saja meronta. Meliukan tubuhnya agar pegangan Joss ditubuhnya menjadi longgar dan ia dapat kabur.

Plakk

"Diam! Jangan mencoba menguji kesabaranku Peat!" Joss memukul pantat Peat dengan kuat hingga meninggalkan rasa nyeri disana, menyebabkan Peat meringis kesakitan dan yakin jika pipi pantatnya sudah memerah disana.

Namun Peat tak menyerah. Setelah mengumpulkan keberaniannya kembali, Peat kembali melawan Joss. Tangannya ia tumpukan pada tubuh Joss dan mendorongnya kuat hingga tubuh mereka kini terjatuh di lantai semen area parkiran.

Peat kemudian merangkak sesaat setelah tubuhnya menyentuh lantai. Tak ia pedulikan goresan luka ditangan dan kakinya dan terus merangkak dengan cepat menuju tangga darurat. Otaknya hanya mampu berpikir agar dia kabur secepat mungkin.

Grep

Tiba tiba sebuah tangan menarik rambut Peat kebelakang, membuat tubuhnya kembali tertarik dan terbanting ke lantai semen. Tubuhnya kemudian diseret dan dilempar masuk kedalam sebuah mobil sport hitam.

Peat meringis kesakitan saat tubuhnya tak sengaja membentur bagian keras dalam mobil. Rasa panas diluka seretan yang berada dikakinya pun mulai terasa menusuk. Badannya terasa sangat remuk dan sakit.

Tangan Joss terlihat mengambil sebuah tali jerami dari dalam dashboard, lalu mengikat kaki dan tangan Peat menggunakan tali jerami tersebut.

"Jangan macam macam. Atau kubunuh kau disini" ancam Joss  sambil menunjuk wajah Peat dengan marah. Wajahnya terlihat bengis, sangat menakutkan.

Blam

Joss kemudian berlari menuju arah lain dari mobilnya. Tangannya dengan cepat membuka pintu kemudi dan mulai menyalakan mesin

Brakk

Mobil sport hitam milik Joss mengalami sedikit goncangan ketika mobil suv berwarna putih terlihat menabrak mobilnya dari belakang, membuat Peat yang tak menggunakan seat belt terdorong cukup keras kedepan dan membuat kepalanya terbentur dengan keras. Peat merasakan matanya mulai berkunang, rasa sakit yang hebat disekujur tubuhnya membuat tubuhnya semakin melemah dan akhirnya menyebabkannya pingsan.

"Damn!" Joss memukul setir kemudinya kuat, wajah bengisnya terlihat semakin menjadi ketika melihat siapa yang keluar dari mobil suv itu. Namun sesaat setelah itu Joss mengeluarkan senyum sinisnya dan mulai menurunkan kaca mobilnya.

"Keluar kau brengsek!!" teriak Fort, wajahnya kini tampak sangat marah, matanya memerah dengan rahang terkatup keras. Jalannya tampak tegas dengan kepalan tangan yang mengerat disisi tububnya. Fort terlihat siap untuk menghancurkan siapapun yang berani mengacau dengannya.

"Cih, coba tangkap aku kalau kau bisa" desis Joss, ia kembali menyalakan mesin mobilnya dan melaju dengan cepat tepat sebelum tangan Fort meraih gagang pintu mobilnya.

"Sayonara!!! Hahaha" Sorak Joss ketika mengeluarkan tangannya dari dalam mobil dan melambaikannya kearah Fort yang kini berlari mengejarnya.

"Arrgghh!!!" Fort berlari sekuat tenaga mencoba mengejar mobil sport hitam yang membawa Peat pergi. Fort terus berlari, mengabaikan fakta jika dirinya kini sudah berada ditengah jalan raya.

Ia tak mau kehilangan Peat.

Ia tak mau

Ia tak mau

Ia harus membawa Peat kembali.

"Arrgghh!!!" Fort berteriak kesetanan saat melihat mobil sport hitam yang membawa Peat hilang dibalik puluhan kendaraan yang sedang berkendara. Perlahan tungkai panjangnya melambat dan semakin lama semakin berat.

Tubuhnya tersimpuh diatas jalan raya, kepalan tangannya menopang tubuh besarnya agar tak jatuh ke aspal. Mata merahnya mulai berair namun masih tampak marah. Rahangnya mengeras. Napasnya memburu dengan dada yang naik turun. Matanya masih menatap kearah hilangnya mobil yang membawa Peat.

Ia harus membawa Peat kembali

Bagaimanapun caranya.

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FORTPEAT - SURROGATE 2🔞

FORTPEAT - JINX - 16 🔞

FORTPEAT - RARE SPECIES - 5 🔞